• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebutuhan Tenaga Kerja di Industri

N/A
N/A
erik pratama

Academic year: 2023

Membagikan " Kebutuhan Tenaga Kerja di Industri"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tujuan utama pendidikan kejuruan adalah untuk menyediakan tenaga kerja yang lebih baik untuk industri. Untuk mengajar di program kejuruan, guru harus mahir dalam industri dan juga dalam keterampilan pedagogis mengajar.Program keahlian dalam pendidikan kejuruan lebih beragam karena banyaknya bidang baru dalam keterampilan kejuruan, perubahan ini terjadi juga di Amerika Serikat dan Australia (Peterson, Baker, McGaw, & Wallin, 2010). Di Tanzania, pada pada usia pendidikan jumlah yang memilih kembali belajar di pendidikan atau kursus kejuruan memikiki angka yang sangat tinggi (Kahyarara & Teal, 2008). Fakta tingginya jumlah angka kembali ke pendidikan kejuruan membuktikan pendidikan kejuruan sangat dibutuhkan dalam mengisi lowongan pekerjaan di Tanzania.

Pendidikan kejuruan di Indonesia dikenal sebagai sekolah menengah kejuruan.

Pendidikan kejuruan di Indonesia diterapkan berupa pendidikan formal yang berbeda jalur dengan pendidikan menengah atas. Berdasarkan peraturan pemerintah dalam pendidikan, pendidikan kejuruan adalah lembaga pendidikan yang memiliki tanggung jawab dalam mempersiapkan siswa untuk bekerja di bidang tertentu.

Namun, ini tidak relevan dengan fakta bahwa sebagian besar penganggur di Indonesia adalah lulusan sekolah kejuruan.

Ada sembilan bidang keahlian di sekolah-sekolah kejuruan di Indonesia: teknik energi dan penambangan; teknologi Informasi dan Komunikasi; kesehatan dan sosial; pertanian; maritim; bisnis dan Manajemen; pariwisata; seni dan industri kreatif. Setiap bidang keahlian memiliki program keahlian yang merupakan turunan spesifik dari bidang keahlian. Pada tahun 2017 ada 13.804 sekolah kejuruan di Indonesia, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) adalah program keahlian terbanyak yang diminati di Indonesia (Kemdikbud, 2017). Munculnya tren ponsel dan internet diyakini menjadi alasan meningkatnya permintaan pada bidang TIK.

Keahlian TIK juga diyakini sebagai salah satu keterampilan yang paling penting di bidang pekerjaan. Pendidikan ilmu komputer diyakini dapat meningkatkan

(2)

keterampilan berpikir Komputasi dan penting untuk mempersiapkan siswa untuk pengembangan karir dan pendidikan lebih lanjut (Kim, Jeong, Lu, Debnath, &

Ming, 2015).

Tren penggunaan perangkat lunak dan teknologi seluler telah meningkat tajam dalam beberapa tahun. Tren ini akan mempengaruhi pembelajaran di sekolah- sekolah kejuruan. Program keahlian TIK utama di sekolah kejuruan ditantang untuk dapat memasok pekerja ke industri perangkat lunak. Perangkat lunak yang dimaksud ini termasuk situs web e-commerce. Indonesia adalah pasar terbesar untuk bisnis ritel online di Asia Tenggara. Bisnis ritel online di Indonesia tumbuh lebih cepat dibandingkan di Thailand (http: //www.businesswire.com, 2017). Hal ini akan meningkatkan permintaan sumber daya dengan kemampuan untuk mengembangkan aplikasi perangkat lunak. Kemampuan utama dalam mengembangkan perangkat lunak adalah pemrograman komputer.

Metode penggunaan aplikasi visual game creator dalam pembelajaran pemrograman diperlukan untuk meningkatkan hasil yang lebih signifikan dalam pembelajaran. Pendekatan ini dapat dikembangkan dalam bentuk strategi kolaboratif. Untuk meningkatkan akses, dapat pula dilakukan dalam pembelajaran jarak jauh. Dengan demikian, diperlukan penelitian untuk menyelidiki pengembangan game sederhana untuk mengajarkan pemrograman kepada siswa K- 12 di sekolah kejuruan. Pembelajaran menggunakan aplikasi berbasis visual seperti Grennfoot terbukti dapat digunakan untuk pemula dalam pemrograman, bahkan pada siswa kelas 9 dan 10 (Al-Bow et al., 2008).

Pembelajaran Pemrograman Berorientasi Objek biasanya hanya dilakukan dengan menggunakan suatu software Integrated Development Environment (IDE).

