LAPORAN PRAKTIKUM MINGGU KEDUA
D E S A I N L I N G K U N G A N B A N G U N A N 1
2 0 2 2 / 2 0 2 3
T.A. 2023/2024 || PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
Laporan Praktikum Minggu Kedua
LE MB AR P E N G ES AH A N
Laporan praktikum Desain Lingkungan Bangunan 1 ini telah dikerjakan dengan hasil pekerjaan murni kelompok dan telah diperiksa sehingga sesuai dengan ketentuan praktikum.
Mengetahui,
Dosen Pengampu Mata Asisten Praktikum,
Kuliah DLB 1
(Diandra Yesastia, S.Ars.)
Hala
Halaman 1
Laboratorium PPTA Universitas A tma Jaya Yogyakarta
D A F TA R IS I
Lembar Pengesahan …... 1
Daftar Isi …... 2
Bab I Pendahuluan …... 3
1.1. Latar Belakang …... 3
1.1.2. Tujuan Praktikum …... 4
Bab II Metode Prakti kum …... 5
Bab III Hasil Praktikum …... 8
Bab IV Tinjauan Teori …... 11
Bab V Rekomendasi Perbaikan ... ... 14
Bab VI Lampiran ... ... 15
Laboratorium PPTA Universitas Atma Jaya Yogyakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAK ANG
1.1.1.Latar Belakang Pengkondisian Bunyi Interior
Akustik merupakan hal yang sering dijumpai setiap hari. Akustik memiliki pengertian tentang ilmu yang mempelajari tentang permasalahn suara atau bunyi (Satwiko, 2009). Akustik merupakan bidang yang menangani bunyi yang dikehendaki dan mengontrol bunyi yang tidak dikehendaki. Menurut SK Menteri Negara Lingkungan Hidup Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan termasuk ternak, satwa, dan sistem alam.
Alasan kenyamanan serta kesehatan terhadap indra pendengaran yang harus dipenuhi membuat beberapa bangunan seperti gedung opera, studio musik, studio rekaman, bioskop, serta bangunan ibadah (gereja, masjid, wihara) harus memiliki sistem akustik yang tepat sehingga tidak menimbulkan kebisingan bagi penggunanya. Alasan kenyamanan serta kesehatan terhadap indra pendengaran yang harus dipenuhi membuat beberapa bangunan seperti gedung opera, studio musik, studio rekaman, bioskop, serta bangunan ibadah (gereja, masjid, wihara) harus memiliki sistem akustik yang tepat sehingga tidak menimbulkan kebisingan bagi penggunanya. Untuk dapat mencapai kualitas bunyi yang diinginkan serta tidak menimbulkan kebisingan perlu diperhatikan beberapa faktor-faktor dalam perancangan, salah satunya adalah dengan menggunakan material akustik atau peredam suara (sound insulation).
Sound Treatment atau pengkondisian bunyi dalam ruang terfokus kepada interior ruang akustik (pengkondisian wanted sound) dan didukung oleh pengkondisian unwanted sound yang menyangkut kondisi kebisingan lingkungan sekitar ruang. Syarat audial ruang dapat diraih dengan pemanfaatan factor-faktor kualitas akustik ruang seperti Speech Transmission Index (STI), Sound Definition (D50), Reverberation Time (RT60), Clarity (C80) dan Lateral Friction, serta pencegahan cacat-cacat akustik seperti zona echo, gema, long-delayed reflection, gaung, hot-spots, serammbi bisikan, bayangan bunyi dan efek ruang gandeng. Dalam sound treatment ruang dalam akustik, perlu
Halaman 03
Mengetahui NC (Noise Criterion) yaitu standar bangunan yang digunakan untuk mengetahui dan menjelaskan level noise pada suatu ruangan dalam suatu frekuensi tertentu. Oleh karena itu, praktikum ini akan sangat bermanfaat untuk mengetahui kinerja sound treatment dari sebuah bangunan. Praktikum ini juga bertujuan untuk mengetahui penanganan kebisingan yang tepat pada setiap jenis bangunan, salah satu contoh yang digunakan adalah bangunan gereja.
