Jurnal Ilmiah Administrasi Pemerintahan Daerah Volume XII, Edisi Spesial (1) Desember 2020
KAJIAN DESKRIPTIF ANALISIS PELAYANAN SATU PINTU TERPADU DI KOTA BANDUNG MENUJU KONSEP PELAYANAN
BERBASIS GOOD GOVERNANCE Andi Fitri Rahmadany
Email: [email protected] Abstract
The regional autonomy policy can only be successful and enjoyed by the community if it is also followed by bureaucratic reform and improvement in the quality of public services. Some of them are gaps between the bureaucracy and the quality of service, as in the case of the relationship between the government and its citizens, licensing is often an indicator to assess whether a government has achieved a condition of "good government". Licensing bureaucracy is one of the problems that has become an obstacle to the development of the business world in Indonesia in general and particularly in the city of Bandung. In this journal, the writer tries to reveal the operational management in an ideal governmental organization to implement one-stop integrated services in the city of Bandung as an effort to create a clean, transparent and accountable government.
Keywords: Good Governance; Organizational Performance; Integrated Service;
Local Government PENDAHULUAN
Menilik pada kebijakan publik yang menuntut pada pelayanan publik yang baik, pada era globalisasi, persaingan dalam penyajian pelayanan publik suatu instansi pemerintahan dituntut untuk menjadi sangat kompetitif baik di pemerintahan daerah, pusat, nasional hingga suatu sistem yang bersifat internasional. Agar dapat mengikuti perkembangan dan unggul dalam persaingan tersebut maka institusi pemerintah dituntut untuk dapat memberikan kepuasan kepada pelanggannya, dalam hal ini alah masyarakat misalnya dengan memberikan suatu pelayanan administrasi yang tidak berbelit-belit dan jelas serta dengan standar mutu yang lebih baik sehingga bentuk pelayanan yang disuguhkan sebagai pelayanan publik hasil realisasi kebijakan publik olehe pemerintah akan terlihat kompetitif.
Sebagai suatu paradigma kebijakan publik di era otonomi daerah yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan, memberikan arah untuk dilakukannya perubahan pola piker aparatur pemerintah daerah, di dalam menyikapi perubahan dan atau pergeseran paradigm penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih berorientasi pelayanan. Kebijakan penyelenggaraan pemerintah daerah yang semula didasarkan pada paradigm rule government yang mengedepankan prosedur, berubah dan atau
Jurnal Ilmiah Administrasi Pemerintahan Daerah Volume XII, Edisi Spesial (1) Desember 2020
bergeser menjadi paradigm good governance yang mengedepankan kebersamaan, transparasi, akuntabilitas, keadilan, kesetaraan dan kepastian hukum.
Kebijakan otonomi daerah hanya dapat berhasil dan dinikmati oleh masyarakat apabila juga diikuti dengan reformasi birokrasi dan perbaikan kualitas pelayanan publik. Dalam kehidupan bernegara, setiap warganya membutuhkan pelayanan dari pemerintah atau birokrat sebagai pengendali kekuasaan yang dinamakan pelayanan publik. Dengan kebijakan-kebijakan yang diambilkan oleh pemerintah, maka setiap warga dapat berharap semua keinginan dalam segala hal khususnya dalam fokus permasalahan ini adalah perijinan dapat terpenuhi.
Salah satu tugas yang diemban oleh pemerintah yang juga sekaligus dari warga adalah terselenggaranya pelayanan publik. Perijinan merupakan suatu wujud pelayanan publik yang sangat menonjol dalam tata pemerintahan. Dalam relasi antara pemerintah dan warganya seringkali perijinan menjadi indikator untuk menilai apakah suatu pemerintah telah melakukan pencapaian pada kondisi “good government”.