Pembelajaran juga lebih berfokus pada penggunaan script bahasa pemrograman dengan simulasi dan pemodelan kasus-kasus sehari-hari namun dengan hasil pemrograman hanya berupa teks. Pembelajaran dengan metode ini dianggap kurang menyenangkan bagi kebanyakan siswa dan terlihat lebih abstrak.

(3)

B. Fokus Best Practice

Fokus pada best practice ini adalah pada peningkatan kompetensi pemrograman khusunya paradigma pemrograman berorientasi objek. Pembelajaran melalui penggunaan Integrated Development Environment (IDE), dianggap kurang dapat memberikan pemahaman tentang penggunaan object dan method pada paradigma pemrograman berorientasi objek. Penggunaan IDE yang mengasilkan program berbasis teks menjadikan siswa kurang tertarik dalam proses pembelajaran. Best practice ini secara khusus berfokus pada pemahaman penerapan objek dan method pada paradigma pemrograman berorientasi objek.

C. Tujuan

1. Meningkatkan pemahaman siswa pada paradigma pemrograman berorientasi objek.

2. Meningkatkan keterampilan siswa dalam perancangan aplikasi menggunakan paradigma berorientasi objek.

3. Meningkatkan keterampilan siswa dalam menerapkan method pada aplikasi menggunakan paradigma objek.

D. Manfaat

1. Dapat mengurangi kejenuhan siswa dari pembelajaran pemrograman yang monoton.

2. Memberikan pengalaman nyata bagi siswa dalam merancang aplikasi visual menggunakan bahasa pemrograman.

3. Sebagai masukan bagi guru dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran.

4. Meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pemrograman dan Belajar Pemrograman

Pemrograman adalah proses menulis, menguji dan memperbaiki, dan memelihara kode yang membangun suatu program komputer. Kode ini ditulis dalam berbagai bahasa pemrograman. Tujuan dari pemrograman adalah untuk memuat suatu program yang dapat melakukan suatu perhitungan atau pekerjaan sesuai dengan keinginan programmer. Untuk dapat melakukan pemrograman, diperlukan keterampilan khusus dalam algoritma, logika, bahasa pemrograman, dan pengetahuan-pengetahuan lain seperti matematika.

Pemrograman adalah suatu seni dalam menggunakan satu atau lebih algoritma yang saling berhubungan dengan menggunakan suatu bahasa pemrograman tertentu sehingga menjadi suatu program komputer. Bahasa pemrograman yang berbeda mendukung gaya pemrograman yang berbeda pula. Gaya pemrograman ini biasa disebut paradigma pemrograman.

Menurut Winslow (1996) sebagian besar pembelajaran pemrograman terbatas pada pemrograman saja bukan pada ilmu komputer secara umum. Pembelaran pemrograman sering berfokus pada penguasaan bahasa pemrograman bukan pada penyelesaian masalah. Meskipun pembelajaran awal harus mencakup dasar-dasar praktik rekayasa perangkat lunak yang baik, pembelajaran pada pemrograman biasanya ditangani dari praktik rekayasa perangkat lunak. Jelas, kemampuan pemrograman harus bertumpu pada fondasi pengetahuan tentang komputer, bahasa pemrograman atau bahasa, alat pemrograman dan sumber daya, dan idealnya teori dan metode formal (Robins et al., 2016).

Selama empat dekade terakhir, banyak bahasa telah digunakan untuk mengajar pemrograman pengantar. Pilihan bahasa biasanya dibuat secara lokal, berdasarkan

(5)

atas bahasa pemrograman yang digunakan, baik dalam industri dan pendidikan (Pears et al., 2007).

B. Aplikasi Greenfoot dan Pemrograman

Greenfoot adalah lingkungan pengembangan terintegrasi pendidikan yang bertujuan untuk belajar dan mengajar pemrograman. Aplikasiini ditujukan untuk target audiens siswa dari sekitar 14 tahun ke atas, dan sekarang juga digunaan untuk pendidikan tingkat perguruan tinggi dan universitas. Greenfoot menggabungkan grafis, interaktif output dengan pemrograman di Java, bahasa pemrograman berorientasi objek standar berbasis teks (Kölling, 2010). Salah satu tujuan Greenfoot adalah desain yang secara eksplisit memvisualisasikan konsep penting dari pemrograman berorientasi objek.