1.2. TUJUAN D A N M A N F A A T PRAKTIKUM
Mahasiswa dapat melakukan dan memahami pengukuran reverberation time
Melakukan studi karakter, kualitas bunyi dan kondisi akustik di dalam ruang
Melakukan analisis untuk unwanted sound dan wanted sound
Melakukan studi perbandingan antara kondisi pengukuran dengan standar yang berlaku
Memberikan rekomendasi perbaikan berdasarkan teori pengkondisian akustik ruang
BAB II
METODE PRAKTIKUM
2.1. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Pelaksanaan praktikum Sound Treatment yaitu pada hari Senin, 6 November 2023 dengan lokasi pelaksanaan praktikum yaitu di GKJ Samironobaru, Jl. Kepuh GK III No.905, Samirono, Klitren, Kec.
Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55222 2.2. AL AT D A N BA H A N
2 buah Sound Analyzer PAA3
1 pak balon isi 100
Jarum atau peniti
Alat tulis
Kertas table pengukuran (print-out)
2.3 PROSEDUR PENGGUNAAN ALAT & PENGAMBILAN DATA 2.3.1 PROSEDUR PRA-PENGUKURAN
• Seluruh mahasiswa DLB1 dibagi menjadi 2 : (a) rombongan yang mengukur di Gereja Katolik Kidul Loji dan (b) rombongan yang mengukur di GKJ Samironobaru
• Rombongan Gereja Kristen Samironobaru (Kelas B & D) dibagi menjadi 2 kloter untuk 2 agenda pengukuran data :
1. Agenda pertama yaitu pengukuran indoor gereja yang dilakukan oleh kloter pertama (terdiri atas 4-5 kelompok bebas ditentukan asdos) menggunakan 1 alat dan dengan 1 asisten dosen mengawasi
2. Agenda kedua yaitu pengamatan outdoor gereja yang dilakukan oleh kloter kedua, yaitu kelompok selain yang melakukan agenda pertama.
Agenda ini focus kepada melakukan pengamatan kondisi kebisingan di luar ruang akustik (di area depan bangunan. Samping, dsb.), dengan pengawasan 1 asisten dosen.
- Mahasiswa mengamati bentuk-bentuk eksterior bangunan dan memaparkan analisis bentuk dan pengaruhnya pada akustika ruang dalam bangunan
- Mahasiswa mencatat macam-macam suara yang berpotensi ‘bocor’
dan mengganggu aktivitas dalam ruang akustik
- Mahasiswa memberikan rekomendasi respon terhadap kekurangan akustika luar ruangan bangunan tersebut
• Pengukuran data dalam agenda pertama (pengukuran indoor) dan pembagian tugas kelompok dilakukan sebagai berikut :
a) Tiap kelompok kloter aktif melakukan pengukuran pada bagian depan, belakang dan kedua sayap bangunan (jika ada). Titik tidak boleh sama antara satu kelompok dengan yang lain dalam satu kloter.
- 1 alat dan 1 titik dipegang oleh 1 kelompok. Alat dioperasikan salah satu anggota kelompok
- Salah satu anggota menjadi pemegang balon di tengah ruangan.
- Anggota lain mencatat hasil pengukuran
b) Note : Asisten dosen wajib mengarahkan/merekomendasikan 2 titik wajib (titik penangkapan suara terburuk dan titik pengangkapan suara terbaik
2.3.2 PROSEDUR PENGGUNAAN ALAT : SOUND ANALYZER PAA3 1. PROSEDUR PRA PENGUKURAN
• Geser tuas di belakang alat di bagian atas (12)
• Jika layar sudah menyala, pencet dan geser antenna (13) maksimal 30 derajat
• Alat sudah siap digunakan
2. PROSEDUR PENGUKURAN
1. Durasi praktikum adalah selama waktu pagi, sesi 1-2 DLB (07.00-12.30) 2. Kloter pertama dilakukan oleh 5-6 kelompok per bangunan
3. Pastikan alat sudah siap mengikuti prosedur pra-pengukuran 4. Pencet tombol Enter (5), kemudian pilih menu RT60
5. Jika sudah muncul menu dengan tulisan RUN, pastikan pemegang alat dan balon sudah pada posisi masing-masing dan hening