Pelayanan terhadap masyarakat selama ini diupayakan oleh pemerintah selaku penyelenggara administrasi negara. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, telah mengubah paradigma sentralisasi pemerintah ke arah desentralisasi dengan pemberian otonomi daerah yang nyata luas dan bertanggung jawab kepada daerah. Hal ini berarti fungsi pelayanan pun telah didesentralisasikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Mengaitkan permasalahan perijinan dan faktor yang mempengaruhi kebijakan publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, maka sebenarnya penulis mencermati permasalahan yang merupakan kesenjangan dari aplikasi teori dan faktanya, seperti hasil dari tinjauan berupa bahwa masyarakat di Kota Bandungmendambakan adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan pelayanan yang cepat dalam arti tanpa hambatan yang kadang kala dibuat-buat.
Beberapa hambatan yang sering ditemui yang terasa menjengkelkan karena terlihat ada unsur kesengajaan, artinya dengan sadar dilakukan seperti hal yang sering ditemui dalam aparatur pemerintahan Waktu jam kerja mulai petugas yang bersangkutan masih asik ngobrol dengan teman kerja, sementara orang yang menunggu sudah banyak.
Birokrasi perijinan merupakan salah satu permasalahan yang menjadi kendala bagi perkembangan dunia usaha di Indonesia pada umumnya dan khususnya di Kota Bandung. Perkembangan yang ada di saat ini adalah semakin banyaknya protes dan keluhan dari masyarakat mengenai waktu, ketepatan, fasilitas, prosedur, mekanisme, ketidak transparan, kurang informatif, kurangnya akomodatif dari pelayanan yang diberikan. Di samping itu, ada kecenderungan adanya ketidak adilan dalam pelayanan publik di mana masyarakat yang tergolong kurang mampu atau lebih dikenal dengan istilah miskin akan sulit mendapatkan pelayanan. Sebaliknya, bagi mereka yang mampu dan memiliki “uang” dengan sangat mudah mendapatkan pelayanan dengan apa yang diinginkan.
Jurnal Ilmiah Administrasi Pemerintahan Daerah Volume XII, Edisi Spesial (1) Desember 2020
Harapan dari keberadaan Pelayanan terpadu di Kota Bandungbagi masyarakat adalah untuk membuat bentuk suatu pelayanan yang jujur dan terus terang, artinya apabila ada hambatan karena suatu masalah yang tidak dapat dielakkan hendaknya diberitahukan, sehingga orang tidak menunggu-nunggu sesuatu yang tidak menentu.
Pada dasarnya setiap orang dapat memahami kesulitan atau masalah orang lain, kalau hal itu disampaikan dengan terus terang. Apabila masalah yang sebenarnya disembunyikan maka akan menimbulkan kekecewaan pada orang yang merasa tidak diberi kejelasan yang jujur.
Munculnya suatu bentuk pernmasalahan di dalam implementasi pelayanan bagi aparatur pemerintah adalah suatu sebab, di mana dikarenakan oleh masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang melayani bukan yang dilayani. Birokrat harus memberikan pelayanan terbaiknya kepada masyarakat. Seandainya masyarakat mendapatkan pelayanan, maka besar harapan masyarakat akan terdorong mematuhi aturan dengan penuh kesadaran tanpa prasangka buruk, sehingga lambat laun dapat terbentuk sistem pengendalian diri (self control) yang akan sangat efektif dalam keterlibatan berpemerintahan dan bernegara.
Dari uraian di atas, maka penulis mengamati suatu titik celah permasalahan yang ada di dalam implementasi pelayanan terpadu di Kota Bandung, dan penulis akan memberikan suatu gambaran bagaimana seharusnya pelayanan terpadu satu pintu di Kota Bandungdapat terlaksana dengan baik.
Ruang lingkup dalam penulisan jurnal ini adalah di mana suatu upaya dari penulis untuk memberikan batasan, sesuai dengan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan suatu tinjauan atas terjadinya pelayanan terpadu satu pintu yang ada dan telah dilaksanakan di Kota Bandung. Sehingga perumusan maslaah dari jurnal ini adalah bagaimana implementasi dari pelayanan terpadu satu pintu yang telah dilaksanakan di Kota Bandung?
