BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara agraris. Selain itu, Indonesia juga menyimpan kekayaan di bidang pertanian sangat beragam. Salah satu produk unggulan pertanian Indonesia adalah tanaman pangan. Menurut UU No.7 Tahun 1996, tanaman pangan merupakan salah satu komoditas terpenting, karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang pemenuhannya menjadi hak masyarakat Indonesia, dan salah satu komoditas tanaman pangan yang paling penting dikonsumsi selain padi dan jagung adalah kedelai.
Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Berbagai produk olahan seperti tahu, tempe, kecap, dan susu merupakan produk yang menggunakan biji kedelai. Umumnya kedelai kuning yang berbiji besar banyak dimanfaatkan untuk pembuatan tempe dan susu kedelai, yang berbiji kecil digunakan untuk kecambah sayur dan tahu, sedangkan kedelai hitam umumnya diolah untuk pembuatan kecap (Sumartini & Sulistyo, 2016).
Kedelai merupakan sumber protein nabati yang sangat penting dalam rangka peningkatan gizi masyarakat karena aman bagi kesehatan dan harganya yang relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewani. Kandungan gizi dalam 100 g yaitu 331.0 kkal kalori, 34.9 g protein, 18.1 g lemak, 34.8 g karbohidrat, 4.2 g serat, 227.0 mg kalsium, 585.0 mg fosfor, 8.0 mg besi, dan 1.0 mg vitamin B1 (Bakhtiar dkk, 2014).
Perkembangan produksi kedelai di Indonesia setiap tahun terus mengalami peningkatan namun masih belum bisa memenuhi kebutuhan. Sebagai contoh, kebutuhan konsumsi kedelai tahun 2013 secara nasional mencapai 2,24 juta ton, namun produksi dalam negeri hanya mencapai 779.992 ribu ton dari areal pertanaman kedelai seluas 550.793 hektar (Badan Pusat Statistik, 2015). Berikut ini adalah tabel perbandingan luas panen, produktivitas dan produksi kedelai 5 tahun terakhir di Indonesia.
Tabel 1.1 Perbandingan Luas Lahan, Produktivitas dan Produksi Kedelai di Indonesia Tahun 2011-2015
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015)
Berdasarkan Tabel 1.1, tingkat produktivitas dan produksi kedelai di Indonesia dari tahun 2011-2013 mengalami penurunan sedangkan pada tahun 2014-2015 mengalami peningkatan hasil produksi. Perkembangan produksi kedelai di Indonesia tahun 2015 merupakan puncak produksi kedelai mencapai 982.967 ton per hektar. Produktivitas kedelai di Indonesia masih tergolong rendah yaitu sekitar 1,5 ton per hektar, padahal potensi produksinya masih bisa ditingkatkan menjadi 2,5 ton per hektar (Efendi, 2010).
Untuk memenuhi kebutuhan kedelai secara nasional, produksi kedelai dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan sebagai mana mestinya sehingga
Uraian Tahun
2011 2012 2013 2014 2015
Luas lahan
(ha) 622.254 567.624 550.793 615.685 624.848
Produktivitas
(ton/ha) 1,368 1,485 1,416 1,551 1,573
Produksi (ton) 851.286 843.153 779.992 954.997 982.967
diperlukan suplai kedelai tambahan yang harus di impor dari luar negeri (Badan Pusat Statistik, 2015).
Penyebab rendahnya hasil kedelai di Indonesia antara lain adalah gangguan penyakit tanaman. Salah satu penyakit yang sering merusak tanaman kedelai adalah penyakit karat daun yang disebabkan oleh cendawan Phakopsora pachyrizi.
Penurunan hasil oleh penyakit ini bisa mencapai 30-60%. Selain menurunkan hasil penyakit karat daun juga berpotensi untuk menurunkan kualitas biji kedelai.
Tanaman kedelai yang terserang penyakit ini memiliki biji lebih kecil (Sumarno dkk, 1990).
Petani umumnya mengendalikan penyakit karat dengan menggunakan fungisida kimia, namun cara ini dianggap kurang efektif dan sering menimbulkan berbagai efek negatif. Oleh karenanya perlu diupayakan cara pengendalian penyakit karat yang lebih ramah lingkungan. Salah satu usaha untuk mengurangi penyakit ini ialah dengan menanam varietas tahan dan melakukan pengendalian menggunakan agens hayati berupa PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dan Coryne (Corynebacterium).
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Uji Efikasi Agens Hayati terhadap Intensitas Penyakit Karat pada Beberapa Varietas Kedelai Umur Dalam di Dataran Rendah”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pengaruh varietas kedelai umur dalam dan pemberian agens hayati terhadap intensitas penyakit karat, pertumbuhan, dan hasil kedelai di dataran rendah?
b. Bagaimana interaksi varietas kedelai umur dalam dan pemberian agens hayati terhadap intensitas penyakit karat, pertumbuhan, dan hasil kedelai di dataran rendah?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Untuk mengetahui pengaruh varietas kedelai umur dalam dan pemberian agens hayati terhadap intensitas penyakit karat, pertumbuhan, dan hasil kedelai di dataran rendah;
b. Untuk mengetahui interaksi varietas kedelai umur dalam dan pemberian agens hayati terhadap intensitas penyakit karat, pertumbuhan, dan hasil kedelai di dataran rendah.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini diharapkan dapat :
a. Memberikan informasi mengenai produksi kedelai varietas Wilis dan varietas Sinabung di dataran rendah;
b. Memberikan konstribusi informasi mengenai pengaruh pemberian agens hayati (PGPR dan Corynebacterium) terhadap produksi tanaman kedelai varietas Wilis dan Sinabung di dataran rendah.