6. Ketika sudah siap, keadaan indoor dan outdoor hening, tkan enter pada RUN
7. Setelah menekan RUN, operator menunggu sampai muncul perintah permintaan bunyi dengan kekuatan tertentu pada layar
8. Segera pecahkan balon hingga berbunyi keras
9. Alat akan menangkap suara dan akan segera muncul loading. Jangan tekan apapun sampai keluar angka
10. Catat angka tersebut sebagai Reverberation Time di titik tersebut
11. Apabila alat tidak langsung berubah setelah balon dipecahkan, ulangi dari langkah ke-6
12. Segera catat hasil dari alat tersebut dalam tabel yang disediakan.
Silahkan bagi satu kloter untuk berbagi data satu kelompok dengan yang lain
• Untuk menentukan hasil MAXIMUM & MINIMUM, tekan tombol MAX/MIN yang akan mengganti mode menjadi mode recording pada LCD. Note: REC MAX menandakan rekaman pengukuran maksimal, dan REC MIN menandakan rekaman pengukuran data minimal. Tekan tombol kembali untuk melanjutkan pengukuran selanjutnya.
• Alat akan secara otomatis mati jika dalam waktu 10 menit tidak aktif digunakan.
Halaman 06
2.3.4 PENGUKURAN KELEMBAPAN UDARA (HUMIDITY)
• Ganti fungsi ke "rH “ dengan tombol FUNCTION
• Pada mode rH (Humidity), layar akan menunjukkan %RH dan ambient air temperature.
• Tunggu selama maksimal 10 detik untuk stabilisasi fungsi baru alat.
• Untuk mengganti Unit Temperatur, tekan tombol °C/°F.
2.3.5 PROSEDUR PENGUKURAN DAN ANALISIS
• Pengukuran dilakukan dengan skenario sebagai berikut:
a) Bagi kelompok-kelompok perkelas
b) Mahasiswa akan mengukur Suhu, Kelembaban Relatif dan Kecepatan Angin.
c) Ukur suhu dan kelembaban udara di site sesuai di titik yang telah ditentukan Asdos.
d) Lakukan pengukuran dengan interval waktu 1 menit sampai pengukuran berjalan selama 10 menit dan lakukan
e) Lakukan pengukuran tersebut pada interval waktu (08.00 - 09.00 WIB) dan pada interval waktu (10.00 - 11.00 WIB)(2x pengukuran) f) Catat setiap hasil ke dalam contoh tabel
Laboratorium PPTA Universitas At ma Jaya Yogyakarta
BAB III
HASIL PRAKTIKUM
3.1. Ha s i l Pr a kti k u m P en gk on d i si a n B un y i I nt eri o r 3.1. Hasil Praktikum Pengkondisian Bunyi Interior
Berdasarkan hasil pengamatan selama berada di GKJ Samironobaru, berikut adalah data yang didapatkan,
No Titik Data Reverberation
Time (RT)
1 Dekat ruang 1,49 sec
2 Dekat TV Utara 2,85 sec
3 Sayap kanan atas (tengah) 2,88 sec
4 Sayap kanan belakang (atas) 2,49 sec
5 Belakang (atas) kanan 2,49 sec
6 Belakang (kiri) atas 2,96 sec
7 Sayap kiri belakang (atas) 2,56 sec
8 Sayap kiri tengah (atas) 3,27 sec
9 Bawah belakang kanan 1,49 sec
10 Bawah belakang kiri 2,41 sec
11 Dekat pintu masuk 3,26 sec
12 Sayap kiri bawah 2,86 sec
Reverberation Time yang paling tinggi terdapat di bagian sayap kiri Tengah lantai 2 sebesar 3,27 sec dikarenakan di bagian tersebut Sedangkan reverb time yang paling kecil berada di bagian kanan di lt 1 dan dekat ruang konstitori dengan sebesar 1,49 sec.