Jendela utama Greenfoot disebut dengan. Bagian utama dari jendela menunjukkan dunia Greenfoot, area di mana program dijalankan. Dunia adalah variabel, ukuran yang ditentukan pengguna, dan menampung objek skenario. Di sebelah kanan, kita dapat melihat diagram kelas yang memvisualisasikan kelas yang digunakan dalam skenario ini dan hubungan warisan mereka. Superclass Dunia dan Aktor yang terlihat di jendala utama adalah bagian dari sistem Greenfoot dan selalu ada saat scenario baru dibuat.

Gambar 2.1 Jendela Utama Greenfoot

(6)

Subclass akan bervariasi dengan skenario yang berbeda. Skenario akan selalu memiliki setidaknya satu subclass dunia, yang mewakili dunia aktual yang digunakan. Ia juga akan memiliki satu atau lebih subkelas Aktor. Aktor adalah objek yang ada di dunia dan menunjukkan perilaku untuk mengimplementasikan tujuan skenario. Di bawah tampilan dunia adalah beberapa kontrol eksekusi yang memungkinkan menjalankan atau melangkah satu skenario. Mengklik dua kali kelas dalam diagram kelas akan membuka editor teks, menunjukkan kode sumber kelas.

Bahasa yang digunakan untuk memprogram adalah Java standar. Greenfoot secara internal menggunakan kompiler Java standar dan mesin virtual standar (JVM) untuk memastikan kesesuaian penuh dengan spesifikasi Java saat ini. Namun, meskipun bahasanya adalah Jawa, lingkungan mendukung penggunaan bahasa dengan cara yang lebih sederhana.

Gambar 2.2 Editor Kode pada Greenfoot

(7)

Desain Greenfoot yang elegan memungkinkan pengguna untuk membuat kelas baru, objek, dan memanggil metode hanya dengan mengklik dengan mouse. Ini sangat membantu dalam mengajarkan perbedaan antara kelas dan objek. Konsep- konsep kelas, objek contoh, dan metode diajarkan menggunakan kelas Aktor. Dunia Greenfoot adalah jaringan sel yang tidak terlihat. Setiap sel dapat berisi satu atau lebih objek Aktor. Grid ini sesuai persis dengan sistem koordinat yang sudah akrab bagi siswa.

C. Pemrograman Berorientasi Objek

Pemrograman Berorientasi Objek (OOP) adalah teknik yang digunakan programmer untuk membantu membagi proyek menjadi bagian-bagian yang lebih mudah dipahami dan dipelihara. Dalam OOP, objek adalah basis dari segalanya.

Objek memiliki dua karakteristik penting. Dalam pemrograman, kelas menciptakan dasar untuk objek. Kelas adalah cetak biru atau templat untuk objek pemrogram (Huntley, Brady, Huntley, & Brady, 2019). Istilah pemrograman berorientasi objek didapatkan dari konsep objek dalam bahasa pemrograman Simula 67. Dalam bahasa Simula eksekusi program komputer diatur sebagai eksekusi bersama dari koleksi objek (Nygaard, 1986).

Objek merupakan segala sesuatu yang ada di dunia ini, seperti manusia, hewan, tumbuhan, rumah, kendaraan, dan lain sebagainya. Pada pemrograman berorientasi objek, siswa belajar bagaimana membawa konsep objek dalam kehidupan nyata menjadi objek dalam dunia pemrograman. Setiap objek dalam dunia nyata pasti memiliki 2 elemen penyusunnya, yaitu keadaan (state) dan perilaku (behaviour).

Sebagai contoh, sepeda memiliki keadaan yaitu warna, merk, jumlah roda, ukuran roda. Dan perilaku/sifat sepeda adalah berjalan, berhenti, belok, menambah kecepatan.

Pada saat objek diterjemahkan ke dalam konsep PBO, maka elemen penyusunnya juga terdiri atas 2 bagian, yaitu : atribut, merupakan ciri-ciri yang melekat pada suatu objek (state) dan method, merupakan fungsi-fungsi yang digunakan untuk memanipulasi nilai-nilai pada atribut atau untuk melakukan hal- hal yang dapat dilakukan suatu objek (behaviour).

(8)

Objek dalam konsep PBO memiliki keadaan dan perilaku yang sama seperti halnya objek di dunia nyata, karena objek dalam konsep PBO merupakan representasi objek dari dunia nyata. Objek dalam PBO merepresentasikan keadaan melalui variabel-variabel (Atribut), sedangkan perilakunya direpresentasikan dengan method (yang merupakan suatu fungsi yang berhubungan dengan perilaku objek tersebut maupun berhubungan dengan atribut dari objek tersebut). Objek yang memiliki kesamaan atribut dan method dapat dikelompokkan menjadi sebuah Class.

