• Tidak ada hasil yang ditemukan

Definisi Petani

N/A
N/A
miko

Academic year: 2024

Membagikan "Definisi Petani"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Konsep

1. Petani

Dalam (Rahardjo,2014:63) masyarakat petani secara umum sering dipahami sebagai suatu kategori sosial yang seragam dan bersifat umum.

Artinya, sering tidak disadari adanya diferensiasi atau perbedaan-pebedaan dalam berbagai aspek yang terkandung dalam komunitas petani. Sebagai contoh, diferensiasi dalam komunitas petani itu akan terlihat berdasarkan atas perbedaan dalam tingkat perkembangan masyarakatnya, jenis tanaman yang mereka tanam, teknologi atau alat-alat yang mereka pergunakan, sistem pertanian yang mereka pakai, topografi atau kondisi geografi lainnya. Diantara gambaran-gambaran yang bersifat diferensiatif pada kalangan masyarakat petani umumnya, adalah perbedaan antara petani bersahaja yang juga sering disebut petani tradisional (termasuk golongan peasant) dan petani modern (termasuk farmer).

Secara garis besar golongan pertama yakni petani tradisional (termasuk golongan peasant) adalah kaum petani yang masih tergantung dan dikuasai alam karena rendahnya tingkat pengetahuan dan teknologi mereka.

Produksi mereka lebih ditujukan untuk sebuah usaha menghidupi keluarga, bukan tujuan untuk mengejar keuntungan. Sebaliknya, farmeradalah golongan petani yang usahanya ditujuakan untuk mengejar keuntungan. Meeka menggunakan teknologi dan sistem pengelolaan modern dan menanam tanaman yang laku dipasaran. Mereka mengelola pertanian mereka dalam bentuk agribisnis, agro industri atau bentuk modern lainnya, sebagaimana umumnya

(2)

10

seorang pengusaha yang profesional menjalankan usahanya (Rahardjo,2014:63).

Pemahaman antara peasant dan subsistensi. Ada yang menterjemahkan peasant dengan petani kecil, tetapi terjemahan ini tidak sepenuhnya tepat apabila dipadankan dengan pengertian substansialnya. Sebab, apabila yang dimaksud petani kecil itu sekedar berkaitan dengan pemilikan tanahnya saja yang sempit sedangkan dia berjiwa wirausaha dan cenderung mengejar keuntungan dalam setiap usahanya, maka dia bukanlah peasant (untuk selanjutnya disebut: peasan). Seorang peasan berjiwa subsisten, yang melakukan usaha sekedar untuk hidup dalam bentuknya yang minimal (Rahardjo,2014:69).

Menurut Eric R.Wolf (1956) (dalam Rahardjo,2014:69) menjelaskan peasant adalah penghasil-penghasil pertanian yang mengerjakan tanah secara efektif, yang melakukan pekerjaan itu sebagai nafkah hidupnya, bukan sebagai bisnis yang bersifat mencari keuntungan.

Menurut Raymond Firth (1956) (dalam Rahardjo,2014:69) menjelaskan istilah peasant terutama memiliki referensi keekonomian. Yang dimaksud dengan ekonomi peasan adalah suatu sistem yang berskala kecil, dengan teknologi dan peralatan yang sederhana, seringkali hanya memproduksi untuk mereka sendiri yang hidupnya subsisten. Usaha pokok untuk nafkah hidupnya ialah dengan mengolah tanah.

Menurut Belshaw (1965) (dalam Rahardjo,2014:69) menjelaskan masyarakat peasant adalah yang way of life-nya berorientasi pada tradisionalitas, terpisah dari pusat perkotaan tetapi memiliki keterkaitan dengannya, yang mengkombinasikan kegiatan pasar dengan produksi subsisten.

Menurut E. Rogers (dalam Rahardjo,2014:70) menjelaskan ciri-ciri peasant secara umum, yaitu: (1) petani produsen yang subsisten, sekedar

(3)

11

memenuhi kebutuhan sendiri (keluarga), tidak untuk mencari keuntungan; (2) orientasinya yang cenderung pedesaan dan tradisional tetapi memiliki keterkaitan erat (mengacu) ke kebudayaan kota atau pusat kekuasaan tertentu;

(3) jarang yang sepenuhnya mencukupi kebutuhan diri sendiri.

Dari pengertian-pengertian yang dijelaskan oleh berbagai ahli bahwa petani hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga, tanaman yang ditanam tidak untuk mencari keuntungan, masih bersifat tradisional, berada didaerah pedesaan dan juga hasil dari pertanian masih belum cukup memenuhi kebutuhan dari seorang petani sehingga bisa dikatakan mayoritas petani yang ada di Indonesia merupakan dari peasan.

2. Perubahan Sosial

Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan.

Perubahan dapat berupa pengaruhnya terbatas maupun luas, perubahan yang lambat dan ada perubahan yang berjalan dengan cepat. Perubahan dapat mengenai nilai dan norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya. Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat merupakan gejala yang normal. Pengaruh dari perubahan sosial dapat menjalar dengan cepat ke bagian-bagian lain berkat adanya komunikasi modern (Soekanto, 2012:259).

Kingsley Davis mengartikan “perubahan sosial sebagai perubahan- perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat” (Soekanto, 2012:262).

Mac Iver mengatakan “perubahan-perubahan sosial merupakan sebagai perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial (Soekanto, 2012:263).

(4)

12

John Lewin Gillin dan John Phillip Gillin mengatakan “perubahan- perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, idiologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat”(Soekanto, 2012:263).

Selo Soemardjan rumusannya tentang perubahan sosial adalah “segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat” (Soekanto, 2012:263).

Sedangkan Robert H Lauer mengatakan “Dan perubahan bisa juga disebut sebagai norma karena perubahan itu tidak menyebabkan trauma. Oleh karena itu, pola perubahan yang beraneka ragam akan terbuka bagi semua rakyat.” (Robert H Lauer, 1993)

Dari definisi di atas dapat disimpulkan perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat yang dapat mempengaruhi pola interaksi sosial di dalam suatu masyarakat, yang dapat bersifat membangun karakter manusia menuju proses yang lebih baik atau malah sebaliknya.

Perubahan sosial memiliki beberapa karakteristik antara lain: (1) pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial, (2) perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat, (3) perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial, (4) suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan- perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, idiologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat, (5) modifikasi-modifikasi yang

(5)

13

terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia, (6) segala bentuk perubahan- perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat (Soekanto, 2012).

Bentuk-bentuk perubahan sosial dalam masyarakat terdiri dari perubahan lambat dan perubahan cepat, perubahan kecil dan besar, perubahan yang dikehendaki dan4 perubahan yang tidak dikehendaki serta perubahan sosial maju dan perubahan sosial mundur. Perubahan lambat merupakan perubahan-perubahan yang memerlukan waktu yang lama, rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat, dinamakan evolusi.

Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan, dan kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan pertumbuhan masyarakat (Soekanto, 2012:269).

Dalam Soekanto (2012:271) menjelaskan perubahan cepat merupakan perubahan-perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat dan menyangkut dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat. Secara sosiologi agar suatu revolusi dapat terjadi, maka harus dipenuhi syarat-syarat tertentu antara lain: (1) harus ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan; (2) adanya seseorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut; (3) pemimpin diharapkan dapat menampung keinginan-keinginan masyarakat untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas tadi menjadi program dan arah gerakan; (4) pemimpin terebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat; (5) harus ada momentum yaitu saat dimana segala keadaan dan faktor sudah tepat dan baik untuk memulai suatu gerakan.

