• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Penggunaan Obat Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar

N/A
N/A
Fira Veronica

Academic year: 2025

Membagikan "Evaluasi Penggunaan Obat Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH DADI

MAKASSAR BULAN JULI – DESEMBER PERIODE TAHUN 2022

CHANTYKA NANDA ERNAS D1B220004

PROGRAM STUDI DIII FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR

2023

(2)

MAKASSAR BULAN JULI – DESEMBER PERIODE TAHUN 2022

Disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Ahli Madya Farmasi

CHANTYKA NANDA ERNAS D1B220004

PROGRAM STUDI DIII FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR 2023

i

(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah dengan judul :

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH DADI

MAKASSAR BULAN JULI – DESEMBER PERIODE TAHUN 2022

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Penelitian

Fakultas Farmasi Universitas Megarezky Pada hari senin, 18 september 2023

Pembimbing I

Apt. Wahyuni, S.Farm., M.Farm NIDN: 09 180886 03

Pembimbing II

Nurfiddin Farid, S.Farm.,M.Farm NIDN: 09 151090 02

Mengetahui

Ketua Program Studi D-III Farmasi

Suhrah Febrina Karim, S.Farm., M.Farm NIDN. 09 220292 03

ii

(4)

salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program Diploma terhadap mahasiswa atas nama :

Nama : Chantyka Nanda Ernas

NIM : D1B220004

Program Studi : Farmasi Jenjang : Diploma III

Judul Skripsi : EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOTIK PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH DADI MAKASSAR BULAN JULI – DESEMBER PERIODE TAHUN 2022

Yang telah diuji oleh Tim Penguji KTI, sebagai berikut :

Tim Penguji Tanda Tangan

1. Apt. Wahyuni, S.Farm., M.Farm (..………)

2. Nurfiddin Farid, S.Farm.,M.Farm (………..)

3. Apt. Nielma Auliah, S.si., M.si (……….)

Mengetahui, Dekan,

Dr.

Apt. Besse Yuliana, S.si., M.si.

NIDN. 09 231179 01

Ketua Program Studi,

Suhrah Febrina Karim, S.Farm., M.Farm NIDN. 09 220292 03

iii

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan KTI ini, yang merupakan salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Ahli Madya/Sarjana pada Program Studi DIII Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Megarezky.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, mungkin masih banyak kekurangan atau kelemahan baik dari segi penyusunan maupun dari pandangan pengetahuan, oleh karena itu penulis mengharap adanya saran, pendapat atau kritik yang bersifat konstruktif dari semua demi kesempurnaan penulisan KTI ini.

Selama proses penyelesaian skripsi ini banyak kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi, namun atas bantuan bimbingan dan kerjasama dari semua pihak yang terlibat di dalamnya sehingga hambatan dan kesulitan tersebut dapat teratasi dengan baik. Untuk itu perkenankanlah penulis dengan segala hormat dan kerendahan hati mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar- besarnya kepada Ibu apt. Wahyuni, S.Farm., M.Farm selaku Pembimbing I dan bapak Nurfiddin Farid, S.Farm., M.Si selaku Pembimbing II dengan penuh kesabaran, dan keikhlasan meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan perhatian, bimbingan dan arahan kepada penulis.

iv

(6)

2. Ibu Hj. Suryani, SH., MH. selaku Ketua YPI Mega Rezky Makassar.

3. Bapak Prof. Dr. dr. H. Ali Aspar Mappahya, Sp.PD., Sp.JP(K) selaku Rektor Universitas Megarezky.

4. Ibu Dr. Apt. Besse Yuliana, S.si., M.si. selaku Dekan Fakultas Farmasi.

5. Ibu Suhrah Febrina Karim S. Farm, M. Farm, selaku Ketua Program Studi DIII Farmasi

6. Ibu apt. Wahyuni, S.Farm., M.Farm selaku Pembimbing I 7. Bapak Nurfiddin Farid, S.Farm., M.Si selaku Pembimbing II 8. Ibu apt. Nielma Auliah, S.Si., M.Si selaku Penguji

9. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Universitas Megarezky yang telah memberikan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan selama ini.

10. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi DIII Farmasi Fakultas Farmasi Angkatan 2020 dan yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan dukungan selama perkuliahan sampai menyelesaikan pendidikan.

11. Terkhusus kepada kedua orang tua penulis, ayahanda M. Natsir Duppa dan Ibunda Andi Erniati, kakak Anshari Ernas dan adik Andhika P. Ernas yang telah memberi doa dengan tulus dan segala perhatian, dukungan, pengorbanan, dan juga kasih sayang yang luar sehingga penulis bisa sampai saat ini.

(7)

v

(8)

semangat satu sama lain untuk dapat sama-sama menyelesaikan tugas akhir ini.

13. Terakhir, kepada diriku sendiri yang telah mampu menyelesaikan tugas akhir ini, terima kasih karna selalu bersemangat dan menerima setiap keadaan dalam proses ini, dan selalu berusaha mempercayai diri sendiri bahwa saya mampu saya bisa, hingga akhirnya saya mampu melewati semuanya hingga saat ini. Ingat semua kesulitan dan rintangan semua ada solusi jika kita yakin dan mampu untuk melewatinya.

Semoga semua bantuan dari semua pihak mendapatkan pahala yang sebesar- besarnya dari Allah SWT, dan hasil penelitian ini dapat menjadi bacaan yang bermanfaat. Aamiin!

Makassar, september 2023

Penulis,

(9)

vi

(10)

HALAMAN PERSETUJUAN...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN...x

ABSTRAK... xi

ABSTRACT... xii

BAB I PENDAHULUAN...1

A.Latar Belakang...1

B.Rumusan Masalah... 5

C.Tujuan Penelitian...5

D.Manfaat Penelitian...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...6

A.Skizofrenia...6

1.Definisi Skizofrenia...6

2.Klasifikasi Skizofrenia...8

3.Diagnosis Skizofrenia...10

4.Terapi Skizofrenia...10

5.Gejala – Gejala Skizofrenia...11

6.Faktor – Faktor Yang Berperan Terhadap Skizofrenia...13

B.Antipsikotik... 15

1.Definisi Antipsikotik...15

2.Penggolongan Antipsikotik...17

vii

(11)

3.Mekanisme Kerja Antipsikotik...19

4.Efek Samping Antipsikotik...19

C.Penggunaan Obat...21

D.Profil Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar...23

1. Sejarah RSKD Dadi Makassar...23

2. Visi dan Misi RSKD Dadi Makassar...25

3. Struktur Organisasi RSKD Dadi Makassar...27

E.Kerangka Konsep...28

F.Variabel... 29

BAB III METODE PENELITIAN...30

A.Desain Penelitian...30

B.Lokasi dan Waktu Penelitian...30

C.Alat dan Bahan...30

D.Populasi dan Sampel...30

E.Pengumpulan dan Analisis Data...32

F.Alur Penelitian...33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...34

A.Hasil Penelitian...34

B.Pembahasan...39

BAB V PENUTUP... 52

A.Kesimpulan... 52

B.Saran...52

DAFTAR PUSTAKA...53

viii

(12)

Tabel 2.2 Obat Antipsikotik Generasi 2...18 Tabel 4.1 Karakteristik Pasien Skizofrenia Berdasarkan Jenis Kelamin Di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli–Desember Periode Tahun 2022... 35 Tabel 4.2 Karakteristik Pasien Skizofrenia Berdasarkan Usia Di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli–Desember Periode Tahun 2022...35 Tabel 4.3 Karakteristik Pasien Skizofrenia Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli –Desember Periode Tahun 2022...36 Tabel 4.4 Karakteristik Pasien Skizofrenia Berdasarkan Pekerjaan Di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli–Desember Periode Tahun 2022...36 Tabel 4.5 Karakteristik Pasien Skizofrenia Berdasarkan Diagnosis Di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli–Desember Periode Tahun 2022...37 Tabel 4.6 Karakteristik Pasien Skizofrenia Berdasarkan Golongan Obat Antipsikotik Di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli- Desember Periode Tahun 2022...38 Tabel 4.7 Data Penggunaan Obat Tunggal dan Kombinasi Pasien Skizofrenia 38 Tabel 4.8 Hasil Penelitian Berdasarkan Ketepatan Penggunaan Obat

Antipsikotik... 39

ix

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian...57

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian DPMPTSP...58

Lampiran 3. Dokumentasi Pengambilan Data...59

Lampiran 4. Data Mentah Penelitian...60

x

(14)

Makassar Bulan Juli-Desember Periode Tahun 2022. Dibimbing Oleh Wahyuni dan Nurfiddin Farid.

Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan dan kondisi medis yang dapat mempengaruhi fungsi otak manusia, mempengaruhi emosional dan perilaku serta dapat mempengaruhi fungsi kognitif normal. hasil Riset Kesehatan Dasar 2018, menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat (psikosis/skizofrenia) pada penduduk Indonesia mencapai sekitar 282.654 orang atau sebanyak 6,7%. Gejala skizofrenia pada umumnya berkembang pada masa remaja akhir/dewasa awal, yaitu mulai dari

20 tahunan. Telah dilakukan penelitian tentang “Evaluasi Penggunaan Obat Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Bulan Juli-Desember Periode Tahun 2022”. Dengan tujuan Untuk mengetahui evaluasi penggunaan obat antipsikotik pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar. Penelitian ini merupakan studi deskriptif observasional menggunakan data retrospektif berupa rekam medik pasien skizofrenia rawat inap bulan juli-desember tahun 2022. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 90 pasien, Evaluasi Penggunaan Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli-Desember Periode Tahun 2022 didapatkan tepat diagnosa sebanyak (100%), tepat indikasi sebanyak (100%), tepat obat sebanyak (100%), dan tepat dosis sebanyak (100%)

Kata Kunci : Skizofrenia, Penggunaan Obat Antipsikotik, Rekam Medik.

xi

(15)

ABSTRACT

CHANTYKA NANDA ERNAS (D1B220004). Evaluation of Antipsychotic Medicine Use in Schizophrenia Patients at Dadi Hospital, Makassar, July- December, 2022. Supervised by Wahyuni and Nurfiddin Farid.

Schizophrenia is a psychiatric disorder and medical condition that can affect human brain function, emotions and behavior. and normal cognitive function. The results of the 2018 Basic Health Research showed that the prevalence of severe mental disorders (psychosis/schizophrenia) in the Indonesian population reached around 282,654 people or 6.7%. Symptoms of schizophrenia generally develop in late adolescence/early adulthood, starting from the 20s. Research has been conducted on "Evaluation of Antipsychotic Medicine Use in Schizophrenia Patients at Dadi Hospital in July-December for the Period of 2022". The objective was to know the evaluation of antipsychotic medicine use in schizophrenia patients at Dadi Makassar Hospital. This was an observational descriptive study using retrospective data in the form of medical records of inpatient schizophrenia patients in July- December 2022. The research results show that from 90 patients, Evaluation of Antipsychotics Medicine Use in Schizophrenia Patients at Dadi Makassar Hospital in July-December Period of 2022 by 2022, there will be as many correct diagnoses as (100%), correct indications of (100%), correct medications of (100%), and correct doses of (100%)

Keywords: Schizophrenia, Antipsychotic Medicine Use, Medical Records

xii

(16)

A. Latar Belakang

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Obat adalah bahan atau kombinasi bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologis atau keadaan patologis dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. untuk manusia. Penggunaan narkoba semakin meningkat sehingga perlu memperhatikan masalah dalam penggunaan obat (Berlian Hanutami, 2019).

Kesehatan jiwa saat ini merupakan masalah kesehatan yang menjadi perhatian di dunia. Menurut data WHO tahun 2016, terdapat sekitar 21 juta orang di dunia yang terkena skizofrenia. Salah satu gangguan jiwa di negara berkembang seperti Indonesia adalah skizofrenia (Wiranti Musdalifah, 2019).

Orang dengan gangguan jiwa, meskipun tidak menyebabkan kematian, akan menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu dan menjadi beban berat bagi keluarga. Gangguan kesehatan jiwa tidak hanya berupa gejala kejiwaan,tetapi yang dialami penderita seperti kecemasan, depresi, malas bekerja, emosi yang tidak terkendali, ketergantungan obat, alkohol, merokok, kepikunan pada orang tua, autisme pada anak (Mariana, 2019).

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang menjadi masalah utama di negara berkembang. Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan dan kondisi medis yang dapat mempengaruhi fungsi otak manusia, mempengaruhi emosional dan perilaku serta

1

(17)

2

dapat mempengaruhi fungsi kognitif normal (Mariani, 2019).

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang sangat parah. Penyakit ini menyerang 4 hingga 7 dari 1000 orang. Skizofrenia biasanya menyerang pasien dewasaberusia 15-35 tahun. Diperkirakan terdapat 50 juta penderita di dunia, 50%

penderita tidak mendapatkan pengobatan yang tepat, dan 90% penderita yang tidak mendapatkan pengobatan yang tepat terjadi di negara berkembang. Di Indonesia prevalensi gangguan jiwa berat (skizofrenia) adalah 0,46%. Sulawesi Tengah menempati urutan pertama dari provinsi lain di Sulawesi dengan penderitaskizofrenia sebesar 0,53% (Fahrul, 2014).

Salah satu pengobatan skizofrenia adalah dengan menggunakan obat antipsikotik. Antipsikotik merupakan terapi obat utama yang efektif dalam mengobati skizofrenia. Rumah Sakit Daerah Madani merupakan satu-satunya rumah sakit milik pemerintah di Provinsi Sulawesi Tengah sebagai rujukan pasien gangguan jiwa. Berdasarkan laporan dari unit rekam medik Rumah Sakit Daerah Madani disebutkan bahwa kasus pasien skizofrenia rawat inap termasuk yang terbanyak dan mengalami peningkatan setiap tahunnya di rumah sakit tersebut dengan kejadian pada tahun 2010 terdapat 326 pasien skizofrenia dari 506 pasien dengan gangguan jiwa, tahun 2011 terdapat 347 pasien skizofrenia dari 560 pasien gangguan jiwa, tahun 2012 terdapat 365 pasien skizofrenia dari 427 pasien gangguan jiwa dan tahun 2013 terdapat 375 pasien skizofrenia dari 662 pasien gangguan jiwa (Fahrul, 2014).

Menurut British Medical Association (BMA) obat yang paling sering dan umum digunakan untuk pengobatan skizofrenia adalah antipsikotik. Obat

(18)

antipsikotik dapat digunakan untuk mengobati skizofrenia dengan halusinasi dan delusi serta untuk mencegah kekambuhan (Rika Paramitha, 2018).

Penderita skizofrenia di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya.

Terjadi peningkatan prevalensi skizofrenia dari 1,7% pada tahun 2013 menjadi7%

pada tahun 2016. Prevalensi skizofrenia pada masyarakat Indonesia padatahun 2016 mencapai sekitar 400.000 orang atau 1,7 per 1.000 penduduk. Gejala skizofrenia umumnya berkembang pada masa remaja akhir atau dewasa awal, mulai dari usia 20 tahun (Puspita Sari, 2019).

Laporan nasional hasil Riset Kesehatan Dasar 2018, menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat (psikosis/skizofrenia) pada penduduk Indonesia mencapai 6,7 juta jiwa. Gangguan jiwa paling berat menurut provinsi di Indonesia yaitu Bali dan DIY. Provinsi Bali menempati urutan pertama diantara provinsi lain diIndonesia yaitu 11,1%.

Menurut data Riskesdas 2018, prevalensi gangguan jiwa emosional yang ditunjukkan dengan gejala depresi dan kecemasan pada usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 6,1% dari total penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia mencapai sekitar 282.654 orang atau sebanyak 6,7%.

Gangguan jiwa bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Hasil analisis dari WHO sekitar 450 juta orang menderita gangguan jiwa termasuk skizofrenia. Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementerian Republik Indonesia menyimpulkan bahwa prevalensi gangguan jiwa emosional yang menunjukkan gejala depresi dan kecemasan pada usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 6,1%

(19)

4

dari total penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia mencapai sekitar 282.654 orang atau sebanyak 6,7. Jumlah gangguan jiwa berat atau psikosis/skizofrenia tahun 2018 di Indonesia, provinsi dengan gangguan jiwa terbesar pertama antara lain Bali (11,1%), kemudian urutan kedua Daerah Istimewa Yogyakarta (10,4%), urutan ketig Nusa Tenggara Barat (9,6%), Sumatra Barat peringkat keempat (9,1%), dan Sulawesi Selatan peringkat kelima (8,8%) dari seluruh provinsi di Indonesia.

