• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA WORK-LIFE BALANCE DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA KARYAWAN WANITA PT X

N/A
N/A
Stephanie R Pratiwi

Academic year: 2023

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA WORK-LIFE BALANCE DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA KARYAWAN WANITA PT X"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA WORK-LIFE BALANCE DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA KARYAWAN WANITA PT X

RELATIONSHIP BETWEEN WORK-LIFE BALANCE AND PSYCHOLOGICAL WELL-BEING IN WOMEN EMPLOYEES PT X

Stephanie Ruth Pratiwi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

stephanieruthpratiwi@gmail.com 089664631787

Abstrak

Kondisi wanita yang memilih untuk bekerja dapat menimbulkan adanya peran ganda, dimana sebagai wanita dituntut agar mampu menyelesaikan pekerjaan baik di kantor, keluarga, maupun di lingkungan masyarakat. Terkait hal tersebut, wanita yang memilih untuk bekerja memiliki kepuasan tersendiri karena merasa mampu mengembangkan potensi yang dimiliki dan dapat menyalurkan keahlian serta mampu mencapai aktualisasi diri sehingga dapat memenuhi kesejahteraan psikologis. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara work-life balance dengan psychological well-being pada karyawan wanita PT X. Hipotesis yang diajukan yaitu terdapat hubungan positif antara work-life balance dengan psychological well-being pada karyawan wanita PT X. Subjek penelitian adalah karyawan wanita PT X dan telah bekerja minimal satu tahun. Data dikumpulkan menggunakan Skala Work-Life Balance dan Skala Psychological Well-Being. Data dianalisis menggunakan analisis korelasi product moment diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,714 (p<0,01), sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara work-life balance dengan psychological well-being pada karyawan wanita PT X. Semakin tinggi tingkat work-life balance, maka semakin tinggi pula tingkat pychological well-being pada karyawan wanita PT X, dan sebaliknya. Variabel work-life balance memiliki kontribusi sebesar 50,9% terhadap variabel psychological well-being, sementara sisanya sebesar 49,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diketahui dan tidak termasuk dalam analisis pada penelitian ini.

Kata kunci: karyawan wanita, psychological well-being, work-life balance

Abstract

The condition of women who choose to work can lead to a dual role, where as women are required to be able to complete work both in the office, family and in the community. Related to this, women who choose to work have their own satisfaction because they feel they are able to develop their potential and can channel their expertise and are able to achieve self-actualization so that they can fulfill their psychological well-being. The research objective was to determine the relationship between work- life balance and psychological well-being among female employees of PT X. The hypothesis put forward is that there is a positive relationship between work-life balance and psychological well-being in female employees of PT X. The research subjects were female employees of PT X and had worked for at least one year. Data was collected using the Work-Life Balance Scale and the Psychological Well-Being Scale.

Data analysis using product moment correlation analysis obtained a correlation coefficient of 0.714 (p

<0.01), so the hypothesis in this study was accepted. The results showed that there was a significant positive relationship between work-life balance and psychological well-being for female employees of PT X. The higher the level of work-life balance, the higher the level of psychological well-being for female employees of PT X, and vice versa. The work-life balance variable contributes 50.9% to the psychological well-being variable, while the remaining 49.1% is influenced by other unknown factors and is not included in the analysis in this study.

Keywords: female employees, psychological well-being, work-life balance PENDAHULUAN

(2)

ruang lingkup disiplin ilmu yang beragam dibutuhkan di sektor perbankan, pendapatan dan tunjangan yang didapat mampu menarik individu mencari lapangan pekerjaan dan membangun karir di sektor perbankan (Rahman, 2019). Tidak hanya pria, saat ini banyak wanita yang memilih berkarir dan bekerja untuk memperoleh penghasilan serta mengembangkan potensi yang dimiliki (Fridayanti & Yulinar, 2021).. Berdasarkan data dalam penelitian Annazah (2021), Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) berdasarkan jenis kelamin mengalami peningkatan setiap tahunnya dari tahun 2015 sampai tahun 2019. Pada tahun 2019, TPAK wanita sejumlah 51.89% meningkat sebesar 0.01% dari tahun 2018. Meskipun TPAK wanita masih lebih rendah daripada pria, peningkatan tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa wanita yang memilih untuk bekerja.

