Pertemuan-5
Undang-Undang Pokok Agraria (UU No. 5 Tahun 1960)
Oleh: Wiyono T Putro
Email: wiyono.putro@ugm.ac.id HP: 08112502512
Mata Kuliah Peraturan Kehutanan
Program Studi Sarjana Terapan Pengelolaan Hutan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada
Agrarische Wet 1870
Pengertian Agraria
Hukum Agraria yang berlaku di Indonesia pasa
kemerdekaan sebelum berlakunya UUPA (1945-1960) adalah hukum agraria Hindia Belanja (Agrarische Wet 1870) dengan ciri:
ü Tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari pemerintah jajahan, sehingga bertentangan dengan kepentingan rakyat dan negara (NKRI) dalam melaksanakan pembangunan
semesta.
ü Hukum agraria tersebut memiliki sifat dualisme, yaitu berlakunya hukum adat dan hukum barat yang sering
menimbulkan berbagai masalah atau konflik antar golongan.
ü Hukum agraria penjajah (Hindia Belanda) tidak menjamin kepastian hukum.
Sumber: Prof. Boedi Harsono, 2003:32
Agrarische Wet 1870
Isi Agrarische Wet 1870
1. Gubernur Jenderal tidak boleh menjaul tanah. Dalam larangan di atas
termasuk tanah-tanah yang tidak luas, yang diperuntukkan bagi perluasan kota dan desa serta pembangunan usaha-usaha kerajinan.
2. Gubernur Jenderal dapat menyewakan tanah menurut ketentuan ordonansi.
Tanah yang tidak boleh disewakan antara lain tanah milik masyarakat, tanah penggembalaan umum, dan tanah milik desa.
3. Pada tanah yang tidak dimiliki rakyat pribumi dan desa dapat diberikan hak erfpacht (hak guna usaha) selama maksimal 70 tahun.
4. Gubernur Jenderal menjaga jangan sampai pemberian tanah melanggar hak-hak rakyat pribumi.
5. Gubernur Jenderal tidak boleh menggambil tanah milik rakyat pribumi dan tanah milik desa, kecuali untuk kepentingan umum.
6. Tanah yang dimiliki oleh rakyat pribumi diberikan hak eigendom.
7. Persewaan atau serah-pakai tanah oleh orang pribumi kepada non-pribumi diatur dengan ordonansi
Sumber: Prof. Boedi Harsono, 2003:33-34
Tujuan Agrarische Wet 1870
Tujuan utama Agrarische Wet adalah untuk membuka kemungkinan dan memberikan jaminan hukum kepada pengusaha swasta agar dapat berkembang di Hindia Belanda.
Peraturan ini untuk mendukung program pemerintah Hindia Belanda tentang cultuur stelsel atau pengembangan
komoditas tanaman perkebunan yang laku keras di pasar internasional atau lebih dikenal dengan system tanam paksa yang dilaksanakan sejak tahun 1830.
Agrarische Wet 1870
Sumber: Prof. Boedi Harsono, 2003:38
Domein Verklaring
Pasal 1 Agrarisch Besluit (S. 1870-118)
Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam Pasal 2 dan 3 Agrarische Wet, tetap dipertahankan asas, bahwa semua tanah yang pihak lain tidak dapat
membuktikan sebagai hak eigendomnya (hak milik pribadi), adalah domein (milik) negara.
Sumber: Prof. Boedi Harsono, 2003:41-42
Fungsi Domein Verklaring:
ü Sebagai landasan hukum pemberian hak atas tanah.
Pemerintah Hindia Belanda dapat memberikan tanah dengan hak-hak barat, seperti hak erfpacht (hak guna), dan lain-lain.
Pemberian tanah dengan hak eigendom (hak milik) dilakukan dengan cara pemindahan hak milik negara kepada penerima tanah.