Data yang diperoleh dari RSKD Provinsi Sulawesi Selatan periode tahun 2017, ditemukan kurang lebih 15.160 orang dengan gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa yang diagnosa keperawatannya halusinasi sekitar 7.853 orang, menarik diri 2.217 orang, waham 332 orang, harga diri rendah 1.262 orang, perilaku kekerasan 1.060 orang, defisit care 1.708 orang, percobaan bunuh diri 242 orang. Menurut data terakhir periode Januari hingga September 2018, ditemukan sekitar 13.292 orang dengan gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwayang terdiagnosa keperawatan halusinasi kurang lebih 6.585 orang, menarik diri 1.904 orang, waham 451 orang, harga diri rendah 1.318 orang, perilaku kekerasan 1.145 orang, defisit care 1.548 orang, percobaan bunuh diri 5 orang (Mariani, 2019).

Berdasarkan hal tersebut, maka akan dikaji Evaluasi Penggunaan Obat Golongan Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Periode Tahun 2022. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan antipsikotik pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar.

(20)

B. Rumusan Masalah

Bagaimana evaluasi penggunaa obat antipsikotik pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli – Desember Periode Tahun 2022.

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui evaluasi penggunaan obat antipsikotik pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli-Desember Periode Tahun 2022.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penelitian

Menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan, khususnya dalam prosedur penggunaan obat antipsikotik pada pasien skizofrenia yang baik dan benar.

2. Bagi Masyarakat

Dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat dalam penggunaan obat antipsikotik pada pasien skizofrenia, khususnya di lingkungan Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar.

3. Bagi Intitusi

Sebagai bahan tambahan informasi dan referensi serta pengembangan untuk penelitian selanjutnya.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Skizofrenia 1. Definisi Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan mental yang penderitanya tidak mampu menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik dan pemahaman diri (self insight) yang buruk (Yudiansyah, 2015). Skizofrenia berasal dari kata schizos yang berarti terbelah, terpecah dan pren artinya pikiran. Jadi secara harfiah, skizofrenia bisa jadi ditafsirkan sebagai pikiran/jiwa yang terbelah.

Keadaan ini umumnya datang dalam bentuk halusinasi, paranoid, kepercayaan atau pikiran yang tidak tepat yang tidak sesuai dengan fakta serta tidak berdasarkan logika dan disertai dengan disfungsi sosial dan pekerjaan yang signifikan (Yudiansyah, 2015).

Skizofrenia ditandai dengan adanya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan perilaku pasien yang digambarkan oleh adanya gejala fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran dan gangguan asosiasi.Sedangkan gejala sekundernya adalah delusi dan halusinasi (Yudiansyah, 2015).

Skizofrenia terjadi paling sering pada akhir masa remaja atau masa dewasa awal, jarang terjadi sebelum masa remaja atau diatas usia 40 tahun, dikarenakan rentang usia ini merupakan usia produktif yang penuh dengan faktor stres dan dibebani tanggung jawab besar. Faktor stres tersebut diantaranya, termasuk masalah keluarga maupun rekan kerja, pekerjaannya terlalu berat, dan masalah ekonomi yang dapat mempengaruhi perkembangan emosional (Mawar, 2017).

(22)
(23)

7

Skizofrenia adalah suatu gangguan yang terjadi pada otak manusia yang mempengaruhi memori, perhatian dan fungsi eksklusif, dan melumpuhkan.

Orang dengan penyakit ini memiliki pengaruh yang tidak wajar dan kemampuan kognitif yang menurun. Banyak penderita skizofrenia terisolasi bahkan tidak bisa bekerja lagi atau pengangguran dan kesehatan fisik memburuk (Silvia, 2018).

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, perilaku pikiran yang terganggu, emosi, dan pikiran tidak terhubung secara logis; persepsi dan perhatian yang keliru; dan berbagai gangguan aktivitas motorik yang aneh. Pasien skizofrenia menarik diri dari orang lain dan kenyataan, sering masuk ke dalam kehidupan fantasi yangpenuh delusi dan halusinasi (Soetji, 2017).

Skizofrenia merupakan masalah kesehatan yang dialami di seluruh dunia, dan memerlukan perhatian terutama dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Skizofrenia adalah gangguan mental yang sering ditandai dengan perilaku sosial abnormal dan kegagalan untuk mengenali yang nyata. Gejala umum ditandai dengan berpikir tidak jelas atau bingung, halusinasi pendengaran, keterlibatan sosial berkurang dan ekspresi emosional, dan kurangnya motivasi (Soetji, 2017).

Gangguan mental ditandai dengan gangguan proses berpikir yang menyimpang akibat beban berat yang tidak dapat diatasi oleh penderitanya.

Gangguan jiwa skizofrenia adalah gangguan jiwa yang serius dan gawat yang dapat dialami oleh manusia sejak muda dan dapt berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika terjadi pada orang lanjut usia (lansia) karena melibatkan

(24)

perubahan baik dari segi fisik, psikologis maupun sosial budaya (Soetji, 2017).

Schizofrenia merupakan gangguan jiwa yang dalam kebanyakan kasus bersifat sangat serius, berkelanjutan dan dapat mengakibatkan kendala social, emosional dan kognitif (pengenalan, pengetahuan, daya membadakan; lat cognitus = dikenal). Akan tetapi, ada pula banyak varian lain yang kurang serius. Schizofrenia adalah penyebab terpenting gangguan psikotis, dimana periode psikotis diselingi periode „normal‟, saat pasien dapat berfungsi baik.

Mulainya penyakit sering kali secara menyelinap, adakalanya juga dengan mendadak. Pada pria biasanya timbul antara usia 15-25 tahun, jarang diatas 30 tahun, sedangkan pada Wanita antara 25-35 tahun (Tan & Kirana, 2015).

2. Klasifikasi Skizofrenia

Skizofrenia dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu sebagai berikut (Istichomah, 2019):

a. Skizofrenia Paranoid (F20,0)

Merupakan subtipe yang paling utama dimana waham dan halusinasi auditorik jelas terlihat. Gejala utamanya adalah waham kejar atau waham kebesarannya dimana individu dikejar-kejar oleh pihak tertentu yang ingin mencelakainya.

b. Skizofrenia Disorganisasi (hebefrenik) (F20,1)

Tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, kecenderungan untuk selalu menyendiri, perilaku hampa tujuan dan perasaan, afek tidak wajar, senyum dan ketawa sendiri, proses berpikir disorganisasi dan pembicaraan inkoheren.

(25)

9

c. Skizofrenia Katatonik (F20,2)

Gambaran perilakunya yaitu stupor (kehilangan semangat), gaduh, gelisah, menampilkan posisi tubuh tidak wajar, negativisme (perlawanan), rigiditas (posisi tubuh kaku), fleksibilitas area, mematuhi perintah otomatis dan pengulangan kalimat tidak jelas.

d. Skizofrenia Tak Terinci (F20,3)

Mempunyai halusinasi, waham dan gejala psikosis aktif yang menonjol(misal kebingungan, inkoheren) atau memenuhi kriteria skizofrenia tetapi tidak dapat digolongkan pada tipe paranoid, katatonik, hebefrenik, residual dan depresi pasca skizofrenia.

e. Depresi Pasca Skizofrenia (F20,4)

Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi sedikitnya kriteria untuk suatu episode depresif dan telah ada paling sedikit 2 minggu.

f. Skizofrenia Residual (F20,5)

Gejala negatif menonjol (psikomotorik lambat, aktivitas turun, berbicara kacau), riwayat psikotik (halusinasi dan waham) dan tidak terdapat gangguan mental organik.

g. Skizofrenia Simpleks (F20,6)

Gejala utama adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Kurang memperhatikan keluarga atau menarik diri, waham dan halusinasi jarang terjadi serta timbulnya perlahan-lahan.

