PELAKSANAAN PROYEK
Dosen Pengampu : Gilda Maulina, S.AB, M.AB
Disusun oleh Kelompok 1 :
Angelica Priscilia Maharani 14030121140126 Salsabila Maharani Putri 14030121140181
Irsyadul Fiqri 14030121100170
Miftahul Daffa Hasani 14030121140158
Muhammad Azzam Mahendra 14030121140191
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO 2023
BAB I PEMBAHASAN A. Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Proyek
Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan suatu metode pengelolaan sumber daya manusia dalam sebuah organisasi agar mampu mencapai tujuan dari organisasi secara maksimal melalui pengembangan sumber daya manusia itu sendiri (Winarti, 2018).
Manajemen sumber daya manusia merupakan manajemen yang menitikberatkan perhatiannya kepada faktor produksi manusia dengan segala kegiatannya untuk mencapai tujuan perusahaan. Sumber daya manusia merupakan investasi yang memegang peranan penting bagi perusahaan. Tanpa adanya sumber daya manusia, faktor produksi lain tidak dapat dijalankan dengan maksimal untuk mencapai tujuan perusahaan. Peranan manusia dalam mencapai tujuan tersebut sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi (Dewi, Sudipta and Setyowati, 2016).
Pengelolaan SDM perusahaan pada dasarnya merupakan kegiatan perusahaan dalam mengelola para karyawannya atau sering disebut SDM. Pengelolaan SDM dimulai dari rekrutmen yang meliputi perencanaan SDM, analisa jabatan yang menentukan pekerjaan serta jabatan yang pantas, seleksi, pelatihan dan pengembangan, penilaian prestasi kerja, pemberian kompensasi, serta pembaharuan yang berhubungan dengan pensiun dan pemberhentian kerja. Dalam pengelolaan SDM guna meningkatkan kualitas suatu perusahaan dapat dilakukan dengan meningkatkan kinerja dari SDM itu sendiri, maka perlu diketahui lebih lanjut mengenai peningkatan SDM (Artini, 2019).
Aspek sumber daya manusia
1. Kompetensi Kompetensi adalah Kompetensi hanya merupakan aspek – aspek pribadi yang dapat diukur dan esensial untuk pencapaian kinerja yang berhasil. Adapun indikator - indikator yang mempengaruhi kompetensi seperti:
a. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan (Knowledge) adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu dalam melaksanakan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki.
b. Keterampilan (skill) Keterampilan (skills) adalah kemampuan dan penguasaan teknis operasional mengenai bidang tertentu yang bersifat kekaryaan
c. Prilaku (attitude) Prilaku Attitude adalah hal ini erat hubungannya dengan kebiasaan dan prilaku. Jika kebiasaan yang terpolakan tersebut memiliki implikasi positif dengan hubungan dengan prilaku pekerja seseorang maka akan menguntungkan.
Artinya jika kebiasaan pegawai adalah baik, seperti tepat waktu, displin, simple, maka prilaku kerja juga baik.
2. Motivasi Motivasi yaitu energi untuk membangkitkan dorongan dari dalam diri pegawai yang berpengaruh, membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku, tenaga dan waktunya berdasarkan lingkungan kerja.. Adapun indikator – indikator yang mempengaruhi motivasi seperti :
a. Pemberian penghargaan: Pemberian reward atau penghargaan merupakan salah satu metode dalam memotivasi seseorang untuk terus melakukan yang terbaik demi kemajuan perusahaan, dalam konsep manajemen secara umum, metode ini bisa mengarahkan perbuatan pegawai ke arah perasaan yang senang sehingga pegawai akan melakukan perbuatan yang baik secara berulang-ulang dan membuat sorang pegawai lebih giat dalam memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah diterimanya.
b. Situasi pekerjaan: Situasi pekerjaan disini yang dimaksud adalah kondisi hubungan pekerja dalam manajemen baik secara hirarki horizontal, maupun vertikal, sehingga mampu menciptakan iklim tau situasi kerja yang baik.
c. Pekerjaan yang dikerjakan: Yang ditekankan pada bagian ini adalah sejauh mana seorang pekerja memiki pemahaman dan tanggung jawab terhadap pekerjaan yang mereka lakukan. Seorang pekerja dengan kualitas SDM yang baik tentunya akan memiliki pemahaman dan tanggung jawab yang baik dengan tugasnya. d. kebijakan organisasi Kebijakan organisasi yang dimaksud adalah bagaimana sebuah perusahaan mendukung untuk kemajuan dan pencapaian prestasi tenaga kerja dalam berkarier, dengan saling berkoordinasi agar sebuah tugas dapat diselesaikan tepat waktu.
