IMPLEMENTASI ETNOMATEMATIKA BERBASIS BUDAYA LOKAL
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA JENJANG SEKOLAH DASAR
oleh Isna Rahmayani
NIM 180103040
PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
MATARAM 2022
ii
IMPLEMENTASI ETNOMATEMATIKA BERBASIS BUDAYA LOKAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA JENJANG SEKOLAH DASAR
Skripsi
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Mataram untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S1)
oleh
Isna Rahmayani NIM 180103040
PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
MATARAM 2022
iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING
v
NOTA DINAS PEMBIMBING
vi
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
vii
PENGESAHAN
viii MOTTO
“ NANAKOROBI YAOKI ”
( JATUH TUJUH KALI BANGKIT DELAPAN KALI )
“ KUWA RAKUNO TANE “
( PENDERITAAN ADALAH BIBIT DARI KESENANGAN ) ( Pepatah Jepang )
ix
PERSEMBAHAN
“Karya sederhana ini aku persembahkan untuk kedua orang tuaku, yakni bapakku (Jus’i) dan ibuku (Yuni Karyani), almamaterku, semua guru dan dosenku.”
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Segala puji hanya milik Allah SWT. yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik, Nikmat serta Hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan pada waktunya. Skripsi ini membahas tentang “Implementasi Etnomatematika Berbasis Budaya Lokal Dalam Pembelajaran Matematika Pada Jenjang Sekolah Dasar”.
Sholawat beserta salam selalu tercurahkan kepada junjungan alam Baginda Rasul Muhammad SAW. para sahabat, keluarga dan seluruh ummatnya. Tentu dalam penyusunan skripsi ini banyak sekali hambatan dan rintangan yang dilalui. Keberhasilan dalam menyusun skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Dr. Nurhardiani.St,M.Pd selaku pembimbing 1 Bapak Erpin Evendi selaku pembimbing II saya yang sudah banyak meluangkan waktu dalam proses bimbingan dan yang selalu meberikan suport serta koreksi secara mendetail dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Dr. alkusaeri, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Tadris Matematika UIN Mataram.
3. Dekan FTK UIN Mataram yakni Dr. Jumarim, M.Hi.
4. Bapak Prof. Dr. H. Masnun, M. Ag, selaku Rektor UIN Mataram.
5. Bapak/Ibu dosen jurusan Tadris Matematika UIN Mataram yang telah banyak membantu.
xi
6. Kepala sekolah SDN 1 SUKARARA serta para guru dan staf yang telah memberikan dukungan dan kesempatan untuk meneliti serta para narasumber ( L. Iskandar dan Inaq Arni ) yang telah banyak membantu dalam memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
7. Orang tuaku, Bapak Jus’i dan Ibu Yuni Karyani serta adik-adikku yang aku sayangi, yakni Maulana Arifin dan Zainul Masykuri.
8. Teman-teman seperjuangan serta pihak-pihak lain yang telah membantu.
9. Almamaterku tercinta.
Semoga segala bimbingan, do’a dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis yang tidak ternilai harganya dibalas oleh Allah SWT. Dan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, Aamiin.
Mataram, 30 Agustus 2022 Peneliti
Isna Rahmayani
xii DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN LOGO ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
NOTA DINAS PEMBIMBING ... v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... vi
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ... vii
MOTTO ... viii
PERSEMBAHAN ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
ABSTRAK ... 1
BAB 1 ... 3
PENDAHULUAN ... 3
A. Latar Belakang Masalah ... 3
B. Rumusan Masalah ... 11
xiii
C. Tujuan dan Manfaat ... 11
1. Tujuan ... 11
2. Manfaat ... 11
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian ... 12
1. Ruang Lingkup ... 12
2. Setting Penelitian ... 13
E. Telaah Pustaka ... 13
F. Kerangka Teori ... 24
1. Implementasi ... 24
2. Etnomatematika ... 24
3. Kebudayaan ... 26
4. Kebudayaan Lokal Masyarakat Suku Sasak yang Berbasis Matematika ... 29
G. Metode Penelitian ... 40
1. Jenis penelitian ... 40
2. Subyek Penelitian ... 41
3. Instrumen Penelitian ... 41
H. Teknik Pengumpulan Data ... 42
1. Metode Pokok ... 42
2. Metode Bantu ... 43
I. Teknik Analisis Data ... 43
J. Validasi Data ... 44
xiv
K. Sistematika Pembahasan ... 45
BAB II ... 47
PAPARAN DATA DAN TEMUAN ... 47
A. Lokasi Penelitian Kerajianan Kain Tenun Songket ... 47
B. Matematika dan Aktivitas Menyongket ... 48
1. Analisis Hasil Wawancara dengan Lalu Iskandar Terkait Sejarah Songket Di Desa Sukarara ... 49