Adanya kecenderungan perusahaan merekrut karyawan wanita untuk bergabung dalam perusahaan mengakibatkan jumlah tenaga kerja wanita meningkat. Terkait hal tersebut, wanita yang memilih untuk bekerja memiliki kepuasan tersendiri karena merasa mampu mengembangkan potensi yang dimiliki dan dapat menyalurkan keahlian serta mampu mencapai aktualisasi diri sehingga dapat memenuhi kesejahteraan psikologis (Santoso & Satwika, 2019).

Karyawan merupakan aset penting bagi perusahaan karena memiliki peran untuk menjalankan, mengembangkan, serta mencapai tujuan perusahaan dengan hasil yang optimal. Dengan kata lain, karyawan dalam suatu perusahaan bukan hanya sebagai sumber daya manusia, tetapi juga menjadi modal bagi perusahaan (Utami, 2020).

Demikian pula bagi PT X sebagai wadah dan fasilitator masyarakat dalam pelayanan sektor perbankan, senantiasa menciptakan karyawan yang berkualitas dan profesional. Namun, pada kenyataannya masih terdapat karyawan, khususnya karyawan wanita yang kurang memiliki kemampuan dalam membangun hubungan positif dengan orang lain sehingga berpengaruh pula dalam kondisi lingkungan di tempat kerja. Selain itu, juga terdapat beberapa karyawan wanita yang kurang disiplin, bertanggung jawab dan aktif berpartisipasi dalam kegiatan perusahaan. Hal tersebut sebagai gambaran adanya permasalahan tentang psychological well-being pada karyawan wanita PT X. Psychological well-being merupakan kondisi individu yang tidak hanya bebas dari tekanan atau masalah mental saja, tetapi juga kondisi mental yang dianggap sehat dan berfungsi secara optimal (Dewi, Kurniasari, & Mariska, 2022). Lebih lanjut, Ryff (1995) mengemukakan bahwa psychological well-being diartikan sebagai suatu usaha yang tidak hanya sebagai pencapaian kepuasan individu, tetapi usaha untuk mencapai kesempurnaan potensi yang dimiliki individu. Menurut Lawton (dalam Siregar, 2017),Menurut Ryff (1989), terdapat enam dimensi pendekatan multidimensional terhadap psychological well-being yaitu self-acceptance, positive relations with others, autonomy, enviromental mastery, purpose in life, dan personal growth.

(3)

Dalam penelitian ini, lokasi yang digunakan sebagai objek penelitian yaitu PT X yang merupakan salah satu perusahaan perbankan milik daerah yang terdapat di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Berdasarkan wawancara dengan karyawan wanita bidang umum PT X menunjukan bahwa terdapat gejala permasalahan terkait kesejahteraan psikologis pada karyawan wanita. Hasil dari wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti menunjukan bahwa terdapat karyawan wanita yang masih bergantung dengan orang lain dalam membuat suatu keputusan, hal tersebut mengindikasikan dimensi kemandirian karyawan wanita cenderung rendah. Lalu terdapat karyawan wanita yang kurang mampu membangun hubungan yang intim dengan karyawan lain atau dengan atasan yang mengindikasikan dimensi hubungan positif dengan orang lain yang cenderung rendah. Beberapa karyawan didapati masih kesulitan dalam menyesuaikan kondisi psikis dengan lingkungan sehingga menciptakan lingkungan yang kurang baik, dan mengindikasikan dimensi penguasaan terhadap lingkungan yang rendah pada karyawan wanita. Selain itu juga terdapat karyawan wanita yang kurang terbuka dengan orang lain, serta merasa dirinya tidak mengalami perubahan atau perkembangan yang signifikan sehingga mengindikasikan dimensi pertumbuhan pribadi yang rendah pada karyawan wanita.

Hasil wawancara dengan beberapa karyawan wanita diatas dibenarkan oleh staf karyawan bidang umum PT X yang mengindikasikan bahwa dimensi pertumbuhan pribadi karyawan wanita yang cenderung rendah. Munculnya permasalahan-permasalahan ditas mengindikasikan bahwa psychological well-being karyawan wanita PT X cenderung rendah.

Pentingnya dilakukan penelitian terkait psychological well-being pada karyawan wanita karena tingkat psychological well-being masih menjadi pembahasan intens dan penting saat ini bahkan dimasa yang akan datang, karena kesejahteraan psikologis karyawan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu perusahaan yang memiliki dampak atau pengaruh bagi perkembangan kemajuan perusahaan (Danna & Griffin, 1999). Ketika karyawan tidak mampu mencapai kesejahteraan (well-being) maka dapat menimbulkan dampak negatif bagi perusahaan, seperti menurunnya kepuasan pelanggan dan produktivitas serta tingkat absen yang meningkat sehingga menjadi prediktor terjadinya turnover (Wright, Cropanzano, & Bonet, 2007).

Kesejahteraan berkorelasi dengan kemampuan karyawan dalam bekerja dengan baik di tempat kerja (Saraswati & Lie, 2020). Hal tersebut didukung oleh penelitian sebelumnya, bahwa pekerjaan mempengaruhi fisik dan psikis individu dalam kemampuan memprioritaskan pekerjaan dan kehidupan pribadi sehingga mempengaruhi kesejahteraan individu (Saraswati &

Lie, 2020). Hal tersebut didukung oleh hasil pra penelitian pada karyawan wanita PT X yang menunjukan bahwa kesejahteraan psikologis dipengaruhi oleh keseimbangan kehidupan kerja (work-life balance). Work-life balance merupakan keseimbangan kehidupan dan pekerjaan

(4)

kehidupan secara seimbang (Greenhaus, Collins, & Shaw, 2003). Fisher, Stanton, Jolton, and Gavin (2003) menyatakan bahwa work-life balance sebagai persaingan waktu dan energi yang digunakan oleh individu untuk menjalani peran yang berbeda. Hill (dalam Siregar, 2017), work- life balance merupakan tingkat individu dalam menyeimbangkan tuntutan waktu, emosi, serta sikap dari pekerjaan dan kehidupan keluarga secara bersamaan.

Greenhouse, Collins dan Shaw (2003) mengidentifikasikan tiga aspek work-life balance, yaitu time balance, involvement balance, dan satisfaction balance. Time balance, yaitu keseimbangan jumlah waktu individu dalam memenuhi kebutuhan maupun tuntutan peran dalam keluarga dan pekerjaan. Involvement balance, yaitu keseimbangan keterlibatan psikologis individu dalam pekerjaan dan keluarga. Satisfaction balance, yaitu keseimbangan tingkat kepuasan individu dalam pekerjaan dan kehidupan pribadi. Poulose dan Sudarsan (2014) mengemukakan bahwa work-life balance menghasilkan beberapa dampak positif yang terbagi menjadi dua kategori, yaitu dampak yang berkaitan dengan pekerjaan atau karir dan diluar pekerjaan atau karir.

Temuan dalam penelitian terdahulu menunjukan bahwa work-life balance yang buruk dapat meningkatkan stres dan kecemasan (Saraswati & Lie, 2020). Dalam masalah kehidupan pribadi, work-life balance yang buruk dapat menyebabkan ketidakharmonisan dalam keluarga.

Sejalan dengan hal tersebut, Vallone dan Donaldson (2001) berpendapat bahwa wanita harus berusaha menjaga keseimbangan kehidupan pekerjaan dengan kehidupan pribadi.. Salah satunya yaitu meningkatkan kesejahteraan psikologis, karena dengan mencapai keseimbangan kehidupan-kerja, karyawan wanita telah memenuhi beberapa dimensi dalam kesejahteraan psikologis yaitu mampu berfungsi dengan baik dalam lingkungan (Helpern, dalam Lestari 2017). Dengan demikian, wanita dapat mencapai kesejahteraan psikologis dengan menerima dirinya secara positif, membangun hubungan interpersonal, membangun kemandirian, menciptakan lingkungan yang positif, mengembangkan potensi yang dimiliki, serta memiliki tujuan hidup (Masdin, 2021).

Berdasarkan gejala-gejala permasalahan diatas, terdapat variabel yang layak untuk diteliti oleh peneliti yaitu work-life balance (keseimbangan kehidupan-pekerjaan) dan psychological well-being (kesejahteraan psikologis). Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif agar memperoleh data yang valid dan reliabel dengan melibatkan subjek penelitian dalam perusahaan serta pengolahan data menggunakan analisis statistik untuk mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian. Untuk menjawab rumusan permasalahan: Apakah ada hubungan antara work life balance dengan psychological well-being pada karyawan wanita PT X?

(5)

METODE

Metode dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif menggunakan teknik sampling purposive yang merupakan teknik penentuan sampel dengan mempertimbangkan atau menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian (Sugiyono, 2011) pada 75 responden yang merupakan karyawan wanita PT X yang telah bekerja minimal satu tahun dengan menggunakan instrumen pengumpulan data berupa skala.Menurut Azwar (2016), skala merupakan suatu alat ukur yang digunakan untuk mengetahui atau mengungkap konstrak psikologis dengan pernyataan dalam bentuk skala berupa stimulus yang tertuju pada indikator perilaku, serta bertujuan untuk merangsang subjek agar dapat mengungkapkan keadaan diri yang tidak disadarinya. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert yaitu skala Psychological Well-Being dari Ryff (1989) yang telah diterjemahkan oleh Zarah (2020) yang memiliki 33 aitem dan menggunakan batasan koefisien korelasi antar aitem >

0,300 dengan nilai cronbach alpha akhir mencapai 0.869, dan skala Work-Life Balance dari Greenhaus, Collins dan Shaw (2003) yang telah diterjemahkan oleh Zarah (2020) yang memiliki 22 aitem menggunakan batasan koefisien korelasi antar aitem > 0,300 dengan nilai cronbach alpha 0,907.

Adapun kedua skala yang digunakan disajikan dengan 5 alternatif jawaban. Pada pernyataan favourable, pemberian skor dilakukan dengan yaitu: Selalu (SL) diberi skor 5, alternatif jawaban Sering (SR) diberi skor 4, alternatif jawaban Kadang-kadang (K) diberi skor 3, alternatif jawaban Jarang (J) diberi skor 2, dan alternatif jawaban Tidak Pernah (TP) diberi skor 1. Sedangkan alternatif jawaban pernyataan unfavourable, pemberian skor dilakukan dengan alternatif jawaban Selalu (SL) diberi skor 1, alternatif jawaban Sering (SR) diberi skor 2, alternatif jawaban Kadang-kadang (K) diberi skor 3, alternatif jawaban Jarang (J) diberi skor 4, dan alternatif jawaban Tidak Pernah (TP) diberi skor 5. Setelah pengambilan data, maka peneliti melakukan analisis korelasi Product Moment (pearson correlation).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara work-life balance dengan psychological well-being. Pembahasan hasil penelitian memberikan penafsiran lebih lanjut mengenai keseluruhan hasil analisi data yang telah dikemukakan. Dalam penelitian ini diketahui jumlah subjek penelitian yaitu 75 karyawan wanita yang bekerja di PT X. Rentang usia subjek antara 23 tahun hingga 55 tahun, dimana mayoritas subjek (46,67%) berada pada rentang usia 23 tahun hingga 34 tahun. Lama kerja subjek mulai dari satu tahun hingga 32 tahun dengan lama kerja mayoritas subjek (49,33%) telah bekerja dalam rentang waktu satu tahun hingga

(6)

Cabang, Kepala Seksi, Kasir, dan Staf. Namun, mayoritas jabatan subjek dalam penelitian ini yaitu sebagai staf dalam struktur organisasi PT X.

Berdasarkan hasil uji korelasi diperoleh nilai koefisien korelasi (rxy) = 0,714 dan bernilai positif, dengan p = 0,000 (p < 0,010), yang artinya terdapat hubungan positif yang signifikan antara work-life balance dengan psychological well-being pada karyawan wanita PT X. Hasil tersebut sejalan dengan hipotesis penelitian yang diajukan yaitu ada hubungan positif antara work-life balance dengan psychological well-being pada karyawan wanita PT X. Work-life balance merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi psychological well-being. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji determinasi (R square) menggunakan model regresi diperoleh nilai R Square sebesar 0,509. Artinya, work-life balance memiliki kontribusi sebesar 50,9% terhadap psychological well-being, sementara sisanya sebesar 49,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diketahui dan tidak termasuk pada penelitian ini. Dalam penelitian ini, 52% subjek penelitian memiliki tingkat work-life balance kategori tinggi dan sebesar 70,7% subjek penelitian memiliki tingkat psychological well-being kategori tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa kategori tinggi pada work-life balance menunjukan bahwa subjek mampu menyelesaikan tugas dan tanggung jawab peran yang dimiliki dengan baik dalam kehidupan pekerjaan maupun kehidupan pribadi dan keluarga tanpa adanya paksaan atau tekanan. Sedangkan kategori tinggi pada psychological well-being menunjukan bahwa subjek merasakan kesejahteraan dalam kehidupan baik pada bidang pekerjaan maupun non-pekerjaan ditandai dengan kondisi psikologis yang berfungsi positif, pengembangan potensi yang dimiliki, serta hubungan yang baik terhadap orang lain. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat work-life balance karyawan wanita PT X, maka akan meningkatkan psychological well-being karyawan wanita PT X.

Work-life balance merupakan masalah utama yang mempengaruhi psychological well- being karena pekerjaan dan keluarga merupakan faktor penting dalam kehidupan individu (Gautam & Smeeksha, 2018). Lebih lanjut, Parkes dan Langford (dalam Rejeki, Rahmi, &

Maputra, 2021) mengemukakan bahwa work-life balance mempengaruhi psychological well- being karyawan dengan asumsi apabila karyawan mampu memenuhi keseimbangan kehidupan- kerja maka mampu mencapai kepuasan dan kebahagiaan (well-being). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Karunanidhi dan Chitra (2013) terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis polisi wanita menunjukan bahwa stres kerja, sikap kerja, kepribadian, dan keseimbangan kehidupan-kerja berkontribusi terhadap kesejahteraan psikologis.

Keseimbangan kehidupan-pekerjaan merupakan gambaran sejauh mana individu terlibat dan merasakan kepuasan dengan peran yang dijalani terkait pekerjaan dan keluarga (Greenhaus, Colins & Shaw, 2003).

(7)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek pertama dari work-life balance yaitu time balance yang berkaitan dengan psychological well-being. Menurut Galea, Merchant, dan Lurie (2020), minimnya batasan waktu antara pekerjaan dan keluarga serta kurangnya interaksi sosial memberikan dampak bagi kesehatan mental dan keseimbangan kehidupan individu. Individu yang menggunakan waktu lebih banyak dalam pekerjaan kurang memiliki waktu untuk kehidupan pribadi atau keluarga yang mengakibatkan ketidakseimbangan waktu sehingga mempengaruhi kondisi kesejahteraannya (Puspitasari & Ratnaningsih, 2019). Berdasarkan data lapangan, karyawan wanita PT X memiliki tangung jawab untuk memenuhi tuntutan pekerjaan dan tuntutan keluarga. Semakin tinggi tuntutan pekerjaan maka dapat mengakibatkan karyawan wanita kesulitan dalam mengatur waktu karena lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja. Asumsi hasil penelitian menunjukan bahwa karyawan wanita PT X mampu mengatur waktu dalam menjalankan peran dan tanggung jawab baik dalam pekerjaan maupun keluarga.

Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukan variabel work-life balance subjek penelitian berada pada kategori tinggi. Ditinjau dari segi aspek time balance, mayoritas karyawan wanita PT X mampu mengatur waktu dalam kehidupan pekerjaan maupun kehidupan pribadi dan keluarga.

Aspek kedua dari work-life balance yaitu involvement balance yang berkaitan dengan psychological well-being. Menurut Harter, Schmidt, dan Keyes (2003), individu yang mencapai well-being memiliki keterlibatan secara psikologis seperti inisiatif, disiplin, memiliki daya tahan dan produktivitas yang baik. Berdasarkan data lapangan, karyawan wanita PT X memiliki keterlibatan psikologis dalam menjalankan peran baik di lingkungan pekerjaan maupun diluar pekerjaan. Asumsi hasil penelitian menunjukan bahwa karyawan wanita PT X mampu terlibat secara fisik dan emosional dalam memenuhi tuntutan peran baik di lingkungan pekerjaan maupun diluar pekerjaan. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian ditinjau dari segi aspek involvement balance, mayoritas karyawan wanita PT X mampu terlibat secara psikologis dalam kehidupan pekerjaan dan diluar pekerjaan. Dalam hal ini, karyawan wanita memiliki komitmen terhadap pekerjaan sehingga tanggung jawab pekerjaan harus terpenuhi.

