• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daftar TIM PENYUSUN

N/A
N/A
Mahesa Anabrang

Academic year: 2024

Membagikan "Daftar TIM PENYUSUN "

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

i

TIM PENYUSUN

1. Eka Puspita, A.Md. RMIK Ketua Pokja MIRM 2. Rismawati Ningsih, S.Kom Sekretaris

3. Ade Anggara Putra, S.Kom Anggota 4. Arpiah Ariani, SST Anggota

5. Eka Puskawati, SKM Anggota 6. Heru Romadiyanto Anggota

7. Khusnul Khotimah A.Md, RMIK Anggota 8. Nor Chia,A.Md.RMIK Anggota

9. Nurdiana, S.Kep Anggota 10. Yuliza, SKM Anggota 11. Yuliza, SKM Anggota

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas RahmatNya kami Instalasi Informasi dan Teknologi RSI Tunas Harapan Salatigamasih diberikan kemampuan untuk melaksanakan pelayanan yang berkualiatas dan mampu menyelesaikan Pedoman Pelayanan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIMRS) Rumah Sakit Umum Daerah dr. H.

Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas ini dengan baik. Pedoman Pelayanan Pelayanan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIMRS) ini berisi tentang

Pelayanan Instalasi Informasi dan Teknologi di RSI Tunas Harapan

Salatigasebagai acuan dalam penyelenggaraan pelayanan yang baik. Dalam penyusunan Pedoman Pelayanan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIMRS) RSI Tunas Harapan Salatigaini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.

Untuk itu, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan dokumen ini. Kami menyadari bahwa pedoman ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak

kekurangannya.Oleh karena itu, kami mengharapkan masukan dan saran untuk menuju kearah yang lebih baik. Akhir kata, semoga pedoman ini dapat bermanfaat dalam menghasilkan Pelayanan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIMRS)yang berkualitas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan di RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas. Kuala Kapuas, 1 September 2022 Penyusun .

DAFTAR ISI TIM

PENYUSUN ... i

(3)

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG……… 1

B. TUJUAN PEDOMAN………... 1

C. RUANG LINGKUP PELAYANAN……….. 1

D. BATASAN OPERASIONAL……… 2

E. LANDASAN HUKUM……….. 2

BAB II STANDAR KETENAGAAN………... ……….. 3 A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA……….. 3 B. DISTRIBUSI KETENAGAAN………. 4 BAB III STANDAR FASILITAS………... …………. 7 BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN………... 8 B. PENGORGANISASIAN………... 8 C. PELAKSANAAN………... 9 D. MONITORING & EVALUASI……….... 14 E. JARINGAN SIMRS………... 15 F. ALUR PELAYANAN………... A. BAB V LOGISTIK……….. 7

BAB VI KESELAMATAN PASIEN……… 8

A. LATAR BELAKANG……… 8

B. TUJUAN……… 8

C. TATA LAKSANA KESELAMATAN PASIEN……… 8

BAB VII KESELAMATAN KERJA………. 9

A. PENGERTIAN……….. 9

B. TUJUAN……… 9 C. TATA LAKSANA KESELAMATAN KARYAWAN………

9 BAB VIII PENGENDALIAN

MUTU………. 10 A. TEKNIK PENGELOLAAN JAGA MUTU………. B.

PENGENDALIAN MUTU………...

BAB IX

PENUTUP………..

11

KEPUTUSAN DIREKTUR

(4)

PEDOMAN PELAYANAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT (SIMRS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. H. SOEMARNO SOSROATMODJO KUALA KAPUAS BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat pakar, padat modal dan padat teknologi. Kompleksitas ini muncul karen apelayanan di rumah sakit menyangkut berbagai fungsi, antara lain pelayanan, pendidikan dan penelitian, serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin pelayanan. Agar rumah sakit mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, rumah sakit harus memiliki perangkay penunjang sumber daya manausia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan termasuk didalamnya adalah keterbaruan sarana teknologi yang ad di rumah sakit. Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatann dalam BAB 1 Ketentuan Umum Pasal 1 (ayat 2) mengamanatkan bahwa sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2013 tentang sistem informasi manajemen rumah sakit pasal 1 ayat 2 dan ayat 3 menyebutkan bahwa Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat SIMRS adalah suatu sistem teknologi informasi komunikasi yang memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses pelayanan rumah sakit dalam bentuk jaringan koordinasi, perancangan dan prosedur administrasi untuk

memperoleh informasi secara tepat dan akurat dan merupakan bagian dari Sistem Informasi Kesehatan. Sistem Informasi LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RSI Tunas Harapan SalatigaNOMOR : 849.1 / 079 /RSUD-KPS/

MIRM /VII/2022 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI INFORMASI DAN TEKNOLOGI RUMAH SAKIT

(5)

1 Kesehatan adalah seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi, indikator, prosedur, teknologi, perangkat dan sumber daya manusia yang saling berkaitan dan dikelola secara terpadu untuk mengarahkan tindakan atau keputusan yang berguna dalam mendukung pembanungan kesehatan.

Berangkat dari pelayanan administrasi di RSUD dr.H.Soemarno

Sosroatmodjo Kuala Kapuas, baik dari bidang medis maupun non medis yang semakin besar dan kompleks, serta kebutuhan informasi yang cepat dan akurat maka pelayanan bagian Sistes Informasi diperlakukan. Untuk menjaga kualitas pelayanan dari Sistem Infromasi Manajemen maka perlu dibuat pedoman pelayanan ini.

B. TUJUAN PEDOMAN

Secara umum tujuan penyusunan pedoman ini adalah untuk memberikan perlindungan hukum dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi petugas yang berda di unit SIMRS, memberikan petunjuk operasional dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsu bagi petugas yang berada di unit SIMRS, petugas akan lebih profesional dalam melaksanakan tugas khususnya pengamanan database, menjaga kerahasian sumber data informasi yang ada di SIMRS. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai wujud dari pada upaya peningkatan pelayanan terhadap masyarakat, sistem inromasi yang berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien serta mudah dan nyaman digunakan oleh pengguna.

C. RUANG LINGKUP PELAYANAN

Ruang lingkup penyelenggaraan SIMRS adalah berada di RSI Tunas Harapan Salatigadengan kelompok sasaran adalah semua pihak internal maupun eksternal, dalam hal ini adalah sebagai pengguna jasa aplikasi sistem informasi manajemen rumah sakit, untuk kepentingan informasi

manajemen sebagai salah satu bahan pertimbangan pengambilan keputusan di masing-masing unit yang bersangkutan. Adapun terget person,

programmer sebagai eksekuter source code dalam pembuatan aplikasi SIMRS , pemeliharaan database, pengamanan databese. Analisa program , sebagai perancang alur data dan menyediakan bahan kebutuhan alur data

(6)

SIMRS sebagai perancangan strategi bisnis berbasis teknologi informasi, engenering macine pemeliharaan hardware serta jaringan SIMRS dan interner, serta administrasi.

D. BATASAN OPERASIONAL

1. Pelayanan Programmer Adalah kegiatan penyelenggaraan pembuatan dan pemilihan perangkat lunak untuk diimplementasikan dirumah sakit sesuai dengan kebutuhan, baik penggunaan maupun manajemen.

2. Pelayanan Teknisi dan Jaringan Adalah kegiatan penyelenggaraan pelayanan seputar perangkat keras dan jaringan untuk komputer rumah sakit yang dalam batasan perakitan, perbaikan dan pengajuan spesifikasi detail perangkat keras.

3. Implementasi Adalah melaksanakan kegiatan pelatihan disetiap unit pelayana rumah sakit dan mengevaluasi setiap kegiatan yang sudah berjalan.

E. LANDASAN HUKUM

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) 2. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5036 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072 4. Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) 5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 tahun 2013 tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit 6. Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan 7. Peraturan Menteri Kesehatan No 66 Tahun 2016 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit

(7)

BAB II

STANDAR KETENAGAAN A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA

Agar pelayanan SIMRS dapat terselenggarakan dengan mutu yang dapat dipertanggung jawabkan, maka pelayanan SIMRS harus dilakukan oleh tenaga yang professional. Kualifikasi tenaga yang harus tersedia :

Table Kualifikasi SDM Instalasi Informasi dan Teknologi RSI Tunas Harapan Salatiga

NAMA JABATAN KUALIFIKASI FORMAL & INFORMAL JUMLAH

KEBUTUHAN Ka Instalasi Strata 1 1 Hardware, Jaringan Dan Maintenance D1/ Strata 1 2 Sistem Administrator, Database Dan Pengembangan Software Strata 1 2 IT Support Dan Implementasi Aplikasi Terapan Strata 1 2 B.