Adapun tujuan dan kegunaan dari ulasan penulisan jurnal ini adalah untuk memberikan suatu pemahaman, pengetahuan dan penjelasan tentang implementasi yang terjadi pada kebijakan publik sebagai usaha meningkatkan layanan publik dalam pelayanan terpadu satu pintu di Kota Bandung.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini akan menggunakan pendekatan sistem, di mana proses pemecahan masalah secara sistematis dengan kajian deskripti berdasarkan data literature review dan pengamatan. Menurut John Dewey, bahwa dalam mengidenfikasikan permasalahan untuk memecahkan suatu kontroversi dalam perusahaan akan meliputi langkah, yaitu mengenali kontroversi/ permasalahan, menimbang klaim alternatif, dan membentuk penilaian. Serangkaian langkah pemecahan masalah yang memastikan bahwa masalah itu pertama-tama dipahami, diberikan solusi alternative yang dapat dipertimbangkan, dan solusi yang dipilih sebagai kebijakan publik, sebagai bentuk intervensi dan optimalisasi pemecahan
Jurnal Ilmiah Administrasi Pemerintahan Daerah Volume XII, Edisi Spesial (1) Desember 2020
masalah. Pentingnya pemecahan masalah bukan didasarkan pada jumlah waktu yang dihabiskan tetapi pada konsekuensinya. Sehingga, dalam melakukan pendekatan ini, penulis akan memilih strategi/ aksi yang diyakini akan memberikan solusi terbaik dari perwujudan Good Governance di Kota Bandung dengan implementasi terpadu satu pintu.
HASIL PENELITIAN
Gambaran Pelayanan dalam Kebijakan Publik
Dalam kehidupan bernegara, setiap warganya juga membutuhkan pelayanan dari pemerintah atau birokrat sebagai pengendali kekuasaan. Dengan kebijakan-kebijakan yang diambil dan sudah dirumuskan oleh pemerintah, tentunya masyarakat berharap agar semua keinginan dalam segala segi yang berkaitan dengan administrasi berupa perijinan terhadap negara dapat terpenuhi dan terpuaskan.
Merujuk pada bagaimana pelayanan yang diberikan oleh negara kepada masyarakat, maka seharusnya pelayanan publik adalah sebagai pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan yang berorientasikan kepada masyarakat.
Ditambahkan menurut Agus (2017:4-5), pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jenis pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pemerintah sendiri melalui Departemen Dalam Negeri bagian Pengembangan Kelembagaan Pelayanan Terpadu satu Pintu tahun 2004 mendefinisikan pelayanan publik adalah sebagai suatu proses bantuan ke orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal sehingga nantinya akan tercipta kepuasan dan keberhasilan.
Berikunya gambaran mengenai pelayanan publik juga dikemukakan oleh Lijan (2016:28), di mana menurut beliau adalah bahwa untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik perlu adanya upaya untuk memahami sikap dan perubahan kepentingan publik sendiri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahan kehidupan dunia yang begitu cepat mempunyai pengaruh yang cepat pula terhadap perubahan sikap dan perilaku masyarakat secara umum.
Merujuk terpisah, yaitu tinjauan atas pelayanan, maka menurut Menurut Moenir (2015:17) dalam bukunya memberikan pengertian pelayanan sebagai proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung. Aktivitas tersebut sebagai suatu proses penggunaan akal pikiran, panca indera dan anggota badan dengan
Jurnal Ilmiah Administrasi Pemerintahan Daerah Volume XII, Edisi Spesial (1) Desember 2020
atau tanpa alat bantu yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan baik dalam bentuk barang atau jasa. Jenis pelayanan ada dua yaitu :
1. Layanan fisik yang bersifat pribadi sebagai manusia, misalnya pelayanan pengobatan orang sakit.
2. Layanan administratif yang diberikan kepada orang lain sebagai anggota organisasi (organisasi massa atau organisasi negara)
Jadi pelayanan menggambarkan hal-hal yang tidak dapat dinyatakan dengan jelas dari kepuasan secara langsung atau hal-hal yang tidak dapat dinyatakan dengan jelas dari kepuasan bersama.
