BERTANAM PADI SAWAH SISTEM TABELATOT
(Tabur Benih Langsung Tanpa Olah Tanah)
Oleh :
Ir.I Wayan Pasek Arimbawa,MP
JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
2016
KATA PENGANTAR
Sesuai dengan perkembangan jaman berbagai permasalahan baru dalam produksi pertanian mulai muncul. Berkurangnya tenaga kerja produktif di pedesaan, berkurangnya ketersediaan air irigasi, mahalnya input produksi, adalah sebagian masalah yang membutuhkan teknologi yang mampu mengatasinya. Teknologi tersebut haruslah mempunyai kemampuan dalam meningkatkan produktivitas, hemat air, hemat tenaga kerja, berwawasan lingkungan dan mudah diterima oleh petani.
Penanaman padi sawah dengan sistem tabelatot adalah salah satu alternatif untuk bisa diterapkan. dalam mengatasi permasalahan tersebut. Agar teknologi baru ini dapat diterapkan dan dikembangkan oleh sebagian besar petani maka informasi tentang teknologi ini perlu disebarluaskan.
Tergerak untuk menyebarluaskan pengetahuan mengenai penanaman padi dengan sistem tabelatot, penulis menyusun karya tulis ini dengan harapan mampu memperkaya pengetahuan petani atau siapa saja yang tergerak membina petani dalam rangka mempertahankan swasembada beras yang pernah dicapai.
Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada :
1. Ketua Perpustakaan Universitas Udayana dan rekan-rekan yang banyak memberikan bantuan dalam penyusunan tulisan ini.
2. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam pelaksanaan penyelesaian tulisan ini.
Saya menyadari bahwa tulisan ini tentu masih banyak kekurangannya. Kritik dan saran demi perbaikan akan kami terima dengan segala senang hati.
Denpasar, Nopember 2016 Penyusun
DAFTAR ISI
Teks Hal
JUDUL.……… 1
DAFTAR ISI..………. 2
KATA PENGANTAR……… 3
BAB I PENDAHULUAN………. 4
BAB II. PENGERTIAN DAN KEUNTUNGAN SISTEM TABELATO . 8 A. Pengertian Bertanam Padi Sawah Sistem Tabelatot………… 8
B. Keuntungan Bertanam Padi Sawah Sistem Tabelatot…… …. 9
BAB III. TEKNIK BERTANAM PADI SAWAH SISTEM TABELATOT… 11 A. Pembuatan Seeder ……….. .. 11
B. Penyiapan Lahan ………... 12
C. Varietas dan Kebutuhan Benih ………. 14
C. Penaburan Benih………... 14
BAB IV. PEMELIHARAAN TANAMAN………. 16
A. Penyulaman ………. 16
B. Penyiangan ……….. 16
C. Pengendalian Hama dan Penyakit ……….. 18
D. Pemupukan ………. 19
E. Pengaturan Air……… 20
BAB V. PANEN……….. 22
A. Saat Panen ……….. 22
B. Cara Panen……….. 23
BAB VI. ANALISIS KEGIATAN DAN BIAYA PRODUKSI……….. 25
Daftar Pustaka……….. 26
LAMPIRAN………. 28
BAB I
PENDAHULUAN
Penanaman padi di sawah sudah merupakan kebiasaan yang turun temurun dari sebagian besar petani yang ada di Indonesia. Cara penanaman yang biasa diterapkan adalah cara penanaman padi dengan sistem konvensional yaitu didahului dengan pengolahan tanah secara sempurna sekaligus melakukan pesemaian. Pengolahan tanah bisa dilakukan dengan menggunakan traktor, sapi, kerbau ataupun oleh manusia sendiri.