Halaman 08
BAB IV
TINJAUAN TEORI
Sistem akustik interior menjadi sangat penting karena banyak aktifitas membutuhkan kondisi akustik tertentu. Untuk itu, suatu ruang memerlukan kondisi akustik interior yang optimal untuk mendukung produktivitas dan kenyamanan dalam beraktivitas di dalamnya (Kho, 2014). Untuk mengetahui standar kenyamanan akustik interior dapat dilakukan dengan meninjau beberapa faktor meliputi background noise, waktu dengung atau reverberation time, dan penyebaran bunyi dalam interior. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kenyamanan akustik interior adalah material dari elemen interior, dimana karakter material dapat bersifat memantulkan, menyerap, dan menyebarkan bunyi. Terutama pada bangunan fasilitas ibadah salah satunya yaitu gereja yang dimana digunakan oleh banyak orang dan menggunakan pengeras suara sebagai sumber utama bunyi. Bangunan gedung ibadah gereja, di ruang dalamnya harus memenuhi standar maksimal kebisingan sebesar 35 dB untuk yang berkapasitas sd 250 orang (SNI 03-6386-2000).
Kualitas akustik suatu ruangan ditentukan oleh berbagai parameter akustik yang dimilikinya, di antaranya tingkat tekanan bunyi dan waktu dengung (Gumelar, 2018).
Dua faktor ini menjadi tolok ukur penting untuk menilai kualitas akustik sebuah ruangan. Dalam konteks ruangan gereja, beberapa langkah dapat diambil untuk mengatasi cacat akustik yang mungkin ada. Misalnya, jika terdapat ketidakmerataan distribusi tingkat tekanan bunyi, solusinya bisa dengan menempatkan pengeras suara sesuai dengan arah rambat suara. Selain itu, untuk mengurangi dengung berlebih, dapat diterapkan bahan penyerap suara pada berbagai sisi permukaan ruangan. Oleh karena itu, evaluasi yang akurat terhadap masalah akustik dalam bangunan gereja memerlukan pengukuran kualitas akustik. Pengukuran ini sebaiknya dilakukan di berbagai titik dalam ruangan untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang kualitas akustik yang optimal.
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP- 48/MENLH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya gangguan-
Tingkat kebisingan yang dimaksud dalam keputusan ini berupa ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan desibel, atau biasa disingkat dB. Berikut adalah batasan kebisingan yang ditentukan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 48 tahun 1996 yang didasari oleh peruntukan kawasan atau lingkungan terkait.
Dapat dilihat dari gambar di atas bahwa berbeda-beda lingkungannya, maka batasannya pun berbeda. Pengukuran yang dilakukan untuk memastikan tingkat kebisingan juga harus dilakukan oleh orang yang profesional di bidangnya, dengan alat ukur yang juga memenuhi standar pengukuran yang berlaku, baik secara nasional hingga secara internasional.
Mediastika (Mediastika et al., 2018) melakukan eksperimen di laboratorium untuk mengevaluasi dampak pembukaan jendela terhadap pengurangan kebisingan.
Temuan penelitian tersebut mengindikasikan bahwa jendela yang dibuka dengan kemiringan 10 derajat masih mampu mengurangi tingkat kebisingan sebesar 5 dB.
Sementara itu, jika kemiringannya hanya 5 derajat, pengurangan kebisingan mencapai 7 dB. Penelitian lain oleh Du et al. (2019) mengenai pengurangan kebisingan melalui ventilasi kaca dengan permeabilitas sekitar 20% menyatakan bahwa terdapat peluang pengurangan kebisingan sekitar 8 hingga 12 dB, bergantung pada oktaf yang diterapkan.
Kualitas akustik suatu ruangan ditentukan oleh berbagai parameter akustik yang dimilikinya, di antaranya tingkat tekanan bunyi dan waktu dengung (Gumelar, 2018).