DISTIBUSI KETENAGAAN SDM Bagian Pelayanan Sistem Informasi

Manajemen Rumah Sakit RSI Tunas Harapan Salatigaberjumlah 7 orang dan sesuai dengan struktur organisasi bagian SIMRS terbagi menjadi beberapa bagian yaitu : Hardware, Jaringan Dan Maintenance, Sistem Administrator, Database Dan Pengembangan Software, IT Support Dan Implementasi Aplikasi Terapan Adapun pendistribusian SDM Instalasi Informasi dan Teknologi RSI Tunas Harapan Salatigaadalah sebagai berikut :

1 1. Kepala Instalasi Informasi dan Teknologi NAMA JABATAN KUALIFIKASI FORMAL & INFORMAL Waktu Kerja JML SDM Ka Instalasi Informasi dan Teknologi Strata 1 1 Shift 1 Jumlah 1 Pengaturan Waktu Kerja Kepala Instalasi Informasi dan Teknologi tidak terikat oleh jam kehadiran kerja diruang dinas namun dapat dilakukan darimanapun sesuai kebutuhan dan dukungan teknologi yang terkini. 2. Programmer NAMA JABATAN

KUALIFIKASI FORMAL & INFORMAL Waktu Kerja JML SDM Sistem Administrator, Database Dan Pengembangan Software Strata 1 1 Shift 2 Jumlah 2 Pengaturan Waktu Kerja : Programmer tidak terikat oleh jam

(8)

kehadiran kerja diruang dinas namun dapat dilakukan darimanapun sesuai kebutuhan dan dukungan teknologi yang terkini. 3. Teknisi dan Jaringan NAMA JABATAN KUALIFIKASI FORMAL & INFORMAL Waktu Kerja JML SDM Hardware, Jaringan Dan Maintenance D1/ /Strata 1 1 Shift 2

1 Jumlah 2 Pengaturan Waktu Kerja Teknisi dan Jaringan tidak terikat oleh jam kehadiran kerja diruang dinas namun dapat dilakukan darimanapun sesuai kebutuhan dan dukunagan teknologi yang terkini. 4. IT Support Dan Implementasi Aplikasi Terapan NAMA JABATAN KUALIFIKASI FORMAL &

INFORMAL Waktu Kerja JML SDM IT Support Dan Implementasi Aplikasi Terapan D1/ /Strata 1 1 Shift 2 Jumlah 2 Pengaturan Waktu Kerja IT Support dan Implementasi Aplikasi Terapan terikat akan oleh jam kehadiran kerja di ruang dinas karena melakukan service dan Maintenance Programa SIMRS setiap pagi di pelayanan rumah sakit. 5. PENGATURAN JAM KERJA 1. Jaga pagi : 07.00-14.00 Staf IT Support dan Implementasi Aplikasi Terapan

ditugaskan untuk memastikan komputer berjalan normal disemua pelayanan.

2. Jaga Pagi : 07.00-14.00 2 Programmer, 2 Teknisi Jaringan dan hardware 3.

Jaga Malam : on call

1 BAB III STANDAR FASILITAS Ruang Instalasi Informasi dan Teknologi RSI Tunas Harapan Salatigaberisi : No. N a m a B a r a n g Jumlah 1 Meja Kerja 5 2 Laptop 4 3 Internet 1 4 Komputer 5 5 Kipas Angin 2 6 Rak Server 1 7 Printer 2 8 Tempat sampah 2 9 Meja teknisi 1 10 Rak teknisi 1 11 AC 2 1.

Ruang Server Berisi : No. Nama Barang Jumlah 1 Server 5 3 Modem 2 4 Router 1 5 AC 1 6 UPS 3 Sarana dan prasarana ditujukan bagi

terselenggaranya pelayanan Instalasi Informasi dan Teknologi RSI Tunas Harapan Salatigayang aman, efisien sesuai dengan peraturan yang berlaku, serta dimungkinkan petugas SIM bekerja dengan nyaman, aman dan optimal.

(9)

BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN A. PERENCANAAN

Pada tahap ini staf manajerial dan klinis dilibatkan dalam memilih, mengintegrasikan dan menggunakan teknologi manajemen informasi.

Pemetaan sumber data mempertimbangan tata perundangan yang berlaku, perkembangan teknologi informasi dan elektronik, pemanfaatan database eksternal untuk mendukung penyelenggaraan SIMRS. Perencanaan juga meliputi arsitektur jenis pelayanan, jaringan (topologi), database, perangkat lunak atau modul aplikasi. 1. Arsitektur jenis pelayanan a. Pelayanan utama (front office) 1) Alur pelayanan pasien 2) Alur pelayanan JKN b. Pelayanan administrasi (back office) 2. Arsitektur jaringan (topologi) 3. Arsitektur database 4. Arsitektur modul aplikasi.

B. PENGORGANISASIAN

1. Analisi Sistem a. Research & pemetaan data dan informasi Pendekatan research & pemetaan data dan informasi adalah pendekatan yang sistematis, proposional dan terukur melalui pendekatan kompherensi yang melibatkan komponen antara direksi, manajemen dan staf teknis fungsional medis dan non medis yang kompoten sesuai kebutuhan. Regulasi-regulasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan RS baik hukum dan tata perundangan kebijakan internal rumah sakit menjadi bahan pertimbangan dalam proses analisis sistem. Perkembangan asuhan medis dan keperawatan serta metode pengendalian kualitas pelayanan dan biaya melalui clinical pathway dan konsep paperless dapat pertimbangan dalam mengembangkan SIMRS.

Budaya organisasi dan teknologi, pemenfaatan database eksternal, kepentingan bisnis antar instansi atau institusi juga dapat menjadi dasar konsep pengembangan SIMRS, misalnya program kerjasama antara RS dengan BPJS, RS dengan bank yang mengelola kasa pembayaran, RS dengan penyedia alat

(10)

1 kesehatan melalui pendekatan web service atau teknologi inter face lainnya serta interkoneksi hardaware software, sesuai dengan kaidah dan norma hukum yang berlaku. Prisnsip dari analis sistem adalah agar kompilasi program dapat berjalan secara efektof dan efesien, redundancy data dapat ditekan serta tetap menjaga mutu dan keselamatan pasien. b. Penyusunan flow chart sistem Proses ini adalah menterjemahkan perancangan dalam bentuk gambar alur (flow chart) sebagai panduan untuk coding program dan bukti kebutuhan ssitem yang telah disepakati antara user dengan

programmer. 2. Perancangan database Perancangan database adalah proses untuk mentukan isi dan pengaturan data yang dibutuhkan untuk mendukung berbagai rancangan sistem. a. Tujuan dari perancangan database ini antara lain : 1). Untuk memenuhi informasi yang berisikan kebutuhan-kebutuhan user secara khusus dan aplikasi-aplikasinya. 2) Memudahkan pengertian struktur informasi 3) Mendukung kebutuhan pemrosesan dan beberapa obyek penampilan (response time, processing time dan stroage space). b. Proses penyusunan database terdiri dari 6 langkah 1) Pengumpulan data dan analisa Merupakan suatu tahap dimana kita melakukan proses indentifikasi dan analisa kebutuhan-kebutuhan data dan ini disebut pengumpulan data dan analisa. Untuk menentukan

kebutuhan-kebutuhan suatu sistem database, kita harus mengenal terlebih dahulu bagian lain dari sistem informasi yang akan berinteraksi dengan sistem database, termasuk para user yang ada dan para user yang baru beserta aplikasi-aplikasinya. Kebutuhan dari user dan aplikasi inilah yang kemudian, dikumpulkan dan dianalisa. Berikut ini adalah aktifitas

pengumpulan data dan analisa : a) Menentukan kelompok pemakai dan bidang aplikasinya b) Peninjauan dokumentasi yang ada c) Analisa lingkungan operasi dan pemprosesan data d) Daftar pernyataan dan wawancara. 2) Perancangan database secara konseptual Pada tahap ini akan dihasilkan conceptual schema untuk database tang tergantung pada DBMS (Data Base Management System) yang spesifik.

(11)

1 Sering menggunakan sebuah high level data, model seperti EER (Enhanced Entity Relatinship) model selama tahap ini. Dalam conceptial schema, kita harus merinci aplikasi-aplikasi database yang diketahui dan transaksitransaksi yangmungkin. Tahap perancangan database secara

konseptual mempunya 2 aktifitas pararel : a) Perancangan skema konseptual Menguji kebutuhan-kebutuhan data dari suatu database yang merupakan hasil dari tahap 1 dan menghasilkan sebuah conceptual database schema pada DBMS-independent model data tingkat tinggi seperti EER model. Untuk menghasilkan skema tersebut dapat dihasilkan dengan penggabungan bermacam-macam kebutuhan user dan secara langsung membuat skema databse atau dengan merancang skema yang terpisah dari kebutuhan tiap user dan kemudian menggabungkan skemaskema tersebut. Model data yang digunakan pada perancangan skema konseptual adalah DBMS-independent dan langkah selanjutnya adalah memilih DBMS untuk melakukan rancangan tersebut. b) Perancangan transaksi Menguji aplikasi database dimana

kebutuhan-kebutuhannya telah dianalisa pada fase 1 dna menghasilkan perincian transaksi ini. Kegunaan tahap ini yang diproses secara pararel bersama tahap perancangan skema konseptual adalah untuk merancang karakteristik dari transaksi-transaksi database yang telah diketahui pada suatu DBMSindependent. Transaksi-transaksi ini akan dgunakan untuk memproses dan memanipulasi databse suatu saat dimana databse tersebut dilaksanakan. 3) Pemilihan DBMS Pemilihan database ditentukan oleh bebrapa faktor diantaranya faktor teknik, ekonomi dan politik organisasi.