(26)

3. Diagnosis Skizofrenia

Kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM-V:

1. Dua atau lebih gejala berikut, yang masing-masing muncul dalam waktu yang signifikan selama periode 1 bulan:

1) Halusinasi.

2) Cara bicara yang tidak teratur misalnya, sering terpeleset atau tidak logis.

3) Tingkah laku yang tidak terkontrol.

4) Gejala negatif yaitu, kurangnya ekspresi atau tidak ada kemauan.

2. Gangguan berlangsung sekitar 1 bulan tapi kurang dari 6 bulan.

3. Gangguan skizofrenia dan depresi atau gangguan bipolar dengan ciri psikotik.

4. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan obat, medikasi) atau kondisi medis lainnya.

4. Terapi Skizofrenia a. Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi masih merupakan pilihan utama pada skizofrenia.

Pilihan terapi pada skizofrenia di pilih berdasarkan target gejala pada pasien skizofrenia. Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah bahaya pada pasien, mengontrol perilaku pasien, dan untuk mengurangi gejala psikotik pada pasien seperti agresif, gejala negatif, dan gejala positif (Faddly, 2016).

Terapi farmakologi merupakan sebuah terapi yang menggunakan obat antipsikotik. Saat ini, obat antipsikotik merupakan terapi primer untuk pasien skizofrenia. Pada fase akut akan di temukan gambaran psikotik seperti

(27)

11

waham, halusinasi, gangguan berpikir. Pemilihan terapi fase akut karena pada fase inilah pasien skizofrenia memerlukan perhatian dan perawatan intensif (Hariyanto, 2016).

b. Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi lebih aman di gunakan karena tidak menimbulkan efek samping seperti obat–obatan, karena terapi non farmakologi menggunakan proses fisiologis. Salah satu terapi non farmakologi yang efektif adalah mendengarkan musik. Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan meningkatkan kemampuan pikiran seseorang. Terapi musik merupakan sebuah aktivitas terapeutik yang menggunakan musik sebagai media untuk memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental, fisik, dan kesehatan emosional (Wachidah, 2019).

5. Gejala – Gejala Skizofrenia

Gejala skizofrenia dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

a. Gejala positif skizofrenia

1) Delusi atau waham yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional. Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap menyakini kebenarannya.

2) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan, misalnya penderita mendengar suara-suara di telinganya padahal tidakada sumber dari suara itu.

(28)

3) Kekacauan alam fikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya.

Misalnya bicaranya kacau sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.

4) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan.

5) Merasa dirinya orang besar, merasa serba mampu, serba hebat dan sejenisnya.

6) Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.

7) Menyimpan rasa permusuhan.

b. Gejalah negatif skizofrenia

1) Alam perasaan (affect) tumpul dan datar. Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.

2) Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawl) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).

3) Kontak emosional amat miskin sukar diajak bicara, pendiam.

4) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.

5) Sulit dalam berfikir abstrak.

6) Pola pikir stereotip.

7) Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif, tidak ada upaya dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton serta tidak ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan nafsu).

(29)

13

6. Faktor – Faktor Yang Berperan Terhadap Skizofrenia

Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya skizofrenia adalah sebagai berikut:

1. Umur

Umur 25-35 tahun kemungkinan berisiko 1,8 kali lebih besar menderita skizofrenia dibandingkan umur 17-24 tahun.

2. Jenis Kelamin

Proporsi skiofrenia terbanyak adalah laki-laki (72%) dengan kemungkinan laki-laki berisiko 2,37 kali lebih besar mengalami kejadian skizofrenia dibandingkan perempuan. Kaum pria lebih mudah terkena gangguan jiwa karena kaum pria yang menjadi penopang utama rumah tangga sehingga lebih besar mengalami tekanan hidup, sedangkan perempuan lebih sedikit berisiko menderita gangguan jiwa dibandingkan laki-laki karena perempuan lebih bisa menerima situasi kehidupan dibandingkan dengan laki-laki.

Meskipun beberapa sumber lainnya mengatakan bahwa wanita lebih mempunyai risiko untuk menderita stress psikologik dan juga wanita relatif lebih rentan bila dikenai trauma. Sementara prevalensi skizofrenia antara laki-laki dan perempuan adalah sama.

3. Pekerjaan

Pada kelompok skizofrenia, jumlah yang tidak bekerja adalah sebesar 85,3%

sehingga orang yang tidak bekerja kemungkinan mempunyai risiko 6,2 kali lebih besar menderita skizofrenia dibandingkan yang bekerja. Orang yang tidak bekerja akan lebih mudah menjadi stres yang berhubungan dengan tingginya kadar hormon stres (kadar katekolamin) dan mengakibatkan

(30)

ketidakberdayaan, karena orang yang bekerja memiliki rasa optimisterhadap masa depan dan lebih memiliki semangat hidup yang lebih besar dibandingkan dengan yang tidak bekerja.

4. Status Perkawinan

Seseorang yang belum menikah kemungkinan berisiko untuk mengalami gangguan jiwa skizofrenia dibandingkan yang menikah karena status marital perlu untuk pertukaran ego ideal dan identifikasi perilaku antara suami dan istri menuju tercapainya kedamaian. Danperhatian dan kasih sayang adalah fundamental bagi pencapaian suatu hidup yang berarti dan memuaskan.

5. Konflik Keluarga

Konflik keluarga kemungkinan berisiko 1,13 kali untuk mengalami gangguan jiwa skizofrenia dibandingkan tidak ada konflik keluarga.

6. Status Ekonomi

Status ekonomi rendah mempunyai risiko 6,00 kali untuk mengalami gangguan jiwa skizofrenia dibandingkan status ekonomi tinggi. Status ekonomi rendah sangat mempengaruhi kehidupan seseorang. Beberapa ahli tidak mempertimbangkan kemiskinan (status ekonomi rendah) sebagai faktor risiko, tetapi faktor yang menyertainya bertanggung jawab atas timbulnya gangguan kesehatan.6 Himpitan ekonomi memicu orang menjadi rentan dan terjadi berbagai peristiwa yang menyebabkan gangguan jiwa.

Jadi, penyebab gangguan jiwa bukan sekadar stressor psikososial melainkan juga stressor ekonomi. Dua stressor ini kait-mengait, makin membuat persoalan yang sudah kompleks menjadi lebih kompleks (Siti, 2013).

(31)

15

B. Antipsikotik 1. Definisi Antipsikotik

Antipsikotik (major tranquilizers) adalah obat-obat yang dapat menekan fungsi-fungsi psikis tertentu tanpa memengaruhi fungsi umum seperti berpikir dan berkelakuan normal. Obat ini dapat meredakan emosi dan agresi dan dapat pula menghilangkan atau mengurangi gangguan jiwa seperti impian dan pikiran khayali (halusinasi) serta menormalkan perilaku yang tidak normal.

Oleh karna itu antipsikotika terutama digunakan pada psikosis, penyakit jiwa hebat tanpa keinsafan sakit oleh pasien, misalnya penyakit schzofrenia (gila) dan psikosis mania-depresif (Tjay & Rhardja, 2015).

Antipsikotik merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif mengobati skizofrenia. Pemberian obat jenis ini tidak bersifat kuratif karena sebenarnya tidak menyembuhkan penyakit namun mengupayakan penderita untuk bisa menjalankan aktivitas normal. Antipsikotik efektif mengobati gejalapositif pada episode akut misalnya halusinasi, waham, digunakan untuk mencegah kekambuhan. Untuk pengobatan darurat gangguan perilaku akut dan untuk mengurangi gejala (Khairiatul, 2020).

Antipsikotik merupakan obat terapi primer untuk pasien skizofrenia.

Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola piker yang terjadi pada skizofrenia. Golongan antipsikotik terdiri dari dua jenis, yaitu antipsikotik tipikal (generasi pertama) dan antipsikotik atipikal (generasi kedua) (Khofifah, 2020).

(32)

Penggunaan kombinasi AGP-AGK merupakan kombinasi yang paling banyak diberikan (70,83%), karena antipsikotik generasi pertama dapat memperbaiki gejala positif dari skizofrenia, namun umumnya tidak memperbaiki gejala negatif. Sedangkan antipsikotik generasi kedua dapat memperbaiki gejala positif dan negatif dari skiofrenia dan lebih efektif mengobati pada pasien yang resisten. Antipsikotik generasi pertama maupun kedua sama-sama berpotensi menyebabkan efek samping berupa sedasi, gangguan otonomik, gangguan ekstrapiramidal dan gangguan pada sistem metabolik (Mawar Dwi, 2017).