Pengolahan tanah seperti cara di atas yang sering disebut pengolahan tanah sempurna, intensif atau konvensional banyak menimbulkan kelemahan- kelemahan. Kelemahan yang timbul antara lain 30 % dari kebutuhan air pada sawah dengan sistem pengolahan tanah sempurna hanya untuk pengolahan tanah dan pelumpuran, sehingga untuk mencapai produksi yang mampu memenuhi kebutuhan pangan jutaan rakyat Indonesia diperlukan begitu banyak air. Oleh karena itu perlu dipikirkan suatu pola penanaman yang hemat air. Selanjutnya Chairunas, dkk (1999) menyatakan penanaman padi dengan sisten tanam pindah kegiatan usaha tani yang dilakukan cendrung dengan padat tenaga, kebutuhan ppuk lebih banyak dan umur tanam lebih lama.
Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah tanah sawah cukup banyak yaitu dapat mencapai 30 % dari kebutuhan tenaga kerja tanam padi
membengkakkan biaya produksi, sehingga dapat mengurangi pendapatan yang diterima oleh petani. Selain itu waktu yang dibutuhkan untuk mengolah tanah cukup panjang yaitu sekitar sepertiga musim tanam. Hal ini akan berpengaruh terhadap produksi tahunan tanaman padi.
Pengolahan tanah dengan sistem konvensional yang biasa dilakukan petani akan menyebabkan banyak butir-butir tanah halus dan unsur hara terbawa oleh air irigasi, sehingga hal ini kurang baik dari segi konservasi lingkungan.
Sistem penanaman padi sawah tanpa olah tanah (TOT) merupakan alternative teknologi baru. Cara penanaman tanpa olah tanah ini merupakan bagian sistem pengolahan tanah konservasi, yakni pengolahan tanah yang mempertimbangkan aspek kelestarian sumber daya tanah dan air, disamping aspek produksi dan pendapatan petani (Anonimus, 2014). Selanjutnya Nindia (2015) menyatakan perbedaan mendasar penanaman padi TOT dengan penanaman padi biasa adalah pada persiapan lahan. Dalam sistem TOT ini tidak dilakukan pembajakan tanah. Sebagai gantinya dilakukan penyemprotan herbisida terhadap sisa tanaman (singgang) dan gulma yang tumbuh. Adapun cara bertanam lainnya tetap mengikuti pola tanam biasa.
Pada dasarnya tujuan sistem Tabelatot ini tidak berbeda dengan sistem olah tanah sempurna, yaitu mengendalikan gulma dan menyiapkan lahan agar menjadi media tumbuh yang baik bagi tanaman. Perbedaannya terletak pada efisiensi penggunaan sumber daya dalam hal persiapan lahan. Sistem onge
benih langsung tanpa olah tanah lebih efisien dalam menggunakan air, bibit, tenaga kerja, waktu, dan berwawasan lingkungan dari pada olah tanah sempurna.
Kegiatan penanaman padi sawah sistem Tabelatot ini telah dicoba pada tahun 2001 di Subak Uma Anyar Kediri Tabanan (Dana dari Pemda Kabupaten Tabanan), tahun 2003 di Subak Yeh Enggung Kerambitan Tabanan (Dana dari LPM Unud), pada tahun 2004 di Subak Penatih Kabupaten Badung (Dana dari LPM Unud) dan pada tahun 2005 di Subak Bantas Bale Agung Kaja Kabupaten Tabanan (Dana dari Dinas Pertanian Propinsi Bali).
Dari uji coba yang telah dilakukan tersebut membuktikan bahwa tanah sawah yang ditanami tanaman padi sebenarnya tidak perlu diolah berat dan dilumpurkan, tetapi cukup dilakukan pengolahan sedikit atau bahkan tanpa olah tanah sama sekali (sistem Tabelatot). Sistem Tabelatot ini dapat dilakukan sampai 3 kali musim tanam secara terus menerus dengan produksi yang tidak berbeda secara nyata dengan sistem penanaman padi biasa (konvensional). Air dapat dihemat lebih dari 30 %, biaya produksi dapat dihemat sampai 60 % dan, hasilnya tidak jauh berbeda bahkan bisa lebih tinggi dibandingkan dengan sisten biasa atau konvensional. Penyediaan lahan yang biasanya dilakukan petani dengan mencangkul dan membajak atau dengan menggunakan traktor, dapat diganti dengan penyemprotan herbisida. Akan tetapi herbisida yang digunakan harus berwawasan lingkungan yaitu herbisida yang mudah terdegradasi dan tidak meninggalkan residu dalam tanah dan tanaman serta tidak mencemari air.