2. Analisis Hasil Wawancara dengan Inaq Arni Terkait Prosedur dalam Menyongket 52 BAB III ... 59
PEMBAHASAN ... 59
A. Hasil dan Pembahasan Implementasi Etnomatematika ... 59
1. Observasi di Sekolah ... 59
BAB IV ... 66
PENUTUP ... 66
A. KESIMPULAN ... 66
B. SARAN ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67
LAMPIRAN ... 670
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 95
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Matriks telaah pustaka Tabel 2. Daftar Subjek Penelitian
Tabel 3. Pengkodean subjek Siswa SDN 1 Sukarara
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Alat-alat tenun Kain Songket Gambar 2. Bahan Tenun Kain Songket
Gambar 3. Proses Pembuatan Tenun Kain Songket Gambar 4. Motif Subahnale
Gambar 5. Motif Bintang empat Gambar 6. Motif Komak
Gambar 7. Motif Double Trudak Gambar 8. Motif Rang-rang Gambar 9. Motif Nanas Gambar 10. Motif Bangket Gambar 11. Motif Alang Gambar 12. Motif Barong Gambar 13. Motif Keker
Gambar 14. Bagan Kerangka Berpikir
Gambar 15. . Kegiatan perempuan di desa Sukarara menyongket menggunakan brire Gambar 16. Wawancara dengan L. Iskandar
Gambar 17. Wawancara Dengan Inaq Arni
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kartu Konsultasi Skripsi
Lampiran 2. Surat Permohonan Rekomendasi Penelitian UIN Mataram Lampiran 3. Surat Rekomendasi Penelitian dari BAKESBANGPOL
Lampiran 4. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SDN 1 Sukarara Lampiran 5. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di Desa Sukarara Lampiran 6 . Surat Validasi
Lampiran 7. Penyerahan surat izin penelitian
Lampiran 8. Penyerahan surat izin meneliti kepada kepala sekolah SDN 1 Sukarara Lampiran 9. Biodata Narasumber
Lampiran 10. Wawancara dengan pemangku adat desa Sukarara Lampiran 11. Wawancara dengan Pengrajin kain tenun songket
Lampiran 12. Pedoman wawancara dengan pemangku adat desa Sukarara
Lampiran 13. Pedoman wawancara dengan pengarajin kain songket desa Sukarara Lampiran 14. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Lampiran 15. Proses pengambilan data di kelas V SDN 1 SUKARARA Lampiran 16. KISI-KISI SOAL
Lampiran 17. Lembar Soal
xviii Lampiran 18. Kunci Jawaban
Lampiran 19. Daftar Riwayat Hidup
1
IMPLEMENTASI ETNOMATEMATIKA BERBASIS BUDAYA LOKAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA JENJANG SEKOLAH
DASAR Oleh:
Isna Rahmayani NIM 180103040
ABSTRAK
Penelitian ini membahas implementasi etnomatematika berbasis budaya lokal dalam pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan sekolah dasar.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kerajinan kain tenun songket di desa Sukarara dalam pembelejaran matematika jenjang sekolah dasar.
Dalam memperoleh data peneliti menggunakan data kualitatif kemudian sumber data diperoleh dari dokumentasi, observasi, dan wawancara narasumber yang memiliki wawasan tentang budaya menyongket kain tenun Songket di desa Sukarara. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Alat bantu yang digunakan berupa pedoman wawancara, pedoman observasi, dan dokumentasi.
Tehnik keabsahan data dilakukan dengan cara tiangulasi melalui pengecekan sumber data, kemudian data di analisis secara deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kain tenun songket desa Sukarara terutama pada motifnya memiliki unsur matematika yang terkandung di dalamnya, yang dimana terdapat unsur bidang datar seperti persegi, persegi panjang, segi tiga, segi enam. Pembelajaran berbasis etnomatematika sangat dibutuhkan di sekolah khususnya pada jenjang sekolah dasar, disamping siswa bisa memahami konsep dan implementasi matematika dalam budaya siswa juga akana lebih mengenal kebudayaan yang ada terutama budaya yang ada di sekitar mereka.
2
Kata Kunci : Etnomatematika, Kain Tenun Songket Sukarara
3 BAB 1
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
ت ََٰج َرَد َمۡلِعۡلٱ ْاوُتوُأ َنيِذهلٱ َو ۡمُكنِم ْاوُنَماَء َنيِذهلٱ ُ هللَّٱ ِعَف ۡزَي Artinya : “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat,” (QS Al – Mujadalah : 11).1
Berdasarkan firman Allah SWT telah di jelaskan pentingnya menuntut ilmu dan menjadi mukmin yang berpendidikan. Pembelajaran merupakan tindakan yang paham akan tujuan serta menjadi sarana dalam peroses kemanusiaan, agar perkembangan kedudukan manusia sebagai subjek budaya dapat di pertahankan.
Dengan adanya tujuan dalam pendidikan akan menjadi penentu arah yang akan kita tuju dan juga akan menjadi penentu dalam pemilihan metode, evaluasi, alat, dan materi dalam melakukan kegiatan.
