• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of DESAIN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN IPS UNTUK MERESPON TANTANGAN ABAD 21

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "View of DESAIN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN IPS UNTUK MERESPON TANTANGAN ABAD 21"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

106 | https://etdci.org/journal/ijesd/index

Desain Model Problem Based Learning dalam Pembelajaran IPS Untuk Merespon Tantangan Abad 21

1Ade Handayani, 2Nurul Sumayya, 3Rijaluddin, 4Mathias Gobay

1, 2, 3, 4

Mahasiswa Magister Pendidikan Sosiologi, Universitas Muhammadiyah Makassar

*Email: adehandayani49@gmail.com

Abstract. The main problem in this article is about how to design a Problem Based Learning model in social studies learning to respond to the challenges of the 21st century. This article aims to explore the design of a problem based learning model in social studies learning to respond to the challenges of the 21st century.

The results of this article are that in responding to the challenges of 21st century education in social studies learning, students must equip four skills or what is commonly abbreviated as 4C, namely, communication, collaboration, critical thinking and problem solving. as well as creativity and innovation (creative and innovation). Therefore, there are five stages in the design of the Problem Based Learning model in social studies learning including, 1) observing a phenomenon, 2) noting problems that arise from this phenomenon, 3) stimulating students to improve their critical thinking skills about a given phenomenon, 4) motivating students and 5) conducting evaluations in a learning process so that they are able to solve problems creatively or innovatively and can even develop and improve critical thinking skills.

Keywords: IPS Learning, Problem Based Learning, Challenges of the 21st Century

Abstrak. Masalah utama dalam artikel ini tentang bagaimana desain model Problem Based Learning pada pembelajaran IPS untuk merespon tantangan abad 21. Artikel ini bertujuan mengeksplorasi desain model Problem Based Learning pada pembelajaran IPS untuk merespon tantangan abad 21.

Hasil artikel ini adalah dalam merespon tantangan pendidikan abad 21 dalam pembelajaran IPS, peserta didik harus membekali empat keterampilan atau yang biasa disingkat 4C antara lain, communication (komunikasi), collaboration (kolaborasi), critical thinking and problem solving (berpikir kritis dan pemecahan masalah) serta creativity and innovation (kreatif dan inovasi). Oleh karena itu, terdapat lima tahapan dalam desain model Problem Based Learning dalam pembelajaran IPS meliputi, 1) mengobservasi suatu fenomena, 2) mencatat permasalahan yang muncul dari fenomena tersebut, 3) merangsang peserta didik guna meningkatkan kemampuan berpikir kritis mengenai suatu fenomena yang diberikan, 4) memotivasi pesrta didik dan 5) melakukan evaluasi dalam suatu proses pembelajaran sehingga mampu memecahkan masalah secara kreatif ataupun inovatif bahkan dapat mengembangkan serta meningkatkan kemampuan berpikir kritis.

Kata Kunci: Pembelajaran IPS, Problem Based Learning, Tantangan Abad 21

(2)

