(Sofiatun Aghnia, Sulasyi Setyaningsih)
Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi, Status Gizi terhadap Pola Konsumsi Fast Food dan Soft Drink pada Siswa SMKN 1 Kota Tegal
The Relationship of Nutritional Knowledge Level, Nutritional Status to Consumption Patterns Fast Food and Soft Drink for Students of SMKN 1 Tegal City
Sofiatun Aghnia1, Sulasyi Setyaningsih2
1,2,3Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan, Universitas Muhadi Setiabudi, Brebes, Indonesia
E-mail: 1[email protected], 2[email protected],
ARTICLE INFO ABSTRACT
Article History:
Received: Feb, 15, 2023 Revised: Feb, 17, 2023 Accepted: Feb, 20, 2023
Fast food is fast food that is now found in many places. Besides being practical, fast food also has a taste that is very popular with many people, especially teenagers. Although it has a good taste, fast food is a food that has minimal nutritional value. That way knowledge of nutrition is very important to learn. The purpose of this study is to analyze the relationship between the level of nutritional knowledge and consumption patterns of fast food and soft drinks, and analyze the relationship between nutritional status and consumption patterns of fast food and soft drinks in students of SMKN 1 Tegal City. Respondents in this study as many as 33 people were taken from various classes, to measure the level of nutritional knowledge and consumption patterns of fast food and soft drinks using questionnaires. Measurement of nutritional status using Body Mass Index (BMI) taken from Body Weight and Height. This type of study uses observational analytics with a cross sectional approach with the Spearman correlation test. The results in this study showed a value (p>0.05) for the relationship between nutritional status and consumption patterns of fast food and soft drinks, while the relationship between the level of knowledge and consumption patterns of fast food and soft drinks showed a value of (p<0.05), so there is a relationship between the level of nutritional knowledge and consumption patterns of fast food and soft drinks in students of SMKN 1 Tegal City, As for nutritional status and consumption patterns of fast food and soft drinks showed no relationship.
Keywords:
Nutritional Knowledge Level,
Nutritional Status, Fast Food,
Soft Drink
Corresponding Author:
Sofiatun Aghnia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Fast food merupakan makanan cepat saji yang kini banyak sekali dijumpai di berbagai tempat.
Selain praktis, fast food juga memiliki cita rasa yang sangat digemari oleh halayak ramai, terutama kaum remaja. Walaupun memiliki rasa yang enak, fast food merupakan makanan yang minim akan nilai gizi. Dengan begitu pengetahuan akan gizi sangatlah penting untuk dipelajari. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan gizi dan pola konsumsi fast food dan soft drink, dan menganalisis hubungan status gizi dan pola konsumsi fast food dan soft drink pada siswa SMKN 1 Kota Tegal. Responden pada penelitian ini sebanyak 33 orang diambil dari berbagai kelas, untuk pengukuran tingkat pengetahuan gizi dan pola konsumsi fast food dan soft drink menggunakan kuesioner. Pengukuran status gizi menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT) yang diambil dari Berat Badan dan Tinggi Badan. Jenis penelitian ini menggunakan analitik observasional dengan pendekatan cross sectional dengan uji korelasi Spearman. Hasil pada penelitian ini menunjukan nilai (p>0,05) untuk hubungan status gizi dan pola konsumsi fast food dan soft drink, sedangkan hubungan tingkat pengetahuan dan pola konsumsi fast food dan soft drink menunjukkan nilai (p<0,05), jadi ada hubungan antara tingkat pengetahuan gizi dan pola konsumsi fast food dan soft drink pada siswa SMKN 1 Kota Tegal, sedangkan untuk status gizi dan pola konsumsi fast food dan soft drink menunjukkan tidak adanya hubungan.
Kata kunci: Tingkat Pengetahuan Gizi, Status Gizi, Fast Food dan Soft Drink.