ü Sebagai landasan pembuktian pemilikan tanah. Setiap bidang tanah selalu ada pemiliknya, jika tidak dimiliki oleh
perorangan atau badan hukum, maka negaralah pemilik tanah tersebut. Jika seseorang atau badan hukum berperkara
dengan negara mengenai soal pemilikan tanah, maka dialah yang berkewajiban membuktikan bahwa tanah yang
disengketakan adalah miliknya.
Sumber: Prof. Boedi Harsono, 2003:33-34
Domein Verklaring
Domein Verklaring merampas hak-hak rakyat ü Azas domein menjadi alat legitimasi negara (Hindia
Belanda) untuk menguasai tanah-tanah milik rakyat dan masyarakat adat.
ü Azas domein merampas/memperkosa hak-hak rakyat dan masyarakat adat atas tanah milik dan tanah ulayatnya.
ü Azas domein bertentangan dengan kesadaran hukum rakyat Indonesia dan azas negara yang merdeka dan modern.
Azas Domein
Sumber: Prof. Boedi Harsono, 2003:44-47
UUPA No. 5 tahun 1960
Falsafah UUPA
Pasal 33 (3) UUD 1945
1. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Hak Menguasai Negara (HMN) digunakan untuk tercapainya kemakmuran rakyat.
Sumber: Sofyan A. Djalil, 2020
Pengertian Agraria
Menurut UUPA Pasal 1 (4,5,6)
ü Bumi : permukaan bumi, tubuh bumi, dan di bawah air ü Air : Perairan pedalaman, dan lautan
ü Ruang angkasa : di atas bumi dan air
Tujuan UUPA
Tujuan UUPA adalah sebagai dasar untuk:
1. Menyusun hukum agraria nasional, sebagai alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur (Pasal 1 s.d 10, 14, dan 15).
2. Mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan (Pasal 16 ayat (1)).
3. Memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya (Pasal 19, 23, 32, dan 38)
Sumber: Sofyan A. Djalil, 2020
Prinsip-Prinsip UUPA
Prinsip-Prinsip UUPA adalah sbb:
1. Kenasionalan atau keindonesiaan (Psl 1).
2. Hak Menguasai Negara - HMN (Psl 2).
3. Pengakuan terhadap hak ulayat (Psl 3 & 5).
4. Fungsi sosial (Psl 6).
5. Kebangsaan (Psl 9, 16 (1)b, 21 (1), 26 (2)).
6. Persamaan gender (Psl 9 (2)) 7. Landreform (Psl 7, 10, 17)
8. Perencanaan Agraria (Psl 14)
Sumber: Sofyan A. Djalil, 2020
Hak Menguasai Negara
Menurut UUPA Pasal 2 (1)
Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang- undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan
tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
Hak Menguasai Negara
Menurut UUPA Pasal 2 (1)
Berdasarkan hak menguasai dari Negara tersebut maka negara berwenang untuk:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Hak Menguasai Negara
Menurut UUPA Pasal 2 (3)
Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.
Menurut UUPA Pasal 2 (4)
Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat- masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan- ketentuan Peraturan Pemerintah.
Posisi Hukum Adat & Hak Ulayat
Menurut UUPA Pasal 5
Menurut hukum agraria yang berlaku ataş bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang ini dan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang
bersandar pada hukum agama.
Menurut UUPA Pasal 3
Pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat- masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan ataş persatuan bangsa serta tidak boleh
bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan-peraturan yang lebih tinggi.
Persediaan, Peruntukan, & Penggunaan Agraria
Menurut UUPA Pasal 14 (1) a. Untuk keperluan negara.
b. Untuk keperluan peribadatan
c. Untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan, dan kesejahteraan.
d. Untuk keperluan pengembangan produksi pertanian, peternakan, dan perikanan.
e. Untuk keperluan pengembangan industri, transmigrasi, dan pertambangan.