(6)

14

Perubahan kecil adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur- unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau yang berarti bagi masyarakat. Perubahan mode pakaian, misalnya tidak akan membawa pengaruh apa-apa bagi masyarakat dalam keseluruhannya, karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sedangkan perubahan besar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yaitu membawa pengaruh besar pada masyarakat. (Soekanto, 2012:272).

Adakalanya perubahan hanya terjadi sebagian, terbatas ruang lingkupnya, tanpa menimbulkan akibat besar terhadap unsur lain dari sistem.

Sistem sebagian keseluruhan tetap utuh, tak terjadi perubahan menyeluruh atas unsur-unsurnya meski didalamnya terjadi perubahan sedikit demi sedikit (Sztompka: 2017).

Masyarakat tidak boleh dibayangkan sebagai keadaan yang tetap, tetapi sebagai proses; bukan sebagai objek semu yang kaku tetapi sebagai aliran peristiwa terus-menerus tanpa henti. Diakui bahwa masyarakat (kelompok, komunitas, organisasi, bangsa, negara) hanya dapat dikatakan ada sejauh dan selama terjadi sesuatu di dalamnya, ada tindakan tertentu yang dilakukan, ada perubahan tertentu, dan ada proses tertentu yang senantiasa bekerja. (Sztompka: 2017).

Timbulnya perubahan masyarakat juga terdapat dari sebab-sebab karena majunya ilmu pengetahuan (mental manusia), teknik dan penggunaannya di dalam masyarakat, perubahan-perubahan pertambahan harapan dan tuntutan manusia,komunikasi dan transport, urbanisasi, semuanya ini mempunyai pengaruh dan mempunyai akibat di dalam masyarakat karenanya terdapatlah perubahan masyarakat atau biasa disebut social change (Susanto,1979). Perubahan Masyarakat yang terjadi selama ini secara umum

(7)

15

menyangkut perubahan perubahan struktur, fungsi budaya, dan prilaku masyarakat. Suatu proses yang mengakibatkan keadaan sekarang berbeda dengan keadaan sebelumnya, perubahan bisa berupa kemunduran dan bisa juga berupa kemajuan (progress). Sedangkan masyarakat artinya sekelompok ikatan nilai dan norma norma sosial. Istilah masyarakat dapat juga diartikan sebagai wadah atau tempat orang orang yang saling berhubungan dengan hukum dan budaya tertentu untuk mencapai tujuan bersama.

Terdapat juga sebab utama dari terjadinya perubahan masyarakat dikarenakan

seperti berikut:

a. Keadaan geografis tempat pengelompokan sosial : bisa mengakibatkan perubahan karena keadaan geografis di mana mereka hidup ikut berubah juga.

b. Keadaan biofisik kelompok : merupakan faktor perubahan masyarakat karena makanan yang cukup bergizi dan tidak bergizi bisa menentukan progress atau regress.

c. Kebudayaan : dengan semua tradisinya kadang-kadang bisa menyebabkan bahwa orang tidak berani mengadakan progress karena bertentangan dengan kebudayaan dan selanjutnya mereka tidak dapat melihat manfaat daripada pengadaan perubahan.

d. Sifat anomie manusia : yaitu menjauhkan diri dari masyarakat, bisa juga menjadi sebab mengapa perubahan masyarakat sukar dijadikan progress yaitu karena keinginan untuk mengadakan segala-galanya sendiri.

Keempat unsur ini termasuk saling mempengaruhi dari bidang-bidang lain seperti tekhnologi, ilmu pengetahuan, organisasi dan management di dalam masyarakatnya. Dan faktor-faktor ini juga dapat menimbulkan perubahan dari bidang transport, ekonomi, politik dan tentunya bidang sosial.

Maka dari itu, perubahan dari sektor kehidupan manusia akan menimbulkan perubahan dari sektor lain dan seterusnya.(Susanto,1979).

(8)

16

Didalam Setiadi dan Kolip (2010:646-655) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya proses perubahan antara lain: (1) kontak dengan kebudayaan lain; (2) sistem pendidikan formal yang baru; (3) sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju; (4) toleransi terhadap penyimpangan yang bukan merupakan delinkuenasi; (5) sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat; (6) penduduk yang heterogen; (7) ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu; (8) orientasi ke depan; (9) nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya.

Faktor-faktor yang menjadi penghambat jalannya proses perubahan (Setiadi dan Kolip (2010:656-661)antara lain: (1) kurangnya hubungan antara masyarakat satu dan masyarakat lainnya; (2) perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat; (3) sikap masyarakat yang tradisional; (4) adanya kepentingan-kepentingan yang telah terekam kuat; (5) rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan; (6) prasangka terhadap hal- hal yang baru atau asing atau sikap tertutup; (7) hambatan-hambatan yang bersifat ideologis; (8) adat atau kebiasaan; (9) nilai hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki.

Arah perubahan sosial dalam sosiologi lebih menekankan pada arah perubahan itu sendiri, artinya ke arah mana perubahan itu bergerak. Jelasnya perubahan ini bergerak meninggalkan faktor yang diubah, akan tetapi setelah meninggalkan faktor yang lama, bagaimana keadaan paska perubahan, apakah bergerak kearah sesuatu yang sama sekali baru atau perubahan justru bergerak ke sesuatu yang sudah pernah ada pada waktu lampau. Dalam proses perjalanannya, perubahan selalu direncanakan untuk mencapai sesuatu yang dianggap ideal, relevan dalam arti perubahan ini diarahkan untuk memenuhi tuntutan kehidupan manusia. Perubahan yang direncanakan selalu dimanifestasikan dalam wujud pembangunan dalam segala bidang kehidupan.

(9)

17

Pembangunan merupakan seperangkat usaha yang terencana dan terarah dalam rangka mencapai tujuan dari pembangunan itu sendiri yaitu mencapai kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tentu saja dalam mencapai tujuan itu telah ditentukan indikator pencapaiannya atau ukuran-ukuran antara baik dan buruk dari hasil perubahan tersebut (Setiadi dan Kolip (2010:667-668).

Perubahan senantiasa mengandung dampak negatif maupun positif.

Untuk itu, dalam merespons perubahan diperlukan kearifan dan pemahaman yang mendalam mengenai nilai, arah program, dan strategi yang sesuai dengan sifat dasar perubahan itu sendiri (Martono, 2012)

3. Alih Fungsi Lahan

Utomo (1992) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian. Alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari akibat kecenderungan tersebut. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif.

Irawan, (2005) juga berpendapat bahwa alih fungsi lahan merupakan ancaman yang serius bagi keberlanjutan fungsi lahan untuk pertanian, dan pada akhirnya juga akan berdampak terhadap ketahanan pangan nasional karena

(10)

18

dampak perubahannya bersifat permanen. Berdasarkan teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa alih fungsi lahan pertanian adalah pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya.

Wibowo (1996) menambahkan bahwa pelaku pembelian tanah biasanya bukan penduduk setempat, sehingga mengakibatkan terbentuknya lahan-lahan guntai yang secara umum rentan terhadap proses alih fungsi lahan.Alih fungsi lahan sebagian besar untuk kegiatan pembangunan perumahan dan sarana publik. Winoto (2005) mengemukakan bahwa lahan pertanian yang paling rentan terhadap alih fungsi adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh:

1. Kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih tinggi.

2. Daerah persawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan.

3. Akibat pola pembangunan di masa sebelumnya. Infrastruktur wilayah persawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering.

4. Pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar, dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu (terutama di Pulau Jawa) ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan.

(11)

19

Faktor Penyebab Alih Fungsi Lahan Pertanian

Menurut Lestari (2009), terjadinya proses alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian dapat disebabkan oleh beberapa faktor.

