• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PROSES TERMAL

N/A
N/A
SELAMAT DATANG THEAFLAVIN

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PROSES TERMAL"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

Hal ini juga sesuai dengan literatur dimana diketahui bahwa dengan perlakuan blanching dengan air terjadi penggelapan warna bahan. Hal ini mungkin terjadi akibat terjadinya pencoklatan pada komponen penyusun bahan sehingga menghasilkan warna yang cenderung lebih gelap (Sinurat & Suryaningrum, 2019). Hal ini terlihat dari selisih nilai L,a,b antara biji setelah blanching air dengan kontrol yaitu untuk L selisihnya 16,36, untuk a selisihnya 7,2, dan untuk b selisihnya 8,6.

Hal ini disebabkan karena pada proses pemanasan, klorofil kehilangan ion Mg2+ yang menyebabkan warnanya berubah menjadi coklat. Hal ini sesuai dengan literatur dimana dengan proses yang benar, bleaching tidak mempengaruhi penyusutan terutama pada water bleaching. Hal ini disebabkan karena water bleaching meminimalkan penguapan pada permukaan material sehingga lebih mampu menopang berat material (Xiao et al, 2018).

Hal ini dikarenakan selisih L,a,b antara biji setelah blansing dengan air dan kontrol untuk L sebesar 16,36, untuk a selisihnya 7,2 dan untuk b selisihnya 8,6. Hal ini kemungkinan disebabkan karena proses pendinginan yang kurang baik sehingga komponen pada wortel cenderung mengikat kembali air sehingga menambah beratnya (Hamid dkk, 2020).

Steam Blanching (Tekstur dan Warna Bahan)

Perubahan tekstur yang terjadi dengan blansing air panas biasanya lebih ringan dibandingkan dengan metode blansing uap. Hal ini kemungkinan terjadi karena kontak bahan dengan media blansing lebih besar pada air panas dibandingkan dengan uap. Selain itu, karena risiko kontak lebih besar, kerusakan akibat kontak langsung juga lebih besar sehingga menyebabkan tekstur menjadi lunak jika terkena air secara langsung sehingga memungkinkan air terserap ke dalam bahan (Hamid dkk, 2020). .

Berdasarkan salah satu sampel yaitu buncis, selisih nilai L antara kontrol dan setelah blansing dalam air sebesar 16,36, dan setelah blansing dengan uap sebesar 21,2. Hal ini sebenarnya tidak sesuai dengan literatur karena literatur menunjukkan bahwa blansing dengan uap justru mempertahankan warna klorofil lebih baik dibandingkan blansing dengan air panas (Karyadi dkk, 2021). Oleh karena itu kemungkinan terjadinya kesalahan seperti pada steam blanching, nyala api tungku jauh lebih besar, sehingga susu yang diberikan biasanya lebih besar dan menyebabkan perubahan warna yang berlebihan.

Steam Blanching (Berat Bahan)

Hal ini mungkin terjadi karena tekstur biji kopi pada awalnya lebih lembut sehingga ketika diuapkan, penurunan berat badan terjadi lebih cepat.

Pengamatan Sensoris 1. Kontrol

Water Blanching Bahan

Steam Blanching Bahan

Namun perlakuan baking soda jauh lebih lembut, hal ini mungkin karena baking soda bekerja dengan cara memperluas volume dengan menangkap karbon dioksida. Pada proses blanching karbon dioksida ditangkap, namun akibatnya setelah selesai terjadi kepadatan antar membran sel. akan berkurang sehingga jauh lebih lunak (Noviane, 2022). Hal ini dimungkinkan karena baking soda bercampur dengan karbon dioksida sehingga menyebabkan kepadatan antar sel membran meregang sehingga mengakibatkan bahan menjadi lunak akibat peregangan tersebut (Noviane, 2022). Selain itu hal lain yang bisa membedakan adalah prosesnya, pada blansing dengan air bahan cenderung bersentuhan langsung sehingga menyebabkan bahan semakin rusak.

Data observasi menunjukkan adanya perubahan kelembutan pada kedua sampel baik pada perlakuan kontrol maupun baking powder. Hal ini mungkin karena baking powder memiliki fungsi memperluas volume dengan menangkap karbon dioksida. Karbon dioksida ditangkap selama proses blansing, namun akibatnya kepadatan antar membran sel menurun setelahnya, membuatnya lebih lunak (Noviane, 2022). Untuk sampel kacang-kacangan sebaiknya menggunakan metode blansing air karena perubahan warna pada blansing air tidak sebesar blansing dengan uap.