107 | https://etdci.org/journal/ijesd/index INTRODUCTION

Pendidikan adalah suatu upaya untuk meningkatkan berbagai kualitas serta potensi yang pada dasarnya dimiliki oleh setiap individu atau dengan kata lain, peningkatan maupun pengembangan sumber daya manusia secara berkelanjutan yang memiliki peran amat sangat penting. Pendidikan yang mempunyai kualitas sangat diharapkan guna mendukung terwujudnya manusia yang terampil, cerdas serta mampu bersaing pada abad 21. Pendidikan juga dapat dikatakan sebagai usaha yang sadar bahkan terencana guna mewujudkan suasana belajar yang tentunya memiliki suatu kekuatan religius keagamaan, akhlak mulia, pengendalian diri, kepribadian, dan kecerdasan bahkan keterampilan yang diinginkan bagi dirinya, masyarakat bangsa maupun negara sebagaimana yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pendidikan pada abad 21 ini menjadi semakin penting untuk menjamin peserta didik memiliki suatu keterampilan belajar yang inovatif, kerampilan menerapkan teknologi bahkan media informasi serta bekerja maupun bertahan dengan keterampilan untuk hidup, akan tetapi pada abad 21 tentunya mempunyai berbagai tantangan dalam dunia pendidikan. Menurut Sutisna dkk (20009) menerangkan bahwa dunia pendidikan saat ini mengalami berbagai permasalahan, meliputi, 1) proses pembelajaran pada dasarnya berlandaskan terhadap suatu orientasi yang berupa penguasaan hafalan maupun teori sehingga menyebabkan penalaran atau daya kritis siswa kurang berkembang, 2) minimnya monitoring terhadap suatu mutu pendidikan, 3) pembelajaran kurang kontekstual dengan liingkungan sekitar diakibatkan tuntutan kurikulum yang membebankan dan 4) profesionalisme guru. Dalam suatu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan pada abad 21 tentunya penentuan konten menjadi kunci utama yang senantiasa harus disesuaikan dengan perkembangan zaman serta kondisi yang sesuai pada abad 21 sekarang ini, meliputi desain kurikulum, penentuan kompetensi, maupun pendekatan pembelajaran.

Menurut Widodo dan Insraswati (2019) terdapat suatu perubahan mazhab baru yang ada pada kurikulum 2013, dimana dalam proses pembelajaran lebih fokus pada peserta didik dan menerapkan pembelajaran saintifik. Sementara itu, Tilaar dalam (Estetika, 2016) mendalilkan bahwa perlu adanya suatu mazhab baru guna merespon tantangan abad 21, sehingga tantangan baru tersebut menginginkan suatu terobosan akal sehat, maka, output yang akan keluar sangat bermutu dan dapat bersaing dengan dunia global yang serba terbuka. Dalam menghadapi tantangan pendidikan abad 21, tentunya juga peserta didik harus membekali empat keterampilan atau yang biasa disingkat 4C antara lain, communication (komunikasi), collaboration (kolaborasi), critical thinking and problem solving (berpikir kritis dan pemecahan masalah) serta creativity and innovation (kreatif dan inovasi).

Sementara itu, menurut US-based Apallo Education Group dalam (Barry, 2012) mengindentifikasi bahwa terdapat sepuluh keterampilan yang sangat dibutuhkan pada abad 21 antara lain, keterampilan berpikir kritis, kepemimpinan, komunikasi, kemampuan beradaptasi, berkolaborasi, akuntabilitas dan produktifitas, kewarganegaraan global, berinovasi, kemampuan dan keinginan akan berwirausaha, kemampuan untuk mengakses menganalisis serta mensintesis informasi. Pendapat yang tidak jauh berbeda yang didalilkan oleh Frydenberg dan Andone (2011) menegaskan bahwa guna merespon tantangan abad 21, setiap peserta didik harus memiliki keterampilan berpikir kritis, pengetahuan serta keterampilan literasi digital, literasi media bahkan menguasai teknologi informasi dan komunikasi maupun literasi informasi. Pendapat yang mendukung, juga diterangkan oleh Litbang Kemendikbud (2013) dengan merumuskan suatu mazhab pembelajaran pada abad 21 dengan menuntut kepada peserta didik guna mengeksplorasi lebih mendalam, merumuskan suatu masalah, analitis serta berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Pelaksanaan pembelajaran pada abad 21, terkhusus pada pembelajaran IPS tujuan utamanya adalah dengan mengembangankan berbagai potensi pada peserta didik untuk lebih sadar terhadap fenomena masalah sosial serta materi dalam pembelajaran IPS harus dapat diberikan secara menarik dan menggunakan suatu pokok permasalahan rill yang ada dalam masyarakat sebagai salah satu konteks bagi peserta didik sehingga dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis bahkan mampu untuk belajar dalam memecahkan masalah. Akan tetapi, fakta nyata yang terdapat dilapangan menunjukkan bahwa dalam menyajikan pembelajaran IPS cenderung tekstual dan hanya sekedar mengajarkan berbagai konsep. Oleh karena itu, dalam penyajian pembelajaran IPS hakikatnya perlu

(3)

108 | https://etdci.org/journal/ijesd/index

menerapkan model Problem Based Learning sehingga memperkuat pendekatan yang ilmiah sehingga peserta didik mampu memecahkan masalah secara kreatif dan inovatif bahkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir yang sangat kritis. Selain itu, melalui model Problem Based Learning sehingga peserta didik mampu mengkonsruksi pengetahuan serta dapat belajar mengenai kehidupan, dari kehidupan dan untuk kehidupan.