Disebutkan ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian yaitu sebagai berikut:

1. Faktor eksternal merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan daerah perkotaan, demografi maupun ekonomi.

2. Faktor internal di mana faktor ini jauh lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial - ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.

3. Faktor kebijakan merupakan aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Kelemahan pada aspek regulasi atau peraturan itu sendiri terutama terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran dan akurasi objek lahan yang dilarang konservasi.

Sedangkan, menurut Wahyunto (2001), perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Irawan (2005) menyebutkan ,ada dua hal yang mempengaruhi alih fungsi lahan . Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan.

(12)

20

Menurut Winoto (2005) faktor-faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian antara lain :

1. Faktor kependudukan, yaitu peningkatan dan penyebaran penduduk di suatu wilayah. Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan permintaan tanah. Selain itu, peningkatan taraf hidup masyarakat juga turut berperan menciptakan tambahan permintaan lahan.

2. Faktor ekonomi, yaitu tingginya land rent yang diperoleh aktivitas sektor non pertanian dibandingkan dengan sektor pertanian. Rendahnya insentif untuk bertani disebabkan tingginya biaya produksi, sementara harga hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi. Selain itu karena faktor kebutuhan keluarga petani yang semakin mendesak menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan.

3. Faktor sosial budaya, antara lain keberadaan hukum waris yang menyebabkan terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak memenuhi batas minimun skala ekonomi usaha yang menguntungkan.

4. Perilaku myopic, yaitu mencari keuntungan jangka pendek namun kurang memperhatikan jangka panjang dan kepentingan nasional secara keseluruhan. Hal ini tercermin dari rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang cenderung mendorong alih fungsi lahan pertanian untuk penggunaan tanah non pertanian.

5. Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum dari peraturan yang ada.

(13)

21

Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian

Menurut Sudirja (2008), mengklasifikasikan dampak alih fungsi lahan pertanian menjadi dua yauitu dilihat dari sisi positif dan negatif. Dampak positifnya antara lain :

1. Ketersediaan lapangan kerja baru bagi sejumlah petani terutama buruh tani yang terkena oleh alih fungsi.

2. Meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Sedangakan dampak negatif yang di rasakan oleh masyarakat sekitar adalah:

1. Mengurangi produksi beras

2. Rusaknya sumber-sumber ekonomi masyarakat seperti sawah, kebun/ladang.

Menurut Priyono, (2012) dampak alih fungsi lahan pertanian, yaitu : 1. Dengan adanya alih fungsi lahan maka secara langsung memusnahkan

lahan pertanian yang mengakibatkan semakin menyempitnya lahan pertanian, berkurangnya pendapatan petani, bahkan menghilangkan mata pencaharian buruh tani.

2. Dengan adanya kebijakan pemerintah, yang sebagian besar lahan yang di gunakan merupakan areal pertanian, maka hal tersebut tentunya menimbulkan sentimen masyarakat terhadap pemerintah, karena pemerintah dianggap tidak memikirkan kehidupan masyarakat petani.

Dampak alih fungsi lahan pertanian menyangkut berbagai dimensi kepentingan yang luas yaitu tidak hanya mengancam keberlanjutan swasembada pangan, tetapi juga berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja, pemubaziran investasi irigasi, pemerataan kesejahteraan, kualitas lingkungan hidup dan kemapanan struktur sosial masyarakat (Dwipradnyana, 2014).

Dampak alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang sebenarnya akan langsung dirasakan oleh masyarakat umum adalah terancamnya ketahanan pangan. Hal ini dikarenakan produk pertanian yang tadinya dapat dihasilkan

(14)

22

sendiri oleh pertanian lokal menjadi berkurang akibat berkurangnya lahan pertanian. Pertumbuhan penduduk yang terus bertambah tentu saja akan meningkatkan kebutuhan masyarakat akan pangan. Hal ini bertolak belakang dengan produksi pangan yang akan menurun jika alih fungsi terhadap lahan pertanian terus dilakukan. Jika hal ini tidak segera dikendalikan maka pemerintah harus mengimport pangan dari luar sehingga masyarakat akan semakin bergantung pada produk import. Alih fungsi lahan sawah dapat dipandang dari dua sisi.

Pertama, dari fungsinya lahan sawah yang diperuntukan memproduksi padi. Dengan demikian adanya alih fungsi lahan sawah ke fungsi lain akan menurunkan produksi padi nasional. Kedua, dari bentuknya perubahan lahan sawah ke bangunan permanen akan berimplikasi pada kerugian akibat sudah diinfestasikannya dana untuk mencetak sawah, membangun waduk, dan sistem irigasi. Kegiatan alih fungsi lahan pertanian juga berpengaruh terhadap lingkungan. Perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem. Secara faktual alih fungsi lahan ini menyebabkan berkurangnya lahan terbuka hijau, mengganggu tata air tanah, serta ekosistem budidaya pertanian semakin sempit.

B. Penelitian Terdahulu

1. Nur Isra Fajriany (2017) Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kabupaten Pangkep

Alih Fungsi Lahan pertanian atau konversi lahan pertanian adalah salah satu fenomena perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian. Alih fungsi lahan ini merupakan dampak dari adanya pembangunan. Implikasinya, lahan pertanian semakin menyusut sedangkan kebutuhan akan komoditas pangan semakin meningkat, tingkat pengangguran meningkat karna banyak petani yang kehilangan mata pencaharian utamanya. Tujuan dalam penelitian

(15)

23

ini adalah untuk mengetahui berapa besar pengaruh Jumlah Penduduk, Jumlah Industri dan PDRB terhadap tingkat alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Pangkep

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel jumlah penduduk, jumlah industri, PDRB berpengaruh signifikan dan berhubungan positif terhadap pengalihan fungsi lahan pertanian. Dan secara parsial jumlah penduduk, jumlah industri,dan PDRB berpengaruh signifikan dan berhubungan positif. Perhitungan yang dilakukan untuk mengukur proporsi serta presentase dari variasi total variabel dependen yang mampu dijelaskan oleh model regersi.

Dari hasil regresi di atas nilai R squared (R2) sebesar 0.8693 ini berarti variabel independen menjelaskan variasi Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kabupaten Pangkep sebesar 86,93% sedangkan sisanya13,07 % dijelaskan oleh variabel- variabel lain diluar penelitian.

2. Novita Dinaryanti (2014) Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian di Daerah Sepanjang Irigasi Bendung Colo Kabupaten Sukoharjo

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani melakukan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian yang terjadi di daerah sepanjang saluran irigasi Bendung Colo dengan studi kasus di Kecamatan Ngugter, Desa Pengkol dan Desa Gupit. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini terdapat empat hal yang mempengaruhi keputusan petani melakukan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Yaitu : 1) faktor Ekonomi, 2) faktor Sosial, 3) faktor Kondisi Lahan dan 4) peraturan pemerintah.

Hasil dari lapangan membuktikan bahwa proses alih fungsi lahan yang terjadi di masing – masing desa yaitu memiliki masalah yang berbeda, di Desa Pengkol faktor yang mendorong petani mengalihfungsikan lahan pertanian adalah faktor peraturan pemerintah dan kondisi lahan,yaitu pengenaan pajak

(16)

24

tanah sawah menjadi tanah industri. Sedangkan yang terjadi di Desa Gupit faktor yang mendorong petani untuk mengalihfungsikan lahan adalah faktor sosial dan kondisi lahan. Dampak sosial dari terjadinya alih fungsi lahan dapat dilihat dari kondisi hubungan/ interaksi antar warga, dan kondisi gaya hidup masyarakat sekitar. Tidak maksimalnya output yang di hasilkan tanaman padi yaitu dikarenakan kondisi lahan di Desa Gupit terdapat banyak hama yang menyerang tanaman padi.