3. Loyalitas Loyalitas, yaitu sikap dan perbuatan mencurahkan kemampuan dan keahlian yang dimiliki melaksanakan tugas dengan tanggung jawab, disiplin serta jujur dalam bekerja, menciptakan hubungan yang baik dengan atasan, rekan kerja serta bawahan dalam menyelesaikan tugas, menjaga citra perusahaan dan bersedia bekerja dengan jangka waktu yang panjang. Adapun indikator – indikator yang mempengaruhi loyalitas seperti :
a. Ketaatan dan kepatuhan: Ketaatan yaitu kesanggupan seorang pegawai untuk mentaati segala peraturan yang berlaku dan mentaati perintah yang diberikan atasan yang berwenang, serta sanggup tidak melanggar larangan yang ditentukan.
b. Tanggung jawab: Tanggung jawab dalam hal ini adalah dimana seorang pegawai seharusnya dapat menyelesaikan tugas dan kewenanganya dengan baik, mempu bekerja secara optimal, efektif, dan efesien, profesional dan mampu memprioritaskan kepentingn perusahaan dibandingkan kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
c. Pengabdian: Pengabdian disini diartikan sebagai sikap pegawai untuk senantiasa loyal atau memberikan sepenuhnya waktu, tenaga, dan pikiran sesuai dengan tanggung jawab dan hak yang pantas diterima oleh seorang pegawai kepada perusahaanya.
d. Kejujuran:Kejujuran lebih pada prihal terkait etika dan moral dari seorang pegawai, dimana seorang pegawai bekerja sesuai keadaan dan tanggung jawab yang sebenarnya.
4. Disiplin Kerja Disiplin Kerja, yaitu suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Adapun indikator – indikator yang mempengaruhi displin kerja seperti :
a. Ketaatan terhadap peraturan Pada bagian ini, setiap pekerja hendaknya dapat bersikap dan bertindak secara profesional, hal ini dilaksanakan oleh seluruh lapisan dan posisi pada manajemen.
b. Ketaatan terhadap jam kerja Ketaatan pada jam kerja menyangkut aspek kedisplinan waktu pekerja, antarai lain apakah para pekerja datang tepat pada watunya, apakah para pekerja juga pulang sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.
c. Bekerja sesuai prosedur Pada umumnya setiap pekerja dalam melakukan seluruh rangkaian aktivitasnya telah memiliki klarifikasi kerja dengan batasan prosedural yang jelas.
d. Kepatuhan dalam penggunakan dan pemeliharaan sarana dan prasarana perusahaan.
Sarana dan perasarana merupakan aspek utama dalam rangkaian suatu pekerjaan, hasil dari kinerja sangat dipengaruhi oleh sarana dan prasarana penunjangnya.
B. Manajemen Risiko dalam Pelaksanaan Proyek
Kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan dalam menghadapi resiko seperti:
menerima resiko, menghindari resiko, mengurangi resiko, dan memindahkan resiko. Yang
terpenting adalah bagaimana mengelola resiko sebagai suatu keputusan yang dibuat dengan mempertimbangkan potensi proyek, analisis resiko yang digunakan untuk mencapai tujuan dimana resiko melekat dengan proyek. Manajemen resiko dapat dilakukan pada saat negosiasi kontrak proyek (ketika proyek belum dijalankan) dan pada saat proyek berjalan.
Manajemen resiko pada tahap dilakukan negosiasi kontrak proyek meliputi (Berkeley et.al, 1991):
● Menggunakan profil resiko proyek yang dihasilkan dari analisis resiko untuk mengidentifikasi ketrampilan dan teknik manajemen untuk meminimalisasi resiko yang melekat pada proyek.
● Mengidentifikasi, mereview, dan menginterpretasikan informasi dalam lingkungan proyek yang berguna untuk menjamin keberlangsungan dan keberhasilan mendapatkan outcome dari proyek tersebut.