(Sofiatun Aghnia, Sulasyi Setyaningsih)
1. PENDAHULUAN
Sudah sejak lama disadari bahwa faktor perilaku dan sosial budaya sangat berpengaruh terhadap terjadinya masalah gizi. Perilaku negatif berupa pantangan makanan tertentu masih kita jumpai di beberapa daerah, terutama daerah yang miskin akan informasi. Namun dengan derasnya arus informasi, khususnya di kota, dapat juga mengubah perilaku yang tidak sesuai, terutama mengarah ke pola makanan kebarat-baratan, fast food. Hal ini juga dapat menimbulkan masalah baru yaitu kecenderungan munculnya berbagai penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, hipertensi dan diabetes melitus[1]. Usia15–34tahun adalah konsumen terbanyak yang memilih mengkonsumsi fast food. Golongan usia ini memiliki aktivitas yang tinggi, makin tingginya aktivitas mengakibatkan seseorang melakukan pemilihan makanan dan mengkonsumsi makanan secara praktis. Kegemaran terhadap fast food disebabkan karena fast food mudah ditemukan dan bisa dikonsumsi dalam kondisi apapun[2]
Fast food merupakan jenis makanan tinggi energi dan lemak yang praktis, mudah dikemas dan disajikan. Keberadaan restoran fast food yang semakin menjamur di kota-kota besar di Indonesia dapat mempengaruhi pola makan kaum remaja. Makanan restoran tersebut menyajikan berbagai fast food yang dapat berupa western fast food maupun traditional fast food. Western fast food merupakan makanan yang terjangkau, cepat dalam penyajian, umumnya memenuhi selera tetapi memiliki total energi, lemak, gula, natrium yang tinggi dan rendah serat serta vitamin. Contoh produk western fast food diantaranya hamburger, french fries potato, fried chicken, pizza, sandwich dan soft drink. Traditional fast food juga makanan yang memiliki kandungan gizi yang tidak seimbang. Contoh produk traditional fast food misalnya nasi goreng, bakso, mie ayam, soto, dan sate ayam[3].
Status gizi (nutritional status) adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh[4]. Setiap individu membutuhkan asupan zat gizi yang berbeda antar individu, hal ini tergantung pada usia orang tersebut, jenis kelamin, aktifitas tubuh dalam sehari, berat badan, dan lainnya. Gizi merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas sumber daya manusia.
Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan yang dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut[5]. Status gizi seseorang tergantung dari asupan gizi dan kebutuhannya, jika antara asupan gizi dengan kebutuhan tubuhnya seimbang, maka akan menghasilkan status gizi baik[6]. Asupan zat gizi merupakan kebutuhan yang berperan dalam proses pertumbuhan terutama dalam perkembangan otak[7]. Status gizi adalah suatu ukuran menegnai kondisi tubuh seseorang yang dapat dlihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi 3 kategori, yaitu status gizi kurang, status gizi normal, status gizi lebih[8].
Pada masyarakat masih banyak yang kurang pengetahuan terkait gizi sehingga tidak sedikit yang memiliki status gizi lebih ataupun kurang, pengetahuan gizi masih sangat minim diketahui oleh masyarakat terutama pada remaja[9]. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Pola konsumsi tentu sangat mempengaruhi pola hidup seseorang. Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang kandungan zat gizi yang ada dalam suatu makanan dan juga kemampuan memilih makanan yang tepat sesuai kebutuhan, sehingga terhindar dari penyakit dan menghasilkan tumbuh kembang yang optimal. Makanan bergizi yaitu makanan yang mengandung nutrisi, ada enam nutrisi utama yang dibutuhkan manusia yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air[10]. Makanan yang bergizi seimbang sebenarnya tidaklah selalu mahal, kita bisa menggunakan atau mengganti bahan pangan yang lebih murah dan mudah didapat[11]
seperti daging bisa digantikan dengan ikan sebagai sumber protein[12].
Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi[13], sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat[14]. Tingkat pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya berpengaruh pada keadaan gizi yang bersangkutan[15].
Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan tentang pemilihan bahan makanan dan konsumsi sehari- hari dengan baik dan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh.
Pemilihan dan konsumsi bahan makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang[16]. Status gizi baik atau optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang dibutuhkan tubuh.
Status gizi kurang tejadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi essential.
Sedangkan status gizi lebih terjadi apabila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah yang berlebihan sehingga menimbulkan efek yang membahayakan[17]. Jika masalah gizi pada balita tidak mampu teratasi maka akan menyebabkan berat badan kurang, mudah terserang penyakit, serta terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun mental[18].
Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin menganalisis hubungan tingkat pengetahuan gizi, status gizi terhadap pola konsumsi fast food dan soft drink pada siswa SMKN 1 Kota Tegal.
2. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional, dengan menggunakan uji korelasi Spearman. Penelitian ini dilaksanakan di SMK 1 Kota Tegal pada tanggal 16 September 2021. Populasi yang digunakan adalah 50 responden yang diambil secara acak dari beberapa kelas, sedangkan sampel yang digunakan berdasarkan dari hitungan rumus Slovin sebanyak 33 responden. Sampel yang didapat merupakan hasil dari populasi, ada beberapa siswa yang menolak menjadi responden dan ada juga yang tidak hadir. Pada penelitian ini memiliki beberapa kriteria seperti responden yang merupakan siswa SMKN 1 Kota Tegal, siswa dari kelas X- XII, dan siswa dalam keadaan sehat.
Variabel yang digunakan pada penelitian ini berupa variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan gizi dan status gizi, sedangkan variabel terikat yaitu pola kokinsumsi fast food dan soft drink. Fast food merupakan jenis makanan tinggi energi dan lemak yang praktis, mudah dikemas dan disajikan, sedangkan soft drink (minuman ringan) merupakan minuman yang tidak mengandung alkohol, dan lawan kata dari minuman keras. Data pola konsumsi fast food dan soft drink, dan tingkat pengetahuan gizi diperoleh melalui kuesioner yang telah dibuat dengan kategori pilihan untuk pola konsumsi 1-2x/bulan (Sangat Jarang), 3-4x/bulan (Jarang), 4-6x/bulan (Sering) dan >6x/bulang (Sangat Sering).
Sedangkan pilihan jawaban untuk tingkat pengetahuan gizi berupa pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab dengan pilihan Benar atau Salah. Sedangkan untuk pengukuran status gizi didapat dari nilai IMT yang diperoleh dari pengukuran berat badan dan tinggi badan yang kemudian dikategorikan dengan gizi kurang, gizi normal dan gizi lebih. Manusia memerlukan zat gizi untuk hidup, tumbuh, berkembang, bergerak dan memelihara kesehatan7. Kebutuhan zat gizi tidak sama bagi semua orang, tetapi tergantung pada banyak hal antara lain umur, kelamin, dan pekerjaan[19].
Langkah-langkah yang dilakukan pada saat penelitian adalah yang pertama meminta izin kepada pihak sekolah. Setelah mendapatkan persetujuan, pihak sekolah mengonkonfirmasikan kepada siswa yang bersedia menjadi responden, penelitian dilaksanakan di auditorium sekolah, lalu peneliti menyapa, menjelaskan, dan memberi sedikit edukasi. Pada saat penelitian, mula- mula responden diberikan daftar hadir, lalu responden diberikan lembar persetujuan yang harus diisi.
Setelah mengisi lembar persetujuan, responden diberikan kuesioner tingkat pengetahuan gizi dan pola konsumsi fast food dan soft drink.
Setelah mengisi serangkaian kuesioner responden mengukur Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB). Pada pengukuran TB menggunakan sataturmeter microtoise yang ditempelkan pada tembok. Saat pengukuran, responden berdiri tegak, pandangan kedepan, dan tumit ditempelkan pada dinding, satuan untuk tinggi badan menggunakan cm. Kegiatan pengukuran BB menggunakan timbangan, pada saat penimbangan pandangan ke depan, satuan untuk berat badan adalah kg.
Pengukuran antropometri dilakukan oleh peneliti, dan saling kerja sama dengan tim lainnya, untuk pengukuran dilakukan satu kali. Pada penelitian ini dibantu pula dengan aplikasi SPSS.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil dari sebaran kuesioner terdapat 33 siswa yang bersedia menjadi responden. Penelitian ini tidak mengkhususkan untuk responden tertentu, semua siswa dapat menjadi responden tanpa terpaksa. Untuk kategori jenis kelamin tidak dikategorikan karena semua responden yang hadir adalah perempuan. Responden pada penelitian ini memiliki rentang usia 15- 18 tahun. Hasil dari karakteristik responden menunjukkan seperti yang ada di tabel 1.