Contoh faktor teknik : keberadaan DBMS dalam menjalankan tugasnya seperti jens-jenis DBMS (telational, network, heerarchical dan lain-lain), struktur penyimpanan dan jalur akses yang mendukung DBMS, pemakai dan lain-lain. Faktor ekonomi dan organisasi yang mempengaruhi satu sama lain dalam pemeliharaan DBMS : a) Struktur data Jika data yang disimapan dalam database mengikuti struktur hirarki, maka suatu jenis hirarki dari DBMS harus dipikirkan b) Persone; yang telah terbiasa dengan suatu sistem

(12)

1 Jika staf programmer dalam suatu organisasi sudah terbiasa dengan suatu DBMS, maka hal ini dapat mengurangi biaya latihan dan waktu belajar. c) Tersedianya layanan penjual Keberadaan fasilitas pelayanan penjual sangat dibutuhkan untuk membantu memecahkan bebrapa masalah sistem. 4) Perancangan database secara logika (data model mapping) Tahap

selanjutnya adalah membuat sebuah skema konseptual dan skema eksternal pada model data dari DBMS yang tepilih. Tahap ini dilakukan oleh pemetaan skema ykonseptual dan skema ekternal yang dihasilkan pada tahp 2. Pada tahap ini, skema konspetual ditaransformsikan dari model data tingkat tinggi yang digunakan pada tahap 2 ke dalam nodel data dari model data DBMS yang dipilih pada tahap 3. Pemetaan tersebut dapat diproses dalam 2 tingkat : a) Pemetaan sistem independent. Pemetaan ke dalam model data DBMS dengan tidak mempertimbangkan karateristik atau hal-hal yang khusus yang berlaku pada implementasi DBMS dari model data tersebut, b) Penyesuaian skema ke DBMS yang spesifik Mengatur skema yang dihasilkan pada langkah 1 untuk disesuaikan pada implementasi yang khusus di masa yang akan datang dari suatu model data yang dgunakan pada DBMS yang dipilih.

Hasil dari tahap ini memakai perintah-perintah DDL ( Data Definition

Language) dalam bahasa DBMS yang dipilih yang menentukan tingkat skema kosnpetual dan ektrnal dari sistem database. Tetapi 10 dalam beberapa hal, perintah-perintah DDL memasukkan parameter rancangan fisik sehinggal DDL yang lengkap harus menunggu sampai tahap perancangan database secara fisik telah lengkap. Tahap ini dapat dimulai setelah pemilihan sebuah implemntasi model data sambil menunggu DBMS yang spesifik yang akan dipilih. Contoh : jika memutuskan untuk menggunakan beberapa relational DBMS tetapi belum memutuskan suatu relasi yang utama. Rancangan dari skema ekstrenal untuk aplikasi yang spesifik seringkali sudah selsai selama proses ini. 5) Perancangan Database secara fisik

Perancangan database secara fisik merupakan proses pemilihan struktur penyimpanan dan jalur akses pada file database untuk mencapai penampilan yang terbaik pada bermacam aplikasi. Selama fase ini, di rancang spesifikasi untuk database yang disimpan yang berhubungan dengan struktur

penyimpanan fisik, penempatan record danjalur akses. Berhubungan dengan

(13)

internal schema. Beberapa petunjuk dalam pemilihan perancangan databse secara fisik : a) Response time Waktu yang telah berlalu dari suatu transaksi database yang diajukan untuk menjalankan suatu tanggapan. Pengaruh utama pada response time adalah di bawah pengawasan DBMS yaitu: waktu akses database untuk data item yang ditunjuk oleh suatu transaksi. Response time juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang tidak berada di bawah pengawasan DBMS, seperti penjadwalan sistem operasi atau penundaan komunikasi. b) Space utility Jumlah ruang penyimpanan yang dgunakan oleh file database dan struktur jalur akses c) Transaction thourghput Rata-rata jumlah transaksi yang dapat diproses permenit oleh sistem database yang merupakan parameter kritis dari sistem transaksi. Hasil dari fase ini adalah penentuan awal dari striktur penyimpanan dan jalur akses untuk file database.

6) Impelementasi Sistem database Setelah perancangan secara logika dan secara fisik lengkap, kita dapat melaksanakan sistem database. Perintah dalam DDL dan SDL (Storage Definition Languange) dari DBMS yang dipilih, dihimpun dan digunakan untuk membuat skema database dan file-file

database ( yang kosong). Sekarang database tersebut dimuat (disatukan) dengan datanya. Jika data harus dirubah dari sistem komputer sebelumnya, perubahan yang rutin mungkin diperlukan untuk format ulang datanya yang kemudian dimasukan ke database yang baru. Trsansksi database sekarang harus dilaksanakan oleh para programmer aplikasi. Spesifikasi secara

konseptual diuji dan dihubungkan dengan kode program dengan perintah dari embedded DML yang telah ditulis dan diuji. Suatu saat transaksi-transaksi tersebut telah siap dan data telah dimasukkan ke dalam database, maka tahap perancangan dan implementasi telah selesai, dan kemudian tahap operasional dari sistem database dimulai. 3. Coding Program Mengkode dan memanipulasi validasi data field dan record dengan teknik bahasa

pemprograman tertentu dengan logika dan bahasa program atau sistem operasi tertentu untuk menterjemahkan perancangan sistem dan flow chart yang telah ditetapkan oleh analis dan perancangan database yang ada menjadi file aplikasi executable serta file-file pendukung aplikasi tersebut. 4.

Hardware & Network Maintenance Untuk mendukung sebuah sistem agar berjalan dengan baik dibutuhkan dukungan hardware yang baik. Hardware disini merupakan perangkat keras yang berhubungan langsung dalam proses

(14)

input dan output data. Beberapa contoh hardware yang digunakan antara lain, CPU, Monitor, Printer, Mouse, keyboard dan lai-lain. Utnuk pemilihan

spesifikasi komputer/CPU disesuaikan dengan kebutuhan. Apabila CPU tersebut digunakan untuk input data tindakan medis, maka spesifikasi komputer tidak terlalu tinggi dibanding dengan komputer server Agar antara perangkat komputer yang berada di masing-masing unit bisa terhubung dengan komputer yang lainnya, maka diperlukan sebuah jaringan internet.

Sebelum memasang jaringan ke masing-masing unit, maka diperlukan untuk merancang topologi jaringan yang sesuai dengan kondisi geografis

dilingkungan RSUD dr. H. Soemarnos Sosroatmodjo Kabupaten Kapuas.

Tujuannnya agar pemakaian perangkat jaringan seperti hubungan Local area Network (LAN) card, kabel, repeater sesuai dengan kegunaanya dan bisa menghemat anggaran. Setelah semua perangkat sudah terpasang dengan baik, diperlukan kegiatan pemeliharaan rutin untuk memastikan bahwa perangkat tersebut bisa dioperasikan setiap saat. Pemeliharaan untuk komputer ini meliputi cek fisik dan kegunaan seperti power supply, kabel power, memory maupun scan virus di tiap komputer. 5. Editing Data Prosesor Melaksanakan kegiatan pelayanan server data, supervisi, perawatan dan editing dan upload data ke sistem dan jaringan sesuai dengan level keamanan yang telah ditentukan. 6. Pengamanan Server Server adalah sebuah sistem komputer yang menyediakan jenis layanan (service) tertentu dalam sebuah jaringan komputer. Server didukung dengan prosesor yang bersifat scalable dan RAM (Random Acces Memory) yang besar,

1 juga dilengkapi dengan sistem operasi khusus, yang disebut sebagai sistem operasi jaringan (network operating sistem). Server juga menjalankan

perangkat lunak administratif yang mengontrol akses terhadap jaringan dan sumber daya yang terdapat didalamnya. Seperti halnya berkas atau alat pencetak (printer) dan memberikan akses kepada work station anggota jaringan. Bentuk pengamanan server yang diperlukan adalah pengecekan kondisi hardisk, memory, power supply, software database, mothernoard,

(15)

spcae hardisk. UPS (Uninterruptible power Supply), OS (Operating Sistem), Pembersihan temp file OS, cabe eache os dan indexing database.

C. PELAKSANAAN

1. Uji validitas & realibilitas modul Uji validitas & realibilitas modul suatu tahapan pra implemnetasi prototype program modul atau sub modul dari menu software program SIMRS. Pada tahapan ini uji validitas & realibilitas untuk mengetahui kualitas dan kelayakan melalui rangkaian uji coba di laboraturium jaringan atau skala jaringan dalam skala kecil atau server dengan beberapa workstation yang dimiliki oleh SIMRS. 2. Eksekusi Pada tahapan ini adalah proses pengesahan kelayakan program yang dikuatkan dengan surat keputusan direktur yang berisi perintah kepada sasaran atau user program untuk melaksanakan modul atau sub modul software SIMRS dapat pula berisi tenggat waktu perancangan implementasinya. 3. Sosialisasi

& training center Software yang sudah dilegalkan tersebut selanjutnya dilaksanakan sosialisasi pada user program, menyajikan gambaran umum konten program. Selanjutkan kemudian dapat dilaksanakan program training center dilaboraturium jaringan SIMRS dengan jumlah peserta terbatas atau sistem bergelombang.. 4. Trial & error application Pada tahapan ini

implementasi dilaksnakan pada jaringan yang ada diseluruh work station di RS, haya format modul atau sub modul masih berupa beta file software. 5.