Herbisida hanya bekerja membunuh gulma serta singgang atau batang padi sisa pertananaman sebelumnya.
Upaya peningkatan produksi padi sekarang ini telah banyak mengalami hambatan seperti alih fungsi lahan sawah produktif menjadi lahan non pertanian, menurunnya ketersediaan air irigasi, makin langkanya dan mahalnya tenaga kerja produktif di pedesaan dan terjadinya peningkatan secara terus menerus harga sarana produksi pertanian. Semakin banyaknya hambatan-hambatan tersebut perlu segera dicari jalan keluarnya termasuk mencari teknologi yang mampu menjawab permasalahan di atas. Teknologi tersebut haruslah mempunyai kemampuan dalam meningkatkan produktivitas lahan, hemat air, hemat tenaga kerja, hemat sarana produksi dan berwawasan lingkungan. Untuk keperluan tersebut teknologi Tabelatot menjadi teknologi yang cukup menjanjikan. Agar teknologi ini dapat diterapkan dan dikembangkan oleh petani maka informasi tentang teknologi ini perlu disebar luaskan. Dengan menerapkan penanaman padi sawah sistem Tabelatot, diharapkan usaha pemerintah dalam kemandirian pangan terutama beras dapat terwujud, demikian pula pendapatan yang diterima petani akan lebih tinggi.
BAB II
PENGERTIAN DAN KEUNTUNGAN SISTEM TABELATOT
A. PENGERTIAN BERTAMAN PADI SAWAH SISTEM TABELATOT.
Pada budidaya padi secara umum atau konvensional dikerjakan melalui urut-urutan kegiatan seperti persiapan lahan atau pembajakan dan pelumpuran, persiapan bibit, penanaman bibit, pemeliharaan dan terakhir adalah panen. Dari rangkaian kegiatan yang banyak memerlukan waktu tersebut, belakangan ini dikembangkan teknik budidaya dengan sistem tabela yaitu menanam padi dengan tanam benih langsung di lapangan yaitu modifikasi dari penanaman padi konvensional yang menggunakan bibit. Tujuannya adalah menumbuhkan padi secara langsung di lapangan dengan waktu yang lebih singkat yang berarti juga dapat menekan biaya.
Pada sebagian petani padi sawah, juga ada yang mengembangkan teknik budidaya dengan sistem pengolahan tanah minimum atau yang lebih dikenal sistem tanpa olah tanah (tot). Persiapan lahan dengan pembajakan dan pelumpuran tanah pada sistem tot ditiadakan. Sebagai gantinya dilakukan penyemprotan herbisida terhadap sisa tanaman padi atau singgang dan gulma yang tumbuh Perbedaan persiapan lahan inilah yang merupakan perbedaan mendasar dengan sistem penanaman padi lainnya.
Herbisida yang digunakan untuk membasmi gulma merupakan salah satu bagian penting dalam sistem ini. Herbisida yang digunakan harus layak lingkungan, penyemprotannyapun harus tepat dosis dan tepat waktu. Herbisida akan bekerja mematikan gulma dan singgang padi yang tumbuh serta batang padi sisa pertanaman sebelumnya. Setelah semuanya mati, air dimasukkan kedalam sawah, maka gulma dan singgang tersebut akan bermanfaat sebagai mulsa. Mulsa ini bermanfaat untuk mencegah kerusakan tanah akibat benturan air hujan, mengurangi penguapan, meningkatkan bahan ongeri serta kesuburan tanah, melonggarkan tanah sehingga akar padi dapat berkembang dengan mudah serta membantu menekan pertumbuhan gulma yang tumbuh kemudian. Dengan demikian, budidaya sistem Tabelatot diarahkan untuk meningkatkan efisiensi sumber daya yang tersedia yaitu dengan meniadakan kegiatan persiapan bibit, penanaman bibit dan pengolahan tanah (pembajakan dan pelumpuran).
