BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hubungan industrial menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan merupakan suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja atau buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Pada definisi hubungan industrial tampak ada tiga pihak yakni pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah, ini menunjukkan adanya campur tangan pemerintah dalam hubungan pekerja dan pengusaha. Hubungan industrial pada dasarnya adalah proses terbinanya komunikasi, konsultasi musyawarah serta berunding dan ditopang oleh kemampuan dan komitmen yang tinggi dari semua elemen yang ada di dalam perusahaan. Dalam pengertian sebenarnya hubungan industrial adalah hubungan antara banyak pihak yang tersangkut atau berkepentingan dalam proses produksi atau pelayanan jasa.
Dalam menjalankan peran dan fungsinya, masing-masing pihak yang terlibat dalam Hubungan Industrial memiliki beberapa hak dan kewajiban. Hal-hal tersebut secara rinci juga diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan. Dalam proses praktisnya, tidak dipungkiri dapat terjadi ketidaksesuaian dan ketidakpuasan yang menimbulkan perselisihan dalam hubungan industrial. Berbagai jenis perselisihan dapat terjadi seperti; perselisihan hak; perselisihan kepentingan; perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja; dan Perselisihan antara pekerja dalam satu perusahaan. Penyebabnya seringkali akibat perbedaan pendapat.
Disinilah diperlukan peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mengawasi jalannya hubungan industrial juga menengasi atau memfasilitasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang terjadi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:
1. Apakah pengertian Hubungan Industrial?
2. Siapa saja pihak yang terlibat dalam Hubungan Industrial?
3. Apa saja Hak dan Kewajiban masing-masing pihak dalam Hubungan Industrial?
4. Bagaimana proses penyelesaian Perselisihan Industrial oleh Pihak Tripartit?
5. Apa dasar hukum yang mengatur peran masing-masing pihak dalam Hubungan Industrial?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui pengertian Hubungan Industrial.
2. Menngetahui pihak-pihakmyang terlibat dalam Hubungan Industrial dan menjelaskan peran masing-masg pihak.
3. Mengetahui Hak dan Kewajiban masing-masing pihak dalam Hubungan Industrial.
4. Mengetahui proses penyelesaian Perselisihan Industrial oleh Pihak Tripartit.
5. Mengetahui dasar hukum yang mengatur peran masing-masing pihak dalam Hubungan Industrial.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hubungan Industrial
Pengertian hubungan industrial adalah merupakan sebuah hubungan yang terbentuk antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses berjalannya suatu usaha. Dalam pasal 1 angka 16 UU Ketenagakerjaan berbunyi:
“Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang berdasarkan nilai nilai Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Berdasarkan dari pengertian undang-undang tersebut dapat ditarik kesimpulan pengertian hubungan industrial merupakan hubungan antara seluruh pihak terkait dan berkepentingan, terutama yang menangani proses produksi maupun pelayanan dari sebuah suatu perusahaan. Agar perusahaan dapat berjalan dengan baik, dapat memulai untuk menciptakan hubungan industrial yang sejalan, mensejahterakan, harmonis, serta aman.
2.2 Pihak yang Terlibat dalan Hubungan Industrial
Disebutkan di dalam pasal 102 UU Ketenagakerjaan tersebut bahwa terdapat tiga pihak yang memiliki fungsi serta peran yang berbeda-beda dalam hubungan industrial.