Implementasi Kegiatan ini menunjukan bahwa program modul atau sub modul dari menu software program SIMRS dinyatakan layak jalan atau kejadian bug dan noise jaringan relatif terkendali. Perbaikan bug dan noise dilakukan sambil berjalan melalui update perbaikan software sesuai kebutuhan dengan atau pemberitahuan kepada user.

D. MONITORING & EVALUASI

Monitoring dan evaluasi SIMRS adalah suatu proses penilain dan pengembangan yang berkelanjutan, dilaksanakan secara komprehensif melalui pendekatan ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan.

(16)

E. JARINGAN SIMRS

1. Arsitektur Jaringan (Topologi)

1 2. Peta Server RUANG SERVER SERVER UTAMA SIMRS KHANZA RUANG SERVER BACKUP SERVER UTAMA SIMRS KHANZA RUANG SERVER SERVER INACBG

1 3. Peta Jaringan

1 F. ALUR PELAYANAN 1. Alur Pelayanan Pasien Umum Pasien Rawat Jalan Lama Pasien Rawat Jalan Baru Pasien Gawat Darurat Pasien Rawat Inap Tempat Pendaftaran Pasien Lama Rawat Jalan TPP 24 JAM Loket Pendaftaran Pasien Gawat TPP 24 JAM Loket Pendaftaran Pasien Rawat Inap r

1 KASIR RAWAT JALAN Instalasi Rawat Jalan/Poliklinik Instalasi farmasi (Apotik Rawat Jalan) Instalasi farmasi (Apotik Rawat Jalan) Instalasi Gawat Darurat Instalasi/Ruang Rawat Inap Instalasi Rehabilitasi Medik Kasir Pulang rujuk

1 2. Alur Pelayanan Pasien JKN PPK I (Primer): Puskesmas Dokter Keluarga Klinik BPJS Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan Loket Pendaftaran Pasien IGD Loket Pendaftaran Pasien Ranap BPJS Center Instalasi Lainnya, F Tempat Pend PASIEN JKN : Proses Selanjutnya Proses SEP Rawat Pro INA

(17)

1 INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) INSTALASI REHABILITASI MEDIK Kasir INSTALASI RAWAT JALAN INSTALASI FARMASI RS INSTALASI RAWAT INAP Instalasi PemeriksaanP enunjang (Laborat, Radiologi, dll) InstalasiLainnya, FasilitasKesehatanRujukanTersier Fasilitas kesehatan rujukan tersier, rujukan daftaran Pasien 24 Jam (TPP 24 Jam) Pulang : Dirujuk/Konsul/Kontrol : Proses Administrasi oses SEP Rawat AP

Untuk mendukung kinerja SIMRS memerlukan beberapa sistem/modul pendukung, antara lain : a. SIMUTU (Sistem Indikator Mutu) Sistem

Pendukung PMKP (Peningkatan Mutu dan Keselamtan Pasien) SIMRS telah mengintergrasikan dengan SIMUTU, dengan telah diintegrasikan kegiatan monitoring untuk manajemen kecepatan, akurasi, integrasi, peningkatan pelayanan, peningkatan efesiensi, kemudahan pelaporan dalam pelaksanaan operasional. SIMUTU adalah merupakan sistem aplikasi yang dibuat secara mandiri memuat tentang variabel penilaian pada irna irja. b. Sistem Informasi Manajemen Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (SIMPPI)

Penyelenggaraan pelayanan melalui pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) adalah bagian yang terpenting dalam upaya peningkatan pelayanan tehadap pasien Dukungan data yang cepat tepat dan terintegrasi sangat mutlak diperlukan guna mengambil kebijakan dan tindak lanjut yang cepat dan tepat. c. Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) Guna efesiensi dan

kecepatan informasi data maka sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS) mengintegrasikan SIM PPI dengan database SIMRS.

(18)

BAB V LOGISTIK

Pengadaan alat dan bahan di bagian SIM terdiri dari bahan dan alat non medis yaitu: barang alat tulis kantor, cetakan, barang keperluan rumah tangga, barang elektronik dan sebagainya. Berikut tabel permintaan rutin Instalasi Informasi dan Teknologi NO PERSEDIAAN BARANG JUMLAH BARANG ATK 1 Steples Kecil 4 2 Isi Steples 20 3 Lakban Hitam 10 4 Bolpoint 1 kotak 5 Spidol Marker 10 6 Printer Ink 4 7 Printer Dot 4 RUMAH TANGGA 1 Alkaline A2 12 2 Bayfress 2 3 Tissu Kotak 30 4 Batere Cmos 5 CETAKAN 1 Slip Perbaikan 1 2 Surat Perintah Kerja Lembur 1

BAB VI KESELAMATAN PASIEN A. LATAR BELAKANG Peningkatan mutu dan keselamatan pasien adalah suatu ilmu dan seni melalui pendekatan sistem yang dirancang untuk mengukur indikator kualitas pelayanan RS melalui minitoring dan evaluasi sejauh mana perencanaan, proses dan hasil sesuai tujuan yang sesuai dengan stanard yang telah ditetapkan, yang dilaksanakan secara terus menerus dan berkelanjutan dengan muara yaitu pada jaminan mutu pada pasien, keluarga dab staf. Komponen dari sistem manajemen mutu harus mencakup beberapa hal sebagai berikut, yaitu memastikan proses terpercaya, penurunan variasi dari cacat, fokus pada pencapaian hasil yang lebih dan menggunakan bukti untuk memasttikan bahwa layanan memuaskan. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi sesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien pelaporan dan analisa insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalhan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit Pasal 1 ayat 1). B. TUJUAN 1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit. 2. Meningkatkan akuntabilitas

(19)

rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat. 3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit. 4. Terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan. C.

TATA LAKSANA KESELAMATAN PASIEN 1. Keselamatan pasien merupakan hal yang terutama dalam pelayanan Instalasi Informasi dan Teknologi. 2. Terdapat petugas bagian SIM yang memahami mengenai keselamatan pasien.

3. Terdapat sistem pelayanan yang komprehensif, baik sarana maupun prasarana sehingga meminimalkan terjadinya kasus yang tidak diharapkan (KTD). 4. Sarana dan prasarana harus mengindahkan keselamatan pasien seperti penataan kabel dan lain sebagainya. 5. Terdapat evaluasi berkala kelengkapan sarana dan prasarana. 6. Terdapat evaluasi berkala tentang kelayakan sarana dan prasarana. 7. Terdapat pelaporan kasus yang tidak diharapkan, yaitu : - Kesalahan informasi nama pasien. - Membangun kesadaran atau budaya akan nilai keselamatan pasien

BAB VII

KESELAMATAN KERJA A. PENGERTIAN

Keselamatan kerja merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat kerja/aktifitas karyawan lebih aman. Sistem tersbut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan pribadi

ataupun rumah sakit. Mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang standar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit, dijelaskan bahwa perkembangan rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan rujukan di Indonesia akhir- akhir ini sangat pesat, baik dari pertumbuhan jumlah rumah sakit, sumber daya maupun pemanfaatan teknologi kodekteran. Rumah Sakit sebagai

(20)

fasilitas pelayanan kesehatan tetap tanpa mengedepankan peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat dengan tanpa mengabaikan upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) bagi seluruh pekerja rumah sakit. Dengan makin bertambahnya aktifitas dan berkembangnta metode-metode baru serta makin canggihnya alat-alat di rumah sakit, maka makin kompleks pula

permasalahan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS).

Potensi bahaya di rumah sakit, selain penyakit-penyakit infeksi, terdapat pula potensi bahayabahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan kerja, ledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan intalasi listrik dan sumbersumber cidera lainnya, radiasi, bahan kimia yang berbahaya, gas anastesi, gangguan psikososial, mekanikal, pengelolaan limbah dan ergonomi.

B. TUJUAN

1. Terciptanya budaya keselamatan kerja di RSI Tunas Harapan Salatiga2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan 3. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya. 4. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengaman pada pekerjaan yang bahaya kecelakaanya menjadi bertambah tinggi.

C. TATA LAKSANA KESELAMATAN KARYAWAN

1. Setiap petugas medis maupun non medis menjalankan prinsip pencegahan infeksi, yaitu : - Menganggap bahwa pasien maupun dirinya sendiri dapat menularkan infeksi.

- Menggunakan alat pelindung (sarung tangan, kacamata, sepatu boot/alas kaki tertutup, celemek, masker dll) terutama bila terdapat kontak dengan spesimen pasien yaitu: urin, darah, muntah, sekret, dll - Mencuci tangan dengan sabun antiseptik sebelum dan sesudah melayani di lingkungan pasien dengan cara mencuci tangan enam langkah. 2. Terdapat tempat sampah infeksius dan non infeksius. 3. Mengelola alat dengan mengindahkan prinsip sterilitas yaitu Dekontaminasi dengan larutan klorin dan Pencucian dengan

(21)

sabun pengeringan. 4. Menggunakan baju kerja yang bersih. 5. Tersedia alat pemadam kebakaran ringan di lingkungan yang rentan dengan kebakaran.

BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Penelitian dan pengembangan Mutu SIMRS dan Informasi Kesehatan melalui pendekatan mutu merupakan kajian baru dalam pengelolaan SIMRS yang diharapkan menjadi tolak ukur kinerja dari penyelenggaraan SIMRS.

Pendekatan penelitian untuk mengetahui mutu SIMRS tersebut dapat disajikan dengan cara, sebagai berikut : anilisa kualitas (mutu) dan analisa kuantitas (jumlah/kelengkapannya). Peran serta petugas SIMRS dalam menjaga mutu pelayanan SIMRS khususnya dan mutu RS pada umumnya, maka perlu urusan khusus semacam pelaksana harian untuk mengoptimalkan bidangnya masing-masing, maka di RSI Tunas Harapan Salatigaditetapkan petugas untuk meneliti dan mengembangkan dalam kerangja teknis penelitian yang akan memberikan kontribusi kepada tim SIMRS, serta membantu

merencanakan dan melaksanakan serta memantau pengembangan sistem sesuai dengan perkembangan. Kedepannya khususnya untuk

pengembangan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia SIMRS sesuai dengan standar (kemampuan), maka perlu dilaksanakan pemberdayaan petugas SIMRS, pendekatan sturktur lainnya adalah pengadaan sarana fisik yang representatif, peralatan pendukung termasuk teknologi sistem informasi klinik (informasi kesehatan), kebijakan dan prosedur yang handal pendekatan proses dapat diupayakan optimalisasi jenis pelayanan yang standar dan diverifikasi pelayanan lainnya, sehingga hasil kinerja dapat diukur sebagai indikator mutu pelayanan rumah sakit. A. TEKNIK PENGELOLAAN JAGA MUTU ( QUALITY ASSURANCE) SIMRS 1. Apa itu “ Menjaga Mutu: Mutu adalah derajat dipenuhinya standar profesi (Jacobalis 1989). Mutu adalah kebutuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984). Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian dan sempurna yang

dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal atau disebut pula sebagai

(22)

kisaran variasi yang masih dapat diterima (Clinical Pratice Grideline, 1990).

Standar adalah tujuan produksi yang numerik, lazimnya ditetapkan secara sendiri namun bersifat mengikat, yang dipakai sebagai pedoman untuk

memisahkan yang tidak diterima atau buruk dengan yang dapat diterima atau baik (James, 1986). Standar dapat dimanfaatkan untuk meminimalkan

kesalhan manusia. Sehingga standar harus memenuhi syarat yaitu jelas, dapat di ukur, masuk akal, mudah dimengerti dapat dilaksanakan dan mudah dicapai.

2. Intinya Menjamain terjagnya mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh para tenaga pelayanan kesehatan (baik secara langsung atau tidak langsung) 3. Yang dilihat Apakah para tenaga pelayanan kesehatan melaksanakan tugas secara efektif, efesien dan layak sesuai dengan keilmuan. 4. Caranya : Pantauan kesinambungan hasil keluaran a. Ukur pelaynan yang diberikan b. Apakah perlu diperbaiki? 5. Syarat pelaksanaan program menjaga mutu untuk SIMRS a. Menguasai keilmuan dasar Sismtem Informasi RS ( SIMRS) 1) Ilmu kesehatan 2) Klasifikasi penyakit 3)

Manajemen (MIK, Ilmu sosial politik, perilaku dan lain-lain) 4) Teknik evaluasi dan riset b. Mengetahui dasar hukum yang berkaitan dengan UU, PP, SK, dll c. Dukungan pimpinan RS: rekruitmen kualifikasi SDM, kebijakan dan lain- lain. 6. Menjaga Sistem Informasi RS (SIMRS) melibatkan 2 hal: a.

Manajemen unit kerja : kepegawaian, sarana/perlengkapan, metode kerja, siste, MIK b. Keluaran sistem MIK : daras Keilmuan MIK (SIMRS) 7. 8 (delapan) tahap pelaksanaan menjaga mutu Sistem MIK (SIMRS) a. Pilih masalah b. Tegakkan tujuan c. Pilih sampel d. Kembangkan kriteria dan standar e. Nilai fakta (telaah dan hitung hasil) f. Analisis hasil g. Ambil tindakan perbaikan (umpan balik ke staf dan buat rekomendasi) h. Cek dan recek (tentukan tanggal penelaahan mendatang/perbaikan) 8. Tujuan program Sistem Informasi Manajemen RS (SIMRS) a. Proses informasi pelayanan kesehatan secara prima demi meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat b. Menjamin prosedur dan praktik pelayanan

(23)

SIMRS sesuai dengan standar akreditasi, peraturan, perijinan dan standar risiko manajemen. c. Menjamin efektifitas manajemen biaya pelayanan medis.

d. Memaksimalkan konstribusi pelayanan SIMRS demi pencapaian tujuan institusi. e. Menilai secara akurat kualitas pelayanan yang diberikan pengelolaan SIMRS dalam mendokumentasikan aktifitas yang ada : 1) Meningkatkan kualitas sesuai dengan harapan 2) Kinerja pelayanan SIMRS sehingga menuju pelayanan prima. f. Melakukan pengmebangan staf melalui:

1) Memberikan umpan balik tindakan koreksi yang diperlukan 2)

Mengidentifikassi kebutuhan pelatihan in service. 3) Basis tujuan tindakan disiplin 4) Mendorong setiap petugas untuk mencapai tingkat optimun 5) Mengetahui tingkatan prima kinerja staf. B. PENGENDALIAN MUTU 1.

Pendahuluan Kualitias pelayanan dan keselamatan pasien adalah nilai-nilai inti dari komisi bersama proses akreditasi. Ini adalah komitmen joint

Comission International (JCI) yang telah dibuat untuk pasien, keluarga, praktisi kesehatan, staf dan para pemimpin organisasi pelayanan kesehatan.

Maksud dari ini “Sistem Keselamatan Pasien” (Patien Safety) adalah untuk memberikan organisasi pelayanan kesehatan dengan pendekatan pro aktif untuk merancang atau mendesain ulang yang berpusat pada pasien, sistem yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien, pendekatan yang sejalan dengan standar. Komisi Akreditasi Rumah Sakit telah meningkatkan sistem perawatan kesehatan untuk melindungi pasien. Kewajiban pertama perawatan kesehatan tersebut adalah untuk “tidak melakukan bahaya” dalam penyelenggaraan pelayanan kepada pasien. Oleh karena itu upaya tersebut difokuskan pada tiga prinsip berikut: a.

Menyelaraskan standar KARS dengan pekerjaan sehari-hari dalam rangka untuk keterlibatan pasien dan staf di seluruh sistem perawatan kesehatan, setiap saat, untuk mengurangi bahaya. b. Membantu organisasi perawatan kesehatan dengan memajukan pengetahuan, keterampilan dan kompetensi staf dan pasien dengan metode merekomendasikan yang akan meningkatkan kualitas dan proses keselamatan. c. Metode proatif pada kualitas dan

keselamatan pasien. Mendorong dan merekomendasikan dalam rangka

(24)

meningkatkan akuntabilitas kepercayaan, dan pengetahuan sekaligus mengurangi dampak yang menauktkan dan membahayakan pasien.

Kualitas dan keamanan yang terkait erat. Kualitas dalam perawatan kesehatan adalah sejauh mana proses dan hasil memenuhi atau melebihi kebutuhan dan keonginan orang-orang itu. Kebutuhan dan keinginan termasuk keamanan. Komponen dari sistem manajemen mutu harus

mencakup sebagai berikut : a. Memastikan proses terpercaya b. Penurunan variasi dan cacat (limbah) c. Fokus pada pencapaian hasil yang lebih baik d.

Menggunakan bukti untuk memastikan bahwa layanan memuaskan.

Keselamatan pasien muncul sebagai tujuan utama dari kualitas, keselamatan pasien, seperti yang didefinisikan oleh WHO adalah pencegahan keselahan dan efek samping pada pasien yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan.

Keselamtan adalah pada pasien, keluarga, staf dan masyarakat

mengharapkan dari Akreditasi. Sementara peristiwa keselamtan pasien mungkin tidak harus benar-benar dihilangkan, membahayakan pasien dapat dikurangi dan tujuannya adalah selalu nol bahaya. Pendekatan dan metode diharapkan dapat disesuaikan dengan organisasi pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan keandalan sistem yang komplek, sehingga dapat menekan dan menghapus resiko bahaya kepada pasien. Kegiatan ini harus dilaksanakan secara terus menerus dan fokus pada menghilangkan kegagalan sistem dan kesalahan manusia yang dapat membahyakan pasien, keluarga dan staf. Dr. Pronovost menekankan pentingnya manajer dan

pemimpin memperjuangkan proses peningkatan kualitas sebagai cara untuk mengelola dan memimpin organisasi perawatan kesehatan mereka. Editorial menyimpulkan, “ dalam perjuangan untuk menemukan keseimbangan antara seni dan ilmu pengetahuan, pasien akan lebih baik dilayani jika lebih

menekankan ditempatkan pada ilmu manajemen. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen resiko identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisa insiden,

kemampuan solusi untuk meminimalkan timbulmya resiko dan mencegah

(25)

terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksankan suatu tindakan atau mengambil tindakan yang seharusnya diambil. (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit Pasal 1 ayat 1).