B. KEUNTUNGAN BERTAMAN PADI SAWAH SISTEM TABELATOT.
Beberapa keuntungan yang diperoleh dalam pelaksanaan penanaman padi dengan sistem Tabelatot adalah :
1. Kualitas pertumbuhan dan hasil panen padi tidak berbeda dengan penanaman padi dengan sistem yang biasa.
2. Menghemat biaya pembelian bibit sampai 33 %.
3. Menghemat biaya pengolahan tanah sampai 85 % 4. Menghemat biaya penanaman sampai 92 %
5. Menghemat biaya penyiangan sampai 50 % 6. Mengurangi pemakaian air 30–45 %.
7. Menghemat waktu musim tanam, sehingga penanaman dalam satu tahun dapat ditingkatkan.
8. Mempermudah penanaman secara serentak, sehingga konsep pengendalian hama terpadu dapat dilaksanakan dengan baik.
9. Melestarikan kesuburan tanah dan mengurangi pencucian onger hara.
10. Memungkinkan peningkatan luas sawah garapan.
11.Keuntungan yang diterima oleh petani cukup tinggi.
BAB III
TEKNIK BERTANAM PADI SAWAH SISTEM TABELATOT
A. Pembuatan Atabela (Alat Tabur Benih Langsung)
P
enaburan benih pada pelaksanaan sistem Tabelatot ini sebaiknya menggunakan Atabela yang telah dirancang secara khusus. Dengan penggunaan alat ini diharapkan jarak tanam dan keluarnya benih per lobang lebih bisa diatur sesuai dengan keinginan, demikian pula waktu dan tenaga kerja yang dibutuhkan sangat efisien.Atabela (Alat Tabur Benih Langsung)
Bahan-bahan untuk pembuatan seeder ini adalah pipa paralon ukuran 4”
sepanjang 120 cm, pipa listrik ukuran 1 “ sepanjang 130 cm, kayu papan untuk roda/roda sepeda anak-anak dengan diameter 50 cm sebanyak 2 buah, besi pipih dengan lebar 2 cm sepanjang 4 x 35 cm dan kayu penyangga ukuran 2 x 2 cm sepanjang 130 cm sebanyak 2 bh. Pada permukaan pipa paralon dibuat lubang
dengan diameter 1cm dengan jarak 9 x 20 cm, sehingga pada permukaan pipa paralon sepanjang 120 cm akan terdapat lubang tempat keluarnya benih sebanyak 30 lubang. Dengan menggunakan ketentuan ini, maka benih yang jatuh di lapang sebanyak ± 5 biji per lubang dengan jarak tanam ± 20 x 20 cm, sehingga nantinya akan diharapkan pemakaian bibit dan pupuk menjadi lebih sedikit tanpa mengurang hasil yang akan dicapai serta lebih mudah dalam melakukan penyiangan
B. Penyiapan Lahan.
P
enyiapan lahan untuk pelaksanaan sistem Tabelatot, sudah dapat disiapkan ± 10 hari setelah panen padi yaitu dengan melakukan penyemprotan dengan herbisida yang bersifat non selektif dengan dosis sesuai anjuran seperti Gramoxone ( ±12 cc/l air), Polaris (±15 cc/l air), Ranbouw (±15 cc/l air).. Dua sampai tiga hari sebelum dilakukan penyemprotan dengan herbisida tersebut, sudah dilakukan pengeringan lahan dengan tujuan supaya herbisida yang digunakan dapat membunuh gulma dan singgang padi secara efektif dan efisien. Makin kering kondisi lahan waktu penyemprotan makin efektif herbisida akan bekerja, sehingga makin efisien dalam pemakaiannya.
Sebaliknya makin basah kondisi lahan waktu penyemprotan, makin boros dalam pemakaiannya karena untuk mendapatkan supaya herbisida itu dapat bekerja secara efektif maka dosis pemakaiannya harus ditingkatkan.
Jerami, singgang padi dan gulma yang sudah mati (dua hari setelah penyemprotan herbisida Gramoxone).