Imran Manan mengatakan bahwa pendidikan adalah ekulturasi. Pendidikan adalah suatu proses yang membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Enkulturasi ini terjadi dimana-mana, disetiap tempat hidup seseorang dan setiap waktu. Dari sinilah muncul pengertian kurikulum yang sangat luas, yaitu semua lingkungan tempat hidup manusia. Sebab dimanapun orang berada disitulah terjadi proses pendidikan, disitu terjadi enkulturasi, tempat-tempat lain adalah dalam keluarga, dalam
1 QS Al-Mujadalah [58]: 11
4
perkumpulan pemuda, perkumpulan olah raga. Kesenian , keagamaan, di tempat- tempat kursus dan latihan, dan sebagainya.2
Budaya adalah segala hasil pikiran, perasaan, kemauan dan karya manusia secara individual atau kelompok untuk meningkatkan hidup dan kehidupan manusia atau secara singkat adalah cara hidup yang telah dikembangkan oleh masyarakat. Dengan demikian budaya bisa dalam bentuk benda-benda kongkrit dan bisa juga bersifat abstrak. Benda-benda kongkrit misalnya, Bidangan rumah, barang seni, cara berbusana dan lain sebagainya. Adapun representasi abstraknya ialah pola pikir faktual, cita- cita, keterampilan memanifestasi sesuatu, daya imajinasi, ambisi yang kuat untuk menggapai sesuatu, keyakinan, dan lain sebagainya.3
Kolaborasi antara kebudayaan dan pendidikan merupakan kombinasi dua unsur yang mampu saling mendukung dan saling melengkapi. Aspek budaya yang beragam dapat membantu berjalannya pelaksanaan program pendidikan. Tanpa disadari usaha dalam mengakomodasi perkembangan kebudayaan merupakan salah satu bentuk kontribusi dalam memajukan pendidikan khususnya Indonesia.
Keberagaman budaya yang dimiliki oleh Indonesia baik dari Sabang sampai Marauke seharusnya mampu menjadi senjata bagi Indonesia dalam ekspansi kebudayaan. Akan tetapi pelestarian kebudayaan pada saat ini semakin tergeser oleh globalisasi dan perkembangan zaman.4Padahal dalam melestarikan kelokalan Indonesia, pendidikan memiliki peran penting di dalamnya, selaian berperan dalam
2 Made Pidarta, Landasan Kependidikan stimulus ilmu pendidikan bercorak indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, edisi 2, 2007), h. 169.
3Indriani, P. (2016). Implementasi Etnomatematika Berbasis Budaya Lokal. 2–99.
http://repository.radenintan.ac.id/2818/1/SKRIPSI_LENGKAP_POPI.pdf
4Yunian Putra, R. W., & Indriani, P. (2017). Implementasi Etnomatematika Berbasis Budaya Lokal dalam Pembelajaran Matematika pada Jenjang Sekolah Dasar. NUMERICAL (Jurnal Matematika Dan Pendidikan Matematika), 1(1), 21. https://doi.org/10.25217/numerical.v1i1.118
5
melestarikan budaya, namun kesuksesan Negara juga di plopori oleh keberhasilan pendidikan.
Dalam UUD 1945 pasal 32 ayat 1 bermaksud memajukan budaya nasional serta memberi kebebasan kepada masyarakat untuk mengembangkannya dan pada ayat 2 menyatakan Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai bagian dari budaya nasional. Seperti kita telah ketahui bahwa kebudayaan adalah hasil dari budi daya manusia. Kebudayaan akan berkembang bila budi daya manusia ditingkatkan. Sementara itu sebagian besar budi daya bisa dikembangkan kemampuannya melalui pendidikan. Jadi bila pendidikan maju, maka kebudayaan pun akan maju pula. Kebudayaan dan pendidikan adalah dua unsur yang saling mendukung satu sama lain. Kebudayaan yang banyak aspeknya akan mendukung program dan pelaksanaan pendidikan. Dengan demikian upaya memajukan kebudayaan berarti juga sebagai upaya memajukan pendidikan.
Pembelajaran matematika merupakan salah satu pendidikan akademik yang di berikan di sekolah . Matematika dan budaya merupakan dua hal yang berkaitan sangat erat, dimana matematika dan budaya tidak dapat dihindari dari kehidupan sehari-hari. Namun, matematika jarang dianggep terkoneksi dengan kehidupan sehari-hari.5 Matematika merupakan produk dari budaya yang berbasis kegiatan sosial manusia dan semua masyarakat memiliki praktik-praktik matematika yang dianggep paling sesuai dengan kehidupan seehari hari dan budayanya. Dalam kata lain, Matematika adalah pengetahuan budaya yang diturunkan dari aktivitas dalam satu cara tertentu (sikap) sadar dan terus menerus.
5Rahmasari Aulia,” ETNOMATEMATIKA: EKSPLORASI OBJEK DAN AKTIVITAS MATEMATIKA PADA BENTUK JAJANAN TRADISIONAL MASYARAKAT SAKRA.”,(Sekeripsi, FTK UIN Mataram, 2021),hlm.1.
6
Dalam pembelajaran matematika tingkat SD memiliki perbedaan karakteristik antara hakikat matematika dengan hakikat anak yang sangat menarik untuk di kaji. Maka dari itu di perlukan adanya penghubung yang dapat menetralisir pertentangan atau perbedaan tersebut, dikarenakan anak- anak seusia mereka sedang berada pada fase tumbuh dan berkembang terutama pada pola berpikir.6 Perubahan pola pikir menjadi pola pikir yang cermat, kritis, logis, dan sistematis merupakan kelebihan lain yang menonjol dalam matematika.