Dua faktor ini menjadi tolok ukur penting untuk menilai kualitas akustik sebuah
Halaman 10
ruangan. Dalam konteks ruangan gereja, beberapa langkah dapat diambil untuk mengatasi cacat akustik yang mungkin ada. Misalnya, jika terdapat ketidakmerataan distribusi tingkat tekanan bunyi, solusinya bisa dengan menempatkan pengeras suara sesuai dengan arah rambat suara. Selain itu, untuk mengurangi dengung berlebih, dapat diterapkan bahan penyerap suara pada berbagai sisi permukaan ruangan. Oleh karena itu, evaluasi yang akurat terhadap masalah akustik dalam bangunan gereja memerlukan pengukuran kualitas akustik. Pengukuran ini sebaiknya dilakukan di berbagai titik dalam ruangan untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang kualitas akustik yang optimal.
Laboratorium PPTA Universitas A tma Jaya Yogyakarta
BAB V
REKOMENDASI PERBAIKAN
5.1. K e s i m p u l a n & R e k o m e n d a s i P r a k t i k u m K e n y a m a n a n T h e r m a l
5.1.1. Penghawaan
Memberikan void didalam ruangan sebagai jalur sirkulasi udara. Pemberian void pada bangunan dapat memberikan aliran udara secara baik dan dapat membantu menjaga suhu tetap nyaman.
Menerapkan system high ceiling dan cross ventilation sebagai peningkat sirkulasi udara dan pengendalian suhu.
5.1.2. Arah Angin
Menambahkan pepohonan dengan tajuk tinggi dan kerapatan yang minim agar udara yang mengarah pada bangunan tidak terhalang oleh kerapatan daun sehingga bisa tmenembusi pohon dan memasuki area rumah sekaligus memberi suasana adem. Selanjutnya Memberikan jendela dan ventilasi di bagian barat dan timur untuk memperlancar sirkulasi angin masuk ke rumah. Menambahkan inner yard pada rumah dengan begitu udara segar yang di produksi di tengah akan menyebar ke
setiap ruangan rumah.
5.1.3. Pencahayaan
Memberikan bukaan yang lebar pada bagian barat dan timur rumah agar cahaya matahari bisa langsung masuk ke dalam rumah pada pagi dan sore hari. Untuk mengendalikan cahaya matahari yang masuk ke dalam bangunan. Penggunaan sun shading merupakan suatu solusi dimana penerapan sun shading dapat mengatur pencahayaan alami, mengurangi pemanasan berlebih, meningkatkan efisiensi energi, dan menciptakan kenyamanan visual dan termal.
alaman 09
Halaman 12
5.1.4. Sound
Dalam meningkatkan kualitas sound pada Gereja perlu diperhatikan fungsi speech dan music, maka langkah pertama yang bisa diambil dengan menggunakan panel absorb pada dinding maupun langit-langit, sehingga pantulan suara yang berlebihan dapat diserap, dan mengurangi reverb atau pantulan suara yang tidak diinginkan. Pada dinding bisa menggunakan acoustic glass mineral wool, sedangkan pada langit-langit bisa menggunakan hanging baffles. Selanjutnya pengaturan speaker bisa di posisikan menghadap bangku jemaat dengan ketinggian tertentu dan di letakkan pada bagian atas altar, hal ini bertujuan agar membantu distribusi suara secara merata di seluruh ruangan.
Laboratorium PPTA Universitas A tma Jaya Yogyakarta
BAB VI LAMPIRAN
Rentang Waktu (Menit)
Suhu Udara (°C)
Kelembaban Relatif (%)
Kecepatan Angin (m/s)
1 33,3 63,8 0,3
2 34,8 62,8 0,6
3 35,9 62,2 0,4
4 36,5 60,9 1,0
5 35,1 62,7 1,1
6 36,4 64,0 0,3
7 37,0 63,5 1,1
8 35,4 61,5 0,7
9 35,4 68,9 0,6
10 36,8 61,7 0,3
Maksimal 37,0 64,0 1,1
Minimal 33,5 60,9 0,3
Rentang Waktu (Menit)
Suhu Udara (°C)
Kelembaban Relatif (%)
Kecepatan Angin (m/s)
1 32,6 67,5 1,8
2 32,8 67,2 3,2
3 32,8 68,6 2,4
4 32,1 67,2 3,9
5 32,4 66,3 4,6
6 31,9 66,8 2,2
7 31,0 66,2 3,6
8 31,7 67,2 3,3
9 30,3 67,2 5,8
10 28,4 65,2 5,2
Maksimal 32,8 68,6 5,8
Minimal 28,6 65,2 0,0
Halaman 14
Laboratorium PPTA Universitas A tma Jaya Yogyakarta
DAFTAR PUSTAKA
Kho, W. K. (2014). Studi Material Bangunan Yang Berpengaruh Pada Akustik Interior. Dimensi Interior, 12(2), 57–64. https://doi.org/10.9744/interior.12.2.57-64
Gumelar, A., Pauzi, G. A., & Surtono, A. (2018). Perancangan Instrumentasi Monitoring Kualitas Akustik Ruangan Berdasarkan Tingkat Tekanan Bunyi dan Waktu Dengung. Jurnal Teori Dan Aplikasi Fisika, 6(1), 123–132.