Dua – lima hari setelah dilakukan penyemprotan herbisida, lahan tersebut mulai digenangi air dengan tujuan supaya jerami padi, singgang padi dan gulma yang telah ongering pada lahan tersebut cepat melapuk. Apabila masih ada
singgang padi dan gulma yang masih hidup penyemprotan kedua dilakukan ± 10 hari sebelum penaburan benih untuk mencegah bibit yang disebar mengalami keracunan. Waktu penyemprotan lahan harus dikeringkan dari genangan air
C. Varietas dan Kebutuhan Benih.
Varietas padi yang ditanam pada pelaksanaan sistem ini sama dengan pelaksanaan penanaman padi yang biasa dilakukan seperti IR.64, IR. 70 dan lain-lain asalkan jenis padi yang tidak berbulu, karena mengalami kesulitan waktu penaburan dengan memakai Atabela (alat penabur benih). Kebutuhan benih dalam pelaksanaan sistem ini untuk luasan 1 Ha adalah ± 20 kg (varietas sejenis IR.64, Cherang dll).
D. Penaburan Benih.
Penaburan benih dilakukan dengan menggunakan Atabela dengan jarak tanam antar baris 20 cm dan jarak tanam dalam barisan 15-20 cm. Benih sebelum ditabur direndam dulu selama dua hari (48 jam) dan ditiris selama satu hari (24 jam). Benih yang siap disebar adalah benih yang lembaganya sudah muncul pada permukaan benih sepanjang ± 0,5 mm. Pada saat penaburan benih lahan tidak boleh tergenang air dan keadaan ini berlangsung selama 4 hari. Setelah 4 hari penaburan benih, lahan mulai digenangi air dengan catatan air tidak melebihi tinggi tanaman, supaya tanaman yang sudah tumbuh
Saat mulai penaburan benih dengan menggunakan Atabela (7 hari setelah digenangi air). Lahan harus dikeringkan.
Tanaman padi 4 hari setelah penaburan benih (saat mulai diberikan air dengan ketinggian secara bertahap).
BAB 1V
PEMELIHARAAN TANAMAN
A. Penyulaman.
Penyulaman dimaksudkan adalah untuk mengganti bibit atau benih yang mati atau tidak tumbuh, dimakan tikus, burung, kepiting dan semut.
Penyulaman dilakukan pada umur 7-14 hari setelah penaburan benih. Dengan mengambil bibit atau tanaman yang sengaja disiapkan untuk penyulaman. Bibit untuk sulaman ini cukup dengan memanfaatkan sisa benih setelah penyebaran dengan meletakkan benih di sekitar pematang sawah. Penyulaman yang terlambat akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak seragam. Untuk mencegah agar benih tidak dimakan tikus, burung, kepiting dan semut dapat dilakukan dengan merendam benih dengan insektisida yang bersifat sistemik seperti Furadan 3 G sebanyak 1- 2 sendok makan ( ± 15 gr) untuk bibit sebanyak 10-20 kg.
B. Penyiangan.
Penyiangan atau pengendalian gulma dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pertama pada umur 10-15 hari setelah penaburan benih yaitu dengan melakukan penyemprotan dengan herbisida padi sawah dengan dosis sesuai anjuran seperti DMA (± 2 cc/l air), Ally 20 WDG (± 0,1 g/l air), Ally 76 WP (± 2 g/l air) dan
sekaligus dikombinasikan dengan penyiangan secara manual (dengan tangan) yaitu lima hari setelah penyemprotan dengan herbisida tersebut.
Umur padi 10 hari setelah sebar benih
Penyiangan dengan tangan dimaksudkan untuk mengendalikan gulma yang tidak mati kerena herbisida yang digunakan. Pengendalian gulma yang kedua dilakukan setelah tanaman padi berumur ± 42 hari setelah penaburan benih.
Pelaksanaan pengendalian pada saat ini dilakukan secara manual (penyiangan dengan tangan). Untuk mencegah banyak gulma yang tumbuh dapat dilakukan dengan penyemprotan lahan dengan herbisida Logran dengan dosis 1 gram/10 l air, pada saat perendaman jerami dan air dibiarkan bertahan selama 3 hari (air masuk dan keluar ditutup).