● Mengetahui kapan, bagaimana, dan dengan siapa melakukan negosiasi yang memungkinkan memfasilitasi kemajuan proyek dan kemampuan mendapatkan outcome.
Proses manajemen resiko (Gray and Larson, 2003) meliputi empat fase proses, yaitu:
● Identifikasi resiko. Menganalisis proyek untuk mengidentifikasi sumber resiko.
● Penilaian resiko. Penilaian mengenai pengaruh yang ditimbulkan, kemungkinan yang terjadi, dan pengendaliannya.
● Mengembangkan respon terhadap resiko termasuk kemungkinan untuk mengurangi kerusakaan, dan mengembangkan perencanaan kontingensi.
● Mengendalikan respon terhadap resiko yang meliputi perbaikan strategi resiko, monitoring dan melakukan penyesuaian perencanaan untuk resiko baru, serta melakukan perubahan manajemen.
Dalam manajemen resiko ketika proyek berjalan, aspek penting yang harus diperhatikan berkenaan dengan pengaruhnya terhadap resiko proyek harus menekankan pada:
1. Hubungan dan konsistensi work breakdown structure.
2. Manajemen kejadian yang paling utama (milestone) dan akurasi pengawasan.
3. Keberhasilan prosedur verifikasi.
4. Mengubah sistem pengendalian.
C. Kesuksesan Proyek dan Faktor-faktor
Menurut pandangan lama, sebuah proyek dikatakan berhasil jika pembangunan diselesaikann tepat waktu, sesuai anggaran dan kualitas baik. Selain itu juga memberikan kepuasan yang tinggi pada pelanggan. Untuk menentukan keberhasilan proyek, menurut Chan dkk. (2002) pertama kali perlu dibuat review yang komprehensif dari beberapa kriteria proyek yang berhasil untuk proyek konstruksi secara general. Setelah didapatkan kriteria proyek sukses secara general, dilakukan modifikasi framework untuk kriteria keberhasilan proyek
Kriteria adalah sekumpulan prinsip atau standar yang digunakan untuk penilaian (Lim dan Mohamed, 1999). Keberhasilan proyek adalah goal/tujuan dan kriteria yang biasa digunakan untuk mencapai goal adalah budget, schedule dan quality. Masing-masing proyek memiliki sekumpulan tujuan untuk dicapai dan menggunakan tujuan tersebut sebagai standar untuk mengukur kinerja. Lebih dalam lagi, kriteria diperlukan untuk membandingkan goal level dengan perfomance level, sedangkan keberhasilan proyek adalah untuk mencapai tujuan proyek dan kepuasan stakeholders. Pengelolaan yang baik dari suatu proyek merupakan syarat tercapainya tujuan proyek. Tidak sedikit permasalahan yang terdapat dalam suatu proyek menyebabkan terlambatnya jadwal proyek, biaya proyek meningkat, kerugian proyek bahkan kualitas proyek yang menurun dapat terjadi bila pengelolaan proyek kurang baik. Hal ini bisa mengakibatkan kegagalan proyek atau terhambatnya keberhasilan proyek.
Beberapa perubahan terjadi dalam penentuan kriteria keberhasilan proyek pada lebih dari satu dekade terakhir. Tren project success yang pertama adalah keberhasilan proyek dilihat dari keberhasilan mencapai objective/goal dari klien. Jika goal telah tercapai, maka proyek tersebut dapat dikatakan berhasil. Hal ini dapat dievaluasi dari indikator kinerja proyek yaitu biaya, jadwal dan kualitas. Meskipun demikian, dengan tetap memperhatikan tujuan keberhasilan proyek, dirumuskan hal- hal yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan suatu proyek. Beberapa kriteria yang digunakan untuk menilai kesuksesan proyek adalah profitability, health and safety, productivity dan beberapa factor lain.
Deskripsi kriteria untuk mengukur kinerja proyek:
1. Objective measures
Yang termasuk dalam kriteria objektif adalah time, cost, health and safety dan profitability.
● Time : Waktu didefinisikan sebagai perbandingan waktu menyelesaikan proyek dengan durasi yang dialokasikan pada kondisi normal.