Berdasarkan pendapat para pakar di atas, dikaitkan dengan konteks tugas umum pemerintahan dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan pemberian pelayanan pada prinsipnya merupakan upaya penyediaan dan pemberian suatu barang dan jasa oleh suatu organisasi yang sengaja dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan seseoorang atau sekelompok orang atau masyarakat, melalui cara-cara tertentu yang dapat memuaskan pihak yang dilayani dalam hal ini barang atau jasa yang diberikan lazimnya tidak bisa diproduksi oleh individu-individu.
Tinjauan Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu di Kota Bandung
Kota Bandung dalam mengatasi masalah perijinan tentang proses administrasi masyarakat dan pemerintah menginginkan suatu bentuk hubungan yang sistematis, mudah, dan transparan sehingga tidak menytulitkan masyarakat dan pegawai pemerintahan sendiri. Sehingga proses terintegrasinya perijinan dan data-data dari berkas administrasi sehingga proses kesederhanaan, efektif, efisien dan keadilan akan terlaksana.
Konsep Pelayanan Terpadu merupakan salah satu pengembangan bentuk pelayanan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendayaan Aparatur Negara No.63 Thn 2003 dan selanjutnya disebutkan kembali dalam Permendagri Nomor 24 tahun 2006 tentang pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu sebagai implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah yang terkait dengan peningkatan pelayanan. Sehingga pada akhirnya nanti, dapat mewujudkan Kota Bandung sesuai dengan slogan menjadi “Bersama Kita Tangguh” suatu kota dengan semangat infrastruktur yang sistematis dan transparan, terutama dalam pelayanan publik oleh lembaga pemerintahan.
Mengenali hal yang dimaksud dengan Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu, adalah suatu kegiatan penyelenggaraan perijinan dan non-perijinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap penerbitan dokumen dilakukan secara terpadu dalam satu tempat dengan menganut prinsip-prinsip kesederhanaan, transparasi, akuntabilitas, dan menjamin kepastian biaya, waktu dan juga tentang kejelasan prosedur. Aplikasi teknologi ini merupakan suatu bentuk nyata yang diterapkan pemerintahan Kota Bandungdalam mempermudah dan mempercepat
Jurnal Ilmiah Administrasi Pemerintahan Daerah Volume XII, Edisi Spesial (1) Desember 2020
alur pelayanan perijinan. Dengan adanya Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu yang baik, maka Kota Bandungdapat melaksanakan pelayanan secara terpadu dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan masyarakatnya.
Menilik pada perijinan, jelaslah kesederhanaan dalam administrasi adalah suatu syarat yang harus dipenuhi oleh Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bandung. Menurut Handoko (2015:2) pengertian administrasi dalam arti sempit, meliputi kegiatan catat- mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan, ketik-mengetik agenda dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan. Sedangkan dalam arti lain, menurut Sondang P.
Siagian dalam Handoko (2015:4), mengatakan bahwa “Administrasi adalah keseluruhan proses kerja sama antara dua orang atau lebih yang didasarkan oleh rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Disadari agar proses pelayanan terpadu berjalan dengan baik, maka pemerintah juga harus melibatkan dan mengerahkan Sumber Daya Manusia yang handal dan profesional. Sebagai salah satu faktor pendukung untuk menunjang keberhasilan dan kemajuan suatu lembaga atau instansi dari pelayanan terpadu, maka dibutuhkan beberapa diantaranya adalah sumber daya manusia (Human Resources) yang handal.
Wujud ketersediaan dana yang cukup memadai dan sarana dan prasarana yang lengkap, belum tentu dapat mendorong keberhasilan suatu lembaga atau instansi tampa didorong sumber daya manusia yang handal dan berkompeten.