METHOD

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat studi pustaka (library research) dengan menggunakan sumber data berupa buku-buku referensi dan artikel-artikel jurnal ilmiah. Pada penelitian ini rangkaian kegiatannya berkenanaan dengan pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, lalu mengolah informasi yang sesuai dan diperlukan untuk menjawab rumusan masalah yang akan dipecahkan (Wiratna, 2014: 57).

Adapun prosedur yang dilakukan pada penelitian studi pusataka ini meliputi: 1) menggali ide umum tentang penelitian, 2) mencari informasi yang mendukungtopik penelitian, 3) mempertegas fokus penelitian dan mengorganisasi bahan yang sesuai, 4) Mencari dan menemukan sumber data berupa sumber pustaka utama yaitu buku dan artikel-artikel jurnal ilmiah, 5) melakukan re-organisasi bahan dan catatan simpulan yang didapat dari sumber data, 6) melakukan review atas informasi yang telah dianalisis dan sesuai untuk membahas dan menjawab rumusan masalah penelitian, 7) memperkaya sumber data untuk memperkuat analisis data dan 8) menyusun hasil penelitian.

RESULT AND DISCUSSION Tantangan Abad 21

Dunia pendidikan mengharuskan peserta didik sebagai salah satu sumber daya manusia untuk mampu menguasai suatu kompetensi atau keterampilan, oleh karena itu, ini menjadi tantangan yang begitu nyata dalam ranah pendidikan pada abad 21. Dengan adanya tantangan abad 21 yang mengalami percepatan perubahan ilmu pengetahuan yang berlangsung sangat pesat dengan dukungan teknologi digital serta media. Maka, kegiatan proses pembelajaran wajib direlevansikan sesuai kondisi saat ini. Bahan yang dijakan sebagai pembelajaran juga harus diformat sedemikian rupa secara lebih kontekstual sehingga peserta didik dapat merespon tantangan serta mampu berkolaborasi dalam menyusun suatu solusi untuk dapat memecahkan masalah dari informasi yang diperoleh.

Menurut Greenstein dalam (Sugiyarti, 2018) menegaskan bahwa pendidikan abad 21 menuntut para peserta didik untuk menguasai keilmuan, mempunyai keterampilan metakognitif, dapat berpikir krtis serta kreatif maupun berkomunikasi dan berkolaborasi. Maka, kurikulum K13 yang pada dasarnya mempunyai basis pada suatu perkembangan peserta didik dengan menerapkan kemampuan 4C (Critical Thingking, Communication, Collaboration and Creativity).

Menurut Anies Baswedan dalam (Republika, 2016) mendalilkan bahwa keterampilan 4C yang dimaksud antara lain, 1) Critical Thingking merupakan suatu kemampuan peserta didik untuk menalar, menganalisis, mengungkapkan serta memecahkan masalah sehingga peserta didik dapat memfilter berbagai informasi yang semakin banyak berita hoax yang tersebar di masyarakat luas, 2) Communication adalah peserta didik mempunyai suatu kemampuan untuk menyampaikan, menanggapi, serta menggunakan informasi guna dapat terhubung dengan orang lain sehingga tercapai suatu perubahan kearah yang lebih maju, 3) Collaboration yaitu kemampuan peserta didik yang dapat menghasilkan sesuatu bagi masyarakat, oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama serta tanggung jawab dengan orang lain dan 4) Creativity merupakan suatu kemampuan peserta didik untuk menciptakan penemuan baru.