● Cost : Biaya didefinisikan sebagai perbandingan biaya menyelesaikan proyek pada kondisi normal dengan anggaran yang dialokasikan.
● Health and Safety : Kesehatan dan keselamatan didefinisikan sebagai jumlah kecelakaan yang terjadi selama penyelesaian proyek. Misalnya : injury/accident rate per 1000 workers
● Profitability : Keuntungan didefinisikan sebagai ukuran keberhasilan financial suatu proyek. Profit sebagai criteria fase post konstruksi karena sudah selesai semua pembayaran dan pengeluaran.
2. Subjective Measures
Untuk pengukuran subyektif melibatkan stakeholder proyek dengan menggunakan skala Likert
● Quality : Kualitas merupakan kondisi dimana proyek memenuhi spesifikasi teknis, fungsi dan penampakan.
● Technical Perfomance : Pada proses konstruksi, kejelasan instruksi merupakan hal yang sangat penting untuk meraih keberhasilan. Begitu juga dengan cakupan proyek dan spesifikasi harus jelas dan dimengerti oleh semua pihak.
● Functionality : Kriteria ini berkaitan dengan ekspektasi partisipan proyek dan dapat diukur melalui derajat konfirmasi terhadap seluruh spesifikasi kinerja.
● Productivity : Produktivitas dapat diterima secara universal sebagai salah satu criteria keberhasilan proyek, juga menjadi indicator efektifitas biaya proyek. Produktivitas mengacu pada jumlah sumber daya yang digunakan untuk menyelesaikan proyek.
●
Satisfaction : Kepuasan dideskripsikan sebagai tingkat kebahagiaan pihak stakeholder yang dipengaruhi proyek, misalnya klien, arsitek, kontraktor,subkontraktor,surveyor, engineer, end-users serta pihak ketiga.● Environmental Sustainability : Akibat dari proyek kinstruksi pada lingkungan biasanya negative. Sebagai contoh, adanya limbah konstruksi, yang diukur dari selisih antara jumlah keseluruhan material yang diantarkan ke lokasi proyek terhadap jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Pada kenyataannya, kebisingan digunakan sebagai kriteria untuk mengevaluasi keberhasilan proyek.
Beberapa kriteria keberhasilan dan model klasifikasi proyek yang diperkenalkan sebelumnya sebagian besar gagal menghubungkan kriteria keberhasilan dengan kesuksesan bisnis jangka panjang. Kerangka kerja ini mencakup kriteria yang menyelaraskan hasil proyek dengan tujuan jangka pendek dan jangka panjang perusahaan, serta kriteria keberhasilan setiap tahap konstruksi. Jika seorang manajer konstruksi dapat mengevaluasi kemungkinan keberhasilan proyek, dia dapat mengevaluasi kekuatan keseluruhan dari setiap proyek, mengidentifikasi masalah proyek, dan meningkatkan kinerja proyek hingga berhasil.
Faktor Keberhasilan Perencanaan Proyek
Beberapa faktor dapat menentukan keberhasilan suatu proyek, antara lain pemilihan organisasi proyek yang sesuai, pemilihan pemimpin yang cakap, dan pembentukan tim proyek yang terintegrasi dan kompeten. Namun ada faktor lain yang juga penting diperhatikan untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan proyek, yaitu perencanaan. Berikut beberapa argumen mengapa perencanaan penting dalam manajemen proyek:
- Menghilangkan atau mengurangi ketidakpastian. Dengan perencanaan yang baik, apa yang perlu dilakukan, kapan melakukannya, sumber daya apa yang dibutuhkan, dan apa tujuan dari kegiatan tersebut akan menjadi jelas bagi semua orang.
- Efisiensi operasional. Dengan perencanaan yang baik, kegiatan-kegiatan yang ambigu dan menghabiskan banyak sumber daya dapat dihilangkan.
- Lebih memahami tujuan proyek. Perencanaan yang baik akan mencakup tujuan proyek. Dengan mengingat tujuan ini, seluruh pemangku kepentingan mengetahui dan memahami ke mana arah setiap kegiatan.
- Memberikan dasar untuk pemantauan dan pengendalian. Kegiatan pengawasan dan pengendalian hanya dapat dilakukan secara efektif apabila terdapat landasannya.