Perlu ditinjau bahwa, inisiatif Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu yang telah dilaksanakan secara nasional boleh dibilang telah lama muncul, yaitu sejak pertengahan 2006 sejak keluarnya Permendagri Nomor 24 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu. Namun, pada tahun 2015 pemerintahan Kota Bandung melakukan sosialiasasi awal rencana berjalannya sebuah upaya untuk penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu, dan di Tahun 2017 dengan kepemimpinan Baru, maka pimpinan Kota Bandung menyerukan kembali untuk menata dan fokus dengan keberadaan Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu di Kota Bandung. Diharapkan, hal tersebut akan menjadikan struktur organisasi dan tata kerja yang baru bergabung (merger) dengan kantor penanaman modal daerah Kota Bandungdan menjadikannya Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu yang mana mempunyai tugas pokok berupa penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang penanaman modal daerah dan pelayanan perijinan terpadu.
Mekanisme Kinerja Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu di Kota Bandung
Setelah diperjelas mengenai uraian konsep dari Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu, maka berikutnya penulis akan memberikan suatu uraian dan temuan mengenai mekanisme serja kinerja dari Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu di Kota Bandung. Seiring dengan adanya otonomi daerah,
Jurnal Ilmiah Administrasi Pemerintahan Daerah Volume XII, Edisi Spesial (1) Desember 2020
maka suatu sistem dari pelayanan terpadu dari kota yang satu ke kota yang lainnya tentu saja mempunyai ciri khas tersendiri dan perbedaan satu sama lain.
Menurut hasil temuan penulis, maka prinsip kerja yang dianut dari Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Kota Bandungadalah sebagai berikut (1) Penyederhanaan sistem perijinan, (2) Perbaikan pelayanan publik, (3) Pemberantasan korupsi dan (4) Peningkatan iklim investasi.
Secara lebih rinci, maka prinsip kerja dari Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu di Kota Bandungakan diuraikan sebagai berikut:
1. Kesederhanaan, yaitu tidak berbelit-belit dan mudah dipahami 2. Kejelasan, yaitu menyangkut tiga hal penting, yang terdiri atas:
a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik
b. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan layanan dan penyelesaian keluhan
c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran
3. Kepastian waktu, yaitu pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukkan
4. Akurasi, yaitu pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah 5. Keamanan, yaitu proses dan produk pelayanan publik memberi rasa aman
dan kepastian hukum
6. Tanggung jawab, yaitu pimpinan penyelenggaraan pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik
7. Kelengkapan sarana dan prasarana, yaitu di mana peralatan kerja dan pendukung lainnya termasuk penyediaan sarana teknologi, telekomunikasi dan informatika
8. Kemudahan akses, yaitu tempat dan lokasi sarana dan prasarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi
9. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan atas pemberian pelayanan kepada masyarakat
10. Kenyamanan, yaitu di mana lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, serta parkir, toilet, tempat ibadah dan lainnya.
Menurut sumber lain, beberapa faktor yang harus dipahami dalam dalam mengukur tingkat kualitas pelayanan ini, ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan acuan, antara lain disebutkan oleh Lembaga Adminstrasi Negara RI (2016 : 83), yaitu:
1. Tepat, dalam arti apa yang diberikan atau dilakukan benar-benar sesuai dengan apa yang dibutuhkan.
2. Cepat, dalam arti pemenuhan kebutuhan dilakukan dengan cepat.
Jurnal Ilmiah Administrasi Pemerintahan Daerah Volume XII, Edisi Spesial (1) Desember 2020
3. Murah, dalam arti masyarakat memperoleh apa yang diinginkan dengan baiya murah
4. Ramah, dalam arti pelayanan atau hubungan antara petugas dengan masyarakat dilakukan dengan sopan dan berpedoma kepada etika profesi
Jadi, pada prinsipnya dengan berbagai ukuran pelayanan seperti dikemukakan di atas, yang satu sama lain mengandung persamaan subtansi tidak lain dimaksudkan agar tewujudnya tatanan administrasi yang tertib diselenggarakan secar profesional.
Sehingga pelayanan yang diberikan dapat menimbulkan kepuasan bagi pihak yang dilayani.