Keterampilan lain, yang wajib dimiliki peserta didik untuk menghadapi tantangan abad 21 menurut Wagner dalam (Hidayah, 2017) mengemukakan bahwa terdapat tujuh keterampilan yaitu, 1) berpikir kritis untuk dapat memecahkan masalah, 2) mempunyai jiwa kepemimpinan dan dapat berkolaborasi dengan siapa saja, 3) kemampuan berdaptasi dan tangkas dalam memecahkan suatu

(4)

109 | https://etdci.org/journal/ijesd/index

persoalan, 4) memiliki jiwa wirausaha serta inisiatif, 5) mempunyai komunikasi yang lebih efektif, 6) mampu mengakses dan menganalisis informasi serta 7) berimajinasi.

Pembelajaran IPS Abad 21

Pembelajaran IPS menurut Sapri`ya (2017) menegaskan bahwa pembelajaran IPS pada dasarnya banyak mengadopsi pemikiran sosial studies dari NCSS. Oleh karena itu, seiring berjalannya waktu, perubahan demi perubahan terjadi pada pembelajaran IPS. Perubahan terakhir dirasakan dengan bergulirnya kurikulum 2013, bahkan perubahan terbesar terletak bagaimana komposisi pendidikan pembelajaran IPS itu disajikan dengan melakukan suatu inovasi dalam praktik pengajarannya.

Terlebih lagi dalam merespon tantangan abad 21, yang dimana pembelajaran IPS harus mampu menyusuaikan dirinya. Lebih lanjut, menurut Nganga (2019) mendalilkan bahwa abad 21 berkaitan dengan semua aspek kehidupan dan tidak terkecuali dengan bidang sosial, sehingga pernyataaan tersebut memberi isyarat bahwa pembelajaran IPS dunia global seperti abad 21 masih dibutuhkan.

Pembelajaran IPS merupakan penyederhanaan dari keanekaragaman ilmu-ilmu sosial yang tentunya dikemas sedemikan rupa untuk suatu tujuan pendidikan. Ilmu sosial yang termasuk dalam pembelajaran IPS antara lain, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi maupun Geografi. Melalui ilmu tersebut, sehingga terdapat banyak suatu konsep-konsep ilmu sosial yang bermanfaat untuk keterampilan peserta didik. Misalkan, pada ilmu Sejarah terdapat suatu nilai inspiratif kepada yang mempelajarinya, sehingga melalui sejarah peserta didik dapat belajar dari ruang lingkup terdahulu dan jika ini dikembangkan dapat merangsang peserta didik untuk selalu kreatif dan inovatif.

Sementara itu, pada pembelajaran IPS dalam ruang lingkup sosiologi mempelajari mengenai hubungan sosial dan bagaimana bekerja sama dengan baik, maka kedua konsep tersebut merupakan salah satu keterampilan sosial yang diperlukan dalam abad 21. Kedua cara tersebut juga termasuk dalam suatu kategori 4C. Hal ini mempunyai relevansi dengan hasil riset yang dilakukan oleh Indraswati (2020) mengatakan bahwasanya untuk menjawab tantangan abad 21 pada pembelajaran IPS adalah dengan menerapkan keterampilan 4C melalui model Problem Based Learning. Sejalan dengan itu, Ridwan (2016) mengemukakan melalui pembelajaran IPS sumber daya manusia yang beradab, berkarakter serta berbudaya diharapkan dapat tercapai.

Terdapat pula suatu hasil penelitian yang dilakukan Heafner (2004) menyebutkan bahwa dalam pembelajaran IPS abad 21 sebagai salah satu solusi guna meningkatkan keterampilan peserta didik yang termasuk dalam kategori 4C dengan memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran. Pendapat yang tidak jauh berbeda juga didalilkan oleh Mason (2000) dengan menekankan dalam proses pembelajaran IPS harus efektif mengintegrasikan teknologi, sehingga dengan melalui teknologi dalam pembelajaran IPS peserta didik dapat mengeksplorasi suatu kemampuan yang dimilikinya.