Pihak-pihak tersebut adalah:
1. Karyawan dan Serikat Pekerja
Untuk menciptakan hubungan yang harmonis, karyawan memiliki fungsi untuk menyelesaikan pekerjaannya di perusahaan sesuai dengan kewajiban mereka masing- masing. Karyawan juga memiliki fungsi untuk menjaga ketertiban di perusahaan dan menghindari terjadinya konflik demi kelangsungan produksi. Karyawan juga dapat menyampaikan pendapatnya secara demokratis serta mengembangkan keahlian mereka guna meningkatkan performa perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya
2. Perusahaan/Pengusaha
Sementara itu, sebuah perusahaan memiliki fungsi untuk menjalin hubungan yang baik dengan karyawan, mengembangkan usaha mereka, memberikan kesempatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, serta memberi kesejahteraan untuk karyawan mereka. Perusahaan juga sebisa mungkin harus menciptakan hubungan industrial yang
harmonis dengan karyawan. Perusahaan harus memastikan hak-hak karyawan terpenuhi sehingga konflik perselisihan hingga berujung ke pengadilan hubungan industrial bisa dihindari.
3. Pemerintah
Dalam pengertian hubungan industrial, pemerintah memiliki fungsi sebagai pihak yang membuat kebijakan, memberikan pelayanan, serta mengawasi jalannya sebuah usaha. Selain itu, pemerintah juga berhak menindak jika ada pihak yang melanggar aturan yang sudah dimuat dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Peran pemerintah dalam hubungan industrial menurut Darwan Prinst meliputi:
a. Pengawas ketenagakerjaan;
b. Syarat-syarat dan hubungan kerja;
c. Penyediaan dan penggunaan Tenaga Kerja;
d. Pengembangan dan perluasan kerja;
e. Pembinaan keahlian dan kejuruan Tenaga Kerja;
f. Pembinaan norma-norma kesehatan kerja;
g. Penyelesaian perselisihan tenaga kerja/buruh; dan
h. Pengusutan atau penyidikan atas pelanggaran peraturan ketenagakerjaan.
Fungsi utama pengawasan pemerintah dalam hubungan industrial yaitu:
a. Untuk menjaga kelancaran atau peningkatan produksi;
b. Untuk memelihara dan menciptakan ketanangan dalam bekerja;
c. Menghindari dan mencegah adanya pemogokan dalam bekerja; dan d. Menciptakan stabilitas nasional.
Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh pihak yang kompeten dan mandiri untuk melaksanakan penerapan peraturan ketenagakerjaan yang telah dibuat oleh Menteri atau pejabat khusus yang ditunjuk. Pengawasan terhadap ketenagakerjaan dilakukan oleh unit independen di lingkungan pemerintah yang berperan serta tanggungjawab sumber daya manusia berada pada pemerintahan pusat, provinsi, serta kabupaten atau kota sesuai dengan Keputusan Presiden. Pengawas kepegawaian yang diangkat oleh pemerintahan provinsi maupun pemerintahan kabupaten/kota diharuskan memberikan laporan berjalannya pengawasan tenaga kerja kepada Menteri yang dalam penyampaian informasi diatur dengan peraturan Menteri. Ketentuan yang berkaitan dengan persyaratan, hak serta kewajiban ketenagakerjaan, dan kewenangan anggota pengawas ketenagakerjaan didasari pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan adanya perjanjian kerja yang dibuat oleh pekerja dan pengusaha, peranan pemerintah juga dalam rangka mewujudkan peran aktif dalam memberikan perlindungan hukum. Secara garis besar ada tiga macam peran pemerintah, yaitu dalam pembuatan peraturan perundang-undangan (regeling), dalam penertiban ketetapan (bescking) dan dalam bidang keperdataan (materiele daad).
2.3 Hak dan Kewajiban Pihak Tripartit dalam Hubungan Industrial
1. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja Menurut UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan:
a. Hak Tenaga Kerja:
1) Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.
2) Setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.
3) Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya melalui pelatihan kerja.
4) Setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya.
5) Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta atau pelatihan ditempat kerja.
6) Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi
7) Setiap tenaga kerja mempunyai Hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak didalam atau diluar negeri.
8) Pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (Satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
9) Setiap pekerja yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c dan d, Pasal 80 dan Pasal 82 berhak mendapatkan upah penuh.
10) Pekerja tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.