Berdasarkan tinjauan di atas, nantinya diharapkan Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu di Kota Bandungdapat melayani kepentingan masyarakat dalam fokus utama mengurus perijinan. Menarik diperhatikan, karena aparatur pemerintahan di Kota Bandungmemliki citra yang dibangun sendiri atas pandangan masyarakat. Jika masyarakat menilai kinerja aparatur pemerintahan Kota Bandungburuk, maka hal tersebut akan terus terjadi. Karenanya, dalam mengatasi hal ini, pemerintah Kota Bandungmenekankan bahwa citra pelayanan pemerintah Kota Bandungdibangun berdasarkan komitmen yang sungguh-sungguh untuk memberikan layanan terbaik bagi masyarakat.
Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu di Kota Bandungmemiliki visi, yaitu terpecaya dan unggul dalam pelayanan perijinan dan investasi menuju suatu tatanan kota yang akuntable sehingga terwujud menjadi kota dengan aparatur menuju good governance. Untuk meralisasikan visi tersebut, maka visi tersebut ditunjang dengan misi, sebagai berikut, yaitu:
1. Meningkatkan kualitas sumber daya aparatur yang profesional
2. Membentuk jejaring kerja melalui harmonisasi kerjasama antar kota (sister city) dalam dan luar negeri untuk meningkatkan investasi
3. Meningkatkan sistem informasi manajemen yang berbasis E-Government 4. Mewujudkan pelayanan yang optimal dan memuaskan melalui nilai budaya
lokal, responsivitas, responsibiltas, akuntabilitas, transparansi, dan kepastian hukum
5. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mendukung perkembangan penanaman modal dan pelayanan perijinan baru
6. Meningkatkan hubungan kerja antar SKPD
Badan Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu di Kota Bandungmempunyai tugas pokok penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah dibidang penanaman modal dan pelayanan perijinan terpadu, dan hal tersebut dilaksanakan guna merealisasikan fungsinya, yaitu
1. Perumusan kebijakan teknis bidang pelayanan penanaman modal dan pelayanan perijinan terpadu
Jurnal Ilmiah Administrasi Pemerintahan Daerah Volume XII, Edisi Spesial (1) Desember 2020
2. Pembinaan dan pelaksanaan pengelolaan penanaman modal dan pelayanan perijinan terpadu yang meliputi penanaman modal, perijinan usaha, perijinan non usaha, serta data dan sistem informasi
3. Pelaksanaan pelayanan teknis administratif badan
4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan fungsi dan tugasnya
Pelayanan Perijinan Yang Dikelola Pelayanan Perijinan terpadu Satu Pintu Kota Bandung dan Contoh Kasus
Diantara perijinan-perijinan yang ada, maka Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bandungmengkehendaki untuk memberikan pelayanan atas 30 (tiga puluh) perijinan, di antaranya adalah ijin sebagai berikut: 1) Peruntukan Penggunaan Tanah; 2) Mendirikan Bangunan; 3) Pemancangan Tiang Pancang Reklame, Jembatan Penyebrangan Orang; 4) Pembuatan Jalan Masuk Perkarangan; 5) Pembuatan Lahan Masuk Perkarangan; 6) Pematangan Lahan dan Tanah; 7) Penutupan/ Penggunaan Trotoar, Berm, dan Saluran; 8) Pengalihan Ruang Milik dan Jalan; 9) Pengambilan Air Permukaan; 10) Pengelolaan Air Bawah Tanah; 11) Pembuangan Air Buangan ke Sumber Air; 12) Perubahan Alur, Bentuk, Dimensi Kemiringan Dasar Saluran / Sungai;
13) Perubahan atau Pembuatan Bangunan dan Jaringan Pengairan serta Penguatan Tanggul yang Dibuat masyarakat; 14) Pembuatan Lintasan yang Beda dibawah dan diatasnya; 15) Pemanfaatan Bangunan perairan dan lahan pada daerah sempadan dan saluran/sungai; 16) Pemanfaatan Lahan; 17) Jasa Titipan; 18) Gangguan dengan Intensitas Gangguan kecil dan sangat kecil; 19) Tempat Usaha; 20) Tempat Daftar Perusahaan; 21) Usaha Perdagangan; 22) Daftar Gudang; 23) Daftar Industri; 24) Usaha Industri; 25) Usaha Kepariwisataan; 26) Trayek; 27) Usaha Jasa Konstruksi; 28) Pengelolaan Tempat Parkir; 29) Penyelenggaraan reklame; 30) Usaha Angkutan.