Dan objek-objek yang dibuat dari suatu class itulah yang disebut dengan Instant of class.

mengerem.

(9)

BAB III PELAKSANAAN

A. Deskripsi dan Ruang Lingkup Best Practice

Pemanfaatan aplikasi pengembangan game 2 dimensi berbasis visual ini dilakukan pada proses pembelajaran pada mata pelajaran Pemrograman Berorientasi objek kelas XI kompetensi keahlian Rekayasa Perangkat Lunak. Pemanfaatan aplikasi ini dibatasi pada satu kelas. Aplikasi yang dipilih adalah Greenfoot, suatu aplikasi pembuatan game visual 2 dimensi berbasis objek yang dikembangkan oleh Kent University sebagai media pembelajaran pemrograman berorientasi objek.

Gambar 2.1 Tampilan Greenfoot

Dalam praktik pembelajaran ini siswa diminta untuk membuat suatu game 2 dimensi menggunakan bahasa pemrograman Java dengan paradigma pemrograman berorientasi objek. Siswa diharuskan merencanakan sendiri jenis dan bentuk game

(10)

yang akan dikembangkan. Siswa dapat pula membuat ulang suatu game lain yang pernah ada dengan versi sendiri.

Alat dan media yang dibutuhkan pada pelaksanaan best practice ini adalah:

1. Komputer atau Laptop dengan spesifikasi minimum sebagai berikut:

a. Sistem Operasi Windows 7 atau MacOS. Ubuntu dan Debian b. RAM 2 GB

c. VGA 1GB 2. Software Greenfoot

3. Java Develompment kit (JDK) 4. Youtube

B. Langkah-langkah Pelaksanaan Best Practice

Pelaksanaan pembelajaran pemrograman berorientasi objek melalui pengembangan game 2 dimensi ini dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut:

1. Pengenalan dan demonstrasi penggunaan software greenfoot

Pada pertemuan pertama guru mengenalkan software greenfoot sekaligus mendemokan cara penggunaan software. Guru mengawali pertemuan dengan menjelaskan cara menambahkan objek Actor dan World serta implementasi script Java untuk gerak acak instance pada game. Pada pertemuan ini guru mendemonstrasikan bagian utama dari game yaitu mengontrol player menggunakan tombol keyboard. Usai demonstrasi dari guru siswa mencoba mengimplementasikan dalam versinya masing-masing.

(11)

Sebelum melakukan pemrograman pada game yang akan dibuat, siswa melakukan perancangan interface game. Interface game ini meliputi gambar latar, gambar instance actor pada game. Siswa diberikan kebebasan untuk menentukan genre game yang akan dibuat.

3. Perancangan Class dan method yang akan digunakan dalam game

Dalam tahapan ini siswa menentukan class dan method yang diperlukan berdasarkan rancangan interface yang telah dirancang. Siswa diminta menentukan perilaku instance game dan menuangkannya sebagai method pada class.

4. Impelementasi bahasa pemrograman Java dalam game

Langkah berikutnya dalam pengembangan game adalah implementasi script Java dalam class. Siswa diharuskan mempelajari method dari class Actor dan World agar dapat membangun game dalam Greenfoot. Siswa juga dibiasakan membangun method sendiri untuk menyesuaikan perilaku instance sesuai dengan rancangan yang telah dibuat sebelumnya. Pada tahapan implementasi ini guru juga menyiapkan contoh berupa video tutorial yang diunggah di Youtube.

Implementasi script dilakukan dalam beberapa pertemuan.

(12)

Gambar 2.2 Implementasi Script Java

5. Review game

Proses review berjalan bersamaan dengan pengimplementasian script. Tahapan pembuatan script merupakan tahapan yang panjang dan cukup rumit sehingga diperlukan review untuk memastikan script dalam berjalan sesuai yang diharapkan. Selain script dapat dijalankan perlu dipastikan pula bahwa script dibuat sesuai dengan paradigma pemrograman berorientasi objek.

C. Hasil yang Dicapai

Dari pembelajaran ini didapatkan suatu hasil nyata berupa aplikasi game

(13)

biasa dihasilkan sebelum menggunakan aplikasi greenfooot ini hanyalah sebuah project Java yang dibuat menggunakan IDE Netbeans dengan hasil berupa teks.