(Sofiatun Aghnia, Sulasyi Setyaningsih)
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik Responden Jumlah
Kategori Usia Keterangan N %
15 tahun 10 30.3
16 tahun 9 27.3
17 tahun 13 39.4
18 tahun 1 33.0
Kategori Variabel
Tingkat Pengetahuaan Gizi Baik 8 24.2
Cukup 12 36.4
Kurang 13 39.4
Total 33 100
Status Gizi Kurang 11 33.3
Normal 18 54.5
Lebih 4 12.1
Total 33 100
Berdasarkan data karakteristik responden di atas dapat diketahui bahwa dari 33 responden yang memiliki usia 15 tahun sebanyak 10 responden (30.3%), usia 16 tahun sebanyak 9 responden (27.3%), 17 tahun sebanyak 13 responden (39.4%), dan 18 tahun hanya 1 responden (3.0%).
Tabel 2. Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi dengan Pola Konsumsi Fast Food dan Soft Srink Pola Konsumsi Fast Food dan Soft Drink Tingkat Pengetahuan Gizi
Baik Cukup Kurang Total
Sangat Jarang 1 4 6 11
Jarang 1 6 7 14
Sering 0 2 1 3
Sangat Sering 0 3 2 5
Total 2 15 16 33
Hubungan tingkat pengetahuan gizi dengan pola konsumsi fast food dan soft drink menunjukkan bahwa responden yang memiliki tingkat pengetahuan gizi Baik memiliki frekuensi Sangat Jarang mengonsumsi fast food dan soft drink, sedangkan siswa yang memiliki tingkat pengetahuan gizi Kurang memiliki frekuensi jarang mengonsumsi fast food dan soft drink, pada kategori Jarang memiliki frekuensi sebanyak 3 kali lebih dalam sebulan mengonsumsi makanan fast food dan soft drink dalam jenis yang berbeda.
Tabel 3. Hubungan Status Gizi dengan Pola Konsumsi Fast Food dan Soft Srink Pola Konsumsi Fast Food dan Soft Drink Tingkat Status Gizi
Baik Cukup Kurang Total
Sangat Jarang 4 7 0 11
Jarang 5 7 1 14
Sering 1 2 0 3
Sangat Sering 0 2 3 5
Total 11 18 4 33
Berdasarkan dari tabel di atas menunjukan responden yang memiliki status gizi normal Sangat Jarang dan Jarang mengonsumsi fast food dan soft drink. Pada tabel 1 menunjukan pravelensi tingkat pengetahuan gizi Kurang sebanyak 39.4%, kategori baik sebanyak 8% dan kategori Cukup sebanyak 36.4%. Prevalensi status gizi Kurang pada tabel 1 sebanyak 33.3%, status gizi Normal 54.5%, dan status gizi lebih 12.1%.
Hasil dari tabel hubungan tingkat pengetahuan gizi dengan pola konsumsi fast food dan soft drink menunjukkan bahwa responden yang memiliki tingkat pengetahuan gizi Kurang, jauh lebih jarang menonsumsi fast food dan soft drink, sedangkan untuk yang memiliki pengetahuan gizi Baik memiliki kebiasaan Jarang mengonsumsi fast food dan soft drink, dan pada kategori pengetahuan Cukup memiliki pola konsumsi Sangat Jarang mengonsumsi fast food dan soft drink. Namun demikian bukan berarti tidak ada hubungan antara yang memiliki tingkat pengetahuan Kurang dengan kebiasaan konsumsi fast food dan soft drink.
Pada tabel hubungan status gizi dengan pola konsumsi fast food dan soft drink menunjukkan bahwa responden yang memiliki status gizi Normal memiliki pola konsumsi fast food dan soft drink yang Sangat Jarang, dan juga jarang, sedangkan untuk kategori status gizi Lebih memiliki pola konsumsi fast food dan soft drink yang Sangat Sering. Dan untuk kategori status gizi Kurang memiliki pola konsumsi fast food dan soft drink jarang.
Berdasarkan uji yang telah dilakukan yaitu menggunakan uji korelasi Spearman, lalu dilakukan uji normalitas menggunakan shapiro-wilk karena memiliki jumlah sampel < 50, dan hasil menunjukkan distribusi data tidak normal[20], sehingga dilakukan uji korelasi spearman. Uji korelasi Spearman menunjukan bahwa nilai p value tingkat pengetahuan gizi dengan pola konsumsi fast food dan soft drink sebesar 0,045 (p<0,05), maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan gizi dengan pola konsumsi fast food dan soft drink.