Perbedaan kedua golongan ini yaitu adanya efek samping yang timbul.

Ketepatan pengunaan antipsikotik sangat penting untuk mempertahankan terapi pengobatan dan dapat mempengaruhi kesediaan pasien dalam menerima dan melanjutkan pengobatan farmakologis. Terapi antipsikotik atipikal lebih menguntungkan daripada tipikal yaitu antara lain karena atipikal mempunyai efek samping yang rendah untuk mengatasi terjadinya gejala positif maupun negatif. Ketidaktepatan indikasi, pemilihan obat, pasien dan dosis dapat menjadi penyebab kegagalan terapi pengobatan skizofrenia. Skizofrenia adalah suatu tanda atau gejala berbagai macam kondisi penyakit mental yang sering mengusik, mengganggu proses berfikir seseorang, emosi, dan tingkah laku.

Angka kejadian skizofrenia pada pria lebih besar daripada wanita (Fadilla, 2016).

(33)

17

2. Penggolongan Antipsikotik

Antipsikotik biasanya dibagi dalam dua kelompok besar, yakni (Tjay &

Rahardja, 2015):

a. Antipsikotik Klasik/Tipikal

Efektif mengatasi gejala positif, pada umumnya dibagi dalam kelompok kimiawi sebagai berikut:

1. Derivat-fenotiazin yaitu: klorpromazin, levomepromazine, dan periciazine, perfenazin dan flufenazin, perazin, trifluoperazine, proklorperazin dan thietilperazin.

2. Derivat-thioxanthen yaitu: klorprotixen dan zuklopentixol.

3. Derivat-butirofenom yaitu: haloperidol, bromperidol, pipamperone, dan droperidol.

4. Derivat-butilpiperidin yaitu: pimozida, fluspirilen, dan penfluridol.

Mekanisme kerja APG-1: sebagai Dopamine Receptor Antagonist.

APG-1 memblokade Dopamin pada reseptor pasca sinaptik neuron diotak, khususnya disistem limbik dan system ekstrapiramidal sehingga efektif untuk gejala positif.

Tabel 2.1 Obat APG-1

Nama Obat Dosis

Chlorpromazine 150 – 600 mg/hari Trifluoperazine 10 -15 mg/hari

Fluphenazine 10 -15 mg/hari Haloperidol 5 – 10 mg/hari

(34)

b. Antipsikotik Atypis/Atipikal

Efektif melawan gejala negative. Efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan APG-1, khususnya gangguan ekstrapiramidal dan dyskinesia tarda. Contoh obat antipsikotik atipikal diantaranya adalah:

sulpirida, klozapin, risperidon, olanzapin, dan quetiapine.

Mekanisme kerja APG-2: sebagai Serotonine – Dopamine Receptor Antagonist (SDA). Obat ini berafinitas terhadap “Dopamine D, Receptors”

dan “Serotonin 5HT, Receptors”, sehingga bermanfaat untuk gejala positif dan negatif.

Tabel 2.2 Obat APG-2

Nama Obat Dosis

Aripiprazole 10 – 15 mg/hari

Brexpiprazole 2 - 4 mg/hari

Clozapine 150 – 300 mg/hari

Olanzapine 10 – 20 mg/hari

Quetiapine 300 – 800 mg/hari

Paliperidone 3 – 6 mg/hari

Risperidone 2 – 6 mg/hari

(35)

19

3. Mekanisme Kerja Antipsikotik

Antipsikotik bekerja secara langsung terhadap saraf otak dikarnakan bersifat lipolif dan mudah masuk ke dalam CCS (cairan cerebrospinal).

Meskipun mekanisme kerjanya pada biokimiawi belum diketahui dengan pasti,tetapi ada indikasi kuat bahwa mekanisme ini terkait erat dengan kadar neurotransmitter diotak.

Mekanisme antipsikotik menghambat dengan kuat reseptor dopamin (D2) disistem limbis otak dan disamping itu juga menghambat reseptor D1/D4’1

dan α2 adrenergik, serotonim, muskarin, dan histamin. Analisis baru mengenai otak telah menunjukkan bahwa blockade-D2 saja tidak selalu cukup untukmengobati skizofrenia secara efektif. Untuk itu neuro hormon lainnya seperti serotonin (5HT2), glutamate, dan GABA (gamma-butyic acid) perlu dipengaruhi (Tjay & Rahardja, 2015).

4. Efek Samping Antipsikotik

Efek samping serius dapat membatasi penggunaan antipsikotik dan yang paling sering terjadi adalah:

a. Gejala ekstrapiramidal adalah masalah yang paling mengganggu. Gejala ini mudah dikenali tetapi tidak dapat diperkirakan secara akurat karna bergantung pada dosis, jenis obat, dan kondisi individual pasien. Gejala ekstrapiramidal termasuk diantaranya:

1) Gejala Parkinson (termasuk tremor) yang akan timbul lebih sering pada orang dewasa atau lansia dan dapat muncul secara bertahap.

(36)

2) Distonia (pergerakan wajah dan tubuh yang tidak normal) dan dyskinesia, yang lebih sering terjadi pada anak atau remaja dan muncul setelah pemberian hanya beberapa dosis.

3) Akatisia (restlessness) yang secara kaarakteristik muncul setelah pemberian dosis awal yang besar dan mungkin memperburuk kondisi yang sedang diobati.

4) Tardive dyskinesia (ritmik, pergerakan lidah, wajah, rahang yang tidak disadari) yang biasanya terjadi pada terapi jangka panjang atau dengan pemberian dosis yang tinggi, tetapi dapat juga terjadi pada terapi jangka pendek dengan dosis rendah.Tardive dyskinesia sementara dapt timbul setelah pemutusan obat (IONI, 2017).

b. Efek antikolinergis, akibat blockade reseptor muskarin, yang bercirikan antara lain mulut kering, penglihatan guram, obstipasi, retensi kemih dan tachycardia, terutama pada lansia.

c. Efek antiserotonin, akibat blockade reseptor-5HT, yang berupa stimulasi nafsu makan dengan akibat naiknya berat badan dan hiperglikemia.

d. Gejala penarikan dapat timbul, meskipun obat tidak berdaya adiktif. Bila penggunaannya dihentikan mendadak dapat terjadi sakit kepala, sukar tidur, mual, muntah, anorexia, dan rasa takut. Oleh karna itu penghentiannyaselalu perlu secara berangsur (Tjay & Rahardja, 2015).

(37)

21

C. Penggunaan Obat

Evaluasi penggunaan obat merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional) (Permenkes, 2016).

Secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria:

(Kemenkes RI, 2011).

i. Tepat Diagnosis

Penggunaan obat di sebut rasional jika di berikan untuk diagnosis yang tepat.

Jika diagnosis tidak di tegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya.

ii. Tepat Indikasi

Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik, misalnya di indikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri.

iii. Tepat Pemilihan Obat

Keputusan untuk melakukan upaya terapi di ambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit.

iv. Tepat Dosis

Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan

(38)

rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping.

Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan

v. Tepat Cara Pemberian

Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pulaantibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk ikatan, sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan efektivtasnya.

vi. Tepat Informasi

Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam menunjang keberhasilan terapi.

vii. Tepat Waktu Pemberian

Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam.

viii. Tepat Pasien

Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan, ketidaktaatan minum obat umumnya terjadi pada keadaan berikut:

1. Jenis dan/atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak.

2. Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering.

3. Jenis sediaan obat terlalu beragam.

4. Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi.

(39)

23

5. Pasien tidak mendapatkan informasi/penjelasan yang cukup mengenai cara minum/menggunakan obat.

6. Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri lambung), atau efek ikutan (urine menjadi merah karena minum rifampisin) tanpa diberikan penjelasan terlebih dahulu.

ix. Waspada Terhadap Efek Samping

Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, karena itu muka merah setelah pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek samping sehubungan vasodilatasi pembuluhdarah di wajah.

Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak kurang dari 12 tahun, karena menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang yang sedang tumbuh.

D. Profil Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar 1. Sejarah RSKD Dadi Makassar

Pada tahun 1920, pemerintah Hindia belanda mendirikan sebuah verpleegtehuz voor krankzinnigen (Rumah perawatan sakit jiwa) di kampong dadi (sebuah tempat pemarah susu) di Makassar, diatas tanah 53,295 m2 didukung bukti kepemilikan dengan sertifikat Hak pakai Nomor 89, dan sekarang menjadi jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Makassar. Awalnya, verpleegtehuiz voor krankzinnigen ini berkapasitas 50 buah tempat tidur dan dipimpin oleh seorang suster berkebangsaan Belanda dengan dibantu beberapa opas (pembantu yang sudah didik), dibawah supervise seorang dokter belanda

(40)

yang datang sekali seminggu. Tidak jelas benar siapa nama suster Belanda itu.

Namun yang pasti, akibat rangkaian laporan resmi yang dibuat pada tahun 1930 seputar keadaan instansi ini dan kondisi buruk para pasien, membuat pemerintah Hindia Belanda mengubah status verpleegtehuiz voor krankzinnigen menjadi sebuah doorgangs huiz (RS Jiwa) Makassar sebagai rujukan dan pusat penampungan penderita gangguan jiwa dari seluruh Indonesia Timur. Pemimpin pertama tercatat adalah Dr. Nurdin.

Pada tahun 1942, setelah jepang menguasai Indonesia, rumah sakit ini diubah fungsinya menjadi sebuah tangsi militer (asrama) dan pasien semua

“dilepas”. Pada tahun 1948, dibawah pemerintah Negeri Indonesia Timur (NIT) Rumah sakit jiwa ini kembali berfungsi. Kemudian pada tahun 1978, rumah Sakit Jiwa diubah statusnya menjadi Rumah Sakit Jiwa kelas A berdasarkan surat keputusan Mentri Kesehatan RI tanggal 28 April 1978 Nomor 135/Menkes/SK/IV/78. Namun karena didasari daerah ini memerlukan sebuah Rumah Sakit, maka dipinjamkan dua (2) buah Bangsal dari RS jiwa untuk menangani pasien umum. Hal ini terus berkembang hingga akhirnya pada lokasi yang sama terdapat 2 buah RS dalam 1 kompleks (Jiwa dan Non Jiwa).

Pada tanggal 5 juni 1993 RS Umum pindah ke lokasi yang baru di Tamalanrea menjadi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Wahidin Sudirohusodo. Meskipun demikian RS Jiwa Dadi tetap melayani penderitadiluar penyakit Jiwa.

(41)

25

Pada tahun 2001, Rumah Sakit ini diserahkan menjadi otonomi daerah dan secara resmi Rumah Sakit Jiwa berubah menjadi Badan Pengelola Rumah Sakit (BPRS) DADI Provinsi sulawesi Selatan sesuai peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 7 Tahun 2002 Tanggal 12 September 2002 Tentang pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Rumah Sakit (BPRS) Dadi Provinsi Sulawesi Selatan.

Karena suatu tim menilai bahwa daerah Sulawesi Selatan banyak terdapat penderita stroke yang tidak tertampung maka pada tahun 2007 diresmikan Stroke Center didalam RS Jiwa Dadi. Kemudian, ditahun 2008 diresmikan berdasarkan Perda Provinsi Sulawesi Selatan No 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Daerah, Lembaga Teknis dan Lembaga Lain Provinsi Sulawesi Selatan maka secara resmi BPRS Dadi provinsi Sulawesi Selatan menjadi Rumah Khusus Daerah (RSKD) Dadi Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Visi dan Misi RSKD Dadi Makassar a. Visi

Rumah sakit khusus Daerah sebagai pusat rujukan pelayanan kesehatan Jiwa, Napza, dan Stroke yang berorientasi melayani, Inovati, Kompetitif, Inklisif dan berkarakter dalam mendukung akselerasi kesejahteraan di Sulawesi Selatan Tahun 2023.

b. Misi

1) Manajemen yang berbasis kinerja dan beriorentasi Melayani, Inovatif, dan berkarakter.

(42)

2) Mengembangkan serana dan persyaratan yang berkualitas dan Berdaya Guna.

3) Pengembangan SDM Kesehatan yang kompotitif dan inklusif.

4) Menciptakan Tata kelola Rumah Sakit Yang baik dan Transparan.

5) Integragrasi Pendidikan kesehatan Dalam pelayanan Rumah Sakit.

(43)

DIREKTUR

KEPALA BIDANG PELAYANAN PENUNJANG

KEPALA SEKSI PELAYANAN PENUNJANG MEDIK

27

3. Struktur Organisasi RSKD Dadi Makassar

Dalam melaksanakan tugas dan pelayanan di RSKD DADI Prov Sul-Sel di butuhkan personil-personil atau organisasi agar sistem pengelolaan di Instalasi Farmasi RSKD DADI Prov. Sul-Sel lebih teratur dan tertata yaitu sebagai berikut :

WADIR PELAYANAN MEDIK DAN KEPERAWATAN

PJ PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI

PJ PELAYANAN FARMASI DAN MANAJEMEN

PJ FARMASI KLINIK

KOORDINATOR PELAYANAN FARMASI RAWAT

JALAN

KOORDINATOR PELAYANAN FARMASI RAWAT

INAP ADMINISTRASI INSTALASI FARMASI

(44)

Evaluasi Penggunaan Obat Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli – Desember Periode

Tahun 2022.

Rumusan Masalah

Bagaimana evaluasi Penggunaan Obat Golongan Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar.

E. Kerangka Konsep

Variabel

Variabel Bebas Variabel Terikat Pengumpulan Data

Analisis Data

Pembahasan

Kesimpulan

(45)

29

F. Variabel Variabel dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Variabel bebas, dalam penelitian ini adalah penggunaan obat pada data rekam medik pasien skizofrenia rawat inap di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Bulan Juli – Desember Periode Tahun 2022.

2. Variabel terikat, dalam penelitian ini adalah ketepatan penggunaan obat golongan antipsikotik yang meliputi tepat obat, tepat dosis, tepat indikasi, dan tepat diagnosis berdasarkan data rekam medik yang ada di instalasi rawat inap Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Bulan Juli – Desember Periode Tahun 2022.

(46)

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional dengan rancangan penelitian cross sectional study yang bersifat deskriptif menggunakan data rekam medik pasien secara retrospektif. Pengambilan data yaitu dari periode tahun 2022.

Data rekam medik yang diambil pada pasien skizofrenia adalah yang mendapatkan terapi obat antipsikotik di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar yang akan dilaksanakan pada bulan juli - agustus 2023.

C. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar pengumpulan data yang digunakan untuk mengisi data - data dari rekam medik. Sedangkan bahan yang digunakana yaitu rekam medik yang memuat tentang identitas pasien dan riwayat pengobatan pasien.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rekam medik pasien dengan diagnosis skizofrenia yang di rawat inap di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli – Desember Periode Tahun 2022. Populasi yang didapatkan 945 rekam medik.

(47)

30

(48)

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah rekam medik pasien yang mendapatkan terapi obat golongan antipsikotik yang digunakan pada pasien skizofreniaberupa data yang diambil dari catatan rekam medik di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli - Desember Periode Tahun 2022 yang memenuhi kriteria inklusi. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi:

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian yang dapat mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini, yaitu:

1) Pasien rawat inap yang terdiagnosa skizofrenia di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli - Desember Periode Tahun 2022.

2) Pasien yang menggunakan terapi obat golongan antipsikotik.

3) Pasien dengan usia 18 - 45 tahun.

4) Pasien yang data rekam mediknya lengkap (No. RM, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, diagnosa, riwayat pengobatan).

5) Pasien yang tidak memiliki penyakit penyerta.

b. Kriteria ekslusi

Kriteria eksklusi adalah kriteria khusus yang dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel.

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini, yaitu:

1) Pasien dengan status pulang paksa dan yang dinyatakan meninggal.

(49)

32

2) Pasien dengan data rekam medik yang tidak lengkap.

3) Pasien yang memiliki penyakit penyerta.