11) Setiap pekerja mempunyai Hak untuk memperoleh perlindungan atas:
Keselamatan dan kesehatan kerja, Moral dan kesusilaan dan Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
12) Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
13) Setiap pekerja dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.
14) Setiap pekerja berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja.
b. Kewajiban Tenaga Kerja
1) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokrasi, mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.
2) Pengusaha, serikat pekerja dan pekerja wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama.
3) Pengusaha dan serikat pekerja wajib memberitahukan isi perjanjian kerja bersama atau perubahannya kepada seluruh pekerja.
4) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja secara musyawarah untuk mufakat.
5) Sekurang kurangnya dalam waktu 7 (Tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja dan serikat pekerja Wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat.
2. Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Federasi dan Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan, memiliki hak dan kewajiban, antara lain:
a. Hak Serikat Pekerja:
1) Membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha.
2) Mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
3) Mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan.
4) Membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh.
5) Melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
6) Pelaksanaan hak-hak dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Kewajiban Serikat Pekerja:
1) Melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hakhak dan memperjuangkan kepentingannya.
2) Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya.
3) Mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
3. Hak dan Kewajiban Pengusaha menurut UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
a. Hak Pengusaha/Perusahaan 1) Berhak atas hasil pekerjaan
2) Berhak untuk memerintah/mengatur tenaga kerja
3) Berhak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh (pasal 150)
b. Kewajiban Pengusaha/Perusahaan
1) Mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan garis dan derajat kecacatan nya.
2) Pengusaha wajib memberikan/ menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja /buruh perempuan yang berangkat dan pulang pekerja antara pukul 23.00 s.d pukul 05.00.
3) Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
4) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
5) Pengusaha wajib memberikan kesempatan secukupnya kepada pekerja untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.
6) Pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagai mana di maksud pada ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur.
7) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh mentri atau pejabat yang ditunjuk.
8) Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh.
9) Pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis kepada pekerja/serikat buruh, serta instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenaga kerjaan setempat sekurang-kurang nya 7(tujuh) hari kerja.
10) Dalam hal terjadi pemutusan kerja pengusaha di wajib kan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
11) Dalam hal pekerja/buruh di tahan pihak yang berwajib karena di duga melakukan tindak pidana bukan bukan atas pengaduan pengusaha,maka pengusaha tidak wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja,buruh yang menjadi tanggungannya.
12) Pengusaha wajib membayar kepada pekerja, buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja, uang penghargaan masa kerja 1(satu) kali.
13) Pengusaha di larang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.
14) Pengusaha wajib membayarupah/pekerja/buruh menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku.
4. Hak dan Kewajiban Pemerintah
Dalam Hubungan Industrial, Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Disnaker berkewajiban untuk melindungi hak-hak tenaga kerja serta pengusaha dengan cara melakukan pengawasan terhadap penerapan peraturan sesuai perundang-undangan yang berlaku; berkewajiban untuk memberikan perlindungan hukum bagi tenaga kerja dan pengusaha; serta berkewajiban untuk menfasilitasi mediasi jika terjadi perselisihan industrial. Adapun hak pemerintah dalam hal ini antara lain, berhak untuk memberikan teguran atas temuan tentang ketidakpatuhan dalam melaksanakan peraturan perundang- undangan; serta berhak memberikan sanksi pelanggaran berupa pencabutan izin usaha.
2.4 Proses Penyelesaian Perselisihan Industrial Oleh Pihak Tripartit
Dalam penyelesaian perselisihan industrial, peranan pemerintah dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) mewajibkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi. Jika upaya bipartit dianggap gagal, maka akan dilanjutkan ke tahap upaya
tripartit. Ketentuan mengenai tripartit terdapat dalam Pasal 4 UU PPHI yang menyebutkan mediasi sebagai upaya penyelesaian perselisihan dengan menghadirkan pihak pekerja, pengusaha dengan pemerintah sebagai pihak ketiga.