Elemen-elemen yang termasuk dalam rencana seperti kegiatan, waktu, dan sumber daya dapat digunakan sebagai acuan untuk memantau dan mengevaluasi proyek.
D. Penggunaan Teknologi dalam Pelaksanaan Proyek
Tujuan utama manajemen proyek adalah agar proyek dapat dilaksanakan secara efisien, tepat waktu dan mencapai hasil yang diinginkan. Seringkali pengerjaan sebuah proyek memakan waktu lama hingga akhirnya harus dijadwal ulang. Oleh karena itu peranan perencanaan sangatlah penting dalam suatu proyek, segala sesuatunya harus dimulai dari sebuah rencana dan harus disepakati antara para pemangku kepentingan yang terlibat dalam
proyek tersebut. Dengan adanya teknologi, perencanaan proyek dapat dilakukan dengan mudah. Khususnya pada industri kontraktor atau industri lainnya, diperlukan juga aplikasi atau alat teknologi yang sangat canggih untuk memudahkan pelaksanaan proyek. Tidak hanya membantu dalam pekerjaan, namun hal-hal lain seperti akuntansi atau dokumentasi, bahkan transaksi pembelian atau pendapatan memerlukan aplikasi atau alat yang canggih agar tidak terjadi error atau kekeliruan.
Beberapa peran teknologi dalam Manajemen Proyek:
1. Perencanaan proyek:
Membantu merencanakan dan menjadwalkan tugas proyek, memastikan alokasi sumber daya yang efisien. Contoh teknologi: Microsoft Project menawarkan kemampuan perencanaan proyek yang terstruktur dan terintegrasi.
2. Kolaborasi tim:
Secara efektif memfasilitasi komunikasi dan kolaborasi tim terlepas dari lokasi fisiknya.
Contoh teknologi: Slack dan Microsoft Teams menawarkan platform kolaborasi online dengan pengiriman pesan, panggilan, dan pembuatan dokumen.
3. Pemantauan dan pelaporan:
Memungkinkan Anda melacak kemajuan proyek secara real time dan menghasilkan laporan yang akurat. Contoh Teknologi: Jira memungkinkan Anda melacak tugas dan membuat dasbor interaktif untuk analisis proyek.
4. Manajemen risiko:
Memfasilitasi identifikasi sistematis, penilaian dan mitigasi risiko proyek. Contoh teknologi: RiskWatch menyediakan perangkat lunak analisis risiko untuk membantu tim proyek mengelola potensi risiko.
5. Pemetaan dan pengelolaan sumber daya:
Membantu memetakan dan mengelola sumber daya proyek, termasuk tenaga kerja dan aset. Contoh Teknologi: Sistem ERP seperti SAP menyediakan integrasi end-to-end untuk manajemen sumber daya perusahaan.
6. Koneksi stakeholder:
Mempromosikan komunikasi yang efektif antara tim proyek dan pemangku kepentingan.
Contoh teknologi: Zoom menyediakan platform kolaborasi untuk pertemuan virtual dan komunikasi tim.
7. Pengelolaan dokumen:
Memfasilitasi penyimpanan, berbagi dan berbagi dokumen proyek. Contoh teknologi:
SharePoint atau Google Drive menyediakan sistem manajemen dokumen terintegrasi dengan keamanan yang ditingkatkan.
8. Manajemen Waktu:
Membantu menjadwalkan waktu dan merencanakan tugas proyek. Contoh teknologi:
Clockify menyediakan alat manajemen waktu dengan pelacakan waktu dan analisis penggunaan waktu.
9. Memantau kemajuan:
Memfasilitasi keseluruhan tugas dan kemajuan proyek. Contoh teknologi: Wrike menyediakan platform pelacakan kemajuan dengan visualisasi proyek yang dinamis.
10. Otomatisasi tugas rutin:
Tingkatkan efisiensi dengan mengotomatiskan tugas berulang dalam proyek. Contoh teknologi: Menggunakan bot atau skrip otomatis dengan Python atau Ansible untuk menangani tugas desain rutin.