3. Handoko Probo Setiawan (2016) Alih Fungsi (Konversi) Lahan Pertanian ke Non Pertanian Kasus di Kelurahan Simpang Pasir Kecamatan Palaran Kota Samarinda

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan masyarakat dan faktor apa yang menyebabkan petani mengalihfungsi lahan di kelurahan Simpang Pasir Kecamatan Palaran Kota Samarinda. Dengan fokus melihat alih fungsi lahan yang terjadi di Kelurahan Simpang Pasir Kecamatan Palaran Kota Samarinda. Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa alih fungsi lahan terjadi karena banyak masyarakat mengalami masalah ekonomi dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga usia yang tidak mendukung lagi yang juga berperan di dalam alih fungsi lahan itu terjadi.

Keadaan wilayah Simpang Pasir pada awalnya mayoritas adalah pertanian akan tetapi keadaan menjadi berubah setelah Setelah terpilihnya Kalimantan Timur sabagai pusat pekan olah raga yang lebih dikenal dengan PON pada tahun 2008 yang dipusatkan di Kecamatan Palaran yang lebih tepatnya di Keluranhan SimpangPasir ini mengakibatkan awal mula pembangunan dan ada pembangunan, Sehingga mengakibatkan sebagian sektor pertanian kini mulai mengalami penurunan, meskipun masih ada sejumlah warga yang tetep menekuni bidang pertanian ini. Dengan seiring berkembangnya zaman memang tidak dapat dipungkiri lagi, sebab ini akan memberikan dampak yang besar terhadap apa yang ada sekarang ini.

(17)

25

Penyebab terjadinya alih fungsi lahan di Simpang Pasir ini adalah A. Industri Perumahan

Kegiatan industri perumahan ini menjadi salah satu alasan mengapa alih fungsi itu bisa terjadinya. Karena kegiatan industri perumahan ini selain memerlukan lahan yang sangat luas juga akan mempengaruhi ekosistem lingkungan itu sendiri dan hasil produksi padi terhadap petani berkurang msekipun tidak secara keseluruhan, akan tetapi dampak yang akan di dapat pasti akan terasa secara tidak langsung. Alih fungsi lahan pertanian ini juga akan membuat parah buruh tani mendapatkan dampak yang sangat terasa dampaknya, karena apa? para buruh tani ini akan merasa mata pencaharian meraka berkurang apabila alih fungsi lahan pertanian ini terus terjadi, dan akan lebih parah lagi apabila para petani hanya mengandalkan pengahasilan dari buruh tani ini tanpa ada kegiatan atau kerjaan lainnya.

B. Pertokoan

Memang pembangunan suatu daerah pasti akan terus terjadi seiring perkembangan suatu daerahitu sendiri, selain karena era globalisasi yang semakin maju dan modern, itu semua tidak dapat di pungkiri lagi cepat atau lambat semua itu pasti akan terjadi. Perubahan di satu sisi akan terus terjadi bahkan itu tidak dapat kita hindari. Arus jaman akan terus terjadi tanpa harus kita minta.

C. Berjualan

Tidak dapat di pungkiri lagi dengan berkembangnya jaman masyarakat tidak dapat hanya bediam untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, dengan kata lain masyrakat mulai sadar bahwa beban hidup semakin berat apabila tidak melakukan sesuatu yang menghasilkan atau menguntungkan. Maka dari itu masyarakat mulai berwirausaha dengan berjualan dengan membangun sebuah toko atau lahan untuk berjualan.

(18)

26

Sedangkan alasan dari terjadinya alih fungsi lahan yang terjadi di Simpang Pasir adalah

a. Dalam masyarakat yang lahannya mengalami alih fungsi, dapat disimpulkan bahwa usia yang tidak muda lagi dan kebutuhan ekonomi dan juga pengaruh lingkungan sangat berperan didalam pengalihfungsian lahan, karena di samping dengan kebutuhan sehari-hari mereka juga membutuhkan tenaga yang tidak sedikit untuk mengelola lahannya, sehingga menjual sebagian lahan untuk mengurangi beban menjadi suatu solusi.

b. Masyarakat lebih memilih menjual lahan dibanding dengan mengelola sendiri atau menggarap lahan, karena dengan menjual dan tidak mengelola lahan, masyarakat dapat membuka usaha yang dapat meringankan daripada harus menggarap lahan di sawah.

c. Dan pasca alih fungsi sebagian masyarakatnya membuka usaha dari hasil penjualan lahan yang mereka miliki.

4. Govindaprasad.P.K and K.Manikandan : Agricultural Land Conversion and Food Security : A Thematic Analysis (2014)

Tanah adalah sumber dasar untuk masyarakat manusia. Kecepatan pembangunan ekonomi dengan pertumbuhan penduduk, urbanisasi dan industrialisasi menekan pada basis terbatas sumber daya alam suatu negara.

Tanah menjadi salah satu sumber daya alam yang selalu menjadi subyek perdebatan mengenai penggunaan yang efektif. Meningkatnya permintaan untuk penggunan lahan non - pertanian dan untuk memenuhi permintaan ketersediaan lahan non-pertanian ini mengakibatkan tanah pertanian di alih fungsikan. Hal ini benar terjadi di negara-negara maju Barat daripada negara- negara berkembang. Namun demikian, dengan peningkatan kecepatan industrialisasi, ekonomi dan pertumbuhan penduduk negara-negara berkembang sekarang mengalami masalah yang kurang lebih sama seperti yang dihadapi oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Rusia dan

(19)

27

lain-lain. Masalah alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non-pertanian menarik ekonom di negara-negara berkembang juga. Karya ini menunjukkan bahwa ketidaksesuaian antara permintaan dan pasokan tanah telah menyebabkan alih fungsi lahan pertanian untuk non - pertanian. Dan hilangnya lahan pertanian atau konversi adalah faktor utama yang menyebabkan kerawanan pangan dengan mengurangi produksi pangan dan kesempatan kerja harga yang sama waktu butir makanan serta sayuran akan bangkit dan daya beli akan menurun.

Permintaan untuk lahan pertanian terutama tergantung pada harga tanah pertanian. Permintaan akan lebih ketika harga tanah pertanian rendah dan permintaan akan menjadi kurang ketika harga pertanian tanah tinggi. Dengan demikian ada hubungan terbalik antara permintaan dan harga tanah pertanian.

Petani adalah pemasok potensi lahan pertanian dalam konteks alih fungsi. Pada waktu yang sama petani, dirinya sendiri, adalah penyuplai dari tanahnya.

Karena lahan pertanian menyediakan utilitas dari produksi pertanian dan pendapatan yang dihasilkan dari itu. Ini termasuk utilitas dari lahan pertanian sebagai aset, asuransi, status yang baik, nilai lindung terhadap bencana, agunan untuk akses kredit, sebagai warisan untuk generasi masa depan dan penggunaan lainnya. Dan petani tidak yakin kemampuan mereka untuk pembelian tanah setelah mereka telah menjual tanpa kemungkinan membeli kembali mereka enggan untuk menjual..