Kemampuan pola pikir yang demikian dapat membantu siswa khususnya jenjang SD mempersiapkan diri mereka memperoleh pemahaman tentang kehidupan dan lingkungan serta ilmu- ilmu lainnya.
Seperti yang diketahui bahwa saat ini metode belajar matematika yang di terapkan cenderung membosankan dan tidak bervariasi karena metode dalam mengajar masih menggunakan cara ortodoks yang dimana para pelajar di tuntut untuk menerima dan menelan semua hal yang disampaikan, terlebih lagi implementasi matematika dalam kehidupan sehari-hari tidak sesui dengan yang diajarkandi sekolah dikarenakan proses pembelajaran matematika di sekolah terlalu bersifat formal. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor kurangnya ketertaeikan siswa untuk belajar matematika. Oleh sebab itu pembelajaran matematika harus dapat menjembatani antara matematika dalam dunia sehari-hari yang berbasis pada budaya lokal dengan matematika sekolah.7
Integrasi antara matematika dengan budaya berarti matematika bersifat kontekstual dan realistis. Beragam budaya lokal yang diwariskan nenek moyang
6Indriani, P. (2016). Implementasi Etnomatematika Berbasis Budaya Lokal. 2–99.
http://repository.radenintan.ac.id/2818/1/SKRIPSI_LENGKAP_POPI.pdf
7Indriani, P. (2016). Implementasi Etnomatematika Berbasis Budaya Lokal. 2–99. http://re pository.radenintan.ac.id/2818/1/SKRIPSI_LENGKAP_POPI.pdf
7
dapat mengungkapkan kreativitas artistik yang mengandung matematika. Demikian juga ditemukan oleh Nasir, Cobb dan Orey bahwa kontekstual matematika telah digambarkan sebagai identifikasi matematika yang di peraktikan dan dikembangkan dalam kelompok budaya yang berbeda. Demikian juga dinyatakan oleh (Rius,Rosa dan Orey) yang mengatakan bahwa jika matematika dipandang sebagai kontruksi budaya, maka itu adalah pengembangan budaya.8
Pada konteks pendidikan, studi tentang budaya matematika suatu kelompok masyarakat memainkan peran penting dalam pendidikan matematika. Hal ini dikarenakan mamahami cara berpikir matematika suatu kelompok masyarakan akan membantu menemukan cara mendidik matematika yang terbaik bagi kelompok masyarakat terrsebut (D’Ambrasio,1985).9
Selain sebagai salah satu alternative dalam pembelajaran, ertnomatematika juga dapat dijadikan sebagai salah satu akses memperkenalkan budaya kepada siswa sehingga warisan budaya yang berasal dari nenek moyang tidak akan hilang oleh perkembangan zaman yang begitu pesat.
Karya D’Ambrosio (1985) seorang ahli Matematika berkebangsaan Brazil yang berjudul “Ethnomathematics and its place in the history and pedagogy of mathematics; For the learning of Mathematics, penelitian ini menjadi rujukan bagi para peneliti tentang matematika dan budaya atau yang popular disebut ethnomatematics approach. Definisinya tentang etnomatematika “ the mathematics which is practiced among idenfiable cultural groups such as national-tribe socienties, labour groups, children of certain age brackets and professional classes”. Karena itu, D’Ambrosio memiliki keyakinan bahwa ketika anak-anak
8Sumayani, Zaenuri, & Junaedi, I. (2020). Eksplorasi Etnomatematika Budaya Suku Sasak Kajian Makanan Tradisional. Prisma, Prosiding Seminar Nasional Matematika, 3, 521–526.
9 Dalam, P., & Matematika, P. (2019). 1 , 2 1,2. 8(1), 159–174.
8
belajar matematika maka mereka akan dipengaruhi oleh kebiasaan,pengalaman dan budaya yang sudah medarah danging dalam diri mereka sebelumnya yang diperoleh dari lingkungan,keluarga, dan masyarakat setempat. Beberapa hasil penelitian ditemukan bahwa pendekatan etmomatematika dapat melengkapi berbagai pendekatan yang ada, seperti matematika realistik, kontruktivis, dan lain sebagainya. Konsep “ethno” sendiri dipahami sebagai sesuatu yang berada di akar rumput bukan sesuatu yang berada pada tataran ide.10
Dalam kurikulum sekolah memanifestasi etnomatematika dalam pembelajaran bukanlah hal yang baru. Akan tetapi ditinjau dari keberagaman suku dan budaya yang dimiliki Indonesia yang memiliki trik tersendiri dalam menyelesaikan masalah, tentu saja hal ini akan memberrikan nuansa baru dalam belajar terlebih dalam peroses pembelajaran matematika.11
Gagasan dalam mengintegrasi matematika budaya dalam kurikulum dan pedagogi dapat merefleksikan perkembangan dalam pembelajaran matematika.
Merujuk pada kajian etnomatematika strategi etnomatematika sudah sering di gunakan maka dari itu diperlukna studi menyangkut keberagaman budaya dari aliansi etnis.