Pengambilan sampel menggunakan rumus slovin, dengan rumus:

Berdasarkan rumus, maka n = 945

1+945(0,01)= 90,43 ~ 90

Maka diperoleh hasil jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 90 sampel.

E. Pengumpulan dan Analisis Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diperoleh dari rekam medik pasien yang berisi informasi tentang nomor rekammedik, jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, diagnosis penyakit, dan riwayat pengobatan (nama obat, dosis obat, golongan obat).

Analisis data menggunakan metode deskriptif dengan persentase gambaran karakteristik pasien dan gambaran penggunaan antipsikotik. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan Microsoft Excel. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel, uraian, dan persentase.

(50)

e.

Pengajuan Proposal dan Izin Penelitian dari Prodi D-III Farmasi

Administrasi F. Alur Penelitian

Surat Izin Penelitian dari Prodi D-III Farmasi untuk ditujukan ke LPPM

Surat izin Penelitian dari BPKMD

Rekam Medik

Pengumpulan Data

Analisis Data

Hasil dan Pembahasan Kesimpulan

Direktur Utama Pengajuan Proposal dan Izin Penelitian di RSKD

Dadi Makassar

Pengajuan Judul di Prodi D-III Farmasi dan surat pengantar di pembimbing

(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian yang yang berjudul “Evaluasi Penggunaan Obat Antipsikotik Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli – Desember Periode Tahun 2022” dengan melihat data rekam medik pasien skizofrenia yang menggunakan terapi obat antipsikotik didapatkan sebanyak 90 sampel pasien.

1. Karakteristik Pasien Skizofrenia

Data rekam medik yang diperoleh dari Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli – Desember Periode Tahun 2022 diperoleh data sebanyak 945 pasien. Berdasarkan kriteria inklusi yang meliputi pasien rawat inap dengan diagnosis skizofrenia yang tidak memiliki penyakit penyerta, yang diterapi menggunakan obat antipsikotik dengan rekam medik yang lengkap dan merupakan pasien yang menjalani pengobatan di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar pada tahun 2022. Jumlah pasien yang memenuhi kriteria inklusi dengan menggunakan rumus slovin sebanyak 90 sampel pasien.

a. Karakteristik Pasien Skizofrenia Berdasarkan Jenis Kelamin

Pengelompokkan data pasien skizofrenia rawat inap di RSKD Makassar berdasarkan jenis kelamin ini bertujuan untuk mengetahui banyaknya penderita skizofrenia berdasarkan jenis kelamin. Berikut dapat di lihat pada tabel dibawah ini.

34

(52)

Tabel 4.1 Karakteristik Pasien Skizofrenia Berdasarkan Jenis Kelamin Di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli – Desember Periode Tahun 2022

Jenis Kelamin Jumlah Pasien Persentase (%)

Laki – laki 60 pasien 67%

Perempuan 30 pasien 33%

Total 90 pasien 100%

b. Karakteristik Pasien Skizofrenia Berdasarkan Usia

Pengelompokkan data pasien skizofrenia rawat inap di RSKD Makassar berdasarkan usia bertujuan untuk mengetahui pada usia berapa biasanya penyakit skizofrenia itu lebih sering terjadi. Berikut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.2 Karakteristik Pasien Skizofrenia Berdasarkan Usia Di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli – Desember Periode Tahun 2022

Usia Jumlah Pasien Persentase (%)

18-25 29 pasien 32%

26-35 33 pasien 37%

36-45 28 pasien 31%

Total 90 pasien 100%

c. Karakteristik Pasien Skizofrenia Berdasarkan Pendidikan

Pengelompokkan data pasien skizofrenia rawat inap di RSKD Makassar berdasarkan pendidikan bertujuan untuk mengetahui tingkat pendidikan pada pasien skizofrenia. Berikut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

(53)

36

Tabel 4.3 Karakteristik Pasien Skizofrenia Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli – Desember Periode Tahun 2022

Pendidikan Jumlah Pasien Persentase (%)

Tidak Sekolah 10 pasien 11%

SD 20 pasien 22%

SMP 18 pasien 20%

SMA 37 pasien 41%

Sarjana 5 pasien 6%

Total 90 pasien 100%

d. Karakteristik Pasien Skizofrenia Berdasarkan Pekerjaan

Pengelompokkan data pasien skizofrenia rawat inap di RSKD Makassar berdasarkan pekerjaan bertujuan untuk mengetahui pekerjaan pasien skizofrenia. Berikut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.4 Karakteristik Pasien Skizofrenia Berdasarkan Pekerjaan Di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli – Desember Periode Tahun 2022

Pekerjaan Jumlah Pasien Persentase (%)

Tidak Bekerja 43 pasien 48%

Wiraswasta 10 pasien 11%

Pegawai Swasta 4 pasien 4%

IRT 10 pasien 11%

Buruh Harian 3 pasien 3%

Nelayan 1 pasien 1%

Petani 5 pasien 6%

Mahasiswa 14 pasien 16%

Total 90 pasien 100%

(54)

2. Karakteristik Klinis Pasien Skizofrenia

a. Karakteristik Klinis Pasien Skizofrenia Berdasarkan Diagnosis

Pengelompokkan data pasien skizofrenia rawat inap di RSKD Makassar berdasarkan diagnosis bertujuan untuk mengetahui jenis skizofrenia apa saja yang seringa da di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar. Berikut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.5 Karakteristik Pasien Skizofrenia Berdasarkan Diagnosis Di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli – Desember Periode Tahun 2022 Jenis Skizofrenia Jumlah pasien Persentase (%)

Skizofrenia Katatonik 5 pasien 5%

Skizofrenia Paranoid 32 pasien 36%

Skizofrenia YTT 53 pasien 59%

Total 90 pasien 100%

b. Karakteristik Klinis Pasien Skizofrenia Berdasarkan Jenis Obat Antipsikotik

Obat antipsikotik adalah obat utama yang diberikan pada pasien skizofrenia. Antipsikotik terbagi menjadi 2 golongan yaitu, antipsikotik I (tipikal) dan antipsikotik II (atipikal). Obat antipsikotik memiliki bermacam – macam jenis obat, sehingga sangat memudahkan dokter untuk meresepkan obatnya sesuai diagnosa pasien. Data golongan obat yang digunakan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

(55)

38

Tabel 4.6 Karakteristik Pasien Skizofrenia Berdasarkan Golongan Obat Antipsikotik Di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli – Desember Periode Tahun 2022

Nama Golongan Jumlah Resep Persentase (%)

Antipsikotik I 12 13%

Antipsikotik II 78 87%

Jumlah 90 100%

3. Penggunaan Obat Antipsikotik

Penggunaan obat pada pasien skizofrenia terdiri dari terapi obat tunggal dan kombinasi. Data penggunaan obat tunggal dan kombinasi pasien skizofrenia dapat dilihat padat tabel dibawah ini.

Tabel 4.7 Data Penggunaan Obat Tunggal dan Kombinasi Pasien Skizofrenia

Terapi Jumlah

Pasien

Persentase (%) Tunggal

Risperidon 20 22%

Clozapin 3 3%

Olanzapin 1 1%

Kombinasi

Risperidon + Clozapin 49 54%

Risperidon + Clozapin + inj. Siknozoat 2 2%

Risperidon + inj. Siknozoat 2 2%

Risperidon + Clozapin + inj. Lodomer 2 2%

Haloperidol + Chlorpromazine 2 2%

Haloperidol + Clozapin + Quetiapine 1 1%

Haloperidol + Clozapin 7 7%

Olanzapin + inj. Siknozoat + inj. Lodomer 1 1%

Jumlah 90 100%

(56)

4. Evaluasi Ketepatan Penggunaan Obat Pasien Skizofrenia

Ketepatan dalam penggunaan obat bertujian untuk menjamin paien agar mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan keadaan klinisnya serta berharap agar bisa menjalani hidup yang sehat dan lebih baik. Evaluasi ketepatan penggunaan obat yang dilakukan pada penelitian ini meliputi 4 kriteria yaitu tepat obat, tepat dosis, tepat indikasi, dan tepat diagnosis yang bertujuan untuk mengetahui apakah sudah tepat atau tidak tepat di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar Bulan Juli – Desember Periode Tahun 2022.