2. Latar Belakang a. Program Pemerintah (jaminan Kesehatan Nasional, Pola Pembiayaan Kesehatan: Pocket Paymen Sistem) Penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional merupakan upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat, dewasa ini telah berkembang di seluruh dunia dengan berbagai modifikasi, sesuai keadaan, kebutuhan dan bahkan sistem politik dan sistem ekonomi setiap negara. Namun pada prinsipnya bahwa program jaminan sosial tumbuh berkembang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi sebuah negara.

Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menyatakan bahwa prinsip Pelaksanaan Jaminan

Kesehatan Nasional adalah kesetaraan (equaty) Dalam mendapatkan akses pelayanan kesehatan serta efektif dan efesien dalam operasinalisasinya.

Prinsip kendali mutu dan biaya harus diterapkan secara utuh di setiap tingkatan pelayanan mengingat adanya karateristik pelayanan kesehatan yang berpontensi untuk menyebabkan terjadinya inefisiensi. Salah satu upaya yang telah disepakati seluruh pemangku kepentingan untuk dijalankan oleh BPJS Kesehatan adalah melakukan penerapan model pembayaran

prospektif. Amanah ini secara eksplisit tertera dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) di pasal 24 ayat 2 yang mengamanatkan Badan Penyelenggaraan Jaminan Secara Sosial (BPJS) Kesehatan untuk membayar fasilitas kesehatan secara efektif dan efesien. Penjabaran rinci mengenai hal ini dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehantan yang

menyatakan ketentuan pembayaran kepada fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan berdasarkan cara Indonesia Case Based Groups (INA CBG’s). Negara mempunyai peran besar dalam memberikan jaminan sosial bagi seluruh rakyatnya. Posisi negara sebagai entitas teringgi jelas

mempunyai intervensi kebijakan tehadap program jaminan sosial. Dalam

(26)

perjalanannya, studi yang di lakukan Esping Anderson (1990) ataupun John D Stephens (2007) telah menyampaikan dua fakta menarik untuk direnungkan.

Pertama, sistem jaminan sosial merupakan konsepsi politik untuk tetap dapat melestarikan ekonomi pasar. Konsepsi ini diberikan kepada pekerja setelah melalui perjuangan politik yang geir dan panjang. Ia bukan sesuatu yang diberikan secara Cuma-Cuma. Oleh sebab itu, jika kita memang

menginginkan ekonomi pasar berlangsung, sistem jaminan sosial harus diciptakan untuk membuat

ekonomi pasar memiliki wajah dan sentuhan yang lebih manusiawi dan agar ekonomi pasar itu juga memiliki akar yang kuat di masyarakat. Kedua, variasi dari model sistem jaminan sosial diantara negara-negara industri maju sangat ditentukan dukungan politik yang diberikan oleh lapisan sosial. Di negara- negara Skandinavia, misalnya yang dikenal memiliki cakupan jaminan sosial yang sangat universal. Dukungan yang sangat luas dari berbagai lapisan sosial telah ada sejak sistem jaminan sosial di negeri ini diperkenalkan di abad ke-19. Situasi yang hampir mirip ditemukan juga di negara-negara eropa lainnya. Membertikan jaminan sosial bukan hanya peran negara dalam

bentuk regulasi, tetapi juga sebagai penyelenggaraan, pemberi kerja yang harus ikut membayar iuran, dan bahkan juga sebagai penanggung jawab keberlangsungan hidup program jaminan sosial, termasuk memberi subsidi, apabila diperlukan. Bagi masyarakat tidak mampu membayar iuran program jaminan sosial, negara dapat menyelenggarakan program bantuan sosial (Social Assistence) atau pelayanan sosial (Social Service), yang

penyelenggaraannya dapat dititipkan pada penyelenggaraan jaminan sosial.

Prgram jaminan sosial di Indonesia salah satunya, telah diselanggarakan oleh BPJS Kesehatan dan yang baru muncul Kartu Indonesia Sehat (KIS). Namun, baik dilihat dari jumlah kepesertaan , jenis program dan kualitas manfaat, serta prinsip-prinsip penyelenggaraan dan regulasi ternyata memerlukan penyempurnaan. Peserta program jaminan sosial di Indonesia dibanding dengan negara lainnya masih terlalu sedikit (sekitar 20%). Maka dari itu negara yang sudah memberikan regulasi dalam UndangUndang Nomor 40

(27)

Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional harus mampu

meningkatkan manfaat serta lebih berkeadilan. Salah satu program jaminan sosial adalah jaminan kesehatan Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial ini, dikenal dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jaminan Kesehatan sendiri bertujuan menjamin agar peserta memperoleh manffat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayarkan oleh pemerintah. Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) perlunya koordinasi diberbagai lapisan agar pendistribusian kesejahteraan dan penjamin kehidupan dan penghidupan yang layak bagi rakyat berjalan dengan baik. Karena itu gagasan negara untuk menciptakan tangan

keadialan harus nampak. Intervensi dan koordinasi yang positif bisa dilakukan oleh pemberi fasilitas layanan kesehatan.

Kementerian Kesehatan sebagai tangan negara dalam bidang kesehatan yang posiitif bisa memberikan intevensi positif, salah satunya intervensi positif bisa dilakukan melalui peningkatan kualitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Penyelenggaraan Pelayanan Rumah Sakit yang diatur dalam UndangUndang Nomor 44 Tahun 2009 dalam pelaksanaannya di lapangan harus memberikan pelayanan perorangan yang paripurna.penyediaan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat yang diselenggarakan haruslah berjalan dengan baik. Pelayanan kesehatan paripurna yang dimaksud adalah

pelayanan kesehatan yang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Sudah seharusnya, rumah sakit diselenggarakan dengan nilai-nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan,perlindungan, dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial. Dengan demikian akses masyarakat untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan dan perlindungan keselamatan semakin membaik. Sudah seharusnya ada regulasi yang menguatkan agar tiap rumah sakit menjalankan fungsi sosialnya dengan baik. Kecepatan penanganan

(28)

pasien di rumah sakit adalah bentuk jaminan kesehatan nasional yang benar- benar dilakukan secara universal. Sehingga rumah sakit memang bekerja untuk jaminan kesehatan nasil=onal yang dicita-citakan negara. Menyibak hal diatas, rumah sakit tidak perlu bimbang menunggu persetujuan dari pimpinan yang absen hadir dan hanya membuat administrasi rumit. Jika kondisi pasien memang segara memerlukan prtolongan gawat darurat harus segera

ditangani. Kesehatan pasien merupakan jasa publik yang merupakan hak asasi manusia yang harus dijunjung tinggi oleh penyelenggaraan pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah, swasta, kelompok atau individu. Tanggung jawab publik rumah sakit sebagai penyelenggaraan pelayanan publik diatur dalam pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Mereka yang lambat menangani seharusnya diberikan sanksi jika memamng regulasinya tegas. Kita harus belajar dari negara-negara Eropa yang memberikan jaminan Kesehatan dalam mekanisme asuransi sosial.

Dalam majalah Forbes, 99,5% wrga Swiss memiliki asuransi kesehatan.

Hampir semua orang mampu membeli asuransi dan melakukannya. Bagi mereka yang tidak dapat mengakses asuarnsi kesehatan swasta, pemerintah mensubsidi mereka. Ini mencegah individua menghabiskan dari 10%

pendapatan mereka pada perawatan kesehatan. Hampir setiap orang harus memiliki persyaratan minimal

untuk perawatan kesehatan. Dan hal ini sangat ditunjang oleh kebijakan pemerintahnya, Sebuah studi harvard mengidentifikasi bahwa pemerintah Swiss menghabiskan 11,4% dari produk domestik bruto mereka pada masalah kesehatan. Ini adalah jummlah yang lumayan timggi mengingat besarnya PDB negara Swiss dibagi dengan jumlah penduduknya. Ini

tantangan dan juga peluang kita bagaimana era jaminan kesehatan nasional bisa menjadi Universal Health Coverage yang berkeadilan. Terpenting koordinasi tiap lapisan sosial harus berjalan dengan baik. Pemerintah harus menjalankan praktik berkeadilan sesuai regulasi. b. Utilitas Pasien Rawat Inap Infikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu dan efesiensi pelayanan rumah sakit. c. BOR (Bed

(29)

Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur) BOR menurut

Gug=ffman (1994) adalah the ratio pf patient service days to impatient bed count day in a period under consideration. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), BOR adalah Prostense pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005). d. AVLOS menurut Huffman (1994) adalah the average hospitalization stay of inpatient discharged during the period under consideration AVLOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata- rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini dismaping memberikan

gambaran tingkat efesiensi, juga dapat meberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosa tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamanatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005) e. TOI (Turn Over Interval) TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efesiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari. f. BTO (Bed Turn Over) BTO menurut Huffman (1994) adalah “....the net effect of changed in occupancy rate anda lengh of stay”.

BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur

dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali. g. Pola Pembayaran Asuransi Dampak buruk penyesuaian sistem pembayaran rumah sakit terhadap kualitas layanan rawat inap telah banyak dipublikasikan dalam jurnal

internasional. Berbagi jurnal juga menjelaskan peningkatan biaya pelayanan kesehatan yang harus dibayarkan oleh asuransi kesehatan akibat

implementasi DRG. h. Readmisi (Kunjungan Ulang) Perubahan kualitas layanan rawat inap pasca perubahan sistem pembayaran rumah sakit telah banyak terjadi khususnya di Amerika Serikat. Rata-rata durasi rawat inap turun drastis pasca penerapan sistem pembayaran prospektif dalam bentuk

(30)

Diagnosa Relate Groups (DRG). Untuk pasie prikiatri misalnya, durasi rawat inap turun 15% sejak sistem pembayaran prospektif diterapkan. Tidak hanya di Amerika Serikat, penurunan durasi rawat inap pasca perubahan sistem pembayaran juga terjadi di negara-negara Eropa seperti Belgia, Swiss, Israel dan Austria. Pengurangan durasi rawat inap menjadi salah satu strategi rumah sakit untuk memanfaatkan selisih antara tarif DGR dengan biaya rawat inap yang berimplikasi pada peningkatan keuntungan rumah sakit. Selain itu, strategi rumah sakit dalam mengendalikan biaya dapat dilakukan dengan cara melakukan tindakan operasi di pelayanan rawat jalan, menolak pasien yang dikondisinya parah atau tanpa asuransi, serta mengurangi pemberian layanan kesehatan penunjang dianostik. Bagi perusahaan asuransi kesehatan,strategi rumah sakit ini perlu dianalisis lebih lanjut. Upaya penghematan biaya

cenderung berbanding terbalik dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Dampaknya, biaya yang harus dikeluarkan asuransi kesehatan meningkat. Di kanada misalnya, turunnya durasi rawat inap memiliki dampak pada meningkatnya kunjungan balik pasien, yang merupakan salah satu indikator kualitas layanan kesehatan. Kunjungan balik pasien utetine atau prosedur adnexal juga meningkat secara signifikan di dua tahun pertama pasca perubahan sistem pembayaran. Hal serupa ditemui di norwegia dimana pasien dengan durasi rawat inap yang relatif singkat akan meningkatkan risiko kunjungan balik ke rumah sakit. Studi lain juga menemukan bahwa selain meningkatnya kunjungan balik, kondisi kesehatan pasien saat kunjungan balik juga makin buruk jika dibandingkan masa sebelum sistem pembayaran prospektif. Tingkat kunjungan balik ke rumah perawatan (nursing homes) setelah dipulangkan dari rumah sakit

meningkat tiga kali lipat pada pasien yang baru dipulangkan satu minggu, pasca penerapan sistem pembayaran prospektif. Pada studi khusus orang- orang cacat, penurunan durasi rawat inap selama 6,07 hari (standar deviasi 3.23) dan peningkatan tingkat kunjungan balik ditemui di seluruh jenis kecacatan. Peningkatan tingkat balik bervariasi dari 6.7% untuk pasien amputas dan 1.4% untuk pasien ortopedi. Hubungan antara durasi rawat

(31)

inapdengan tingkat kematian juga dipelajari di beberapa penelitian. Pada tahun 1991-1997, pasien myorcardial infarcation di Amerika Serikat yang dipulangkan dini tingkat kematiannya meningkat sebesar 21% sampai 72%.

Selain itu, studi lain juga menyimpulkan kondisi pasien yang dipulangkan lebih dini cenderung belum stabil. Di sisi lain, durasi rawat inap yang lebih singkat dari seharusnya, setelah mempertimbangkan diagnosa dan tingkat keparahan, menjadi indikator upaya rumah sakit untuk menurunkan biaya dan meningkatkan keuntungan dengan memulangkan pasien lebih cepat. Studi lain mempelajari hubungan antara durasi rawat inap dengan tinkat kunjungan balik dan menyimpulkan bahwa meningkatnya kunjungan balik kerumah sakit lebih disebabkan karena upaya rumah sakit memperoleh tambahan

keuntungan ketimbang karena morbiditas. Jelaskan, bahwa durasi perawatan dapat digunakan sebagai indikator kinerja rumah sakit dan ukuran

pemanfaatan sumber daya. Durasi perawatan juga sering menjadi indikator kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dipulangkannya pasien rawat inap lebih cepat daripada seharusnnya dapat diasosiasikan dengan

pengurangan kualitas pelayanan kesehatan. Di sisi lain, durasi perawatan yang panjang juga bisa disebabkan layanan kesahatan yang buruk. Jadi durasi perawatan bisa menjadi sebab dan akibat dari kualitas layanan yang buruk. Ambiguitas ini menyebabkan perlunya indikator tambahan untuk mengukur kualitas pelayanan kesehatan. Perusahan asuransi mengevaluasi pelayanan rawat inap untuk dua tujuan. Pertama, untuk memastikan

perawatan yang diberikan rumah sakit kepada pasien rawat inap memang benar diperlukan dan sesuai. Kedua adalah untuk mengendalikan biaya yang berhubungan dengan pelayanan rawat inap. Beberapa literatur menggunakan

“kunjungan balik pasienpasca pemulangan rawat inap” atau tingkat kematian pasien pasca pemulangan rawat inao’sebagai ukuran kualitas layanan.

Pasien yang dipulangkan lebih cepat diasumsikan belum sepenuhnya pulih dari penyakitnya, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama setelah dipulangkan akan kemabali membutuhkan layanan kesehatan. Logika yang sama dapat diterapkan

(32)

untuk hungangan antara durasi rawat inap dengan tingkat kematian pasca layanan rawat inap. Di Amerika Serikat, evaluasi dilakukan ketika pasien melakukan kunjungan balik, ditransfer dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, dan juga pada pelayanan rawat inap. Pada pelayanan yang disebutkan terakhir, evaluasi dilakukan dengan mengamati durasi rawat inap. Misalkan, durasi rawat inap untul diagnosa tertentu yang melenceng jauh dari rata-rata (kurang dari satu standar deviasi dari rata-rata durasi rawat inap), durasi rawat inap yang melibihi rata-rata akan dievaluasi kebutuhan medisnya pasca dipulangkan. Contoh lain dari evaluasi utilisasi pelayanan rawat inap. Ada rumah sakit yang ingin memulangkan pasien dan kembali memasukkannya untuk mendapatkan dua tagihan yang berbeda. Pihak membayar dapat menghalangi praktek ini dengan menolak pembayaran untuk perawatan kedua. Evaluasi dilakukan secara acak pada kasus outlier (tidak lazim) seperti kunjungan balik 15 hari pasca rawat inap dan kasus-kasus tanpa diagnosa.

Hasil evaluasi dapat digunakan untuk mengurangi kunjungan rawat inap pada prosedur yang bisa dilakukan dipelayanan rawat jalan atau prosedur yang dirasakan tidak perlu atau tidak pantas. Medicare Fiscal Intermediaries (FI) dan Medicare Administrative Contractors (MAC) melakukan evaluasi medis untul mencegah pemabayaran yang tidka lazim untuk untuk klaim rawat inap rumah skait. Evaluasi medis adalah proses yang dilakukan kontraktor

Medicare untuk memastikan tagihan rawat inap sesuai dengan ketentuan pada peraturan. Selain mengandalkan sumber daya internal medicare, proses evaluasi juga melibatkan sumber daya ekxternal seperti perawat rumah sakit.

Proses evaluasi ini dilakukan untuk mengevaluasi kebutuhan pasien akan perawatan rumah sakit. Perawat mendiskusikan kebutuhan medis untuk pasien rawat inap. Pasien tidak boleh diberi layanan yang tidka perlu, tidak layak, berlebihan , atau layanan yang tidak diatur dalam peraturan. Kualitas dan durasi rawat inap harus sesuai dengan standar medis dan sesuai dengan gejala, tanda-tanda, serta diagnosa pasien. Pada studi retrospektif yang dilakukan oleh Allaudeen tahun 2011 terdapat 17% pasien yang mengalami rehospitalisasi setelah 30 hari keluar dari rumah sakit. Salah satunya ialah gagal jantung kongestif. Pasien gagal jantung kongesif yang selsai menjalani rawat inap rentan untuk kembali menjalani rawat inap ulang

akibateksaserbasi dari gejala yang ditimbulkan oleh gagal jantung kongestif.

(33)

Kejadian rawat inap ulang (readmission) akibat gagal jantung kongestif meningkat dengan persentase 29-47% setelah 2-6 bulan keluar dari

rumah sakit. Sedangkan di Yogyakarta , Prevalensi pasien gagal jantung kongestif yang menjalani rawat inap ulang dalam satu tahun sebesar 52.21%

sementara yang dirawat ulang lebih dari satu kali dalam satu tahun sebesar 44.79% (Majid,2010). Untuk Indonesia sendiri belum ada gambaran yang jelas mengenai prevalensi kejadian rawat inao ulang. Menurut studi yang dilakukan oleh Krumhoz et.al pada tahun 2000 menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kejadian rawat inap ulang (readmission) diantaranya ialah infeksi (terumata infeksi saluran nafas seperti pneumonia), infark miokard, disritmia jantung., ishzhemic herat diasease, gagal ginjal akut, dehidrasi dan gagal nafas. Menurut majid dalam studi tahun 2010

mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif ialah hipertensi, derajat penyakit, dukungan keluarga dan sosial, kepatuhan (terapi, diet dan cairan tubuh), tingkat aktivitas dan istiharat serta tingkat kecemasan pasien gagal jantung kongestif.