Sastika, A., & Febrina, S. E. (2022). Efektifitas Pemakaian Material Akustik pada Gereja Bethel Indonesia (GBI) Musi Palem Indah Palembang. Archvisual: Jurnal Arsitektur Dan Perencanaan, 2(1), 7–16. https://doi.org/10.55300/archvisual.v2i1.1007
Sumber, G., Kerja, S., Di, P., Gawat, I., Rumah, D., & Jember, K. (2020). Digital Digital Repository Repository Universitas Universitas Jember Jember Digital Digital Repository Repository Universitas Universitas Jember Jember.
Indrani, H. C., Studi, P., Interior, D., Petra, U. K., & Siwalankerto, J. (2013). Studi Sistem Akustik pada Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela Surabaya. 1(2), 1–7.
Nazhar, R. D., Studi, P., Interior, D., Desain, F., Indonesia, U. K., & Barat, J. (2020). Peranan Material Interior dalam Pengendalian Akustik Auditorium Bandung Creative Hub. 6, 71–76.
Ola, F. B. (2023). Desain Tata Bunyi Ruang Ibadah Gereja Melalui Kegiatan Pengabdian Masyarakat.
14(2), 274–282.
Sangkertadi, S., & Manganguwi, R. (2021). Tingkat Kebisingan dan Perambatan Suara Akibat Bunyi Luar Pada Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM) Kampus Unsrat dan GMIM Bethesda Manado.
Jurnal Ilmiah Sains, 21(2), 130. https://doi.org/10.35799/jis.v21i2.35630
Du, L., Lau, S.K. & Lee, S.E. 2019. Experimental study on sound transmission loss of plenum windows.
The Journal of the Acoustical Society of America, 146:489-495.
Mediastika, C.E., Kristianro, L., Anggono, J., Suhedi, F. & Purwaningsih, H. 2018. Open windows for natural airflow and environmental noise reduction. Architectural Science Review,61(5): 338-348.
Sampurna, R., Suwandi, D., Si, M., & Saladin, M. (2016). Pengaruh Penampang Asimetris Terhadap Kinerja Akustik Pada Ruang Audio Visual Gedung S2 Fakultas Teknik Universitas Telkom Effect of Asymetrical Cross Section To Acoustic Performance in Audio Visual Room At Post Graduate Building Faculty of Telkom University. 3(2), 2032–2038.
Latar, L. Z. A., & Satwikasari, A. F. (2019). Komparasi Efektifitas Material Pelapis Dinding Sebagai Insulasi Akustik. PURWARUPA Jurnal Arsitektur, 137–143.
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/purwarupa/article/view/3912
Indarto, E., Dwiyanto, A., & Nugroho, S. (2014). Pengaruh Penerapan Dinding Pre-Fab Pada Rumah
Demulawa, M., Meidji, I. U., & Daruwati, I. (2022). Analisis Material Akustik Pada Ruang Pertemuan Di Pltd Telaga Mengunakan Metode Sabine & Simulasi Ecotect. 11(1), 11–17.
https://doi.org/10.30606/jer.v11i1.1504
Hedy C. Indrani. (2004). Pengaruh Elemen Interior Terhadap Karakter Akustik Auditorium. Dimensi Interior, 2(1), 66–79. http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/int/article/view/16247