Faktor sisi permintaan lahan pertanian sehingga terjadi alih fungsi lahan adalah akibat adalah bertambahnya populasi, pertumbuhan pendapatan, dan adanya perluasan perkotaan. Perluasan perkotaan ini dapat berasal dari adanya pembangunan-pembangunan yang digunakan untuk sektor perekonomian seperti pabrik, ataupun karena pembangunan infrastruktur oleh pemerintah seperti pembangunan jalan tol, bandara, maupun sarana transportasi dan komunikasi lain. Selain itu juga terdapat sisi spekulatif yaitu dari

(20)

28

pengembang yang menginginkan untuk membeli tanah yang dimiliki para petani ataupun para petani itu sendiri yang memiliki keinginan untuk menjual tanah untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Sedangkan faktor dalam sisi penawaran alih fungsi lahan pertanian karena rendahnya pendapatan yang didapatkan oleh petani yang dirasa dari hasil panen pertanian kurang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Faktor lainnya adalah kekurangan input, dalam hal ini input adalah tenaga kerja, air yang kurang memadai sehingga menyebabkan biaya produksi yang tinggi pula.

Selain itu juga karena ukuran tanah yang telah dibagi-bagi dari hasil warisan sehingga tanah tersebut harus dijual.

5. Moula Bux Peerzado, Habibullah Magsi, Muhammad Javed Sheikh.2018. Land use conflicts and urban sprawl: Conversion of agriculture lands into urbanization in Hyderabad, Pakistan.

Pertumbuhan populasi dan urbanisasi memiliki dampak pada tanah di seluruh dunia. Oleh karena itu, studi ini dilaksanakan untuk mengetahui hubngan antara urbanisasi dan alih fungsi lahan pertanian di daerah studi.

Dengan demikian, penduduk daerah studi Hyderabad distrik, dan ukuran sampel responden 192. Kedua data primer dan sekunder digunakan untuk studi ini. Hyderabad memimpin kepadatan penduduk mondar-mandir perkotaan per km2 di Pakistan, dan kedua di dunia dengan 40.000 orang per km2 tempat ini 2 terbanyak perkotaan Kota Sindh, dan 6 negara. Sementara Hyderabad distrik di keseluruhan populasi yang meningkat sebesar 44 persen dalam 36 tahun terakhir (sejak tahun 1981 hingga 2017). Selain itu, Kecamatan Qasimabad paling terpengaruh Kecamatan oleh proses urbanisasi di distrik Hyderabad. Di mana 3508 hektar tanah pertanian di alih fungsikan, diikuti oleh Latifabad Kecamatan dengan 1064 hektar, Hyderabad Kecamatan kota dengan 562 hektar dan Hyderabad pedesaan Kecamatan dengan 342 hektar. Menurut individu yang terkena pandang, 70 persen dari lahan pertanian telah dijual dan di alih fungsi

(21)

29

dalam urbanisasi di distrik Hyderabad. Pendapatan rata-rata responden adalah Rs.86.000 ($ 860 AS), rasio keaksaraan adalah 83 persen rerata ukuran keluarga adalah 6 dan usia rata-rata adalah 48 tahun. Lebih lanjut, 41 persen terpengaruh orang berada dalam pekerjaan (publik dan swasta), yang 21 persen responden harian upah buruh, 17 persen terlibat dalam bisnis pribadi, 16 persen.

Studi menyimpulkan bahwa karena alih fungsi lahan pertanian akibat urbanisasi mungkin menghasilkan berbagai isu-isu, yang termasuk ketidakstabilan sosial, budaya, lingkungan dan ekonomi. Karena, itu tersebar di urban sprawl dimana ada lahan pertanian. Oleh karena itu, urbanisasi tidak berarti meningkatkan jumlah orang-orang pada sepotong kecil tanah yang langka, tetapi, lebih menuntut lebih banyak hal. Sebagai hasilnya, pemerintah harus memberikan mereka dasar kebutuhan seperti, makanan, rumah, jalan, sekolah (lembaga pendidikan), rumah sakit, taman dan fasilitas lain kehidupan.

Di sisi lain, itu dapat membuat masalah sanitasi, transportasi, air dan pembuangan limbah, polusi, konflik, kejahatan, dll. di sekitar perkotaan. Tanah pertanian hilang akibat urbanisasi akan membuat orang pengembara dan akhirnya pengangguran selamanya. Namun, hasil studi ini menunjukkan bahwa rata-rata bulanan pendapatan dari responden adalah sekitar Rs. 86.000 ($ 680 AS). Akibat alih fungsi ini menciptakan kekurangan produksi pertanian utama yakni tanaman gandum dan kapas, dan membuat hampir lebih dari 20.000 petani kehilangan pekerjaan. Sementara itu peningkatan impor tagihan dan produk pertanian menjadi mahal. Oleh karena itu, ada kebutuhan dari intervensi pemerintah, untuk tidak membuat hanya kebijakan, aturan dan peraturan untuk menyimpan berharga pertanian Tanah adalah dialihfungsikan menjadi urbanisasi, tetapi implementasi aturan dan peraturan adalah kebutuhan hari ini Penyebab petani menjual lahan mereka karena ekspansi bisnis (tanah disekitarnya terdapat toko/supermarket yang memperluas wilayahnya).

Pelayanan (mendapat pekerjaan, tidak ada waktu untuk mengurus lahan).

(22)

30

Masalah keluarga (konflik antara saudara-saudaranya dan warisan yang dibagi).

Pendapatan/penghasilan (harga tanah semakin tinggi sehingga tertarik untuk dijual. Alih ternak (membeli tanah di daerah lain, karena hasil dari pertanian kurang menguntungkan). Produksi rendah (tanah sudah tidak subur).

Pengeluaran yang tinggi (berpenghasilan rendah dari sumber-sumber pertanian). Kekurangan air (tanah menjadi kurang subur karena kurang ketersediaan irigasi air).. Masyarakat kehilangan tanah subur pertanian, yang akhirnya mengurangi produksi pangan di wilayah tersebut.

6. Rahesli Humsona, Sri Yuliani. 2016. Incentive Strategy to Suppress the Productive Farmland Conversion Rate in Depok Sub District of Sleman Regency.

Kecamatan Depok dulunya merupakan wilayah desa pertanian padi dan perkebunan tebu, singkong, jagung dan kacang tanah. Pada tahun 1980-an alih fungsi lahan mulai marak terjadi karena digunakan untuk beberapa bangunan yang digunakan untuk perguruan tinggi. Beberapa perguruan tinggi memindahkan kampus mereka seluruhnya, tetapi beberapa kampus lain membangun baru pembangunan sebagai perluasan dari yang lama di lokasi lain.

Perlunya tanah untuk membangun gedung perguruan tinggi dapat dipenuhi melalui pembelian pertanian dan tanah milik penduduk yang ada di lokasi yang strategis. Awalnya proses ini berjalan lambat, tetapi memasuki tahun 2000 perubahan terjadi secara besar-besaran. Dimulai dengan pendirian Universitas Islam Indonesia, hingga tahun 2011, 13 gedung perguruan tinggi/Akademi telah dibangun dengan lebih dari 85.000 mahasiswa.

Pembangunan perguruan tinggi tersebut juga memicu adanya pembangunan fasilitas dan infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa seperti kost, warung makan, tempat hiburan dan belajar. Sehingga mendorong para pemiliki modal untuk membangun kost, asrama, laundry, salon, warnet, hotel, sarana olahraga dan fasilitas lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut

(23)

31

yaitu dengan mengonversi lahan pertanian yang ada kemudian membangun fasilitas-fasilitas tersebut.

Faktor yang mendorong rumah tangga di Kecamatan Depok untuk menjual tanah mereka adalah faktor eksternal, internal dan kebijakan. Faktor eksternal adalah proses urbanisasi dimulai dengan pembangunan gedung perguruan tinggi di daerah ini. Konstruksi infrastruktur seperti jaringan transportasi dan komunikasi memberikan kontribusi untuk memacu pergeseran penyelesaian lokasi dan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian.