Model Problem Based Learning

Pada masa John Dewey dalam (Trianto, 2007: 68) istilah Problem Based Learning, disinyalir mulai dikenali. Model pembelajaran ini pada hakikatnya berdasarkan suatu kajian yang dilakukan John Dewey dengan memberikan penekanan betapa relevansinya suatu pengalaman pada proses pembelajaran. Menurut John Dewey Problem Based Learning berdasarkan masalah, artinya suatu interaksi antara stimulus serta respon yang berhubungan antara dua arah belajar dengan lingkungan.

Lingkungan mengajikan suatu masalah, sementara itu saraf otak memantau suatu fungsi untuk menyelidiki, menafsirkan suatu masalah, menganalisis maupun mencari solusi pemecahannya dengan sebaik mungkin.

Model Problem Based Learning merupakan suatu model yang sangat relevansi atau tepat untuk dikembangkan dalam merespon isu-isu bahkan sebagai peningkatan kualitas pembelajaran teknologi serta untuk mengantisipasi berbagai perubahan-perubahan yang terjada dalam dunia kerja. Problem Based Learning juga sebagai model pembelajaran untuk mampu menggerakkkan peserta didik secara lebih aktif memecahkan suatu masalah yang bersifat kompleks dalam suatu realitas. Menurut Bound dan Falleti dalam (Demitra, 2003) menegaskan bahwa Problem Based Learning yaitu model pendekatan yang membelajarkan kepada peserta didik yang kemudian dikonfrontasikan dengan suatu masalah praktis yang berbentuk ill structured atau open ended melalui suatu stimulan dalam belajar.

(5)

110 | https://etdci.org/journal/ijesd/index

Sementara itu, menurut Abuddin (2009: 243) mengatakan bahwa Problem Based Learning yaitu suatu penyajian bahan pembelajaran yang menjadikan suatu masalah sebagai suatu titik tolak pembahasan serta dijadikan sebagai pusat perhatian untuk mampu dianalisis bahkan disintesis dalam suatu usaha mencari jawaban atau pemecahannya yang dilakukan oleh peserta didik. Permasalahan tersebut dapat diajukan atau diberikan seorang tenaga pendidik kepada peserta didik yang kemudian dijadikan pembahasan serta ditelusuri pemecahannya dalam suatu kegiatan pembelajaran.

Problem Based Learning mempunyai orientasi pada pandangan dan bersifat konstrutivistik memuat berbagai karakteristik kontekstual, berpikir metakognisi, kolaboratif serta memfasilitasi dalam pemecahan masalah. Howards memberikan suatu defisini Problem Based Learning sebagai suatu strategi pembelajaran yang dimana hasil maupun proses belajar mengajarnya diarahkan kepada pengetahuan serta penyelesaian suatu masalah. Pendapat yang tidak jauh berbeda oleh Nurhadi (2004) menegaskan bahwa Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran bagi peserta didik yang pada hakikatnya menggunakan dunia nyata sebagai suatu konteks berpikir kritis serta keterampilan dalam memecahkan suatu persoalan dan untuk menghasilkan pengetahuan maupun konsep berbagai materi pelajaranyang esensial. Maka, Problem Based Learning juga dikatakan sebagai pembelajaran yang meneropong suatu persoalan nyata dan dijumpai dilingkungan sekitar atas dasar guna memperoleh suatu ilmu pengetahuan maupun konsep melalui kemampuan berpikir kritis dan memecahkan persoalan. Problem Based Learning sering dilakukan dalam suatu lingkungan belajar tim berupa penekanan serta keterampilan yang berhubungan dengan pengambilan keputusan secara berdialog, berdiskusi maupun bekerja sama.