Aspek ketiga dari work-life balance yaitu satisfaction balance yang berkaitan dengan psychological well-being. Menurut Locke (dalam Tanujaya, 2014), kepuasan yang dirasakan individu dapat dilihat dari cara individu memandang kesesuaian antara keinginan dan kenyataan yang terjadi Keseimbangan kepuasan yang dirasakan individu dalam setiap peran dapat mendukung tingginya tingkat kepuasan hidup, sehingga dapat memprediksi kesejahteraan dan kualitas hidup individu secara keseluruhan (Greenhaus, 2003). Berdasarkan data lapangan, karyawan wanita PT X memiliki kepuasan terhadap peran yang dijalani dalam kehidupan

(8)

karyawan wanita PT X merasakan kepuasan baik dalam kehidupan pekerjaan maupun dalam kehidupan pribadi atau keluarga. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian ditinjau dari segi aspek satisfaction balance, mayoritas karyawan wanita PT X memiliki tingkat kepuasan yang tinggi dalam memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan peran dalam keluarga

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data, deskripsi, pengujian hasil penelitian, dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan hubungan positif yang signifikan antara work-life balance dengan psychological well-being pada karyawan wanita PT X. Semakin tinggi tingkat work-life balance maka semakin tinggi tingkat psychological well-being, dan sebaliknya. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat work-life balance dan tingkat psychological well-being subjek dalam penelitian ini berada pada kategori tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa karyawan wanita PT X mampu menyelesaikan tugas dan tanggung jawab peran yang dimiliki dengan baik dalam kehidupan pekerjaan maupun kehidupan pribadi dan keluarga tanpa adanya paksaan atau tekanan, serta dapat merasakan kesejahteraan dalam kehidupan baik pada bidang pekerjaan maupun non-pekerjaan ditandai dengan kondisi psikologis yang berfungsi positif, pengembangan potensi yang dimiliki, serta hubungan yang baik terhadap orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Anggarwati, P. I., dan Thamrin, W. P. (2019). Work family-conflict dan psychological well- being pada ibu bekerja. Jurnal Psikologi, 12(2), 200-212.

Annazah, N. S. (2021). Faktor-faktor yang mempengaruhi wanita menikah berusia produktif untuk bekerja tahun 2019 (studi kasus provinsi jawa barat). Jurnal Ketenagakerjaan, 16(1), 61-74.

Danna, K., dan Griffin, R. W. (1999). Health and well-being in the workplace: A review and synthesis of the literature. Journal of Management, 25(3), 357-384.

Dewi, R. R., P, Evi K., dan Mariska, S. E. (2022). Pengaruh work-life balance terhadap psychological well being wanita yang bekerja. Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda. 1-9.

Fisher, G. G., Bulger, C. A., dan Smith, C. S. (2009). Beyond work and family: A measure of work/nonwork interference and enhancement. Journal of Occupational Health Psychology, 14(4), 441-456.

Fridayanti., dan Yulinar, Y. Y. (2021). Work family conflict dan pengaruhnya terhadap psychological well being pada pekerja pabrik perempuan. Jurnal Insight Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember, 17(1), 88-99.

Galea, S., Merchant, R. M., dan Lurie, N. (2020). The mental health consequences of covid-19 and physical distancing: The need for prevention and early intervention. JAMA Internal Medicine, 180(6), 817-818.

(9)

Gautam, I. dan Jain, S. (2018). A study of work-life balance: Challenges and solutions.

International Journal of Research in Engineering, IT and Social Sciences, 198-217.

Greenhaus, J. H., Collins, K. M., dan Shaw, J. D. (2003). The relation between work–family balance and quality of life. Journal of Vocational Behavior, 63(3), 510–531.

Greenhaus, J. H., Collins, K. M., dan Shaw, J. D. (2003). The relation between work–family balance and quality of life. Journal of Vocational Behavior, 63(3), 510–531.

Harter, J. K., Schmidt, F. L., dan Keyes, C. L. M. (2003). Well-being in the workplace and its relationship to business outcomes: A review of the gallup studies. In c. L. M. Keyes & j.

Haidt (eds.), flourishing: Positive psychology and the life well-lived. Washington, DC:

American Psychological Association.

Karunanidhi, S., dan Chithra, T. (2013). Influence of select psychosocial factors on the psychological well-being of policewomen. International Research Journal of Social Science, 2(8), 5-14.

Lestari, A. A. (2017). Hubungan antara keseimbangan kehidupan-kerja dengan kesejahteraan psikologis pada ibu bekerja di institusi pemerintahan yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta:

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Masdin, N. (2021). Hubungan antara work life balance dan psychological well being pada wanita bekerja di pt. X. Skripsi. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Poulose, S., dan Sudarsan, N. (2014). Work life balance: A conceptual review. International Journal of Advance in Management and Economics, 1-17.

Puspitasari, K. A., dan Ratnaningsih, I. Z. (2019). Hubungan antara perceived organizational support dengan work life balance pada karyawan pt. Bpr kusuma subang di jawa tengah.

Jurnal Empati, 8(1), 82-86.

Rahman, M. F. (2019). Work-Life Balance as an Indicator of Job Satisfaction Among the Female Bankers in Bangladesh. European Journal of Business and Management, 11(06), 15-25.

Rejeki, S. S., Rahmi, F., dan Maputra, Y. (2021). Peran work-life balance terhadap psychological well-being pegawai yang bekerja selama new normal covid-19. Jurnal Psikologi, 17(2), 182-190.

Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or is it? explorations on the meaning of psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology, 57(6), 1069- 1081.

Ryff, C. D. (1995). Psychological well-being in adult life. American Psychological Science, 4(4), 99-104.

Santoso, O. R., dan Satwika, Y. W. (2019). Hubungan antara harga diri dengan kesejahteraan psikologis pada wanita menikah yang bekerja. Character: Jurnal Penelitian Psikologi, 6(3), 1-11.

Saraswati, K. D. H, dan Lie, D. (2020). Psychological well-being: The impact of work-life balance and work pressure. Advances in Social Science, Education, and Humanities Research, 478, 580-587.

(10)

Siregar, N. P. S. (2017). Pengaruh work life balance terhadap kesejahteraan psikologis pada karyawan tvri sumut. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sugiyono. (2011). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.

Tanujaya, Winda. (2014). Hubungan kepuasan kerja dengan kesejahteraan psikologis (psychological well being) pada karyawan cleaner (studi pada karyawan cleaner yang menerima gaji tidak sesuai standar ump di pt. Sinergi integra service jakarta). Jurnal Psikologi, 12(2), 67-79.

Utami, L. P. (2020). Pengaruh psychological well-being terhadap work engagement karyawan.

Acta Psychologia, 2(2), 161–172.

Vallone, E. J., dan Donaldson, S. I. (2001). Consequences of work-family conflicton employee well-being over time. Work & Stress, 15(3), 214-226.

Wright, T.A., Cropanzano, R., dan Bonet, D.G. (2007). Job satisfaction and psychological well- being as nonadditive predictors of workplace turnover. Journal of Management, 33(2), 141–252.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan antara Kepuasan Kerja dengan Work Life Balance pada Wanita Karir di UIN Sunan Ampel Surabaya.. Penelitian ini

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Skala Work-Life Balance yang memuat 4 aspek work-life balance dan Skala Komitmen Organisasi yang memuat 3 aspek

adalah apakah psychological empowerment memiliki hubungan yang positif dengan work

tuntutan pekerjaan di organisasi dengan baik akan mencapai kepuasan kerja yang. dapat meningkatkan loyalitas karyawan

positif antara keadilan distributif dan gaya kepemimpinan transformasional dengan work-life balance pada karyawan PT Transamudra Usaha Sejahtera.. Selain itu, nilai R 2

Penelitian dari Saina, Pio, dan Rumawas (2016) mendapatkan hasil bahwa work-life balance berpengaruh terhadap kinerja karyawan hal ini dikarenakan adanya

PENGARUH WORK LIFE BALANCE DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA SERTA DAMPAKNYA PADA KINERJA KARYAWAN PT PLN Persero UNIT INDUK PEMBANGKITAN SUMATERA BAGIAN SELATAN

Pengaruh Work-Life Balance Dan Lingkungan Kerja terhadap kepuasan Kerja Karyawan Studi pada Perawat RS Lavalette Malang Tahun 2016.. Yayasan Kita