Tingginya permintaan telah mengakibatkan peningkatan harga tanah di lokasi strategis. Selain itu, pajak tanah yang tinggi dan biaya produksi yang tinggi telah menarik pemilik untuk menjual tanah mereka. Faktor internal adalah kondisi sosial ekonomi karena kebutuhan mendesak bagi anak kebutuhan sehari-hari keluarga, dan nilai tukar tanaman yang rendah. Kebijakan menunjukkan bahwa tidak ada ikatan hukum dan peraturan yang dikeluarkan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah terkait dengan perubahan fungsi lahan pertanian.

Ada beberapa strategi yang bisa diimplementasikan di daerah Depok.

Pertama, pembebasan pajak untuk tanah produktifkarena sejauh ini memberatkan pemilik petani atau penyewa. Kedua, bantuan pasokan input pertanian dapat diberikan untuk petani dengan produktivitas tinggi. Ketiga, pendirian kelompok tani dan sarana produksi pertanian dapat dilakukan untuk meningkatkan akses ke produksi dan pemasaran. Sementara itu, daerah setempat harus mengembangkan spasial dan tata letak area desain (rancangan tata ruang dan wilayah = RTRW) segera dan memastikan bahwa RTRW dipatuhi oleh semua orang.

(24)

32

Sumber : Hasil Analisa terhadap Penelitian Terdahulu Bulan Januari 2019

No Judul Penelitian Metode Teori Hasil Perbedaan Persamaan

1. Nur Isra Fajriany (2017) Analisis

Faktor-Faktor yang Memengaruhi

Alih Fungsi Lahan Pertanian di

Kabupaten Pangkep

Kuantitatif Teori Kependuduka

n Thomas Robert Malthus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara

simultan variabel jumlah penduduk, jumlah industri,

PDRB berpengaruh signifikan dan berhubungan

positif terhadap pengalihan fungsi lahan pertanian. Dan

secara parsial jumlah penduduk, jumlah industri,dan PDRB berpengaruh signifikan dan

berhubungan positif.

Mengenai kekhususannya membahas faktor jumlah penduduk, industri, PDRB yang

berpengaruh terhadap pengalihan

fungsi lahan pertanian. Dengan menggunakan teori

kependudukan Malthus

Mengenai kekhususannya

membahas faktor alih fungsi lahan

pertanian

(25)

33

Sumber : Hasil Analisa terhadap Penelitian Terdahulu Bulan Januari 2019 2. Iden Novita

Dinaryanti (2014) Faktor – Faktor

yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan

Pertanian di Daerah Sepanjang

Irigasi Bendung Colo Kabupaten

Sukoharjo

Kuantitatif Teori Kependuduka

n Malthusian Teori Lokasi Von Thunen

dan Teori Sewa Tanah David

Ricardo

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini terdapat empat

hal yang mempengaruhi keputusan petani mengalih fungsi lahan yaitu : Faktor

ekonomi, sosial, kondisi lahan dan peraturan

pemerintah.

Dampak sosial ddapat dilihat dari kondisi hubungan/ interaksi antar

warga, dan kondisi gaya hidup masyarakat sekitar.

Mengenai kekhususannya

meneliti kependudukan, lokasi,

dan sewa tanah yang yang menyebabkan

beralih fungsinya lahan pertanian di

daerah sepanjang irigasi bendungan

dengan

Mengenai kekhususannya

melihat faktor keputusan petani mengalih fungsikan lahan pertanian yaitu, faktor ekonomi,

sosial, dan kondisi lahan

(26)

34

Sumber : Hasil Analisa terhadap Penelitian Terdahulu Bulan Januari 2019 3. Handoko Probo

Setiawan (2016) Alih Fungsi (Konversi) Lahan Pertanian ke Non Pertanian Kasus di

Kelurahan Simpang Pasir

Kecamatan Palaran Kota

Samarinda

Kualitatif - Alih fungsi lahan terjadi karena banyak masyarakat

mengalami masalah ekonomi dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari dan juga usia yang tidak mendukung lagi yang juga

berperan di dalam alih fungsi lahan itu terjadi.

Mengenai kekhususannya meniliti terhadap perubahan alih fungsi

lahan pertanian terhadap pendapatan

petani

Mengenai kekhususannya

meneliti perubahan yang

terjadi pada masyarakat akibat alih fungsi lahan

pertanian

(27)

35

Sumber : Hasil Analisa terhadap Penelitian Terdahulu Bulan Januari 2019 4. Govindaprasad.P.K

and K.Manikandan : Agricultural Land Conversion and Food Security : A Thematic Analysis

(2014)

Kualitatif Hasil karya ini berupa analisis tematik penyebab alih fungsi lahan pertanian dan dampak alih fungsi pada

ketahanan pangan.

Ketidaksesuaian antara permintaan dan pasokan tanah telah menyebabkan alih fungsi lahan pertanian ke

non - pertanian. Dan faktor utama yang menyebabkan kerawanan pangan karena

mengurangi produksi pangan dan kesempatan

kerja.

Mengenai kekhususannya meneliti terhadap penyebab alih fungsi lahan dan dampaknya

terhadap ketahanan pangan

Mengenai kekhususannya

meneiliti tentang penyebab dan

dampak dari alih fungsi lahan pertanian

(28)

36

Tabel 2. 1 (Lanjutan)

Sumber : Hasil Analisa terhadap Penelitian Terdahulu Bulan Januari 2019 5. Moula Bux

Peerzado, Habibullah Magsi, Muhammad Javed Sheikh.2018. Land use conflicts and

urban sprawl:

Conversion of agriculture lands into urbanization in

Hyderabad, Pakistan.

Kuantitatif - Studi menyimpulkan bahwa karena alih fungsi lahan pertanian akibat urbanisasi mungkin menghasilkan

berbagai isu-isu, yang termasuk ketidakstabilan sosial, budaya, lingkungan dan ekonomi. Karena, itu tersebar di urban sprawl dimana

ada lahan pertanian. Oleh karena itu, urbanisasi tidak berarti meningkatkan jumlah orang-orang

pada sepotong kecil tanah yang langka, tetapi, lebih menuntut lebih

banyak hal.

Mengenai kekhususannya meneliti urbanisasi yang menyebabkan alih fungsi lahan pertanian dan juga

konflik

Mengenai kekhususanny

a meneliti faktor alih fungsi lahan berdasar faktor

sosial dan ekonomi

(29)

37

Tabel 2. 1 (Lanjutan)

Sumber : Hasil Analisa terhadap Penelitian Terdahulu Bulan Januari 2019 6. Rahesli Humsona,

Sri Yuliani. 2016.

Incentive Strategy to Suppress the

Productive Farmland Conversion Rate in Depok Sub District of Sleman Regency.

Kualitatif - Studi menyimpulkan bahwa alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di Kecamatan Depok terjadi karena pembangunan kampus dan sarana

infrastruktur yang menunjang mahasiswa seperti kost, tempat makan, Selain itu juga faktor pajak tanah yang tinggi dan kondisi sosial

ekonomi petani itu sendiri.

Strategi untuk mengurangi alih fungsi lahan yang dapat dilakukan

adalah dengan pembebasan pajak atas tanah, bantuan sarana produksi

pertanian dan pembentukan kelompok tani, serta aturan RTRW.