Dalam pembelajaran Problem Based Learning terdapat suatu karakteristik, sebagaimana yang dipublikasin oleh Min Liu dalam (Marhamah, 2013: 206) meliputi, 1) learning is student centered, merupakan proses pembelajaran kepada peserta didik sebagai seorang pelajar, maka, Problem Based Learning didukung oleh suatu teori konstruktivisme yang dimana peserta didik diberikan dorongan untuk dapat mengembangkan pengetahuan mereka, 2) authentic problems from the organizing focus for learning, artinya, persoalan yang diberikan kepada peserta didik adalah suatu yang otentik sehingga peserta didik mampu dengan mudah merespon suatu persoalan dan dapat menggunakannya dalam kehidupan profesionalnya, 3) new information is acquired through self directed learning, maksudnya ialah peserta didik dalam suatu proses pemecahan masalah mungkin belum mehami, mengetahui semua penguatan yang menjadi prasyaratnya, maka peserta didik berusaha mencari sendiri berbagai sumber, baik dari buku, internet ataupun sumber yang terkait, 4) learning occurs in small groups merupakan guna terjadinya suatu interaksi yang ilmiah yang dalam usaha membangun kolaborasi untuk menghasilkan pengetahuan sehingga pembelajaran dilaksanakan berkelompok dan 5) learning act as facilitators, artinya dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning tenaga pendidik wajib selalu memantau suatu perkembangan aktivitas peserta didik untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai karena tenaga pendidik berperan sebagai fasilitator.

Problem Based Learning menurut Sanjaya (2010: 210) mempunyai keunggulan maupun kelemahan. Keunggulan Problem Based Learning meliputi, 1) problem solving merupakan suatu teknik yang sangat relevan untuk konteks saat ini agar lebih memahami pelajaran, 2) pemecahan masalah tentunya juga meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik, 3) memberikan suatu kepuasan guna menemukan pengetahuan baru bagi peserta didik dan dapat menantang kemampuan peserta didik dalam memecahkan persoalan, 4) pemecahan persoalan atau masalah dapat membantu peserta didik mentransfer pengetahuan mereka guna memahami persoalan dalam dunia nyata, 5) melalui pemecahan masalah sehingga memperlihatkan kepada peserta didik bahwa setiap mata pelajaran merupakan cara berpikir terkhusus mata pelajaran IPS, 6) pemecahan persoalan dianggap lebih disukai dan menyenangkan bagi peserta didik, 7) pemecahan persoalan diangggap dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik serta mengebangkan keahlian mereka guna menyesuaikan dengan suatu pengetahuan yang baru, 8) pemecahan persoalan dapat pula mengembangkan minat peserta didik sehingga secara terus-menerus belajar dan 9) pemecahan masalah dapat membantu pesrta didik untuk bertanggung jawab dalam pembeajaran yang mereka lakukan, disamping itu, pemecahan masalah juga dapat memberikan dorongan bagi peserta didik untuk melakukan suatu evaluasi baik terhadap hasil maupun pada saat proses pembelajaran.

(6)

111 | https://etdci.org/journal/ijesd/index

Sedangkan kelemahan dalam model Problem Based Learning meliputi, 1) bila peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai suatu kepercayaan untuk memecahkan suatu masalah, maka peserta didik enggan untuk mencoba, 2) keberhasilan strategi pembelajaran membutuhkan cukup waktu untuk melakukan persiapan, 3) Problem Based Learning tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, 4) Problem Based Learning membutuhkan waktu yang tidak sedikit oleh karena itu sangat dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan walaupun Problem Based Learning berfokus pada masalah bukan konten materi serta 5) Problem Based Learning membutuhkan suatu kemampuan tenaga pendidik yang dapat mendorong kerja peserta didik dalam kelompok secara efektif dengan memberikan berbagai motivasi.

Desain Model Problem Based Learning dalam Pembelajaran IPS Abad 21

Problem Based Learning merupakan model pembelajaran terampil yang layak dikembangkan seiring dengan tuntutan pembelajaran dalam pengaplikasian kurikulum 2013 guna merespon tantangan abad 21. Oleh karena itu, sangat relevan dengan karakteristik Problem Based Learning sebagai suatu model pembelajaran konstruktivistik yang berorientasi pada student centered learning yang mampu menumbuhkan keterampilan kolaboratif, kreatif, mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi berpikir metakognisi, meningkatkan pemahaman akan suatu makna, meningkatkan kemandirian bagi peserta didik, memfasilitasi pemecahan dalam suatu masalah serta membangun kerja tim.