Gambar 2.3 Hasil Pembelajaran dengan aplikasi berbasis teks

Pembelajaran menggunakan greenfoot menghasilkan hasil yang lebih nyata dibandingkan dengan pembelajaran biasa menggunakan Netbeans. Meskipun sama- sama menggunakan Java dan menggunakan method, hasil yang didapat dari greenfoot dianggap lebih menarik bagi siswa.

Gambar 2.4 Hasil Pembelajaran dengan aplikasi Greenfoot

(14)

Gambar 2.4 Hasil Pembelajaran dengan aplikasi Greenfoot

Saat belajar menggunakan IDE Netbeans atau sejenis, siswa dihadapkan pada permasalahan perhitungan aritmatika sederhana sehingga manfaat dari penguasaan konsep pemrograman terlihat kurang menarik dan menantang. Dengan membuat game sederhana menggunakan Greenfoot siswa dihadapkan pada kasus nyata dengan kondisi mereka sebagai developer sebuah aplikasi. Melalui pembuatan game ini siswa akan mengumpulkan sendiri kebutuhan struktur kontrol dan logika pemrograman dari game yang mereka buat.

Pemahaman mengenai konsep pemrograman menggunakan Greenfoot tergambar pada hasil tes menggunakan platform ilearning Oracle Academy. Seluruh peseta berhasil melampaui batas terendah kelulusan sebesar 70.

(15)

Tabel 2.1 Hasil Ujian

D. Nilai Penting dan Kebaruan Best Practice yang telah dilaksanakan

Pembelajaran di era revolusi industri 4.0 menekankan pada pola digital economy, artificial intelligence, big data, robotic, dan lain sebagainya. Penerapan artificial dalam skala kecil dapat diterapkan dalam pembuatan game. Pembelajaran di era ini diarahkan untuk meningkatkan kreativitas siswa. Pembuatan game merupakan salah satu cara meningkatkan kreativitas siswa. Menurut Navarrete (2013), kegiatan berfikir kreatif dalam pembelajaran pembuatan game dapat memberikan pengalaman yang kaya dan menyenangkan bagi siswa dengan pemanfaatan teknologi.

Dalam pembuatan game siswa diajak untuk tidak berpikir parsial. Meskipun sederhana, siswa diajak untuk merancang aplikasi utuh. Dalam proses pembuatan game siswa mengidentifikasi kebutuhan logika pemrograman yang diperlukan.

Melalui cara ini mereka mencari solusi untuk menyelesaikan game yang dibangun.

(16)

Proses pembelajaran ini yang diharapkan oleh guru. Dengan proses seperti ini pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa akan bertahan lama.

E. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat

Dalam penerapan metode ini terdapat beberapa faktor pendukung yang mendukung proses pembelajaran di dalam kelas. Faktor tersebut antara lain:

1. Tersedianya fasilitas komputer yang memadai baik yang dimiliki oleh sekolah di laboratorium dan laptop pribadi siswa.

2. Tersedianya koneksi internet yang memudahkan siswa dalam mencari sumber tambahan.

3. Tersedia bahan ajar dari laman resmi Greenfoot.

Pada pelaksanaan kegiatan juga dihadapkan pada beberapa kendala yaitu :

1. Bahan ajar yang tersedia di situs resmi hanya tersedia dalam bahasa inggris sehingga sulit dipahami sebagian besar siswa.

2. Tersedia berbagai source code bebas yang memungkinkan siswa mengunduh dari internet.

F. Tindak Lanjut

Tindak lanjut dari pelaksanaan best practice ini adalah :

1. Penerapan metode ini untuk kelas dan mata pelajaran lain yang memungkinkan

2. Penerapan metode game development secara kolaboratif melalui aplikasi team management online

3. Publikasi hasil karya melalui media online dan pameran kompetensi keahlian

(17)

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Setelah dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode pengembangan game visual menggunakan Greenfoot dapat disimpulkan hal sebagai berikut:

1. Pembelajaran pemrograman berorientasi objek melalui pembuatan game dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar

2. Melalui pembuatan game siswa dapat menerapkan konsep method dalam aplikasi yang lebih nyata

3. Melalui pembuatan game visual 2 dimensi siswa dapat menerapkan konsep class dalam pemrograman berorientasi objek

B. Saran

1. Selain pada mata pelajaran Pemrograman Berorientasi Objek, penerapan pembuatan game ini dapat dikolaborasikan pula dengan mata pelajaran lain.