Kekhususannya dalam meneiliti faktor

alih fungsi lahan pertanian

Mengenai peneltian tentang alih fungsi lahan

menjadi perguruan tinggi dan strategi insentifnya

(30)

38

Menurut Coleman, sosiologi memusatkan perhatian pada sistem sosial, dimana fenomena makro harus dijelaskan oleh faktor internalnya, khususnya oleh faktor individu. Alasan untuk memusatkan perhatian pada individu dikarenakan intervensi untuk menciptakan perubahan sosial. Sehingga, inti dari perspektif Coleman ialah bahwa teori sosial tidak hanya merupakan latihan akademis, melainkan harus dapat mempengaruhi kehidupan sosial melalui intervensi tersebut. Fenomena pada tingkat mikro selain yang bersifat individual dapat menjadi sasaran perhatian analisisnya. Interaksi antar individu dipandang sebagai akibat dari fenomena yang mengemuka di tingkat sistem, yakni, fenomena yang tidak dimaksudkan atau diprediksi oleh individu.

(Coleman, 2013)

Teori pilihan rasional Coleman ini tampak jelas dalam gagasan dasarnya bahwa tindakan perseorangan mengarah pada suatu tujuan dan tujuan tersebut adalah tindakan yang ditentukan oleh nilai atau preferensi (pilihan).

Dalam mengejar tujuan tertentu, aktor tentu akan memperhatikan biaya tindakan berikutnya yang sangat menarik yang tak jadi dilakukan itu. Seorang aktor mungkin memilih untuk tidak mengejar tujuan yang bernilai sangat tinggi bila sumberdayanya tak memadai, bila peluang untuk mencapai tujuan itu mengancam peluangnya untuk mencapai tujuan berikutnya yang sangat bernilai. Aktor dipandang berupaya mencapai keuntungan maksimal, dan tujuan mungkin meliputi penilaian gabungan antara peluang untuk mencapai tujuan utama dan apa yang telah dicapai pada peluang yang tersedia untuk mencapai tujuan kedua yang bernilai (Ritzer, 2012: 357).

Dalam konsepsi sederhana mengenai sebuah sistem tindakan yang hendak disusun, jenis-jenis tindakan yang ada pada pelaku sangat dibatasi.

Semuanya dilakukan dengan satu tujuan meningkatkan realisasi kepentingan si pelaku dan bergantung pada kendala-kendala situasi.

(31)

39

memberlakukan kuasa atas sumber-sumber yang menjadi kepentingan seseorang dan yang dikuasai oleh seseorang itu, dalam rangka memenuhi kepentinganya. Namun tindakan ini sangat kecil secara sosial (kecuali jika ia memiliki pengaruh terhadap orang lain).

Jenis tindakan kedua, merupakan jenis tindakan besar yang melandasi banyak perilaku sosial penguasaan seorang pelaku atas benda-benda yang terhadapnya dia sangat berkepentingan. Proses ini mengikuti seluruh tujuan dalam meningkatkan upaya seseorang untuk merealisasikan kepentingan- kepentingan dengan asumsi bahwa kepentingan-kepentingan itu bisa lebih direalisasikan jika dia menguasai sesuatu ketimbang jika dia tidak menguasainya. Lazimnya diasumsikan bahwa kuasa atas suatu sumber oleh seorang pelaku memungkinkan dirinya untuk merealisir kepentingan apapun yang dia miliki terhadap sumber itu.

Jenis tindakan ketiga adalah pengalihan unilateral kuasa atas sumber- sumber yang menjadi kepentingan seseorang. Pengalihan itu dilakukan ketika asumsi yang melandasi jenis tindakan kedua tidak lagi digunakan. Dengan kata lain, seorang pelaku mengalihkan kontrak atas sumber-sumber unilateral ketika dia percaya bahwa kuasa pelaku lain atas sumber-sumber ini akan lebih memungkinkan untuk memenuhi kepentingannya dibanding bila dia yang memegang kuasa itu” (Coleman, 2013: 42).

Coleman menyatakan bahwa memerlukan konsep tepat mengenai aktor rasional yang berasal dari ilmu ekonomi yang melihat aktor memilih tindakan yang dapat memaksimalkan kegunaan ataupun keinginan serta kebutuhan mereka. Ada dua unsur utama dalam teori Coleman, yaitu aktor dan juga sumber daya.

Sumber daya ialah setiap potensi yang ada atau bahkan yang dimiliki.

Sumber daya tersebut dapat berupa sumber daya alam, yaitu sumber daya yang

(32)

40

manusia, yaitu potensi yang ada dalam diri seseorang. Sedangkan aktor ialah seseorang yang melakukan sebuah tindakan. Dalam hal ini ialah individu yang mampu memanfaatkan sumber daya dengan baik yaitu aktor.

Aktor dianggap sebagai individu yang memiiki tujuan, aktor juga memiliki suatu pilihan yang bernilai dasar yang digunakan aktor untuk menentukan pilihan yaitu menggunakan pertimbangan secara mendalam berdasarkan kesadarannya, selain itu aktor juga mempunyai kekuatan sebagai upaya untuk menentukan pilihan dan tindakan yang menjadi keinginannya.

Sedangkan sumber daya adalah dimana aktor memiliki kontrol serta memiliki kepentingan tertentu, sumber daya juga sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan oleh aktor . Pada kehidupan nyata, Coleman mengakui bahwa individu tidak selalu bertindak atau berperilaku rasional. (Ritzer, 2012:480).

Tetapi dalam hal ini akan sama saja apakah seorang aktor dapat bertindak dengan tepat menurut rasionalitas seperti yang biasa dibayangkan ataupun menyimpang dari cara-cara yang diamati. Tindakan rasional individu dilanjutkan dengan memusatkan perhatian pada hubungan mikro-makro, ataupun bagaimana cara hubungan tindakan individual menimbulkan perilaku sistem sosial. Teori pilihan rasional berangkat dari tujuan atau maksud aktor, tetapi pada teori ini memiliki pandangan terhadap dua pemaksa utama tindakan.

Pertama adalah keterbatasan sumber daya, bagi aktor yang mempunyai sumber daya besar, maka pencapaian tujuan cenderung lebih mudah. Hal ini berkorelasi dengan biaya, pemaksa utama, dan yang kedua adalah tindakan aktor individual, tindakan aktor individual disini adalah lembaga sosial.

Dengan menggunakan pendekatan rasionalnya, Coleman menerangkan serentetan fenomena tingkat makro. Dasar pendirian adalah bahwa teoritisi perlu memelihara gambaran mereka mengenai aktor terus menerus dan dari

(33)

41 tingkat mikro (Ritzer, 2012: 395).

1. Perilaku Kolektif

Menurut pandangan Coleman, teori pilihan rasional dapat menjelaskan semua jenis fenomena makro, tak hanya yang teratur dan stabil saja. Apa yang menyebabkan perpindahan dari aktor rasional ke berfungsinya sistem yang disebut “perilaku kolektif” yang liar dan bergolak adalah pemindahan sederhana pengendalian atas tindakan seorang aktor ke aktor lain….yang dilakukan secara sepihak, bukan sebagai bagian dari pertukaran. Biasanya upaya memaksimalkan kepentingan individu itu menyebabkan keseimbangan kontrol antara beberapa aktor dan ini menghasilkan keseimbangan dalam masyarakat (Ritzer, 2012: 396).