Menurut Arends (2007) model Problem Based Learning pada hakikatnya terdapat suatu prinsip yang dalam mengajarnya yang memiliki penekanan pada keterlibatan peserta didik secara aktif, orientasi yang induktif, serta penemuan atau pengkontruksian pengetahuan para peserta didik itu sendiri. Adapun sintaksis dalam model Problem Based Learning sebagaimana pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Sintaksis Model Problem Based Learning

Tahapan Perilaku Tenaga Pendidik

Tahapan 1

Memberikan suatu orientasi mengenai permasalahan kepada peserta didik

Tenaga pendidik menjelaskan tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik dan memberikan motivasi kepada peserta didik untuk lebih aktif terlibat langsung dalam mengatasi persoalan Tahapan 2

Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar

Tenaga pendidik membantu mendefinsikan serta mengorganisasikan tugas-tugas belajar, yang berkaitan dengan permasalahan tersebut

Tahapan 3

Membimbing

penyelidikan individual maupun kelompok

Tenaga pendidik mendorong mendapatkan suatu informasi yang relevan atau tepat bahkan sesuai,

melakukan eksperimen maupun penjelasan berupa solusi

Tahapan 4 Mengembangkan serta menyajikan hasil karya

Tenaga pendidik membantu peserta didik dalam

menyusun strategi serta menyiapkan karya yang relevan meliputi video, laporan dan model serta membantu menyampaikannya kepada yang lain

Tahapan 5

Menganalis serta mengevaluasi proses dalam pemecahan suatu masalah

Tenaga pendidik membantu merefleksi, penyelidikan bahkan evaluasi dalam pemecahan masalah

Sebagaimana sintaksis yang telah dirumuskan diatas, sehingga dalam mengimplementasikan model Problem Based Learning pada pembelajaran IPS ada beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan:

(7)

112 | https://etdci.org/journal/ijesd/index

Pertama, tenaga pendidik yaitu mengobservasi suatu fenomena, misalnya, meminta kepada peserta didik untuk menonton suatu video di youtube mengenai materi konflik yang terjadi di Indonesia, link https://youtu.be/6wqR5_oYpEQ atau memberikan suatu arahan untuk mereview seperti ada gambar 1.

Gambar 1. Konflik di Indonesia

Kedua, tenaga pendidik mengarahkan peserta didik untuk membuat catatan permasalahan yang muncul, misalnya, setelah selesai menonton video youtube atau mereview gambar mengenai konflik yang terjadi di Indonesia sehingga peserta didik dapat mendiskusikan dengan teman-temannya.

Ketiga, tugas tenaga pendidik dalam pembelajaran IPS adalah merangsang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan persoalan mengenai konflik yang terjadi di Indonesia. Keempat, tenaga pendidik mampu memberikan suatu motivasi kepada peserta didik agar mereka aktif atau berani bertanya, membuktikan berbagai asumsi serta mendengarkan pendapat yang beragam.

Kemudian yang kelima adalah tenaga pendidik melakukan suatu evaluasi dalam pembelajaran Problem Based Learning dengan melakukan penilaian tidak hanya menilai hasil akhir, akan tetapi menyangkut keselurahan aktivitas pelaksanaan model Problem Based Learning yang melibatkan keterampilan 4C secara terintegrasi. Kemampuan keterampilan 4C tersebut dinilai dengan lembar observasi yang berisi berbagai indikator antara lain, 1) mampu merumuskan suatu pokok permasalahan, 2) mampu memberikan suatu alasan yang relevan atau logis, 3) mampu mengungkapkan fakta berdasarkan hasil review video ataupun gambar mengenai konflik yang terjadi di Indonesia, 4) menggunakan sumber belajar yang relevan kredebilitasnya, 5) mampu memberikan suatu solusi dari permasalahan pada review video atau gambar mengenai konflik yang terjadi di Indonesia, 6) mampu menjawab serta bersikap terbuka atas pendapat teman yang lainnya dan 7) mampu menentukan suatu akibat dari pengambilan keputusan.