Rubeinstein (2007) menjelaskan bahwa sekitar 44% pasien medicare yang rawat dengan diagnosa CHF akan dirawat kembali pada 6 bulan kemudian. i.

Kondisi didapat di rumah sakit (Reduce Hospitasl acquired condition/HACs) Ada banyak jenis kejadian yang tak diinginkan, yang bisa mengancam

keamanan pasien ketika berada dalam proses pengobatan.tidak hanyak salah obat seperti kasusu diatas, tetapi juga kesalahan dalam penggunaan alat-alat medis, salah identifikasi, salah bedah, infeksi nosokomial atau infeksi karena kuman-kuman yang memang banyak klinik dan rumah sakit, salah dalam pemberian transfusi, hingga pasien terjatuh dari tempat tidur. Kejadian tak diinginkan semakin tak bisa disepelekan, karena ternyata cukup sering terjadi.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) , kejadian tak diinginkan terjadi 3 sampai 16 persen pasien yang berada dalam perawatan. Sebuah laporan penilitian di Amerika yang diterbitkan dalam jurnal Ilmu Penyakit Dalam tahun 2003 malah menyebutkan 76 dari 400 pasien yang dilibatkan dalam penilitian (19%) mengalami masalah masalah tambahan segera setelah mereka

(34)

diperbolehkan pulang. Sebuah penilitian lain malah menyebutkan lebih dari 50 persen pasien mengalami minimal satu kejadian tidak diinginkan selama berada dalam perawatan (Cornish PL et al. Unintended medication

disrepancies at the time of hospital admission. Arch Intern Med, 2005: 165:

424-429), “Untungnya hanya 6 persen kasus yang berakibat serius, 33 persen berdampak moderat, dan sebagian besar kasusu bisa teratasi dengan

segera. Data dari medicare, salah satu program pemerintah Amerika dalam bidang kesehatan dan

pemberian layanan, menunjukkan dari 12.500 peserta medicare 1998-2005, 19% mendapatkan masalah dari layanan kesehatan yang disedialam.

Sebanyak dua per tiga dari layanan kesehatan yang disediakan. Sebanyak dua per tiga dari masalah menimpa pasien rawat jalan atau panti-panti perawatan, bukan di rumah sakit. Selain itu, “Secara keseluruhan, temuan kami menunjukkan bahwa hal itu (cedera medis) menimbulkan resiko yang signifikan terhadap kesehatan dan keselamatan para penerima manfaat Medicare usia lanjut,” Menurut penilitian yang dilakukan utarini dan kawan- kawan pda tahun 2000 tingkat kejadian tidak diinginkan di Indonesia sangat bervariasi, yaitu 8,0% hingga 98,2% untuk diagnostic error dan 4,1% hingga 91,6% untuk medication error. Sejaka itu, bukti-bukti tentang keselamatan pasien di Indonesia pun semakin banyak. Di Indonesia keselamatan pasien telah menjadi perhatian serius. Penilitian pertama dilakukan di rawat inap 15 rumah sakit dengan 4500 rekam medik. Kesimpulannya jelas, bahwa

bagaimanapun pasien berada pada pihak yang dirugikan karena waktu perawatan bisa jadi bertambah lama sehingga biaya pengobatan

membengkak. Masalahnya jiga pihak suransi tidak menanggung jika terjadi kesalahan seperti ini, sehingga pasien dn keluarganya rugi biaya dua kali : dari sisi lamanya perawatan (dan artinya juga berkurangnya waktu produktif yang seharusnya bisa digunakan untuk bekerja) dan biaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pasien memilih rumah sakit secara desende

diantaranya adalah dokter yang berpengalaman dan bermutu, layanan gawat darurat 24 jam, staf keperawatan yang terlatih, penjelasan masalah

(35)

kesehatan & perawatan, laboraturium dan peralatan modern, kecepatan sistem respon, proses mulut ke mulut yang positif, pengalaman masa lalu dengan rumah sakit, staf pendukung yang ramah dan sopan, lokasi yang nyaman, infrastruktur dan lingkungan fisik dan lain-lain. 3. Tujuan

Pengendalian Mutu a. Tujuan Umum Terlaksananya peningkatan mutu pelayanan SIMRS secara berkelanjutan dan berkesinambungan melalui pengurangan resiko keselamatan pasien. b. Tujuan Khusus 1) Meningkatkan mutu rekaman asuhan klinis yang terstandarisasi secara konsisten dan sesuai dengan pengetahuan profesional saat ini. 2) Meningkatkan mutu pengelolaan instalasi SIMRS 3) Meningkatkan pemenuhan sasaran keselamatan pasien 4) Kegiatan pokok dan rincian kegiatan

Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien adalah suatu ilmu dan seni melalui pendekatan sistem yang dirancang untuk mengukur indikator kualitas Rumah Sakit melalui monitoring dan evaluasi sejauh,ana perencanaan, proses dan hasil sesuai tujuan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, yang dilaksanakan secara terus menerus dan berkelanjutan dengan muara yaitu pada jamianan mutu pada pasien, keluarga dan staf.

Komponen dari sistem manajemen mutu harus mencakup beberapa hal sebagai berikut, yaitu memastikan proses terpercaya, penurunan variasi dan cacat, fokus pada pencapaian hasil yang lebik baik dan menggunakan bukti untuk memastikan bahwa layanan memuaskan. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan denga resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,

kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suati tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. (Permenkes RI Nomor 1691 Tentang Keselematan Pasien Rumah Sakit Pasal 1 ayat 1). Kegitan dan pelaporan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien di instalasi SIMRS sebagai berikut: a. Pencatatan dan pelaporan 1) Indikator mutu unit

(36)

SIMRS 2) Indikator mutu area klinis 3) Sasaran keselamatan pasien :

ketepatan identifikasi pasien 4) Insiden keselamatan pasien 5) Insiden lainnya (kecelakaan kerja). b. Penilaian kinerja staf Alat pengukur menggunakan sesuai Sasaean Kinerja Pegawai (PP Nomor 46 Tahun 2011) standarnya sebagai berikut: 1) 91 –keatas : sangat baik 2) 76-90: baik 3) 61-75: cukup 4) 51-60:kurang 5) 50 kebawah : buruk c. Penilaian kinerja organisasi

Alat pengukuran menggunakan metode survei kualitas pelayanan.

Standarnya sebagai berikut: 1) 91-keatas: sangat baik 2) 76-90:baik 3) 61- 75:cukup 4) 51-60:kurang 5) 50 ke bawah :buruk

BAB IX PENUTUP Dari terselenggarakannya pelayanan berbasis SIMRS sesuai dengan visi dan misi rumah sakit adalah untuk peningkatan mutu dan keselamatan pasien. SIMRS sebagai bukti transaksi pelayanan dapat menjadi salah satu bukti dilaksanakan monitoring dan evaluasi pelayanan. Buku pedoman penyelenggaraan diharapkan dapat menjadi pedoman pemberi pelayanan khusunya sebagaimana amanat tata perundangan yang berlaku, sebagau penjabaran peraturan direktur tentang pelaynana rumah sakit. Hal- hal yang belum di atur dan dijelaskan dalam pedoman ini, akan dijelaskan secara detail pada panduan-panduan serta prosedur untuk setiap teknis pelaksanaanya. Demikian buku pedoman ini dibuat untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Kuala Kapuas Pada Tanggal : 17 Juli 2022 Direktur RSI Tunas Harapan Salatigadr. AGUS WALUYO, MM NIP . 19710821 200012 1 002

Referensi

Dokumen terkait

Rumah Sakit Santo Borromeus dalam meningkatkan keselamatan pasien berkomitmen untuk melaksanakan standar keselamatan pasien yaitu mengacu pada enam sasaran

Penyusunan Rencana Strategis bertujuan untuk memberikan gambaran terkait tujuan dan sasaran daerah yang akan dicapai dalam rentang tahun 2021-2026 sesuai tugas pokok

Hasil wawancara yang dilakukan kepada perawat mengenai pelaksanaan sasaran keselamatan pasien menyatakan bahwa menanyakan identitas pasien dapat meningkatkan sasaran keselamatan

Melakukan monitoring adan evaluasi kegiatan jaminan mutu bidang akademik (pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat) serta menyusun bahan dan masukan

bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien di PUSKESMAS ABCD perlu disusun kebijakan mutu dan keselamatan pasien;.. Mengingat :

Rencana strategis (Renstra) lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir tahun 2015 - 2019 menyajikan sasaran strategis yang hendak

bahwa dalam upaya meningkatkan mutu layanan klinis dan keselamatan pasien di Puskesmas Geyer I, perlu dilakukan analisis tentang mutu layanan klinis; bahwa oleh karena itu perlu

RENCANA ANGGARAN Terlampir No Program Anggaran Program 1 Pengelolaan Regulasi Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Rp.2.000.000 2 Diklat Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien