• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat satu jenis campur kode, yaitu campur kode ke dalam (CKD)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat satu jenis campur kode, yaitu campur kode ke dalam (CKD)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

CAMPUR KODE GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI KELAS X SMA NEGERI 2 KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

Oleh

Mike Sri Utami1, Silvia Marni2, Trisna Helda 3 1) Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat

2) 3) Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (STKIP) PGRI Sumatera Barat

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kecenderungan guru dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia lebih banyak menyisipkan bahasa daerah. Peneltian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan jenis campur kode guru bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran di kelas X SMA Negeri 2 Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan, (2) mendeskripsikan bentuk campur kode guru bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran di kelas X SMA Negeri 2 Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif.

Data penelitian ini adalah campur kode guru bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran di kelas X SMA Negeri 2 Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. Sedangkan sumber datanya adalah tuturan guru bahasa indoensia dalam proses pemeblajaran di kelas X SMA Negeri 2 Koto XI Tarusan. Data dikumpulkan dengan cara observasi langsung ke sekolah yang dibantu dengan alat perekam, merekam dimulai dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat satu jenis campur kode, yaitu campur kode ke dalam (CKD). Bentuk campur kode yang ditemukan berupa kata berjumlah 35 tuturan, campur kode berupa frasa berjumlah 19 tuturan, campur kode berupa klausa berjumlah 3 tuturan, campur kode berupa kalimat berjumlah 17 tuturan. Berdasarkan data secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa jenis campur kode yang sering digunakan adalah campur kode ke dalam dan bentuk campur kode yang sering digunakan adalah bentuk campur kode berupa kata.

Kata kunci: campur kode guru

(4)

CODE-MIXING INDONESIAN TEACHER IN THE LEARNING PROCESS IN CLASS X AT SMA NEGERI 2 KOTO XI TARUSAN PESSEL REGENCY.

by

Mike Sri Utami1, Silvia Marni2, Trisna Helda 3 1) Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat

2) 3) Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (STKIP) PGRI Sumatera Barat

ABSTRACT

This research is motivated by the tendency of teachers in the learning process more inserts Indonesian local language . This research aims to (1) describe the type of code-mixing Indonesian teacher in the learning process in class X SMAN 2 Koto XI Tarusan South Coastal District, (2) describe the form of code-mixing Indonesian teacher in the learning process in class X SMAN 2 Koto XI Tarusan pessel regency. The research is a qualitative descriptive method.

Informants of this research is Indonesian teachers who teach in class X amount to two people. This research data is code-mixing Indonesian teacher in the learning process in class X SMAN 2 Koto XI Tarusan South Coastal District. While the source of the data is a speech teacher in the learning process premises in class X SMAN 2 Koto XI Tarusan. Data collected by direct observation of schools assisted with the recording device, recording starts from the beginning of learning until the end of learning. The results showed that there is a kind of code-mixing, which is code-mixing into.

Mixed forms of code found in the form of words amounted to 35 utterances, code-mixing in the form of phrases totaled 19 speech, code-mixing in the form of a clause amounted to 3 utterances, code-mixing in the form of a sentence totaling 17 speech. Based on the overall data we can conclude that this type of intervention that is frequently used code is code-mixing into and form of code-mixing that is often used is a form of code-mixing in the form of words.

Kata kunci: campur kode guru

(5)

Pendahuluan

Dalam proses belajar mengajar, guru-guru cenderung mencampurkan bahasa yang digunakan, yaitu antara bahasa Indonesia dengan bahasa Minangkabau, atau antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. Adakalanya, dalam berbahasa Indonesia guru mencampurkan bahasa daerah atau bahasa asing. Tujuan guru melakukan hal tersebut adalah agar siswa tidak merasa bosan dan lebih mudah memahami pelajaran yang disampaikan. Selain itu, untuk menambah keakraban antara guru dan siswa sehingga proses belajar mengajar menjadi menarik dan lancar. Dalam hal ini, terjadilah suatu pencampuran bahasa yang disebut dengan campur kode.

Ciri yang menonjol dalam campur kode adalah kesantaian atau situasi informal. Dalam situasi formal, campur kode jarang digunakan. Jika pun ada, itu disebabkan tidak adanya ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai, sehingga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa daerah atau bahasa asing. Nursaid dan Marjusman Maksan (2002:110) mengungkapkan bahwa campur kode yang dilakukan oleh seorang guru hanya karena kesantaian atau kebiasaan, bukan karena tuntutan situasi komunikasi. Bahkan, kadang-kadang seorang guru melakukan campur kode tersebut hanya untuk memamerkan keterpelajaran, keintelektualan, serta kedudukannya.

Campur kode termasuk dalam bidang kajian sosiolinguistik. Sosiolinguistik menempatkan kedudukan bahasa dan hubungan pemakainya dalam masyarakat. Campur kode merupakan salah satu ragam bahasa yang digunakan masyarakat bilingual dalam percakapan sehari-hari. Campur kode dilatarbelakangi oleh alasan-alasan seperti faktor pendidikan dan sosial untuk menempatkan diri dalam tingkat status sosial, maupun untuk menjelaskan dan menafsirkan sesuatu.

Chaer dan Leoni Agustina (1995:154) mengatakan bahwa campur kode itu dapat berupa pencampuran serpihan kata, frasa, dan klausa suatu bahasa di dalam bahasa lain yang digunakan.

Intinya, ada satuan bahasa yang digunakan, tetapi di dalamnya terdapat serpihan-serpihan bahasa lain. Nababan (dalam Nursaid dan Marjusman Maksan, 2002:110-113) mengemukakan campur kode adalah suatu keadaan berbahasa yang dilakukan ketika pengguna bahasa mencampurkan dua bahasa atau lebih, dua ragam atau lebih dalam suatu tindak berbahasa tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu dilakukan.

Menurut Nursaid dan Marjusman Maksan (2002:112) arah campur kode terbagi atas dua, yaitu campur kode ke dalam (inner code mixing), dan campur kode ke luar (outer code mixing).

Campur kode ke dalam (inner code mixing), yaitu jika dalam melakukan campur kode komunikan mencampurkan bahasa utama, bahasa yang digunakan dalam proses belajar mengajar, yaitu bahasa Indonesia dengan bahasa pertama, bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya di daerah Sumatera Barat menggunakan bahasa Minangkabau. Campur kode ke luar (outer code mixing), yaitu jika dalam melakukan campur kode komunikan mencampurkan bahasa utama, bahasa yang digunakan dalam proses belajar mengajar, yaitu bahasa Indonesia dengan bahasa asing, yaitu bahasa Inggris.

Menurut Pateda (1992:78-80), ada enam bentuk satuan bahasa dalam campur kode, yaitu (a) penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata, (b) penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa, (c) penyisipan unsur-unsur yang berupa pengulangan kata, (d) penyisipan unsur-unsur yang berupa ungkapan atau idiom, (e) penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa, dan (f) penyisipan unsur- unsur yang berwujud baster.

(a) penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata. Pateda (1995: 25) mengatakan bahwa kata adalah bentuk linguistik yang berdiri sendiri, dapat dipisahkan, dapat dipindahkan, dapat diukur, bermakna dan berfungsi dalam ujaran.

(b) penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa. Ramlan (1987:151) mengatakan frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi.

(c) penyisipan unsur-unsur yang berupa pengulangan kata. Ramlan (1985:57) mengatakan proses pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak.

(d) penyisipan unsur-unsur yang berupa ungkapan atau idiom. Keraf (1990:109) mengatakan idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak diterangkan secara logis, atau secara gramatikal dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya.

(6)

(e) penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa. Chaer (2003: 231) mengatakan klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frasa, yang berfungsi sebagai predikat dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek dan sebagai keterangan.

(f) penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster. Suwito (1983:53) menjelaskan bentuk baster ialah peristiwa pembentukan dengan bentuk dasar bahasa Indonesia dengan afiks-afiks dari bahasa daerah atau bahasa asing.

Menurut Suwito (dalam Rokhman, 2013: 38), latar belakang terjadinya campur kode pada dasarnya dikategorikan menjadi dua tipe, yaitu sikap (actitudinal type) dan kebahasaan (linguistic type). Kedua tipe ini saling bergantung dan sering bertumpang tindih (overlap). Berdasarkan tipe tersebut dapat diidentifikasikan beberapa penyebab atau alasan yang mendorong terjadinya campur kode, yaitu (1) identifikasi peranan, (2) identifikasi ragam, dan (3) identifikasi keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan.

Berdasarkan uraian di atas, Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsi tentang jenis campur kode dan bentuk campur kode yang dominan dalam tuturan guru bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran di kelas X SMA Negeri 2 Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari objek yang di amati (Moleong, 2010:21). Penelitian kualitatif digunakan untuk mengetahui ucapan atau tuturan guru pada saat proses pembelajaran berlangsung. Metode deskriptif dalam penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis, dan bentuk campur kode guru bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran di kelas X SMA Negeri 2 Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan.

Data dalam penelitian ini adalah campur kode guru bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran di kelas X SMA Negeri 2 Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. Data ini diperoleh dari informan berupa data lisan, peneliti merekam informan disaat proses pembelajaran berlangsung. Sumber data penelitian ini adalah tuturan guru bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran di kelas X SMA Negeri 2 Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. Data dikumpulkan dengan observasi langsung ke sekolah yang menggunakan teknik perekam yang dimulai dari awal guru mengajar yaitu guru bahasa Indonesia sampai akhir. Setelah dilakukan perekaman terhadap subjek penelitian tersebut maka hasil rekaman ditranskripsikan dalam bentuk tulisan.

Hasil dan Pembahasan

Jenis campur kode yang muncul dalam tuturan guru bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran di kelas X SMA Negeri 2 Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan, yaitu campur kode ke dalam. Sedangkan bentuk campur kode yang muncul adalah berupa kata, frasa, klausa, dan kalimat. Tabulasi jenis campur kode guru bahasa Indonesia dalam proses pembelajarn di kelas X SMA Negeri 2 Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan.

1. Campur Kode ke dalam Pada Penyisipan Kata

Campur kode ke dalam merupakan campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya. Kata merupakan bentuk campur kode yang sering tersisip dalam tuturan guru pada saat proses pembelajaran. Penyisipan unsur-unsur campur kode berbentuk kata dapat dilihat pada data berikut.

Udah ya untuk hari ini kita akan coba untuk masuk pada materi, yaitu menanggapi siaran atau informasi dari media elektronik berita atau non berita. Ini udah pernah kamu belajarnya? (D-11)

Berdasarkan data 11 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk kata. Pada awalnya guru menggunakan bahasa daerah dalam bentuk kata udah, kemudian mencampurkan dengan bahasa Indonesia. Kata udah memilki arti sudah.

(7)

Munculnya campur kode pada data 11 tersebut disebabkan guru ingin menjelaskan materi pembelajaran kepada siswa dan memberi penegasan dalam bahsa daerah. Dengan demikian terjadilah campur kode ke dalam berupa bentuk kata.

Nah sebelum kita lanjut mungkin kamu juga. Apa lagi apa namanya ndak sing lagi ya bahwa pelajaran bahasa ini adalah pelajaran yang bersifat umum. (D-14)

Berdasarkan data 14 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk kata. pada awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia kemudian mencampurkan dengan bahasa daerah dalam bentuk kata ndak. Kata ndak memiliki arti tidak.

Munculnya campur kode pada data 14 tersebut disebabkan guru menjelaskan materi pembelajaran kepada siwa, dan member penegasan dalam bahasa daerah. Dengan demikian terjadilah campur kode ke dalam berupa bentuk kata.

Tentang disiplin. Isinya apa tadi tu, tentang? Yang disampaikan apak tadi apa tu? (D-33)

Berdasarkan data 33 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk kata. pada awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia, kemudian mencamurkan dengan bahasa daerah dalam bentuk kata apak. Kata apak memiliki arti bapak.

Munculnya campur kode pada data 33 tersebut disebabkan guru bertanya kepada siswa tentang topik pembicaraan kepala sekolah saat mengadakan upacara bendera. Degan demikian terjadilah campur kode yaitu campur kode ke dalam berupa bentuk kata.

Kemudian juga bagi anak yang baru masuk, ada tiga orang tadi. jadi sudah disampaikan oleh bendahara, alah? Sudah jelas ya aturan di lokal ini. (D- 70)

Berdasarkan data 70 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk kata. pada awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia, kemudian guru mencampurkan dengan bahasa Indonesia dalam bentuk kata alah. Kata alah memiliki arti sudah.

Munculnya campur kode pada data 70 tersebut disebabkan guru bertanya kepada siswa tentang aturan yang sudah ditetapkan di kelas. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu pencampuran antara bahasa indoensia dengan bahasa daerah dalam bentuk kata.

Bueknyo berkelompok (D-112)

Berdasarkan data 112 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa kata. Pada awalnya guru menggunakan bahasa daerah dalam bentuk kata bueknyo, kemudian guru menggunakan bahasa Indonesia. Kata bueknyo memiliki arti buatnya.

Munculnya campur kode pada data 112 tersebut disebabkan siswa kurang memahami bagaimana cara membuat tugas yang diberikan guru, dan guru menyuruh siswa membuat tugas secara berkelompok. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu pencampuran bahasa daerah dengan bahasa Indonesia yaitu campur kode ke dalam berupa bentuk kata.

Dah, itu isi dari berita yang sudah disampaikan. Nah, sekarang tugas anda masing-masing kelompoknya udah dicatatkan? (D-124)

Berdasarkan data 124 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk kata. Pada awalnya guru menggunakan bahasa daerah dalam bentuk kata dah, kemudian mencampurkan dengan bahasa Indonesia. Kata dah memiliki arti sudah.

Munculnya campur kode pada data 124 tersebut setelah siswa membacakan sebuah teks berita ,guru memberikan tugas secara berkelompok untuk menjelaskan kembali isi berita yang sudah dibacakan tadi. campur kode yang terdapat pada data 124 yaitu campur kode ke dalam berupa bentuk kata.

Kemudian juga gunakan pilihan kata, dan kata sapaan yang tepat.

Misalnya kata sapaan bapak, ibuk, anda atau saudara gitu. Itu tergantung orang yang ada dalam ruangan sesuai dengan kondisi, sesuai dengan keadaan. (D-197)

(8)

Berdasarkan data 197 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk kata. Pada awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia, kemudian guru mencampurkan dengan bahasa daerah berupa kata gitu. Kata gitu memiliki arti begitu.

Munculnya campur kode pada data 197 tersebut disebabkan guru menjelaskan kepada siswa materi pelajaran. Supaya siswa lebih paham dengan materi tersebut, guru memberi penegasan dengan bahasa daerah. Dengan demikian, terjadilah campur kode yaitu campur kode ke dalam berupa bentuk kata.

2. Campur Kode ke dalam pada Penyisipan Frasa

Apabila dua buah kata atau lebih digunakan yang menghasilkan makna baru tapi tidak mengandung hubungan subjek prediket maka istilah ini disebut dengan frasa. Bentuk unsur bahasa seperti ini juga muncul dalam tuturan guru bahasa Indonesia pada saat proses pembelajaran.

Penyisipan unsure frasa ini dapat dilihat pada tuturan berikut.

Lah bara kali hadir? (D7)

Berdasarkan data 7 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk frasa. Pada awalnya guru menggunakan bahasa daerah berupa frasa lah bara, kemudian mencampurkan dengan bahasa Indonesia. Frasa lah bara dalam bahasa Indonesia memiliki arti sudah berapa.

Munculnya campur kode pada data 7 tersebut disebabkan salah seorang siswa pada pertemuan sebelumnya tidak mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu campur kode ke dalam berupa frasa.

Ndak da cowok di sini ya, cewek pula yang mengangkat kursinya. (D-83)

Berdasarkan data 83 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk frasa. Pada awalnya guru menggunakan bahasa daerah berupa frasa ndak da, kemudian mencampurkan dengan bahasa Indonesia. Frasa ndak da dalam bahasa Indonesia memiliki arti tidak ada.

ndak beda, catatan juga harus ada sampul (D-69).

Berdasarkan data 69 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk frasa. Pada awalnya guru menggunakan bahasa daerah berupa bentuk frasa ndak beda. kemudian guru mencampurkan dengan bahasa Indonesia. Frasa ndak beda memiliki arti dalam bahasa Indonesia tidak berbeda.

Munculnya campur kode pada data 69 tersebut disebabkan guru memberi informasikepada siwa, tidak hanya buku latihan saja yang disampul, tetapi catatan juga di sampul. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu campur kode ke dalam berupa bentuk frasa.

Ya, jadi nanti ada hubungannya yang kemaren dengan yang sekarang. Apa hubungannya? Ada hubungannya. Kalau sekarang menanggapi siran atau informasi dari media cetaknya, itu yang kedua. lah paham? (D-96)

Berdasarkan data 96 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk frasa. Pada awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia kemudian mencampurkan dengan bahasa daerah berupa bentuk frasa lah paham. Frasa lah paham dalam bahasa indonesia memiliki arti sudah paham.

Munculnya campur kode pada data 96 tersebut disebabkan guru menjelaskan materi pelajaran hari ini kepada siswa. Agar siswa mudah memahami pelajaran yang disampaikan guru memberi penegasan dalam bahasa daerah. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu campur kode ke dalam berupa bentuk frasa.

Ya duduk dulu. duduak dulu! (D-161)

Berdasarkan data 161 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk frasa. Pada awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia kemudian mencampurkan dengan bahasa daerah berupa bentuk farasa duduak dulu. frasa duduak dulu memilki arti dalam bahasa indonesia duduk dahulu.

(9)

Munculnya campur kode pada data 161 tersebut disebabkan guru merasa kesal dengan salah seorang siswa yang susah di atur. dengan demikian terjadilah campur kode yaitu campur kode ke dalam berupa bentuk frasa.

Udah untuk hari ini kita masuk pada materi bagaimana cara kita memperkenalkan diri pada orang lain. lah pernah wak berkenalan jo urang (D-184)

Berdasarkan data 184 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk frasa. Pada awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia, kemudian mencampurkan dengan bahasa daerah. Dalam bahasa Indonesia guru mengucapkan Udah untuk hari ini kita masuk pada materi bagaimana cara kita memperkenalkan diri pada orang lain..kemudian dalam bahasa daerah guru mengucapkan bentuk klausa lah pernah wak berkenalan jo urang. Klausa lah pernah wak berkenalan jo urang memiliki arti dalam bahasa Indonesia sudah pernah kamu berkenalan dengan orang.

Munculnya campur kode pada tuturan 184 disebabkan guru menjelaskan materi pembelajaran kepada siswa. Agar siswa lebih memahami pelajaran yang disampaikan maka guru memberi penegasan dalam bahasa daerah. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu pencampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah.

3. Campur Kode ke dalam pada Penyisipan Klausa

Klausa merupakan gabungan bebrapa kata atau frasa yang mengandung unsur subjek atau prediket. Bentuk unsur bahasa seperti ini juga muncul dalam tuturan guru bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran. Campur kode yang berbentuk klausa dapat dilihat pada tuturan berikut ini.

Ba a kok lambek bana Rafi tadi (D-74)

Berdasarkan data 74 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk kalusa. Pada awalnya guru menggunakan bahasa daerah, kemudian guru mencampurkan dengan bahasa Indonesia. Dalam bahasa daerah guru mengucapkan bentuk klausa ba a kok lambek bana kemudian dalam bahasa Indonesia guru mengucapkan Rafi tadi. Klausa ba a kok lambek bana memiliki arti dalam bahasa Indonesia kenapa lama sekali.

Munculnya campur kode pada data 74 tersebut disebabkan karena salah seorang siswa belum datang ke kelas untuk mengantarkan buku yang dipinjam di perpustakaan. Dengan demikian terjadilah campur kode ke dalam berupa bentuk klausa.

Dah ndak da suara lagi. Suara ndak da lagi (D-122)

Berdasarkan data 122 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ka dalam berupa bentuk klausa. Pada awalnya guru menggunakan bahasa daerah, kemudian mencampurkan dengan bahasa Indonesia. Dalam bahasa daerah guru mengucapkan bentuk klausa Dah ndak da.

Klausa dah ndak da memiliki arti sudah tidak ada.

Munculnya campur kode pada data 122 tersebut disebabkan karena siswa meribut dalam proses pembelajaran. Dengan demikian terjadilah campur kode ke dalam berupa bentuk klausa.

Kalau berkenalan jo urang apo yang kita sebutkan? (D-186)

Berdasarkan data 186 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk klausa. Pada awalnya guru menggunakan bahasa daerah dalam bentuk klausa jo urang apo. Klausa jo urang apo dalam bahasa Indonesia memiliki arti sama orang apa.

Munculnya campur kode pada data 186 tersebut disebabkan karena guru bertanya kepada siswa yang berkaitan dengan pembelajaran hari ini. Agar siswa lebih mudah memahami pembelajaran yang diberikan maka guru memberi penegasan dalam bahasa daerah. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu campur kode ke dalam berupa bentuk klausa.

4. Campur Kode ke dalam pada Penyisipan Kalimat

Kalimat ujaran yang mengungkapkan suatu konsep dan pikiran. Bentuk unsur bahasa seperti ini juga muncul dalam tuturan guru bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran. Campur kode berbentuk kalimat dapat dilihat pada tuturan di bawah ini.

(10)

Ndak tantu doh pak. Astaga…masa pelajaran lama ndak tau. (D-21)

Berdasarkan data 21 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk kalimat. Pada awalnya guru menggunakan bahasa daerah beupa kalimat ndak tantu doh pak. Kalimat ndak tantu doh pak dalam bahasa Indonesia memilki arti tidak tahu.

Munculnya campur kode pada data 21 tersebut disebabkan guru merasa kesal karena salah seorang siswa tidak tau tentang pelajaran bahasa Indonesia yang pernah dipelajarinya selama di SMP. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu campur kode ke dalamberupa bentuk kalimat.

Baca dulu ya. Kalau ndak di baco ndak dapek menjawab pertanyaannyo.(D- 81)

Berdasarkan data 81 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk kalimat. Pada awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia, kemudian mencampurkan dengan bahasa daerah berupa bentuk kalimat Kalau ndak di baco ndak dapek menjawab pertanyaannyo. Kalimat Kalau ndak di baco ndak dapek menjawab pertanyaannyo memilki arti dalam bahasa Indonesia kalau tidak dibaca tidak dapat menjawab pertanyaannya.

Munculnya campur kode pada data 81 disebabkan guru menyuruh siswa terlebih dahulu membaca teks beita yang ada dibuku bacaan. Dengan demikian trjadilah campur kode yaitu campur kode ke dalam berupa bentuk kalimat.

Lah amuah kawan katoan cari muko. La la lah aniang lai-aniang lai. Yang lainnya mana? (D-84)

Berdasarkan data 84 jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam berupa bentuk kalimat. Pada awalnya guru menggunakan bahasa daerah berupa bentuk kalimat Lah amuah kawan katoan cari muko. La la lah aniang lai-aniang lai. Kalimat Lah amuah kawan katoan cari muko. La la lah aniang lai-aniang lai memilki arti dalam bahasa Indonesia sudah bisa teman dikatakan cari muka. Sudah diam lagi.

Munculnya campur kode pada data 84 tersebut disebabkan salah seorang siswa tidak mau mengangkat bangku dan sekaligus guru mengkondisikan siswa. Dengan demikian terjadilah campur kode yaitu campur kode kedalam berupa bentuk kalimat.

Berdasarkan hasil penelitian campur kode guru bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran di kelas X SMA Negeri 2 Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan, jenis campur kode yang dominan digunakan adalah campur kode ke dalam, yaitu pencampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa daerah atupun sebaliknya. Alasan guru menggunakan campur kode ke dalam karena, pada umumnya siswa yang berada di SMA Negeri 2 Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir selatan hanya berasal dari satu daerah saja. Sehingga guru beranggapan jika menggunakan campur kode pada saat proses pembelajaran siswa mudah memahami materi yang disampaikan, dan siswa tidak merasa bosan.

Bentuk campur kode berdasarkan hasil penelitian di atas terdiri atas kata, frasa, klausa, dan kalimat. Bentuk campur kode yang dominan digunakan adalah bentuk campur kode berupa bentuk kata.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang diuraikan di atas dapat diambil kesimpulan. Jenis campur kode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran di kelas X SMAN 2 Koto XI Tarusan kabupaten pesisir selatan adalah campur kode ke dalam. Penyisipan campur kode ke dalam merupakan penyisipan campur kode yang digunakan dan sering dilakukan pada saat proses pembelajaran. Bentuk campur kode yang digunakan dalam proses pembelajaran di kelas X SMAN 2 Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan adalah berbentuk kata, frasa, klausa, dan kalimat. Bentuk yang sering muncul dari keempat bentuk campur kode adalah penyisipan unsur berbentuk kata.

(11)

Berdasarkan penelitian yang telah diperoleh adapun saran yang dapat peneliti berikan, yaitu dapat disarankan pada guru-guru, terutama guru bahasa Indonesia, hendaknya mengembangkan kebiasaan menggunakan bahasa indonesia sebagaimana mestinya dalam mengelola proses pembelajaran. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran guru hendaknya mengurangi penggunaan campur kode yang tidak baik (bernilai negatif). Bagi siswa dalam proses pembelajaran diharapkan dapat berbahasa yang baik dan benar dalam berkomunikasi dengan furu disekolah.

Bagi peneliti selanjutnya untuk bahan referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya.

Kepustakaan

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.

Harimurti, Kridalaksana. 2009. Kamus linguistik. Jakarta: Gramedia.

Nursaid dan Marjusman Maksan. 2002. “Sosiolinguistik” Buku Ajar. FBSS: UNP Press.

Moleong, Lexy. J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Remaja Karya.

Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa a keterampilan menulis puisi siswa kelas X SMA Negeri 2 Koto XI Tarusan tanpa menggunakan metode sugestopedia memperoleh nilai rata-rata kelas 62,14

Ketinggian pohon yang dijumpai di Kanagarian Carocok Anau Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan sangat bervarisasi, sama halnya dengan hasil penelitian Stratifikasi pada