Memadukan pendekatan saintifik dengan pendekatan kontekstual dalam proses pembelajaran terkhusus pada kurikulum 2013 merupakan salah satu alternative yang bisa digunakan dalam meningkatkan nilai – nilai moral dan etika di kalangan remaja. Maka perlulah implementasi etno dalam pembelajaran karena karakter dari seorang warna Negara juga menjadi penentu kemajuan suatu bangsa,
10 Kusaeri, A., & Pardi, M. H. H. (2019). Matematika dan Budaya Sasak: Kajian Etnomatematika di Lombok Timur. Jurnal Elemen, 5(2), 125. https://doi.org/10.29408/jel.v5i2.1044
11 S. Sirate, F. (2012). Implementasi Etnomatematika Dalam Pembelajaran Matematika Pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar. Lentera Pendidikan : Jurnal Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, 15(1), 41–54.
https://doi.org/10.24252/lp.2012v15n1a4
9
baik dari segi sinergi para pemimpin, kemampuan intelegensi dan keunggulan berpikir warganya. Penerapan etnomatematika diharapkan dapat menjadi referensi bagi guru dalam mengajar dan meningkatkan prestasi siswa dalam belajar.
Indonesia yang dikenal dengan seribu pulau yang memiliki beragam budaya,salah satunya adalah budaya sasak. Budaya sasak adalah budaya yang berasal dari pulau tepatnya di Nusa Teggara Barat. Kebudayaan yang terdapat pada masyarakat masih kental dan dijaga keasriannya, warisan turun temurun dari nenek moyang mereka bai dari aspek kerajinan tangan, Bidangan, tradisi, kesenian, bahkan dari makanan tradisionalnya masih dijaga sampai sekarang. Karena hal itu juga dikenal sebagai salah satu pulau yang menghasikan kain tenun tradisional songket. Proses pengerjaan kain songket rata-rata masih dilakukan secara tradisional yaitu dengan menggunakan alat tenun yang terbuat dari kayu dan bambu. Salah satu wilayah kerajinan kain tenun tradisional di Lombok adalah di desa Sukarara.
Desa Sukarara merupakan salah satu pusat kerajinan kain tenun tradisional terbesar di Lombok Tengah , yang memiliki beberapa motif atau ornament kain songket yang mana didalam Motif tersebut memiliki ciri khas dan karakteristiknya sendiri, sehingga banyak dari kalangan masyarakat lokal dan orang luar kota bahkan para pelancing dari luar Negara datang ke pulau Lombok untuk melihat secara langsung proses pembuatan tenun kain songket. Bertenun oleh suku sasak di desa Sukarara merupakan budaya turun temurun sejak dahulu kala. Para perempuan di desa Sukarara menghasilkan tenun yang berbeda dan memiliki ciri khas tersendiri hal ini terlihat dari motif dengan corak yang berbeda-beda. Perbedaan
10
motif dari kain tenun tersebut menjadi sebuah tanda bahwa motif-motif tersebut memiliki makna tertentu.12
Berdasarkan hasil studi pendahuluan dan setelah melakukan wawancara denga ibu Qurratul Aini S,Pd selaku guru kelas IV di SDN 1 SUKARARA.13 Dapat di katakana bahwa siswa masih merasa kesulitan untuk memahami konsep matematika, wawasan serta pemahaman siswa tentang budaya lokal juga masih sangat rendah, terlebih lagi di tengah peradaban yang sangat modern siswa lebih mengenal budaya serta teknologi yang sedang berkembang di zaman sekarang.
Terlebih lagi dengan adanya penerapan kurikulum 2013 dalam pembelajaran berdampak pada kekonsistenan tenaga pengajar dalam merancang dan merencanakan rencana pembelajaran. Peran guru sebagai fasilitator dalam mengakomodasi etnomatematika dalam pembelajaran dapat menjadikan peserta didik sebagai mitra dalam proses pembelajaran. Akan tetapi kenyataannya para guru masih kurang memanfaatkan lingkungan khususnya nilai budaya lokal terlebih lagi budaya Lombok salah satunya kain tenun tradisional. Bila diamati, motif-motif pada tenun songket yang dihasilkan oleh suku sasak desa Sukarara memiliki unsur matematika didalamnya, dilihat dari motif-motif yang secara tidak langsung membentuk sebuah pola Bidang ruang. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai unsur matematika yang terdapat pada kain tenun songket di desa Sukarara yang dapat di terapkan dalam belajar matematika sekolah dasar sehingga peneliti menetapkan judul penelitian yaitu
12 Sabilirrosyad, S. (2018). Ethnomathematics Sasak: Eksplorasi Geometri Tenun Suku Sasak Sukarara Dan Implikasinya Untuk Pembelajaran. Jurnal Tatsqif, 14(1), 49–65. https://doi.org/10.20414/jtq.v14i1.21
13 Qurratul Aini, Wawancara, Aikmual, 27 Januari 2022
11
“IMPLEMENTASI ETNOMATEMATIKA BERBASIS BUDAYA LOKAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA JENJANG SEKOLAH DASAR”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, peneliti memperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi etnomatematika berbasis budaya lokal dalam pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar khususnya di SDN 1 SUKARARA ?