Namun dalam realisasinya dari hasil yang ditemui penulis masih terdapat 18 bentuk perijinan belum dikelola oleh Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan masih dikelola oleh unit masing-masing. Kendala ini merupakan bentuk belum terintegrasinya kewenangan lembaga yang mengurus perijinan tersebut.
Salah satu contoh permasalahan yang ada, adalah seperti dalam pengurusan Ijin usaha angkutan, dalam mengurus hal ini maka masyarakat tidak hanya bisa ada untuk mengelolanya di satu tempat saja sebagaimana kehendak pencapaian program Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Bandung. Namun, masyarakat dalam hal ini juga perlu untuk mendata pada bagian Kepolisian sektor setempat, DLLAJ, dan hal tersebut tentunya menjadi keluhan masyarakat di mana selain berbelit-belit, juga membesarnya biaya serta terjadi ketidak efektifan.
Surat-surat yang ada dari berbagai lembaga juga dirasakan belum kuat kewenangannya saat masih berdiri sendiri. Ketika prosesi pelayanan terpadu tercapai, diharapkan terbitnya satu surat bisa mewakili dan diterima oleh beberapa lembaga yang ada, sehingga proses integrasi tercapai. Saat masyarakat diuntungkan dan diberi
Jurnal Ilmiah Administrasi Pemerintahan Daerah Volume XII, Edisi Spesial (1) Desember 2020
kemudahan, tentunya juga diharapkan akan mendatangkan keuntungan bagi aparatur dan lembaga pemerintahan. Dengan kepercayaan masyrakat, maka segala bentuk catatan administrasi daerah dapat tertata dengan baik.
Kendala yang Dihadapi oleh Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Kota Bandung
Penggunaan Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Kota Bandungyang berada di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPMPPT) masih dirasakan memiliki kendala. Permasalahan yang sering muncul dalam penerapan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Kota Bandungadalah ditandai dengan dua hal penting, yaitu
1. Tidak selalu diiringi kesiapan aparatur pemerintah
2. Bagaimana implementasi Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Kota Bandungmampu menghasilkan kualitas pelayanan yang efektif dan efisien, dalam menghasilkan informasi mengenai sebuah nilai dan kualitas perijinan sebagai bentuk pelayanan publik di BPMPPT Kota Bandung.
Lemahnya pelayanan aparatur pemerintah mengakibatkan tidak optimalnya fungsi pelayanan kepada masyarakat. Kurang puasnya masyarakat terhadp pelayanan yang diberikan, menyebabkan timbulnya keluhan dan kritik dari massyarakat. Salah satu kendalanya adlah sumber daya manusia aparatur yang kurang kompeten.
Pelayanan prima tidak akan berhasil apabila tidak didukung oleh profesionalisme SDM yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik. Orientasi dan pelayanan prima adalah kepuasan pengguna layanan.
Secara umum, pada akhirnya merujuk pada kendala yang dihadapi Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Kota Bandung, maka sebenarnya kunci sukses pelaksanaan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Kota Bandungadalah berangkat dari komitmen Kepala Daerah dan jajarannya. Komitmen ini adalah mengarah pada persoalan bagaimana seseorang Kepala Daerah setuju dan mendeklarasikan keinginannya dengan wujud memberikan langkah-langkah berani untuk melakukan perbaikan kualitas pemberdayaan aparatur pemerintahan dalam menjalankan Pelayanan terpadu Satu Pintu.