Model Problem Based Learning sangat jelas terlihat melibatkan peserta didik secara lebih aktif.

Peserta didik tidak menerima semata-mata materi pelajaran dari tenaga pendidik, akan tetapi berusaha menggali serta mengembangkannya sendiri. Oleh karena itu, model Problem Based Learning sangat penting dalam pembelajaran IPS digunakan agar peserta didik mampu melakukan suatu analisis, merangsang, serta melakukan suatu sintesis yang sesuai atas inisiatif perseta didik itu sendiri dimana persoalan itu berada sebab dalam pembelajaran IPS peserta didik harus mempunyai keterampilan untuk meneropong sebab akibat atau relasi dari beragam informasi yang didapatkan untuk menemukan solusi dalam memecahkan persoalan sehingga peserta didik dapat menguasai keterampilan 4C dalam merespon tantangan abad 21.

(8)

113 | https://etdci.org/journal/ijesd/index REFERENCE

Abdullah Sani,Abdullah Sani. 2016. Penilaian Autentik. Jakarta: PT. Bumi Aksara Abuddin, Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009

Barry, M. 2012. What skills will you need to succeed in the future? Phoenix Forward (online). Tempe, AZ, University of Phoenix

Demitra. 2003. Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika Sekolah Dasar dengan Pendekatan Problem Based Learning. Makalah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran di Hotel Inna Garuda Tanggal 22 – 23 Agustus 2003.

Etistika Yuni dan Wijaya. 2016. Transformasi Pendidikan Abad 21 Sebagai Tuntutan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Era Global. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika, Universitas Kanjuruhan Malang Volume 1 Tahun 2016.

Frydenberg, M., & Andone, D. 2011. Learning for 21 st Century Skills, 314– 318.

Hidayah, Ratna, Salimi dan Susiani. 2017. “Critical Thinking Skill: Konsep dan Indikator Penilaian”.

Jurnal Taman Cendekia. Vol.01 No. 02 December 2017.

Indraswati. 2020. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Terhadap : Kompetensi Sikap Siswa , Kompetensi. Journal Research and Analysis : Economy, 1(2), 52–58.

Litbang Kemdikbud. 2013. Kurikulum 2013: Pergeseran Paradigma Belajar Abad-21.

Marhamah Saleh. 2013. Strategi Pembelajaran Fiqh dengan Problem Based Learning. Vol. XIV No I, 190-220

Nurhadi. 2004. Kurikulum 2002: Pertanyaan & Jawaban. Jakarta: Grasindo

Sanjaya, Wina, 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta:

Kencana Prenada Media Group

Sapriya. 2017. Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya

Sugiyarti, Lina, Alrahmat Arif, Mursalin. 2018. Pembelajaran Abad 21 di SD. Prosiding Seminar dan Diskusi Nasional Pendidikan Dasar 2018. Hal 439 – 444. ISSN 2528-5564

Sutisna, D., Indraswati, D., & Sobri, M. 2019. Keteladanan Guru sebagai Sarana Penerapan Pendidikan Karakter Siswa. Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia, 4(2), 29–33.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Widodo, A., & Indraswati, D. 2019. Analisis Konten HOTS dalam Buku Siswa Kelas V Tema 6 “

Panas dan Perpindahannya ” Kurikulum 2013. Madrasah, 12(1), 1–13.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.18860/mad.v12i1.7744.

Wiratna Sujarweni. 2014. Metodeologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru Perss.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data yang telah didapatkan telah membuktikan bahwa tidak ada perbedaan model pembelajaran pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan model Problem Solving

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model problem based learning merupakan pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai tumpuan dalam suatu pembelajaran sehingga melalui