2. Apa saja unsur matematika yang terdapat pada kain tenun songket sukarara ?
C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk
a. Mengetahui bagaimana implementasi etnomatematika berbasis budaya lokal dalam pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan sekolah dasar khususnya di SDN 1 SUKARARA.
b. Mengeksplorasi unsur matematika yang terdapat pada kain tenun songket di desa Sukarara pada materi bidang datar
2. Manfaat
Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua kategori : a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini bermanfaat dalam pengembangkan ilmu pengetahuan kebudayaan di bidang matematika. Manfaat lain juga dapat dijadikan
12
landasan dalam rangka pembelajaran matematika berbasis budaya suku Sasak.
b. Manfaat Praktis 1) Bagi Peneliti
Dapat memperluas dan menambah pengalaman serta pengetahuan yang menjadi bekal untuk menjadi calon pendidik yang profesional dan berkompeten serta dapat menjadi salah satu upaya untuk meng up grade pembelajaran kedepannya.
2) Bagi Pendidik
Dapat dijadikan masukan dan alternatif lain dalam melaksanakan proses pembelajaran yang dilakukan para guru di sekolah dasar.
Sehingga dapat meningkatkan minat, motivasi, dan hasil belajar siswa dalam belajar sekaligus meningkatkan rasa cinta akan budaya setempat yang ada di daerahnya yang memiliki kaitan sengan pembelajaran matematika.
3) Bagi Peserta Didik
Siswa dapat menerapkan budaya setempat yang memiliki kaitan dengan pembelajaran matematika, sehingga peserta didik lebih berminat dan termotivasi untuk rajin belajar san mencapai prestasi yang optimal.
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian 1. Ruang Lingkup
Agar pembahasan dalam penelitian ini terarah dan tidak destruktif dari permasalahan dan merembetnya pembahasan serta keterbatasan wawasan dan keahlian yang dimiliki, maka peneliti memberikan batasan dari permasalahan
13
yang di teliti. Berdasarkan identifikasi masalah yaitu : rendahnya implementasi tentang matematika yang berbasis budaya lokal di SDN 1 SUKARARA.
2. Setting Penelitian
Penelitian ini akan direncanakan di salah satu desa penghasil kain tenun tradisional songket yaitu di desa Sukarara kecamatan Jonggat dan penelitian ini juga akan di laksanakan di SDN 1 SUKARARA. Pemelihan lokasi penelitian tentu tidak dilakukan secara tiba-tiba, melainkan di tentukan setelah melakukan pengamatan secara keseluruhan sehingga peneliti yakin bahwa lokasi penelitian sangat relevan dengan apa yang akan di teliti.
E. Telaah Pustaka
Terkait permasalahan yabg di kaji oleh peneliti tentang implementasi etnomatematika berbasis budaya lokal dalam pembelajaran matematika Berukut beberapa referensi terkait penelitian yang memiliki kaitan dan pembahasan diantaranya :
14
Tabel 1.
Matriks telaah pustaka
NO Judul Persamaan Perbedaan
1 Implementasi Etnomatematika Berbasis Budaya Lokal Dalam Pembelajaran Matematika Pada Jenjang Sekolah Dasar
-Etnomatematika sebagai 14aying14e14t14 pembelajaran
-Implementasi etnomatematika di SD -Metode kualitatif
- Objek penelitian : Kain tenun tradisional - Etnomatematika pada kain tenun tradisional
-Lokasi penelitian di Lampung - objek penelitian pada kain tenun tradisional lampung
2 Implementasi Etnomatematika Dalam Pembelajaran Matematika Pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar
-Kualitatif
-Etnomatematika sebagai 14aying14e14t14 pembelajaran
- Objek budaya -Lokasi Penelitain
3 Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis Etnomatematika
-Implementasi matematika 14aying14e14 dengan kearifan lokal dari penduduk setempat.
-Metode kualitatif
-Etnomatematika kebudayaan sunda
-Tujuan Penelitian
15 4 Ethnomathematics Sasak : Eksplorasi
Geometri Tenun Suku Sasak Sukarara Dan Implikasinya Untuk Pembelajaran
-Menggunakan penelitian kualitatif
-Implementasikan etnomatematika pada jenjang sekolah dasar
-Etnomatematika pada jajanan -Objek penelitian : jajanan tradisional Lampung
5 Etnomatematika: Eksplorasi Budaya Sasak Sebagai Sumber Belajar Matematika Sekolah Dasar
-Penelitian kualitatif
- Objek Penelitian : Kain tenun tradisional
- Penelitian eksplorasi
- Objek penelitian lebih dari satu
6 Eksplorasi Etnomatematika Budaya Suku Sasak Kajian Makanan Tradisional
-Menggunakan metode kualitatif
- Menggunakan budaya sasak sebagai objek penelitian
- Mengasosiasikan matematika formal dengan pengalaman seiswa dalam kehidupan sehari- hari
Bertujuan untuk mengekplorasi unsur-unsur budaya khususnya pada makanan tradisional masyarakat suku sasak di Lombok
7 EKSPLORASI ETNOMATEMATIKA
MASYARAKAT SUKU SASAK
-Memperkenalkan matematika kepada siswa melalui budaya untuk merubah mindset siswa
Output yang dihasilkan yaitu siswa selaian tertarik akan
16 LOMBOK TERHADAP PENANAMAN
KARAKTER BUDAYA
tentang matematika
- menggunakan metode kualitatif
- Terdapat pembahasan mengenai batik suku sasak Lombok
tertanam nilai karakter cinta terhadap budaya dan
matematika
8 ETNOMATEMATIKA TRADISI
PENGUKURAN MASYARAKAT SUKU SASAK DAN POTENSI
PENGINTEGRASIANNYA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
-Memiliki tujuan yang sama yaitu : Untuk mengetahui bagaimana implementasi
etnomatematika berbasis budaya lokal dalam pembelajaran matematika jenjang pendidikan sekolah dasar
- Metode kualitatif
-Objek budaya yang diteliti adalah kain tenun tradisional
-Lokasi Penelitian di Lampung -Objek kain tenun tradisional dari lampung
9 Etnomatematika: Eksplorasi Transformasi Geometri Tenun Suku Sasak Sukarara
-Penelitian Kualitatif
- meneliti kain tenun tradisional Sukarara
-bertujuan untuk mengeksplorasi unsur
17
sebagai salah satu objek pnelitian transformasi geometri tenun suku Sasak Sukarara Lombok Tengah menurut sudut pandang etnomatematika.