Tabel 4.8 Hasil Penelitian Berdasarkan Ketepatan Penggunaan Obat Antipsikotik

Rasionalitas Jumlah Persentase (%)

Tepat Obat 90 100%

Tepat Dosis 90 100%

Tepat Indikasi 90 100%

Tepat Diagnosis 90 100%

B. Pembahasan

Berdasarkan data yang diperoleh dari 90 pasien skizofrenia yang menajalani rawat inap dan menggunakan obat antipsikotik sebagai terapi pengobatannya di dapatkan bahwa penderita berjenis kelamin laki - laki lebih besar di banding dengan penderita berjenis kelamin perempuan.

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan karakteristik pasien skizofrenia berdasarkan jenis kelamin. Pasien skizofrenia di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar presentase lebih banyak berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 60 pasien (67%) dibandingkan perempuan 30 pasien (33%) dari 90 penderita

(57)

40

skizofrenia. Hasil penelitian ini sama dengan yang diteliti Khairiatul (2020) yang menyatakan laki-laki 85% lebih banyak dibanding perempuan 15% dari 85 pasien yang menderita skizofrenia. Hal ini disebabkan Kaum pria lebih mudah terkena gangguan jiwa karena kaum pria yang menjadi penopang utama rumah tangga sehingga lebih besar mengalami tekanan hidup, sedangkan perempuan lebih sedikit berisiko menderita gangguan jiwa dibandingkan laki-laki karena perempuan lebih bisa menerima situasi kehidupan dibandingkan dengan laki-laki (Siti Zahnia, 2016).

Skizofrenia banyak di jumpai pada laki laki karena laki-laki biasanya mempunyai agresifitas sangat tinggi sehingga sulit ditangani jika hanya dirawat dirumah, sedangkan agresifitas perempuan pada pasien skizofrenia masih dapat ditangani oleh keluarga dirumah. Hal ini juga sesuai dengan literatur bahwa laki- laki mempunyai onset skizofrenia lebih awal dari pada perempuan dan mengalami pubertas lebih lambat karena suatu tingkat kematangan fungsi otak berpengaruh pada tingkat kerentanan seseorang dalam jiwanya (Tri Utami, 2018).

Berdasarkan pada tabel 4.2 menunjukkan karakteristik pasien skizofrenia berdasarkan usia, dimana dilihat dari data 90 pasien skizofrenia yang menggunakan obat antipsikotik di Rumah Sakit Khusus Daerah Dadi Makassar di dapatkan data pasien penderita skizofrenia yang berusia dari 18-25 tahun sebanyak 29 pasien (32%), 26-35 tahun sebanyak 33 pasien (37%), 36-45 tahunsebanyak 28 pasien (31%). Pasien skizofrenia yang terbanyak terjadi pada usia 26 hingga 35 tahun yaitu sebanyak 37 pasien (37%).

(58)

Usia yang terbanyak pada pasien berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan adalah yang berusia antara 26-35 tahun, hal ini disebabkan pada usia dewasa awal terdapat faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan emosional, sedangkan pada usia tua lebih banyak dipengaruhi oleh faktor biologi pasien (Tri Utami, 2018). Perbedaan onset usia terjadinya skizofrenia merupakan hasil yang banyak ditemukan pada penelitian tentang perbedaan jenis kelamin yang di hubungkan dengan kejadian skizofrenia (Siwi Padmasari, 2019).

Berdasarkan pada tabel 4.3 menunjukkan karakteristik pasien skizofrenia berdasarkan tingkat pendidikan. Data yang di peroleh dari rekam medik yang merupakan data pribadi pasien tersebut. Sehingga data yang diperoleh terbanyak yaitu pasien dengan tidak sekolah sebanyak 10 pasien (11%), SD sebanyak 20 pasien (22%), SMP sebanyak 18 pasien (20%), SMA sebanyak 37 pasien (41%) dan Sarjana sebanyak 5 pasien (6%) dari 90 sampel pasien.

Seseorang yang menderita skizofrenia akan mengalami gangguan dalam pembicaraan yang kurang baik, proses pikir dan gerakan akan terganggu selama hidupnya. Gangguan tersebut tentunya akan menyulitkan pasien untuk mengikuti pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Banyak pasien dengan pendidikan terakhir SMA mengalami gangguan jiwa, dengan adanya gangguan jiwa mereka tidak bisa meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena mereka harus menjalani pengobatan yang lebih intensif, jika dipaksakan untuk tetap melanjutkan pendidikan maka mereka tidak dapat mengikuti secara normal. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil uji Odds Ratio menunjukan bahwa pendidikan merupakan faktor risiko terhadap kejadian skizofrenia. Pendidikan merupakan sarana strategis

(59)

42

untuk meningkatkan kualitas seseorang, juga suatu bangsa. Selain sebagai suatu sarana sosial, pendidikan juga merupakan salah satu dasar dari penentu kualitas hidup seseorang (Sudarmono, 2018).

Berdasarkan pada tabel 4.4 menunjukkan karakteristik pasien skizofrenia berdasarkan pekerjaan. Data yang diperoleh dari rekam medik yang merupakan data pribadi pasien tersebut. Sehingga data yang diperoleh terbanyak yaitu pasien yang tidak bekerja sebanyak 43 pasien (48%), Wiraswasta sebanyak 10 pasien (11%), Pegawai swasta sebanyak 4 pasien (4%), IRT sebanyak 10 pasien (11%), Petani sebanyak 5 pasien (6%), Buruh sebanyak 3 pasien (3%), Nelayan sebanyak 1 pasien (1%) dan Mahasiswa sebanyak 14 pasien (16%).

Hal tersebut disebabkan oleh pasien memiliki gejala negatif seperti motivasi diri yang kurang dan searah dengan pedidikan yang rendah sehingga pasien tersebut kesulitan mendapatkan pekerjaan. Kemudian juga ada diskriminasi dan stigmatisasi kepada seseorang yang memiliki gangguan kejiwaaan yang menghalangi seseorang tersebut untuk berintegrasi kedalam masyarakat, dan juga seseorang dengan penyakit gangguan kejiwaan tersebut sering mendapat ejekan, isolasi sosial dan ekonomi. Oleh sebab itu dapat menyebabkan pasien tidak dapat hak berpendapat dan hak untuk memperoleh pekerjaan (James, 2018).

Berdasarkan pada tabel 4.5 menunjukkan karakteristik klinis pasien skizofrenia berdasarkan tipe skizofrenia. Dari data rekam medik pasien didapatkan bahwa tipe skizofrenia terbanyak yang di derita adalah tipe skizofrenia yang tak tergolongkan (YTT). Tipe yang tak tergolongkan (YTT) gelajanya sulit untuk di golongkan pada skizofrenia, pada penelitian ini terdapat yang paling terbanyak 53

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini didapatkan antipsikotik yang paling banyak digunakan adalah haloperidol yang diresepkan pada 42 pasien dengan persentase 61,8% dan risperidon yang diresepkan

Berdasarkan penelitian ditemukan dari 88 pasien skizofrenia rawat jalan yang berpotensi mengalami interaksi obat adalah sebanyak 74 pasien (85,09%). Golongan obat antipsikotik

Telah dilakukan penelitian non-eksperimental mengenai pola penggunaan obat antipsikotik dan antidepresan pada pasien skizofrenia yang menjalani rawat inap di RSUD Dr.. Ansaxi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua data rekam medik pasien skizofrenia yang mendapatkan terapi antipsikotik di Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru.. Sampel dalam

penggunaan triheksifenidil pada pasien skizofrenia rawat inap di RSJD Sambang Lihum yang mendapat terapi obat antipsikotik pada periode tahun 2013, yaitu: Pemberian

Penggunaan obat lain dapat berpotensi mempengaruhi ketepatan penggunaan obat pada pasien skizofrenia dengan melihat ada tidaknya potensi interaksi obat yang dapat

Tabel 4.11 Hasil analisis hubungan nama obat yang dikonsumsi pasien skizofrenia paranoid rawat jalan dengan tingkat kepatuhannya ...…

Golongan terapi obat pasien skizofrenia yang paling banyak digunakan adalah golongan antipsikotik atipikal yaitu sebanyak 57 pasien (60%) dibandingkan dengan