2. Pembuatan game sebaiknya dilakukan secara berkelompok dan kolaboratif.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Bow, M., Austin, D., Edgington, J., Fajardo, R., Fishburn, J., Lara, C., … Meyer, S.

(2008). Using Greenfoot and games to teach rising 9th and 10th grade novice programmers. Proceedings of Sandbox 2008: An ACM SIGGRAPH Videogame Symposium, Sandbox’08, 1(212), 55–60. https://doi.org/10.1145/1401843.1401853 Huntley, J., Brady, H., Huntley, J., & Brady, H. (2019). Introduction to Object-Oriented Programming. In Game Programming for Artists. https://doi.org/10.1201/b22049-4 Kahyarara, G., & Teal, F. (2008). The Returns to Vocational Training and Academic

Education: Evidence from Tanzania. World Development, 36(11), 2223–2242.

https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2007.11.011

Kim, D.-K., Jeong, D., Lu, L., Debnath, D., & Ming, H. (2015). Opinions on computing education in Korean K-12 system: higher education perspective. Computer Science Education, 25(4), 371–389. https://doi.org/10.1080/08993408.2016.1140409 Kölling, M. (2010). The greenfoot programming environment. ACM Transactions on

Computing Education, 10(4), 1–21. https://doi.org/10.1145/1868358.1868361 Navarrete, C. C. (2013). Creative thinking in digital game design and development: A

case study. Computers and Education, 69, 320–331.

https://doi.org/10.1016/j.compedu.2013.07.025

Nygaard, K. (1986). Basic concepts in object oriented programming. Proceedings of the 1986 SIGPLAN Workshop on Object-Oriented Programming, OOPWORK 1986, (October), 128–132. https://doi.org/10.1145/323779.323751

Pears, A., Seidman, S., Malmi, L., Mannila, L., Adams, E., Bennedsen, J., … Paterson, J. (2007). A survey of literature on the teaching of introductory programming.

Working Group Reports on ITiCSE on Innovation and Technology in Computer Science Education - ITiCSE-WGR ’07, 204.

https://doi.org/10.1145/1345443.1345441

Peterson, P., Baker, E., McGaw, B., & Wallin, D. L. (2010). Vocational Education and Training Workforce. International Encyclopedia of Education, 513–518.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-08-044894-7.00807-1

Robins, A., Rountree, J., Rountree, N., Robins, A., Rountree, J., & Rountree, N. (2016).

Learning and Teaching Programming : A Review and Discussion Learning and Teaching Programming : A Review. 3408(April), 37–41.

https://doi.org/10.1076/csed.13.2.137.14200

Winslow, L. E. (1996). Programming Pedagogy --A Psychological Overview. ACM SIGCSE Bulletin, 28(3), 17–22. https://doi.org/10.1145/234867.234872

(19)

Lampiran

Game Tic Tac Toe di Greenfoot

(20)

Remake Flappy Bird di Greenfoot

(21)

Video Tutorial Youtube

Referensi

Dokumen terkait

Besarnya persediaan dibandingkan kebutuhan tenaga kerja atau terjadinya surplus persediaan tenaga kerja pada umumnya akan menimbulkan pengangguran. Jika dilihat dari tingkat

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang Deskripsi Tenaga Kerja Industri Kerupuk Rafika Di Kelurahan Tanjung Harapan Kecamatan Kotabumi Selatan Kabupaten

Analisis kebutuhan tenaga kerja perlu dilakukan dalam perusahaan dengan tujuan agar perusahaan dapat memperkirakan keseimbangan antara beban kerja dalam perusahaan

Berdasarkan beberapa pengertian Prakerin diatas, dapat disimpulkan Prakerin merupakan salah satu bentuk upaya pendidikan kejuruan untuk membentuk kecakapan kerja

Gizi kerja : NUTRISI (ZAT MAKANAN) YG DIPERLUKAN TENAGA KERJA UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN SESUAI DG JENIS PEKERJAAN, SEHINGGA KESH.. DAN DAYA KERJA

PENGARUH TINGKAT UPAH, VOLUME PENJUALAN, LAMA USAHA, PENDIDIKAN, DAN MODAL TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL STUDI KASUS SENTRA INDUSTRI KULIT TANGGULANGIN KABUPATEN

Kecukupan Kebutuhan Kalori Tenaga Kerja oleh Perusahaan Analisis pemenuhan kebutuhan kalori tenaga kerja Hasil pengukuran kalori pada 28 menu makanan untuk responden rata-rata

Tujuan penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat TKA tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil dan professional dibidang tertentu yang belum dapat