Sedangkan nilai p value status gizi dengan pola konsumsi fast food dan soft drink menunjukkan nilai p 0,057 (p>0,05), maka Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan status gizi dengan pola konsumsi fast food dan soft drink tidak memiliki hubungan.
Pola konsumsi fast food dan soft drink tentunya tidak susah lagi ditemukan di berbagai tempat.
Hal tersebut dapat mempengaruhi pola konsumsi pada masyarakat terutama kalangan remaja. Di SMKN 1 Kota Tegal sediri tempat yang menyediakan makanan cepat saji tersebut sangatlah terjangkau. Dilihat dari lokasi sekolah yang juga dekat dengan berbagai gerai makanan cepat saji.
Dengan manajemen yang handal dan juga dilakukan terobosan, misalnya pelayanan yang praktis, desain interior restoran dibuat rapi, menarik dan bersih tanpa meninggalkan unsur kenyamanan, serta rasanya yang lezat membuat mereka yang sibuk dalam pekerjaan nya memilih alternatif untuk mengkonsumsi jenis fast food karena lebih cepat dan juga mengandung gengsi bagi sebagian golongan masyarakat.
Keberadaan restoran-restoran fast food yang semakin menjamur di kota-kota besar di Indonesia, yang menyajikan berbagai macam fast food yang dapat berupa makanan tradisional Indonesia dan makanan barat yang terkenal dengan ayam gorengnya, disamping jenis makanan yang tidak kalah popular seperti hamburger, pizza, sandwich, dan juga soft drink[21]. Pengetahuan gizi sangat penting dalam menentukan perilaku seseorang dalam menentukan jenis makanan yang dipilih. Semakin baik pengetahuan gizi seseorang maka semakin baik pula dalam menentukan jenis dan jumlah makanan yang diperlukan bagi tubuh. Jika kebutuhan nutrisinya terpenuhi maka kecenderungan seseorang untuk mendapatkan status gizi yang baik akan semakin tinggi[22].
Siswa SMKN 1 Kota Tegal mayoritas responden memiliki status gizi yang Normal, namun pola konsumsi masih sangat perlu diperhatikan, begitu pula dengan pengetahuan akan gizi, tingkat pengetahuan gizi pada responden masih memiliki kurangnya pengetahuan gizi.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan dari penelitian ini disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan gizi dengan pola konsumsi fast food dan soft drink dilihat dari distribusi tingkat pengetahuan gizi pada responden. dan untuk hubungan status gizi dengan pola konsumsi fast food dan soft drink berdasarkan penelitian menjelaskan bawa tidak adanya hubungan status gizi dengan pola konsumsi fast food dan soft drink.
DAFTAR REFERENSI
[1] R. H. Harsari, W. Fatmaningrum, and J. H. Prayitno, “Hubungan Status Gizi dan Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Association between Nutritional Status and Blood Glucose Level in Type 2 Diabetes Mellitus,” Hub. Status Gizi dan Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2, vol. 6, no. 2, pp. 2–6, 2018, doi: 10.23886/ejki.6.8784.Abstrak.
[2] S. Ahnia et al., “Hubungan Asupan Makan , Aktivitas Fisik , dan Status Gizi Dengan Kadar
(Sofiatun Aghnia, Sulasyi Setyaningsih)
Kolesterol Darah Pra Lansia dan Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Losari.”
[3] I. A. Bonita, “Konsumsi Fast Food dan Aktivitas Fisik Sebagai Faktor Risiko Kejadian Overweight pada Remaja Stunting SMP,” vol. 4, no. Jilid 5, pp. 360–367, 2016.
[4] N. H. Rizki, “Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan dan Persiapan Pulang Pasien Pasca Operasi Nefrolitotomy di RSI Sultan Agung Semarang,” Skripsi Keperawatan Univ. Sssultaaa Agung Semarang, 2021.
[5] S. Setiyaningrum, A. D. Wahyani, P. Studi, I. Gizi, F. I. Kesehatan, and U. M. Setiabudi, “Hubungan pengetahuan dan Sikap Ibu Keluarga Sadar Gizi dengan Status Gizi Anak Balita,” vol. 1, no. 02, pp. 33–40, 2020.
[6] T. Dwi Pratiwi, M. Masrul, and E. Yerizel, “Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Belimbing Kota Padang,” J. Kesehat. Andalas, vol. 5, no. 3, pp. 661–665, 2016, doi: 10.25077/jka.v5i3.595.