E. Penerapan Metode Agile dalam Pelaksanaan Proyek
Metode Agile telah menjadi pendekatan yang populer dalam pengelolaan proyek, terutama di dunia teknologi informasi. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya untuk menanggapi perubahan dengan cepat, meningkatkan keterlibatan tim, dan memberikan hasil yang lebih adaptif. Dalam pembahasan ini, kita akan mengeksplorasi penerapan metode Agile dalam pelaksanaan proyek. Agile adalah suatu pendekatan pengelolaan proyek yang fokus pada kolaborasi, adaptabilitas, dan pengiriman iteratif. Berbeda dengan metode tradisional yang bersifat linier, Agile memungkinkan proyek untuk berkembang melalui serangkaian iterasi yang disebut sprint, yang memungkinkan tim untuk merespons perubahan kebutuhan pelanggan.
Prinsip-prinsip Agile:
a. Individu dan Interaksi Lebih Dari Proses dan Alat: Agile menekankan pentingnya komunikasi dan kolaborasi antar anggota tim. Interaksi langsung dianggap lebih berharga daripada dokumen atau proses tertulis.
b. Perangkat Lunak yang Berfungsi Lebih Dari Dokumentasi yang Komprehensif: Fokus pada memberikan nilai melalui perangkat lunak yang berfungsi daripada menghasilkan dokumentasi yang sangat rinci.
c. Kolaborasi dengan Pelanggan Lebih Dari Negosiasi Kontrak: Mendorong keterlibatan pelanggan selama seluruh siklus pengembangan untuk memastikan bahwa hasilnya memenuhi kebutuhan sebenarnya.
d. Menanggapi Perubahan Lebih Dari Mengikuti Rencana: Agile mengakui bahwa kebutuhan dan persyaratan proyek dapat berubah, dan tim harus dapat menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
Metodologi Agile yang Umum:
a. Scrum: Salah satu kerangka kerja Agile paling populer yang mengorganisir pengembangan perangkat lunak ke dalam serangkaian sprint. Memiliki peran-peran kunci seperti Product Owner, Scrum Master, dan Tim Pengembang.
b. Kanban: Menggunakan papan visual untuk memvisualisasikan aliran kerja proyek.
Fokus pada mengoptimalkan ketersediaan sumber daya dan meminimalkan waktu siklus.
c. XP (Extreme Programming): Menekankan pada praktik-praktik pengembangan perangkat lunak yang cepat dan fleksibel, seperti pengujian berulang dan pengkodean bersih.
Manfaat Penerapan Metode Agile:
a. Responsibilitas dan Keterlibatan Tim: Agile mendorong partisipasi aktif tim dan membuat mereka merasa memiliki proyek, meningkatkan rasa tanggung jawab.
b. Fleksibilitas dan Adaptabilitas: Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kebutuhan pelanggan atau perubahan pasar dengan cepat.
c. Peningkatan Kualitas Produk: Dengan fokus pada pengujian terus-menerus dan pengiriman iteratif, kualitas produk cenderung meningkat seiring waktu.
d. Kepuasan Pelanggan yang Lebih Tinggi: Keterlibatan pelanggan yang lebih besar selama pengembangan memastikan bahwa hasilnya memenuhi harapan mereka.
Tantangan dalam Penerapan Metode Agile:
a. Perubahan Budaya Organisasi: Penerapan Agile memerlukan perubahan dalam budaya organisasi, yang mungkin menghadapi resistensi dari beberapa pihak.
b. Kesulitan dalam Perencanaan: Beberapa proyek yang sangat kompleks atau besar mungkin menghadapi kesulitan dalam merencanakan iterasi secara rinci.
c. Ketergantungan pada Keterlibatan Pelanggan: Jika pelanggan tidak dapat berpartisipasi secara aktif, keberhasilan penerapan Agile dapat terhambat.
Penerapan Metode Agile dalam pelaksanaan proyek dapat membawa manfaat signifikan dalam hal responsibilitas tim, fleksibilitas, dan kualitas produk. Namun, perubahan budaya dan tantangan tertentu perlu diatasi agar metode ini dapat diterapkan secara efektif.
Dengan keterlibatan yang baik dan pemahaman mendalam tentang prinsip-prinsip Agile, organisasi dapat meraih keuntungan kompetitif yang signifikan melalui pengelolaan proyek yang adaptif dan responsif.