C. Pengendalian Hama dan Penyakit.
Hama dan penyakit yang sering menjadi kendala pada penanaman padi sistem Tabelatot adalah :
1) Saat penaburan benih yaitu hama semut, burung, tikus dan kepiting. Untuk mengatasi hal ini adalah dengan Furadan waktu perendaman benih sebanyak 1- 2 sendok makan ( ± 15 gr) untuk bibit sebanyak 10-20 kg.
2) Waktu tanaman berumur 1- 5 minggu sering terserang hama seperti wereng, tungro, hama penggerek dan lain-lain. Untuk mengatasi hal ini dapat mengunakan berbagai jenis insektisida untuk padi sawah seperti Spontan, Cymbus, Reagent dll. Dengan konsentrasi ± 2 cc/l air.
3) Waktu tanaman mencapai inisiasi malai atau menjelang bunting sering diserang penyakit potong leher. Untuk menjegah hal ini dapat menggunakan fungisida seperti Fujiwan, Anvil dengan konsentrasi ± 2 cc/l air. Ingat penyakit ini sulit diantisivasi dan dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar terutama varietas yang tidak tahan seperti IR.64 dll.
4) Waktu padi mencapai tingkat masak susu sering diserang oleh hama walang sangit. Untuk mengendalikan hal ini dapat menggunakan berbagai jenis insektisida seperti matador dengan konsentrasi ± 2 cc/l air dan Dunkin dengan dosis 15 gr/10 l air.
5) Untuk mengendalikan hama tikus yang dapat menyerang sewaktu-waktu
ikan dan sebagainya yang dicampur dengan phospit, temic atau racun yang lain seperti phython.
6) Burung banyak menyerang padi saat sedang menguning. Untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan menggunakan jarring, tali benang, orang-orangan dan menjaga padi itu sendiri.
Perlu diingat bahwa tindakan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT) adalah teknik pengendalian yang paling dianjurkan dalam penanaman padi sistem Tabelatot ini. Sistem PHT yang bisa diterapkan antara lain :
1) Menanam varietas yang tahan dan dilakukan secara bergilir berdasarkan sifat ketahanan yang berbeda.
2) Penanaman padi secara serempak pada daerah persawahan yang cukup luas.
3) Menerapkan pola tanam yang telah dianjurkan oleh instansi yang terkait.
4) Pemakaian pestisida seperti yang dianjurkan di atas jika hama dan penyakit yang menyerang tanaman padi sudah berada dalam ambang ekonomi.
D. Pemupukan.
Untuk memelihara tanaman supaya dapat tumbuh dengan baik perlu dilakukan pemupukan. Pemupukan pada sistem tanam ini dapat dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pertama pada saat tanaman berumur 21 hari dengan urea dan NPK Phonska dengan dosis masing-masing sebanyak 100 kg dan 100
Pemupukan terakhir menjelang inisiasi malai (umur ± 65 hari). Dosis pemupukan pada saat ini disesuaikan dengan pertumbuhan tanaman.
Pemupukan yang kedua dilakukan setelah tanaman padi berumur 42 hari setelah penaburan benih yaitu dengan dosis 50 kg Urea/ha. Sedangkan pemupukan yang ketiga dilakukan menjelang inisiasi malai yaitu pada umur ± 65 hari setelah sebar benih dengan dosis ± 50 kg Urea/ha. Dosis tersebut di atas dapat ditambah atau dikurangi sesuai dengan tingkat kesuburan tanah dan musim tanam (dapat dilihat dari pertumbuhan tanaman dengan menggunakan WDB).
E. Pengaturan Air.
Pemberian air secara terus menerus pada tanaman padi juga kurang baik
karena itu pengaturan air sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan tanaman sehingga penggunaannya lebih efektif.