Pihak ketiga ini merupakan seorang mediator atau pegawai instansi pemerintahan yang berasal dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi yang mengeluarkan anjuran tertulis dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu 10 hari sejak mediasi pertama. Apabila mediasi berhasil, maka hasil kesepakatan akan dituangkan ke dalam perjanjian bersama yang kemudian ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator. Selanjutnya perjanjian bersama didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial di wilayah hukum para pihak membuat perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
Tetapi jika saat mediasi tidak terdapat titik temu, atau tidak terjadi Perjanjian Bersama (PB) maka mediator membuat anjuran disampaikan kepada pihak-pihak yang berselisih serta ditandatangani mediator dan diketahui oleh Kepala Dinas. Namun bila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak setuju atas anjuran, maka salah satu atau kedua pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI ) PN setempat.
Jika setuju atas anjuran tersebut, kedua pihak minta bantuan dibuatkan Perjanjian Bersama (PB) oleh mediator maskimal 3 hari sesudah anjuran diterima, selanjutnya PB dimaksud wajib didaftarkan ke Pengadilan PHI PN setempat.
Gambar 1. Alur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui mediasi.
2.5 Dasar Hukum yang Mengatur
Berikut beberapa Dasar Hukum yang mengatur peran, fungsi, hak dan kewajiban pihak-pihak Tripartit dalam Hubungan Industrial:
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2) ditegaskan bahwa “tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
2. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 I ayat (4) menyatakan bahwa: “perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah.”
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
5. UU RI Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh, serta peraturan-peraturan pelaksanaannya.
6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja;
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Mediator Hubungan Industrial Serta Tata Kerja Mediasi.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hubungan kerja sama tripartit antara organisasi pengusaha, serikat pekerja serta pemerintah melalui forum komunikasi dan konsultasi merupakan sarana efektif bagi ketiga unsur tersebut dalam melakukan kajian/ pembahasan mengenai masalah ketenagakerjaan.
Pemerintah atau pemerintahan dalam hukum ketenagakerjaan diartikan untuk terciptanya hubungan ketenagakerjaan yang adil, karena jika hubungan antara pekerja dan pengusaha yang sangat berbeda secara social-ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, maka tidak akan tercapainya keadilan pada hubungan ketenagakerjaan, karena pihak yang kuat akan selalu menguasai yang lemah. Pemerintah dalam ketenagakerjaan merupakan faktor yang sangat penting karena dengan adanya campur tangan pemerintah inilah hukum ketenagakerjaan bidang hubungan industri atau hubungan kerja akan menjadi adil.
Pada dasarnya untuk menjamin dilaksanakannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta pelaksanaannya maka dilaksanakan pengawasan ketenagakerjaan terpadu. Tujuannya antara lain mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan perburuhan pada khususnya serta memberi penerangan dan pembinaan kepada pengusaha dan tenaga kerja tentang hal-hal yang dapat menjamin terlaksananya peraturan perundangundangan di bidang ketenagakerjaan Pengawas Ketenagakerjaan memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan sekaligus menjadi ujung tombak dalam mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan diperusahaan.
Referensi:
Darwan Prinst. 2000. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Buku Pegangan Bagi Pekerja Untuk Mempertahankan Hak-Haknya). Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Dewa Ayu Febryana P.N, Putu Gede A.S, 2016, “Peran dan Fungsi Pemerintah Dalam Hubungan Industrial”, Jurnal Kertha Semaya, Vol.04, No.04, Oktober 2016
Nanang Al Hidayat dan Asra’i Maros. 2021. Peran Pemerintah Daerah Dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Studi pada Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Merangin). Jurnal Administrasi Sosial dan Humaniora (JASIORA), Vol. 4 No. 3 Desember 2021, 160-171
Soewono, Djoko Heroe. 2009. Peran Serikat Pekerja Dalam Menciptakan Hubungan Industrial Di Perusahaan. Jurnal Hukum Unik Kediri (2019)(21), 1-13, 2019.