10 Matematika dan Budaya Sasak: Kajian Etnomatematika di Lombok Timur
-salah satu tujuannya yaitu mengidentifikasi objek matematika yang terdapat pada produk budaya masyarakat dan implementasinya pada lembaga pendidikan islam
- Metode kualitatif
-Tidak berfokus pada satu objek budaya untuk di teliti
- Lokasi penelitian
18
1. Implementasi Etnomatematika Berbasis Budaya Lokal Dalam Pembelajaran Matematika Pada Jenjang Sekolah Dasar
Penelitian yang dilakukan oleh Popi Indriani (2020) Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Institusi Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung dalam penelitian ini mengkaji tentang pengembangan etnomatematika berbasis budaya lokal di lampung dalam upaya pengembangan pembelajaran matematika di sekolah dasar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi etnometemtika berbasis budaya lokal dalam pembelajaran matematika pada jenjang sekolah dasar. Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Jurnal ini memiliki kesamaan dengan pokok pembahasan yang akan dikaji oleh peneliti diantaranya adalah menggunakan metode penelitian kualitatif, bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi etnomatematika dalam pembelajaran matematika sekolah dasar, dan objek budaya yang di teliti adalah kain tenun tradisional bedanya peneliti mengkaji tentang kain tenun tradisional songket di desa Sukarara.
2. Implementasi Etnomatematika Dalam Pembelajaran Matematika Pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar
Fatimah S.Sirate Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan YPUP Jl. Andi Tonro Makassar. Penerapan etnomatematika sebagai sarana untuk menstimulasi dan memotivasi siswa, dalam mengatasi kesulitan dan kejenuhan dalam belajar matematika. Mengapa demikian, hal ini dikarenakan matematika budaya dapat menciptakan nuansa baru dalam pembelajaran matematika dikarenakan etnomatematika
19
merupakan bagian dari keseharian siswa yang merupakan konsep dasar yang dimiliki oleh siswa yang peroleh dari lingkungan setempat.
3. Jurnal oleh Ari Irawan dan Gita Kencanawaty (2017) yang berjudul “ IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS ETNOMATEMATIKA”
Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian survey eksploratif dengan pendekatan kualitatif. Sampel pada penelitian tersebut adalah siswa kelas VI SDN 01 Kahuripan yang berada di kabupaten Perwakarta. Instrument dalam penelitian ini mengguanakan lembar observasi, pedoman wawancara dan dokumentasi.
4. Jurnal oleh Sabilirrosyad (2016) yang berjudul : ETHNOMATHEMATICS SASAK: EKSPLORASI GEOMETRI TENUN SUKU SASAK SUKARARA DAN IMPLIKASINYA UNTUK PEMBELAJARAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi contoh ide-ide matematika yang terdapat dalam motif-motif yang dihasilkan oleh pengrajin tenun di Sukarara. Data penelitian ini didapatkan dari observasi dan tanya jawab (wawancara).
5. Jurnal oleh Asri Fauzi, Aisa Nikmah Rahmatih, Muhammad Sobri, Radiusman, Arif Widodo yang berjudul : ETNOMATEMATIKA:
EKSPLORASI BUDAYA SASAK SEBAGAI SUMBER BELAJAR MATEMATIKA SEKOLAH DASAR
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif eksplorasi dengan pendekatan etnografi. Gulo (2010) menyatakan bahwa peneliti dalam pendekatan etnografi menggali suatu konsep atau masalah dengan
20
menelaah suatu kejadian atau peristiwa. Penelitian kualitatif mendeskripsikan dan memahami suatu fenomena sosial yang berada di sekitar. Penelitian ini terfokus pada Bidangan tradisional, kerajinan tradisional, kesenian tradisional, dan jajanan tradisional yang berada dalam budaya masyarakat Lombok. Metode penelitian yang digunakan untuk memperoleh data berupa wawancara, eksplorasi, observasi, dan dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti.