Wortel untuk sampel ini mungkin paling cocok untuk blansing dengan uap karena perubahan warnanya tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan blansing dengan air. Selain itu, warna air pada saat steam blanching jauh lebih terang, hal ini menunjukkan bahwa pencucian beta karoten pada wortel tidak banyak, sehingga sebaiknya menggunakan steam blanching.

Uji AKtivitas Enzim Katalase

  • PASTEURISASI
  • Pengamatan Kuantitatif Bahan
  • Pengamatan Kualitatif Baha
  • Pengamatan Uji Alkohol
  • Suhu 80 °C Waktu
  • Suhu 90°C Waktu

Nilai D adalah waktu yang diperlukan untuk mereduksi mikroorganisme sebanyak satu log siklus pada suhu tertentu, nilai Z adalah perubahan suhu yang menyebabkan mikroorganisme berkurang sebanyak satu log siklus dan 1 log waktu dari siklus D. Bahan yang dapat mereduksi mikroorganisme sebanyak satu log siklus dan 1 log waktu dari siklus D. yang diawetkan dengan pasteurisasi adalah yang cenderung memiliki keasaman tinggi (pH < 4,5) karena mampu menonaktifkan enzim dan membunuh bakteri pembusuk sehingga penyimpanan cenderung lebih lama. Dengan menggunakan metode ini, produk akan dipanaskan hingga suhu 30°C selama 30 menit dan didinginkan dengan cepat hingga 10°C.

Sedangkan untuk HTS dipanaskan pada suhu 71,7°C selama 15 detik dan didinginkan secara cepat hingga suhu 10°C. Hal ini karena biasanya komponen makanan yang ada selama proses pasteurisasi lebih banyak, dan selain itu, tidak semua bakteri terbunuh selama pasteurisasi. Perubahan berat yang terjadi pada proses pasteurisasi cenderung mengalami penurunan berat, namun sari wortel pada suhu 90°C cenderung mengalami peningkatan berat.

Hal ini tidak sesuai dengan literatur, dimana proses pasteurisasi harusnya mencakup penyusutan, karena tidak menutup kemungkinan pada saat proses pasteurisasi terjadi proses penguapan pada bahan, sehingga kadar air berkurang sehingga mengakibatkan perbedaan berat sedikit ( Mahahardani & Yuanita, 2019). Meningkatnya pH selama proses berlangsung kemungkinan disebabkan oleh melonggarnya ikatan-ikatan tersebut, sehingga mineral-mineral tersebut dapat terekspos dan dapat meningkatkan nilai pH. Sedangkan penurunan pH disebabkan oleh proses pemecahan laktosa oleh lebih banyak bakteri sehingga menghasilkan asam, karena proses pasteurisasi sendiri tidak membunuh mikroba secara tuntas.

Menjelaskan perubahan warna yang terjadi pada setiap sampel dan menjelaskan juga penyebab perubahan warna tersebut. Perubahan warna yang terjadi pada sampel susu segar tidak mengalami perubahan yang berarti secara visual karena warnanya tetap putih. Pemanasan yang terlalu tinggi, dalam hal ini suhu 90°C, dapat menyebabkan kerusakan pada sejumlah pigmen betakaroten sehingga menyebabkan warna menjadi gelap selama suhu pemanasan lebih tinggi (Sani, 2019).

Jelaskan perubahan kenampakan yang terjadi pada setiap sampel dan jelaskan juga penyebab perubahan kenampakan tersebut. Perubahan kenampakan terlihat pada susu segar dengan pemanasan tinggi yaitu 90°C sehingga menimbulkan gumpalan hampir padat pada sampel. Hal ini disebabkan adanya protein yang mengalami denaturasi pada susu, dimana diketahui bahwa protein mempunyai suhu optimum tersendiri dimana jika terlampaui maka akan terjadi denaturasi (Fatinah dkk, 2021).

Hal ini kemungkinan terjadi pada proses pemanasan dimana terjadi ekstraksi, sehingga zat dengan massa jenis lebih berat akan mengalami pemisahan sendiri pada proses tersebut. Perbedaan penampakan sebelum dan sesudah pasteurisasi adalah pada suhu 70°C cenderung tidak terbentuk endapan dan gumpalan, sedangkan pada suhu diatasnya tidak terbentuk gumpalan dan endapan.