2. Norma

Menurut Coleman norma dipertahankan oleh beberapa individu yang melihat keuntungan yang dihasilkan dari pengalaman terhadap norma dan kerugian yang berasal dari pelanggaran norma itu. Orang ingin melepaskan pengendalian terhadap perilaku mereka sendiri, tetapi dalam proses, mereka memperoleh pengendalian (melalui norma) terhadap perilaku orang lain. Aktor dilihat berupaya memaksimalkan utilitas mereka sebagian dengan cara menggerakkan hak untuk mengendalikan diri mereka sendiri dan memperoleh sebagian hak untuk mengendalikan aktor lain. Norma juga dapat menguntungkan orang tertentu dan merugikan orang lain. Disini aktor menggunakan hak untuk mengendalikan (melalui norma) tindakan orang lain. Dalam pembahasan masalah mikro mengenai norma Coleman menjelaskan bahwa sekumpulan aktor berkepentingan untuk menyuruh aktor lain dengan mengingatkan norma yang diinternalisasikan norma dan

(34)

42

seperti itu dapat efektif dengan biaya yang masuk akal. (Ritzer, 2012 : 397) 3. Aktor Korporat

Aktor Korporat. Pada tingkat makro Coleman membahas mengenai aktor kolektif dimana aktor tidak boleh bertindak menurut kepentingan pribadi mereka, tetapi harus bertindak menurut kepentingan kolektivitas.

Menurutnya ada bermacam-macam aturan dan mekanisme untuk beralih dari pilihan individual ke pilihan kolektif (sosial). (Ritzer, 2012: 398)

Aktor kolektif maupun aktor individual masing-masing memiliki tujuan. Dalam struktur kolektif, misalkan sebuah organisasi dimana aktor individual dapat mengejar tujuan pribadi mereka masing-masing yang mungkin berbeda dengan tujuan kolektif. Menurut Coleman sebagai teoritisi pilihan rasional, ia bertolak dari individu dan dari gagasan bahwa semua gagasan dan hak dan sumber daya ada pada tingkat individu dimana kepentingan individu menentukan jalannya peristiwa. Coleman membantah hal tersebut, menurutnya dalam masyarakat modern aktor kolektif mengambil peran yang makin penting yaitu dapat bertindak demi keuntungan atau kerugian individu.

Kemunculan Aktor korporat didalam perubahan sosial dianggap sebagai pelengkap aktor ‘pribadi natural’ dimana keduanya dapat dianggap sebagai aktor karena keduanya mempunyai pengendalian terhadap sumberdaya dan peristiwa, kepentingan terhadap sumber daya dan peristiwa, dan mempunyai kemampuan mengambil tindakan untuk mencapai kepentingan mereka melalui pengendalian itu.

Dalam melihat “Perubahan dan Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Desa Singopuran, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo” teori pilihan rasional ini menekankan pada dua hal yaitu aktor dan sumber daya. Aktor yang dimaksud ialah petani yang memiliki tujuan tertentu untuk terus

(35)

43

untuk bercocok tanam atau karena beberapa faktor lainnya.

Teori ini lebih menekankan aktor yang dalam hal ini diartikan sebagai individu yang melakukan sebuah tindakan. Tindakan tersebut diharapkan mampu menghasilkan sebuah perubahan sosial. Ketika para petani memilih suatu pilihan untuk bertahan dalam kondisi yang susah sehingga petani memilih untuk menjual tanahnya. Strategi bertahan hidup petani ini merupakan sebuah pilihan, yang didalamnya memiliki sebuah tindakan yang dilakukan oleh individu dan dianggap rasional. Dan tindakan tersebut dapat membuat perubahan pada hidupnya, yaitu merubah cara untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Aktor memang memegang peranan yang sentral untuk melakukan sebuah tindakan. Setiap pilihan yang dipilih oleh petani untuk dijadikan alasan bertahan hidup dianggap sesuatu yang rasional, karena itu yang menjadikan mereka untuk tetap terus bisa melanjutkan hidupnya. Sementara sumber daya disini ialah sawah yang mereka miliki. Tidak semua petani di Singopuran memiliki lahan pertanian yang luas, sehingga setiap tindakan alih fungsi lahan pun berbeda-beda penyebabnya

Teori pilihan rasional merupakan alat untuk berpikir logis, berfikir rasional, didalam membuat suatu keputusan. Sama halnya dengan para petani miskin yang memilih suatu pilihan yang dianggap paling rasional (sesuai dengan akal) dibandingkan dengan pilihan-pilihan lainnya untuk tetap dapat mempertahankan hidupnya dan menyambung kehidupannya. Strategi atau cara yang diambil merupakan suatu hal yang telah dipikirkan dan dipertimbangkan sebelumnya hingga pada akhirnya menjadi suatu keputusan yang dipandang sangat rasional.

(36)

44

tindakan manusia mempunyai maksud dan tujuan yang dibimbing oleh hirarki yang tertata rapi oleh preferensi ( Damsar, 2011:153). Dalam hal ini rasional berarti:

1. Aktor melakukan perhitungan dari pemanfaatan atau preferensi dalam pemilihan suatu bentuk tindakan.

2. Aktor juga menghitung biaya bagi setiap jalur perilaku.

3. Aktor berusaha memaksimalkan pemanfaatan untuk mencapai pilihan tertentu

D. Kerangka Berpikir

Keputusan para petani dalam mempertahankan ataupun menjual lahannya merupakan suatu keputusan yang paling penting dalam proses terjadinya alih fungsi lahan. Karena petani sebagai pemilik lahan memiliki kontrol atas lahannya. Apabila petani memutuskan untuk menjual lahannya maka akan terjadi suatu perubahan yang terjadi pada kehidupannya dan juga keberlangsungan lahan yang dijualnya karena sudah berpindah tangan. Maka bisa terjadi alih fungsi lahan pertanian. Seperti yang terjadi di Desa Singopuran, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo banyak terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan. Hal tersebut memberikan dampak dan perubahan sosial petani. Dari proses alih fungsi lahan pastinya ada hal-hal yang terjadi, dari lingkungan fisik maupun sosial budaya. Kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah dengan adanya keputusan petani menjual lahannya setidaknya ada tiga hal pokok yang menjadi perhatian kami, yakni pembangunan perumahan, kondisi lahan pertanian, serta kondisi petani berkat adanya pembangunan perumahan. Dari ketiga hal pokok ini tentunya ada hal-hal yang menarik untuk dikupas lebih

(37)

45

lahan pertanian menjadi perumahan di Desa Singopuran.

Dalam Teori James Coleman tentang pilihan rasional yang menjadi faktor penentu adalah aktor dan sumberdaya (Ritzer, 2012:480), dalam kasus penelitian ini aktor merupakan petani pemilik lahan ataupun orang pemilik lahan dan sumberdaya merupakan lahan yang dimiliki. Teori ini kami gunakan untuk melihat faktor apa yang membuat petani menjual lahannya sehingga terdapat aktor korporat yang merubah kondisi lahan menjadi perumahan dan bagaimana dampak perubahan pada petani.

Bagan 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Faktor Alih

Fungsi Lahan

Kondisi Petani Kondisi Lahan

Pertanian

Dampak Alih Fungsi Lahan

Pertanian Perubahan

Tanggapan Masyarakat

Gambar

Tabel 2. 1 (Lanjutan)
Tabel 2. 1 (Lanjutan)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian secara umum adalah menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga petani plasma kelapa sawit di Sumatera Selatan,

Dokumen ini membahas tentang definisi dan jenis

Dokumen ini membahas tentang definisi

Dokumen ini membahas tentang definisi dan konsep

Dokumen ini membahas tentang definisi dan organisasi

Dokumen ini membahas tentang definisi dan pengaturan hukum pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat serta prosedur penyelesaiannya secara internasional dan

Dokumen ini membahas definisi company profile yang berasal dari gabungan kata 'company' dan 'profile', serta fungsinya sebagai gambaran umum perusahaan untuk promosi

Teks ini membahas definisi *brand image* menurut beberapa ahli dan menjelaskan bahwa *brand image* adalah persepsi konsumen terhadap suatu merek yang terbentuk dari informasi dan pengalaman masa