• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

N/A
N/A
Phan bulang geh

Academic year: 2023

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

77 BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Subjek Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium pada hewan coba yang memiliki tujuan untuk mengetahui efek pemberian sekretom AdMSC schwann-like cells sebagai terapi potensial untuk mencapai regenerasi yang optimal pada defek saraf tepi tikus putih (Rattus norvegicus) dengan membandingkan analisis IHC CD68 hasil pemberian sekretom AdMSC schwann-like cells hipoksik dibandingkan dengan pemberian sekretom AdMSC schwann-like cells normosik pada saraf iskiadikus tikus Rattus norvegicus.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Terpadu Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada selama bulan Desember 2022 – Januari 2023. Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) strain Wistar yang dibagi menjadi lima kelompok sebagai berikut:

• Kelompok pertama (K1) adalah kelompok kontrol, yaitu kelompok denervasi-reinervasi (suture) + membran amnion

• Kelompok kedua (K2) adalah kelompok denervasi-reinervasi (suture) + membran amnion + sekretom adipose-derived mesenchymal stem cell (AdMSC) schwann-like cells normosik

• Kelompok ketiga (K3) merupakan kelompok denervasi-reinervasi (suture) + membran amnion + sekretom adipose-derived mesenchymal stem cell (AdMSC) schwann-like cells hipoksik 1%

• Kelompok keempat (K4) adalah kelompok denervasi-reinervasi (suture) + membran amnion + sekretom adipose-derived mesenchymal stem cell (AdMSC) schwann-like cells hipoksik 3%

• Kelompok kelima (K5) adalah kelompok denervasi-reinervasi (suture) + membran amnion + sekretom adipose-derived mesenchymal stem cell (AdMSC) schwann-like cells hipoksik 5%

(2)

Tidak ada subjek yang tidak memenuhi kriteria inklusi, serta tidak ada subjek penelitian yang mati selama penelitian (drop-out). Data dianalisis uji normalitas menggunakan uji Saphiro-Wilk dan dilakukan uji beda rerata serta uji post-hoc untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar masing-masing kelompok perlakuan. Data yang terdistribusi normal dianalisis menggunakan uji one-way ANOVA dan uji post-hoc Multiple Comparison dengan Uji LSD. Data yang tidak terdistribusi normal dianalisis menggunakan uji Kruskal-wallis dan uji post-hoc Mann-whitney.

4.2 Hasil Isolasi AdMSC

Isolasi sel punca mesenkimal turunan adiposa (AdMSC) berasal dari dua ekor putih Rattus norvegicus strain Wistar berjenis kelamin jantan, usia 3-4 bulan dengan berat badan sekitar 300 gram diambil jaringan adiposa guna isolasi sel mesenkimal adiposa. Tikus dilakukan pembiusan sesuai dengan prosedur, kemudian jaringan adiposa abdomen (abdominal fat pad) diambil.

Gambar 32. Jaringan adiposa yang diambil dari regio abdomen

Sel-sel AdMSC dilakukan pasase dan digunakan setelah pasase 4 kali.

Gambaran sel-sel AdMSCs tampak pada Gambar 33.

(3)

Gambar 33. Sel-sel AdMSC setelah ditanamkan di medium DMEM pasase 4.

Pewarnaan imunofluoresensi dilakukan untuk CD14, CD45, CD90, dan CD105 pada AdMSC dari pasase 4, untuk memastikan spesifikasi seluler sel AdMSC yang dikultur. Setelah 15 hari ditanamkan pada medium DMEM dan setelah mencapai konfluensi 80% dalam inkubator 37°C 5% CO2 95% udara, AdMSCs dipanen dan diperiksa menggunakan pemeriksaan imunohistokimia.

Gambar 34. Kultur primer AdMSC, marker negatif CD 14 (A) dan CD 45 (B), marker positif CD 90 (C), CD 105 (D).

(4)

Tabel 2. Hasil konfirmasi identitas seluler AdMSC dengan IHC

CD Hasil Stem cells

CD 14 - Haematopoietic

CD 45 - Haematopoietic

CD 90 + Mesenchymal

CD 105 + Mesenchymal

4.3 Hasil Pembuatan Schwann-like Cells

Setelah dua minggu induksi neurogenik menjadi schwann-like cell, dilakukan pemeriksaan ekspresi protein GFAP, tubulin III, dan S100 melalui pemeriksaan imunositokimia.

Gambar 35. Pemeriksaan IHC Beta III tubulin (A), GFAP (B), S100 (C).

(5)

4.4 Proses Pengerjaan Sampel Penelitian

Pembuatan defek pada saraf tikus dilakukan dengan aksonotomesis nervus ishiadicus tikus. Pada tahap awal, kaki belakang kanan tikus yang telah dianestesi dan dicukur dilakukan imobilisasi dengan staples. Untuk mengarahkan operator, gambar tulang femur di lokasi anatomis dan jalur umum saraf ischiadikus hingga trifurkasinya dimunculkan pada kaki belakang tikus.

Selanjutnya, tulang dapat diraba untuk memperkirakan lokasi insisi, dekat dengan posisi saraf ischiadikus dan sebelum percabangan trifurkasinya. Dengan menggunakan landmark, gunting Metzenbaum ditempatkan 1 cm distal ke tulang paha (trochanter mayor) dan 0,5-1 cm orthogonal dalam arah kaudal dan dimasukkan dengan hati-hati saat menegangkan otot dengan ujung jari tangan lainnya. Serat-serat otot dipisahkan dengan secara bersamaan membuka dan menarik kembali gunting, yang kemudian diangkat tanpa sepenuhnya menutupnya.

Insisi dipegang terbuka menggunakan sepasang tang di kedua tangan, dan lapisan otot superfisial digerakkan ke belakang dan ke depan sampai saraf ischiadikus teridentifikasi.

Gambar 36. Insisi pada kaki belakang kanan tikus

(6)

Gambar 37. Eksplorasi kaki belakang kanan tikus yang sudah diinsisi

Gambar 38. Nervus ischiadikus

Gambar 39. Manipulasi defek nervus ischiadikus dengan pemotongan saraf

(7)

Arteri gluteal dan pudendal, dan tiga bundel saraf yang lebih ke arah distal mengalami trifurkasi untuk menginervasi otot yang berbeda. Koaptasi saraf dicapai dengan menggunakan jahitan benang 10-0 polypropylene monofilament, dengan perhatian khusus untuk menghindari ketegangan di lokasi perjahitan. Jahitan terletak di titik yang sama sebanyak 4 buah.

Gambar 40. Proses penjahitan nervus ischiadikus

(A) Proses penjahitan kembali nervus ischiadikus oleh peneliti (B) Nervus ischiadikus sebelum penjahitan (C) Nervus ischiadicus setelah penjahitan kembali.

A B

C

(8)

Gambar 41. Pemberian sekretom AdMSC normosik dan hipoksik 1%, 3%, dan 5% sesaat setelah penjahitan dan sebelum penutupan luka.

Luka operasi ditutup lapis demi lapis, dan tikus dibiarkan bergerak langsung tidak terbatas setelah anestesi, diberikan antibiotika profilaksis Enrofloxacin 100 mg (@Interflox-100) 1 ml per 20 – 40 kgBB (20-40mg/kgBB) diberikan intra muskuler sebelum dan setelah pembedahan selama 2 x 24jam, luka bekas operasi diolesi Gentamycin sulfate salep topical; serta analgetika Phenylbutazone 200 mg 1 ml per 20 kgBB (20 mg/kgBB) setelah pembedahan. Semua pembedahan dilakukan oleh peneliti yang sama, dengan menggunakan lup bedah mikro dan alat bedah mikro.

Gambar 42. Penutupan luka hasil insisi

(9)

Setelah luka tertutup sempurna. Tikus uji coba kemudian dikembalikan ke kandang untuk selanjutnya diobservasi selama 6 minggu selanjutnya. Setelah observasi selama 6 minggu, tikus kemudian diterminasi dan diambil nervus ischiadikusnya untuk selanjutnya dievaluasi lebih lanjut.

Gambar 43. Setelah 6 minggu observasi didapatkan saraf tikus coba telah tersambung kembali, tidak didapatkan adanya glioma

4.5 Karakteristik Subjek Penelitian

Data subjek penelitian berupa Kadar CD68 dianalisis secara univariat untuk mengetahui karakteristik subjek. Karakteristik subjek dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik subjek penelitian

Karakteristik Kadar CD68

Rerata SD P

K1 (kontrol) 739.50 111.667 0.175*

K2 (sekretom AdMSC normosik 21%) 531.67 25.781 0.386*

K3 (sekretom AdMSC hipoksik 1%) 359.17 12.999 0.609*

K4 (sekretom AdMSC hipoksik 3%) 47.67 1.211 0.415*

K5 (sekretom AdMSC hipoksik 5%) 180.50 8.216 0.920*

* nilai p > 0,05 pada uji Shapiro-wilk menandakan data terdistribusi normal

Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa seluruh data pada masing-masing kelompok terdsitribusi normal dan pengujian hipotesis lebih lanjut dalam penelitian ini dilakukan menggunakan uji one-way ANOVA dan uji post-hoc Multiple

(10)

Comparison dengan Uji LSD. Penelitian ini lebih lanjut menunjukkan bahwa kelompok dengan rerata kadar CD68 dari rendah ke tinggi secara berurutan adalah K4 (sekretom AdMSC hipoksik 3%), K5 (sekretom AdMSC hipoksik 5%), K3 (sekretom AdMSC hipoksik 1%), K2 (sekretom AdMSC normosik 21%), dan K1 (kontrol).

4.6 Gambaran Mikroskopis IHC CD68

Tabel 4. Gambaran mikroskopis IHC CD68 per kelompok percobaan

K 10x 40x

K1

K2

A B

C C D

(11)

K3

K4

K5

Keterangan: panah kuning menunjukkan visualisasi CD68 yang tampak sebagai presipitat berwarna coklat karena tetesan kromogen 3,30-Diaminobenzidine (DAB).

4.7 Hasil Analisis Data Uji Beda

Data yang telah dianalisis secara univariat kemudian dilakukan uji beda menggunakan uji One-way ANOVA dan didapatkan hasil p=0.000 yang menunjukkan pada variabel tersebut terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik. Untuk mengetahui perbedaan antar masing-masing kelompok, dilakukan

E E

G

I J

H F

(12)

uji post-hoc Multiple Comparison dengan Uji LSD. Hasil uji post-hoc dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 5. Hasil uji post-hoc pada variabel VCAM

Beda Rerata p-value

K1 (kontrol) K2 207.833 0.000*

K3 380.333 0.000*

K4 691.833 0.000*

K5 559.000 0.000*

K2 (sekretom AdMSC normosik 21%) K1 -207.833 0.000*

K3 172.500 0.000*

K4 484.000 0.000*

K5 351.167 0.000*

K3 (sekretom AdMSC hipoksik 1%) K1 -380.333 0.000*

K2 -172.500 0.000*

K4 311.500 0.000*

K5 178.667 0.000*

K4 (sekretom AdMSC hipoksik 3%) K1 -691.833 0.000*

K2 -484.000 0.000*

K3 -311.500 0.000*

K5 -132.833 0.000*

K5 (sekretom AdMSC hipoksik 5%) K1 -559.000 0.000*

K2 -351.167 0.000*

K3 -178.667 0.000*

K4 132.833 0.000*

* nilai p < 0,05 pada uji LSD menandakan terdapat perbedaan signifikan Hasil uji bivariat dengan One-way Anova dan post-hoc Tukey menunjukkan adanya perbedaan kadar CD68 yang signifikan antara masing-masing kelompok (p<0.05). Perbedaan signifikan ditemukan pada K2 (sekretom AdMSC normosik 21%) vs K1 (kontrol) dimana kadar CD68 pada K2 lebih rendah secara signifikan dibanding K1 (p=0.000; mean diff.=- -207.833). Perbedaan signifikan ditemukan

(13)

pula masing-masing pada K3 (sekretom AdMSC hipoksik 1%), K4 (sekretom AdMSC hipoksik 3%), dan K5 (sekretom AdMSC hipoksik 5%) vs K1 (kontrol) dimana kadar K3 (p=0.000; mean diff.=-380.333), K4 (p=0.000; mean diff.=- 691.833), dan K5(p=0.000; mean diff.=-559.000) lebih rendah secara signifikan dibanding K1. Selanjutnya, perbedaan signifikan ditemukan pula masing-masing pada K3 (sekretom AdMSC hipoksik 1%), K4 (sekretom AdMSC hipoksik 3%), dan K5 (sekretom AdMSC hipoksik 5%) vs K2 (sekretom AdMSC normosik 21%) dimana kadar K3 (p=0.000; mean diff.=-172.500), K4 (p=0.000; mean diff.=- 484.000), dan K5 (p=0.000; mean diff.=-351.167) lebih rendah secara signifikan dibanding K2. Hal ini menunjukkan bahwa kadar CD68 nervus ischiadikus setelah pemberian sekretom AdMSC schwann-like cell hipoksik lebih rendah dibanding kelompok dengan pemberian sekretom AdMSC schwann-like cell normosik.

4.8 Hasil Analisis Semi-kuantitatif IHC CD68

Hasil pemeriksaan analisis biomage IHC CD68 dengan IHC Profiler menunjukkan bahwa K1 memberikan hasil paling kuat dengan interpretasi keseluruhan skor berupa positive sedangkan kelompok lain, yaitu K2, K3, K4, dan K5 keempatnya menunjukkan hasil yang sebanding, dengan interpretasi keseluruhan skor berupa low positive. Lebih rinci, profil histogram representatif dan skor intensitas piksel dapat dilihat pada Tabel 5.

(14)

Tabel 6. Hasil analisis bioimage IHC CD68

K Preparat Representatif Profil Histogram

Skor Intensitas Piksel

K1

K2

(15)

K3

K4

K5

Referensi

Dokumen terkait

Membuktikan adanya perbedaan gambaran histopatologis endometrium uterus tikus putih strain wistar (Rattus Norvegicus Strain Wistar) setelah pemberian kontrasepsi

PENGARUH EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP PENCEGAHAN TERBENTUKNYA PLAQUE ATEROSKLEROSIS PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar)

TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID (MDA) PLASMA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIPAPAR

PENGARUH PEMBERIAN KLOROFIL DARI TANAMAN ALFALFA (Medicago sativa) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS.. PUTIH (Rattus norvegicus)

Sampel penelitian ini berjumlah 15 ekor tikus wistar jantan ( Rattus norvegicus ) dibagi acak menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol (P 0 ) hanya dengan paparan asap rokok

Pada penelitian ini digunakan 18 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley, berusia 2-3 minggu dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol (K),

PENGARUH EKSTRAK BUNGA KAMBOJA (Plumeria alba sp.) TERHADAP MALONDIALDEHID (MDA) TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus strain wistar) YANGi.

3.7 Alur Penelitian Dibagi menjadi 5 kelompok dengan masing-masing 6 tikus 30 ekor tikus putih jantan Rattus norvegicus galur Sprague dawley Aklimatisasi selama 7 hari dengan