Pengaturan pengairan biasanya diatur sebagai berikut :
1) Awal tanam (mulai umur 4 hari setelah sebar benih) sampai pembentukan anakan, air dimasukkan kedalam petakan sawah. Air diatur sedemikian rupa (tinggi antara 3-5 cm) supaya dapat mengendalikan gulma yang tumbuh, tetapi tidak menghambat pertumbuhan anakan padi
2) Sebelum tanaman bunting air dikeluarkan dari petakan sawah untuk mencegah anakan tanaman yang tidak baik tidak mengeluarkan bulir.
3) Saat tanaman padi bunting air dimasukkan lagi. Kekurangan air pada saat ini dapat menyebabkan bulir padi menjadi hampa.
4) Awal pembungaan air dikeluarkan lagi supaya padi dapat berbunga secara serempak.
5) Saat pembungaan (setelah bunga keluar serempak) air dimasukkan lagi.
Kekurangan air pada saat ini juga dapat menyebabkan bulir menjadi hampa.
6) Awal pemasakan biji air dikeluarkan lagi yaitu untuk menyeragamkan dan mempercepat pematangan biji.
BAB V PANEN
A. Saat Panen.
M
enentukan panen padi yang hanya didasarkan pada umur padi tersebut adalah kurang tepat. Hal tersebut karena masaknya buah padi di samping tergantung pada jenisnya juga sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah sawah dimana padi itu ditanam dan cuaca setelah tanaman padi berbunga. Cuaca yang selalu mendung, banyak turun hujan dan keadaan tanah yang selalu tergenang air akan memperlambat waktu masaknya buah padi. Tetapi sebaliknya, apabila cuaca kering, tidak banyak turun hujan dan keadaan tanah yang mudah dikeringkan dari genangan air akan menyebabkan masak buah padi menjadi lebih cepat.Untuk menentukan saat panen padi yang tepat, maka perlu diperhatikan hubungan antara macam kebutuhan dengan tingkat masaknya buah.
Apabila hasil padi nantinya untuk keperluan konsumsi (untuk dimakan), maka padi sebaiknya dipanen pada tingkat masak kuning yang tanda-tandanya adalah :
1) semua bagian tanaman tampak berwarna kuning, 2) ruas bagian atas masih berwarna hijau
3) apabila gabah diambil isinya sudah terasa keras, tetapi masih mudah dipecah dengan kuku, dan tingkat ini terjadi kurang lebih 17 hari setelah berbunga merata.
Apabila hasil padi nantinya untuk keperluan benih, maka padi sebaiknya dipanen pada tingkat masak penuh yang tanda-tandanya adalah
1) semua bagian tanaman sudah berwarna kuning 2) batang mulai mengering,
3) gabah apabila dipecah dengan kuku sudah agak sulit, dan tingkat ini terjadi kurang lebih 24 hari setelah berbunga merata.atau tujuh hari setelah masak kuning.
B. Cara Panen.
Untuk pelaksanaan sistem Tabelatot sebaiknya panen padi dengan menggunakan sabit yaitu dengan menyisakan batang padi serendah-rendahnya yaitu dengan tinggi ± 5 cm. Cara seperti ini akan memudahkan pelaksanaan penanaman padi sistem Tabelatot berikutnya dan sangat efisien dalam penggunaan herbisida.
Batang padi dipotong setinggi lebih kurang 5 cm
BAB VI
ANALISIS KEGIATAN DAN BIAYA PRODUKSI
Untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh mengenai kegiatan menanam padi sawah dengan sistem Tabelatot ini, maka perlu mempelajari analisis kegiatan dan biayanya. Perbandingan dibuat antara sistem tanam pindah (konvensional) dengan sistem Tabelatot yang selama ini biasa dilakukan.
Tabel 1. Analisis perbandingan struktur kegiatan dan biaya produksi antara bertanam padi sawah dengan sistem biasa (konvensional) dengan sistem Tabelatot.