Kurva pasteurisasi

Kurva nilai t Terhadap 10 (T-65.6)/Z

STERILISASI

Pre-lab

Diagram Alir/Flowchart 1. Persiapan Bahan

  • Sampel Padat
  • Sampel Cair
  • Analisis Bahan Awal 1. Sampel Padat
    • Sampel Cair
  • Sterilisasi
    • Sampel Padat 1 Sterilisasi
    • Sampel Cair
  • Pengamatan Kuantitatif (Sampel Padat)
  • Pengamatan Kuantitatif (Sampel Cair)

Pada proses sterilisasi terjadi proses termal dimana suhu yang cukup tinggi mengenai bahan. Perubahan warna air ini kemungkinan disebabkan oleh adanya pigmen yang tidak tahan terhadap panas pada saat proses sterilisasi sehingga mengakibatkan terjadinya kebocoran pada saat proses sterilisasi (Sari, 2018). Namun pada perlakuan awal pemutihan terlihat perubahan warna yang terjadi pada air tidak terlalu signifikan dibandingkan pada perlakuan non pemutihan.

Viskositasnya cenderung meningkat, hal ini mungkin disebabkan adanya penguapan pada saat proses sterilisasi, yang mengakibatkan konsentrasi sari wortel menyebabkan peningkatan viskositas. Berdasarkan data observasi ditemukan adanya penurunan nilai L bahan pangan selama proses sterilisasi, baik dilakukan perlakuan blanching awal maupun tidak. Perubahan warna ini dapat terjadi akibat rusaknya pigmen pada bahan akibat suhu yang tinggi (Sari, 2018).

Cara menentukan proses sterilisasi hampir sama dengan proses pasteurisasi yaitu dengan mengukur nilai F total dan nilai F sterilisasi. Dimana prinsipnya hampir sama yaitu jika nilai F total lebih tinggi dari F sterilisasi maka didapat panas yang cukup pada saat proses sterilisasi (Zamaluddien dkk, 2019). Namun perlu diperhatikan proses sterilisasi harus disesuaikan dengan kondisi bahan, karena beberapa bahan ada yang sensitif terhadap panas, sehingga cara yang digunakan berbeda-beda dan sebaiknya memperhatikan nilai D dan nilai Z untuk menentukan keakuratannya. proses untuk bahan tersebut.

Apakah suhu dan durasi proses sterilisasi sesuai untuk setiap bahan yang digunakan pada praktik ini? Hal ini dikarenakan masih terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil kontrol dan pasca perawatan, namun hal ini kurang baik. Padahal sedapat mungkin proses sterilisasi yang dilakukan mampu mempertahankan keadaan awal suatu bahan sehingga perubahannya tidak terlalu signifikan, namun keamanan pangan tetap terjamin (Prayitno, 2023).

Dari berbagai bahan seperti wortel, kacang hijau, jus wortel, susu segar, susu lah yang paling cocok untuk proses sterilisasi. Prinsip pasteurisasi adalah pengolahan termal sebagai metode pengawetan dan perpanjangan umur simpan (harian hingga mingguan) pada suhu kurang dari 100°C atau sekitar 65-95°C. Prinsip sterilisasi adalah proses pengolahan yang dapat membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan untuk menjaga keamanan pangan dan memperpanjang umur simpan (hingga berbulan-bulan).

Hasil data percobaan antara lain terjadi pelunakan tekstur pada metode blansing, dan terjadi perubahan warna seiring dengan menurunnya nilai L pada proses blansing. Kemudian pada sterilisasi didapatkan perubahan tekstur menjadi lebih lembut, warna berubah menjadi lebih terang dengan nilai L yang menurun, dan nilai kekentalan meningkat akibat adanya penguapan selama proses.

Referensi

Dokumen terkait

Pada proses pengolahan pangan terdapat faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan, diantaranya adalah: (1) Cara penanganan bahan mentah yang tidak sesuai/tepat,

Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa air limbah pengolahan tempe dan tahu telah memenuhi baku mutu air limbah industri pengolahan

Praktikum Lapang Teknologi Produksi Tanaman dimulai dengan dimulai dengan pengolahan tanah. Pengolahan tersebut dilakukan dengan cara membolak-balik tanah

Metode penggaraman basah dipilih karena saat proses pembuatan ikan pindang yang dilakukan menggunakan larutan garam, kemudian ikan dimasukkan ke dalam larutan garam sehingga

Pemasakan Pencampuran II Mustard Pencampuran III Kuning telur Pencampuran IV Minyak zaitun, cuka apel Pengisian Jar Steril Mayonaise..  Minyak na*ati yang #ipakai yaitu minyak

Outline materi (silabi) : Memberikan gambaran tentang filosofis dan status pengolahan pangan dan memberi ilustrasi tentang lingkup teknologi pengolahan hasil nabati

Cara untuk memperbaiki penampilan pada dendeng yaitu dapat dilakukan curing pada daging sapi yang digunakan untuk mempertahankan warna merah, sehingga hasil dendeng yang

Beberapa faktor yang berperan dalam proses pengolahan di industri pangan adalah bahan baku dan bahan pembantu yang digunakan, mesin dan peralatan, tenaga kerja, manajemen,