PENUTUP
Pelayanan publik dapat dinilai berhasil apabila perlengkapan, pegawai, dan sarana yang memadai. Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat waktu. Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang tanggap di mana ditunjang dengan pelayanan yang diberikan secara sopan dan dapat dipercaya.
Kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan masyarakat. Pelayanan diantaranya juga akan melibatkan aparatur pemerintahan yang terjun secara langsung dan melakukan kebijakan yang turut dengan
Jurnal Ilmiah Administrasi Pemerintahan Daerah Volume XII, Edisi Spesial (1) Desember 2020
serius dan komitmen membentuk penyempurnaan bagi Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Kota Bandung.
Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Kota Bandungharuslah memiliki suatu bentuk kepastian terhadp pelayanan publik. Kepastian yang dimaksud adalah standar pelayanan yang jelas, di mana hal tersebut dapat digunakan untuk menilai kompetensi aparatur dan usaha untuk mewujudkan pertanggung jawaban publik. hak-hak masyarakat dalam pelayanan publik perlu diekspose untuk diketahui oleh masyarakat, demikian pula kewajiban aparatur dalam memberi pelayanan.
Mekanisme dan kinerja pelayanan publik akan melibatkan kontrol dari masyrakat. Namun dengan kontrol dari masyarakat, maka pelayanan publik, khususnya Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Kota Bandungmerupakan hasil dari pengelolaan aparatur negara dalam manajemen birokrasi yang bersifat apolitik, mengefektifkan kualifikasi yang bersifat spesialis, dan mendorong terciptanya jangkar koordinasi dari bentukkan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Kota Bandungyang lebih luas, efisien, dan efektif sehingga dapat menjadi salah satu keunggulan pelayanan publik di Kota Bandung.
Agar Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Kota Bandungdapat tercapai, maka perlu dilakukan terobosan yang menyangkut paradigma dari masyarakat, di mana pemerintah harus dapat mengubah pola pikir masyarakat terhadp aparatur dan pelayanan dari pegawai pemerintahan yang terkesan sulit, berbelit-belit, dan tidak transparan menjadi sesuatu yang mudah, sederhana dan tepat.
Dalam upayanya melakukan peningkatan kualitas pelayanan publik, maka diperlukan peningkatan peran pemerintah daerah Kota Bandungdalam memfasilitasi kelancaran proses legislasi bagi kebijakan penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Kota Bandungdengan kualitas yang tinggi sebagai wujud komitmen.
Langkah terakhir sebagai rekomendasi dari penulis adalah agar dapat menciptakan iklim yang kondusif agar kegiatan usaha yang dilakukan oleh masyarakat/swasta dapat berkembang dan melakukan kerja sama atau bermitra dengan pengusaha untuk meciptakan pasar kerja. Sehingga hal ini akan merujuk bagaimana birokrasi pemerintah yang dilaksanakan oleh para birokrat harus selalu mengarah kepada kepentingan masyarakat guna menunjang iklim tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
. . Keputusan Menteri Pendayaan Aparatur Negara N0.63 Thn 2003
. . Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1983
. . Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 63 / KEP / M.PAN / 7 / 2003 / tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Jurnal Ilmiah Administrasi Pemerintahan Daerah Volume XII, Edisi Spesial (1) Desember 2020
. . Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
. . Undang-Undang Nomor 25 tahun 2016 tentang Pelayanan Publik.
Barata Atep Adya. 2003. Dasar-Dasar Pelayanan Prima, P.T. Gramedia Jakarta.
Dwiyanto, Agus, dkk. 2017. Reformasi Birokrasi di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada university Press.
Handoko, T. Hani. 2015. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta : BPFE.
Hardiansyah. 2002. Kualitas Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gaya Media.
Irawan, Prasetya, dkk. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : STIA LAN Press.
Moenir, H. AS. 2015. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara.
Poltak Sinambela, Lijan, dkk. 2016. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi Aksara.
Supranto, J. 2015. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan : Untuk Menaikkan Pangsa Pasar, Cetakan Kedua (Edisi Baru). Jakarta : Rineka Cipta, Jakarta.