No Struktur Kegiatan Biaya/ha
Konvensional Tabelatot A. Penyiapan Lahan Rp. 2.700.000 Rp. 400.000
Tingkat Penghematannya 85 %
B. Pembibitan Rp. 300.000 Rp. 200.000
Tingkat Penghematannya 33 %
C. Penanaman Rp.1.200.000 Rp.100.000
Tingkat Penghematannya 92 %
D. Penyiangan Rp. 1000.000 Rp.500.000
Tingkat Penghematannya 50 %
E Pengendalian Hama dan Penyakit
Rp. 500.000 Rp.500.000 Tingkat Penghematannya Rp. 5.700.000 0 %
F Pemupukan Rp. 700.000 Rp.700.000
Tingkat Penghematannya 0 %
Total Biaya Produksi/ha Rp.6.400.000 Rp.2.400.000 Tingkat Penghematannya Rp.4.000.000 63 %
Daftar Pustaka
Anonimus. 1977. Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija dan Sayuran.
Badan Pengendali Bimas. Jakarta.
Anonimus. 1914. www.petani hebat.com/2014/07/budidaya-padi-sawah-tanpa- olah-tanah-tot.html.
Basuki,I., Sudjudi dan L.Wirajaswadi. 2000. Teknologi Tanam Benih Langsung (Tabela)) pada Padi Lahan Irigasi. IPPTP Mataram. Ntb. litbang. deptan.
go.ed/k.00/2.00.pdf.
Chairunas, Adi Yusuf, Azman B, Burlis Han, Silman Hamidi, Assuan, Yufniati ZA, Basri AB, Tamrin. Teknologi Budidaya Padi Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) di Lahan Sawah Irigasi Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Nad litbang pertanian.go.id/ind/images/dokumen/Rekomtek/10- Teknologi Budidaya Padi Sistem Tanam Benih.pdf
De Datta, S.K. 1973. Principles and practices of rice cultivation under tropical conditions. Technical bulletin No. 6 ASPAC food and fertilizer technology center. Taiwan.
Nindia . 1915. Megaretanindia.blogspot.c0.id/2015/04/teknik-budidaya-padi- tanpa-olah-tanah.html.
PT. Monagro Kimia Product Development “ Padi Sawah Tanpa Olah Tanah “ Makalah Jumpa Teknologi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Lampung, 26-28 September 1994.
Pasek, A.,K.Kartha Dinata., DK.Suanda dan K.Arsa Wijaya. 2004. Peningkatan Pendapatan Petani Padi dengan Penanaman Padi Sawah dengan Sistem Tabelatot (Tabur Benih Langsung Tanpa Olah Tanah). Di Desa Kerambitan, Kabupaten Tabanan. Laporan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana Denpasar Bali
Pasek, A., K.Kartha Dinata., DK.Suanda dan K.Arsa Wijaya. 2005. Perbaikan Budidaya Tanaman Padi Sawah dengan Sistem Tabelatot (Tanam Benih Langsung Tanpa Olah Tanah). Di Desa Penatih, Kabupaten Badung.
Laporan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana Denpasar
Phillips, R.E. and S.H. Phillips. 1984. No Tillage Agriculture, Principles and Practices. Melbourne, Australia.
Setyo,A dan Suparyono.1993. Padi. PT.Penebar Swadaya. Jakarta.
Soemartono., S. Bahrin dan R. Harjono. 1981. Bercocok Tanam Padi.
CV.Yasaguna. Jakarta.
Supriadi, H dan Kasim. 1995. Teknologi Budidaya Padi Sawah Sebar Langsung dalam Barisan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Suprihatno, B., E. Ananto., Widiarta, I.N. Sutrisno dan Sutato. 1996. Seminar Hasil Penelitian. Buku II. Balai Penelitian Tanaman Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Sukamandi.
Sugeng, HR. 2003. Bercocok Tanam Padi. CV.Aneka Ilmu. Semarang.
Taslim, H. dan H.Supriadi. 1997. Teknologi Sistem Usaha Tani Tanam Benih Langsung Padi Sawah dalam Barisan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Utomo, M dan Nazarudin. 2003. Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah Tanah.
Penebar Swadaya. Bogor.
.
LAMPIRAN
Perbedaan Tanaman Padi dengan penanaman Sistem Tabelatot, Tabela dan Tanam Pindah