Jenis-Jenis Hak Atas Tanah
Menurut UUPA Pasal 16 (1) ü Hak milik
ü Hak guna usaha
ü Hak guna bangunan ü Hak pakai
ü Hak sewa
ü Hak membuka tanah
ü Hak memungut hasil hutan
ü Hak lain yang ditetapkan undang-undang
Menurut UUPA Pasal 16 (2) ü Hak guna air
ü Hak pemeliharaan ikan ü Hak penangkapan ikan ü Hak guna ruang angkasa
Jenis-Jenis Hak Atas Air & Ruang Angkasa
Kedudukan UUPA
UUPA berfungsi sebagai lex generalis
DASAR-DASAR DAN KETENTUAN POKOK UUPA (FALSAFAH, TUJUAN DAN PRINSIP-PRINSIP)
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN SEKTORAL:
PERTAMBANGAN, KEHUTANAN, SUMBER DAYA AIR, DLL PASAL 33 AYAT (3) UUD 1945
das SOLLEN
Sumber: Prof. Maria Sumardjono, 2020
Kedudukan UUPA
UUPA*
5/60
UU Kehut 5/67; 41/99
UU Pertamb 11/67;22/2001
UU Pengairan
11/74 Dll
das SEIN
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
Ruang lingkup pengaturan UUPA sejatinya meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Komposisi/struktur UUPA memuat 67 pasal: 58 pasal + 9 pasal ketentuan konversi terdiri dari:
a. Pasal-pasal yang memuat dasar dan ketentuan pokok: 10 pasal.
b. Pasal-pasal yang mengatur tentang tanah (lex specialis) : 53 pasal.*) c. Pasal-pasal yang mengatur di luar a dan b: 4 pasal
Degradasi UUPA terjadi karena disejajarkan dengan UU Sektoral. Penerbitan berbagai peraturan perundang-undangan sektoral didorong oleh semangat pragmatis, yakni untuk mengakomodasi investasi dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi (“pembangunanisme”). Akibatnya falsafah, tujuan dan prinsip-prinsip dari UUPA tidak diakomodasi dalam UU Sektoral.
*) Pada saat penerbitan UUPA, masalah berkenaan dengan sumberdaya agraria selain tanah
belum merupakan hal yang strategis; sehingga masalah berkenaan dengan penanaman modal dan konflik penguasaan serta pemanfaatan sumberdaya agraria belum diantisipasi.
Sumber: Prof. Maria Sumardjono, 2020
Disharmoni Antara UUPA & UUK
Sumber: Prof. Maria Sumardjono, 2020
UU
Tolok Ukur
Kelompok SDA Orientasi
(eksploitasi atau konservasi)
Keberpihakan (pro rakyat atau
pro kapital)
Pengelolaan (sentralistik/
desentralistik, sikap terhadap pluralisme
hukum) dan Implementasinya (sektoral, koordinasi,
orientasi produksi)
Perlindungan HAM (gender, pengakuan MHA, penyelesaian
sengketa)
Pengaturan Good Governance
(partisipasi, transparansi dan
akuntabilitas)
Hubungan Orang dan
SDA (hak atau izin)
Hubungan Negara dan
SDA
A UU No.
5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – pokok Agraria
Konservasi (Ps 15),
nasionalisme (Ps 9 [1], 21 [1])
Pro rakyat (Ps 2 [3], 7, 11, 13), berfungsi sosial (Ps 6, 8) Anti monopoli swasta (Ps 13[2])
Pembatasan (Ps 7)
Sentralistik (Ps 2 [1]
dan penjelasan), mengakomodasi pluralisme hukum (Ps 3 dan 5) Ada medebewind(Ps 2 [4]) Koordinasi dan intergrasi (Ps 1, 4, 8)
Kesetaraan Gender (Ps 9 [2])
Pengakuan MHA (Ps 3, 5, II, VI KK), Penyelesaian sengketa (tidak diatur)
Tidak diatur
secara eksplisit Hak (Ps 4 dan
16, 20 – 48) HMN (Ps 2) Tanah Negara Tanah Ulayat Tanah Hak
SDA meliputi kelompok:
permukaan bumi dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air, perairan pedalaman maupun laut, ruang angkasa di atas bumi dan air.