[7] P. I. Permatasari, R. Masrikhiyah, D. Ratnasari, F. I. Kesehatan, and U. M. Setiabudi, “Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi terhadap Asupan Gizi , IMT , dan Frekuensi Minuman Isotonik pada Siswa SSB Dewatara,” vol. 6, pp. 14679–14688, 2022.
[8] R. Amellia and A. D. Wahyani, “Hubungan Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) dan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) dengan Status Gizi Balita 24-59 Bulan,” J. Ilm. Gizi dan Kesehat., vol.
2, no. 01, pp. 18–22, 2020, doi: 10.46772/jigk.v2i01.255.
[9] H. Hariawan, A. Fathoni, and D. Purnamawati, “Hubungan Gaya Hidup (Pola Makan dan Aktivitas Fisik) Dengan Kejadian Diabetes Melitus di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB,” J.
Keperawatan Terpadu (Integrated Nurs. Journal), vol. 1, no. 1, p. 1, 2019, doi:
10.32807/jkt.v1i1.16.
[10] M. Karunawati, “Pola Konsumsi Pangan dan Penilaian Status Gizi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,” Angew. Chemie Int. Ed. 6(11), 951–
952., pp. 2013–2015, 2021.
[11] S. L. Louis, A. N. Mirania, and E. Yuniarti, “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting pada Anak Balita,” Matern. Neonatal Heal. J., vol. 3, no. 1, pp. 7–11, 2022, doi:
10.37010/mnhj.v3i1.498.
[12] T. Rahmawati, “Hubungan Asupan Zat Gizi Dengan Status Gizi Mahasiswa Gizi Semester 3 Stikes Pku Muhammadiyah Surakarta,” Profesi (Profesional Islam. Media Publ. Penelit., vol. 14, no. 2, p.
49, 2017, doi: 10.26576/profesi.148.
[13] Kasmiyetti, “Konsumsi Bahan Makanan Sumber Karbohidrat Dan Buah Indeks Glikemik Tinggi Dengan Kejadian Dm,” J. Sehat Mandiri, vol. 13, no. 2, pp. 10–17, 2018, doi:
10.33761/jsm.v13i2.67.
[14] P. Anemia, “Status Gizi dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Pada Remaja Putri Anemia,” vol. 2, no.
12, pp. 1–8, 2017.
[15] K. Karima and E. L. Achadi, “Status Gizi Ibu dan Berat Badan Lahir Bayi,” Kesmas Natl. Public Heal. J., vol. 7, no. 3, p. 111, 2012, doi: 10.21109/kesmas.v7i3.57.
[16] S. Bening and A. Margawati, “Perbedaan Pengetahuan Gizi, Body Image, Asupan Energi Dan Status Gizi Pada Mahasiswi Gizi Dan Non Gizi Universitas Diponegoro,” J. Nutr. Coll., vol. 3, no. 4, pp. 715–722, 2014, doi: 10.14710/jnc.v3i4.6872.
[17] A. G. Florence, “Hubungan Pengetahuan Gizi dan Pola Konsumsi Dengan Status Gizi pada Mahasiswa TPB Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung,” J. Chem. Inf. Model., p. 133, 2017.
[18] M. F. Tidar, A. D. Wahyani, U. Muhadi, and S. Brebes, “Kegiatan Program Penyuluhan Gizi Seimbang di Masa Pertumbuhan Balita di Kelurahan Gandasuli Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes,” Abdi Surya Muda, vol. 2, no. 1, pp. 11–20, 2023.
[19] R. Fatikasari et al., “Hubungan Asupan Makan dan Aktivitas Fisik terhadap Status Gizi Siswa SMKN 1 Kota Tegal,” J. Ris. Rumpun Ilmu Kesehat., 2022.
[20] E. Yuniyanti, “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Pusat Pelayanan Terpadu Kota Semarang,” Arpusda.Semarangkota.Go.Id, pp. 1–229, 2020, [Online].
[21] C. A. Maulida, “Analisis Pemahaman Literasi Digital pada Mahasiswa Uin Ar-Raniry terhadap Digital Skill dan Digital Safety,” Skripsi Pendidik. Teknol. Inf., 2022.
[22] Yoki Ariyana, “Keterampilan Berpikir Tingkat Tinngi,” Modul Belajar Mandiri, pp. 65–80, 2022.