Disharmoni Antara UUPA & UUK
Sumber: Prof. Maria Sumardjono, 2020
UU
Tolok Ukur
Kelompok SDA Orientasi
(eksploitasi atau konservasi)
Keberpihakan (pro rakyat atau
pro kapital)
Pengelolaan (sentralistik/
desentralistik, sikap terhadap pluralisme
hukum) dan Implementasinya (sektoral, koordinasi,
orientasi produksi)
Perlindungan HAM (gender, pengakuan MHA, penyelesaian
sengketa)
Pengaturan Good Governance
(partisipasi, transparansi dan
akuntabilitas)
Hubungan Orang dan
SDA (hak atau izin)
Hubungan Negara dan
SDA
B UU No.
41/1999 tentang Kehutanan
Eksploitasi dan Konservasi berimbang (“Menimbang” dan Penjelasan Umum).
Eksploitasi (Ps 23 – 39) Konservasi (Ps 40 – 51)
Pro rakyat di konsiderans (“Menimbang” dan Penjelasan Umum), tetapi Pro kapital dalam substansi (Ps 27 – 32)
Sentralisitik, daerah hanya operasional (Ps 4 [1], [2], 66, Penjelasan Umum). Pluralisme hukum (tidak diatur) Sektoral (Ps 4, 6, 7, 8, dst. Penjelasan Umum);
orientasi produksi;
spesifik.
Kesetaraan Gender (tidak diatur), Pengakuan MHA (hanya
“memperhatikan hak MHA”) hutan adat dimasukkan sbg hutan Negara) (Ps 4 [3], 5, 17 [2], 37,67, Pjs Umum), Penyelesaian Sengketa (Ps 74 – 76)
Partisipasi, Transparansi, Akuntabilitas (Ps 2, 11 [2], 42 [2], 60 [2], 62, 64, 68 – 70, Pjs Umum), terdapat gugat perwakilan (Ps 71 – 73)
Izin (Ps 26 – 32, Penjelasan Umum), izin pinjam pakai (Ps 38 [2] dan [5]), misal: izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu, izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, izin pemungutan hasil hutan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu (Ps 28 [2]).
Dikuasai oleh Negara (HMN) (Ps 4 [1], [2], Penjelasan Umum); Hutan Negara dan Hutan Hak
Kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Kawasan hutan dikelompokkan sebagai: Kawasan lindung. Kawasan hutan produksi.
Bahan Bacaan
§ Awang, S.A. Ed. 1999. Inkonsistensi Undang-Undang Kehutanan. Jurnal Manajemen Hutan Edisi Khusus. Yogyakarta: BIGRAF Publishing
§ Djalil, S.A. 2020. Kedudukan UUPA sebagai Landasan Hukum dalam Penguasaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam. Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan
Pertanahan Nasional. Paparan Webinar “Kedudukan Termutakhir UUPA sebagai Landasan Hukum Atas Penguasaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam “, diselenggarakan oleh Pusat Studi Agroekologi dan Sumber Daya Lahan UGM, 9 September 2020.
§ Harsono, B. 2003. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jilid 1: Hukum Tanah Nasional. Jakarta:
Penerbit Djambatan.
§ Sumardjono, Maria. 2020. 60 Tahun UUPA: Degradasi atau Reposisi. Paparan Webinar “Kedudukan Termutakhir UUPA sebagai Landasan Hukum Atas
Penguasaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam “, diselenggarakan oleh Pusat Studi Agroekologi dan Sumber Daya Lahan UGM, 9 September 2020.
§ Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
§ Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria
§ Undang-Undang No. 12 tahun 2011 Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Instagram/Facebook/YouTube/Twitter: wiyono putro