6. Jurnal oleh Sumayania, Zaenuri, Iwan Junaedi yang berjudul : Eksplorasi Etnomatematika Budaya Suku Sasak Kajian Makanan Tradisional
Penelitian ini bertujuan untuk mengekspolari unsur-unsur budaya khususnya pada makanan tradisional masyarakat suku Sasak di Lombok Tengah seperti jaje ore, opak-opak, renggi, pangan, banget, abuk. Dalam sudut pandang etnomatematika, kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan model etnografi (antropology cognitive). Informan yang digunakan adalah warga suku Sasak dan peneliti sendiri sebagai warga suku Sasak. Teknik pengambilan data menggunakan pengamatan berperan serta (participant observation) dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini tidak didasarkan semata-mata pada interpretasi peneliti tetapi merupakan susunan pikiran dari anggota masyarakat yang di tanyakan secara mendalam oleh peneliti. Kajian ini mengungkap bukti kepekaan terhadap geometri yang di praktikkan oleh nenek moyang masyarakat suku Sasak sejak dahulu, dalam hal membuat bentuk makanan yang menggunakan antropometris (etnomatematika).
Produk-produk makanan tradisional masyarakat suku Sasak ini juga
21
menggambarkan bahwa tradisi masyarakat Sasak itu lebih mementingkan suatu proses diatas produk akhir yang ingin dihasilkan.
Tergambarnya masyarakat yang selalu konsisten dalam menjalankan peran dan piranti adat yang mengatur hajat memBidang dari masing- masing individu didalamnya.
7. Jurnal oleh Muh. Yazid yang berjudul : EKSPLORASI ETNOMATEMATIKA MASYARAKAT SUKU SASAK LOMBOK TERHADAP PENANAMAN KARAKTER BUDAYA
Eksplorasi etnomatematika masyarakat Suku Sasak Lombok merupakan pengenalan matematika melalui varian budaya. Tujuannya untuk merubah mindset anak terhadap matematika yang selama ini tidak relevan untuk menjawab permasalahan yang ada di lingkungan hidupnya . Salah satunya pengintegrasian budaya kedalam matematika atau sebaliknya. Etnomatematika sudah menjadi disiplin ilmu dan menjadi perhatian inovasi matematika, karena pengajaran matematika di sekolah masih bersifat formal dan abstrak, sehingga dirasa tidak ada manfaat belajar matematika. Output yang dihasilkan siswa selain tertarik akan tertanam nilai karakter cinta terhadap budaya dan matematika. Penelitian ini bertujuan menganalisis serta mendeskripsikan hasil eksplorasi etnomatematika masyarakat Suku Sasak Lombok. Untuk menanamkan karakter cinta matematika melalui budaya. Analisis data penelelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif dari hasil eksplorasisertapendekatan etnografi, sehingga Pengumpulan data dari Multi methods (pengamatan, studi dokumenter,
22
diskusi kelompok terfokus, dan wawancara mendalam (indepth interview).
8. Jurnal oleh Nur Hardiani dan Susilahudin Putrawangsa yang berjudul : ETNOMATEMATIKA TRADISI PENGUKURAN MASYARAKAT SUKU SASAK DAN POTENSI PENGINTEGRASIANNYA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Penelitian ini adalah penelitian etnomatematika yang bertujuan pada eksplorasi tradisi penalaran dan bertindak matematis masyarakat suku Sasak di Pulau Lombok dalam melakukan kegiatan pengukuran volume serta mengungkap potensi pengintegrasiannya dalam pembelajaran matematika. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi observasi, wawancara. Data dalam penelitian ini berupa hasil observasi terhadap perilaku pengukuran volume yang dilakukan oleh subjek, transkrip wawancara dengan subjek terkait metode pengukuran volume, dan alat-alat pengukuran volume yang subjek gunakan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif-verifikatif .
9. Jurnal oleh Sutarto, Intan Dwi Hastuti dan Sri Supiyati yang berjudul : Etnomatematika: Eksplorasi Transformasi Geometri Tenun Suku Sasak Sukarara.
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi unsur transformasi geometri tenun suku Sasak Sukarara Lombok Tengah menurut sudut pandang etnomatematika. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Metode pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara dengan tokoh budaya dan penenun asli Sukarara Lombok Tengah. Teknik analisis data dalam penelitian ini
23
menggunakan teknik analisis isi dan triangulasi. Teknik analisis isi menyajikan data secara detail tentang budaya menenun dan kebiasaan subjek penelitian yang dilakukan di lokasi penelitian. Teknik triangulasi sumber data dilakukan dengan menggali secara komprehensif hubungan antara sistem pengetahuan matematika dan budaya motif tenun serta melihat konsepsi matematis yang ada dalam motif tenun Sukarara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motif wayang, subahnale, keker, bintang empat, dan alang/lumbung ditemukan konsep refleksi (pencerminan) dan translasi (pergeseran) yang dapat dijadikan sumber belajar materi transformasi geometri.
10.Jurnal oleh Al Kusaeri dan Muhamad Habib Husnial Pardi yang berjudul : Matematika dan Budaya Sasak: Kajian Etnomatematika di Lombok Timur.
Penelitan ini bertujuan untuk mengidentifikasi objek matematika yang terdapat pada produk budaya masyarakat Kembang Kerang Lombok Timur dan implementasinya pada lembaga pendidikan islam.
Data penelitian didapatkan dengan melakukan kajian situs budaya serta observasi dan wawancara dengan informan yang sekaligus menjadi pelaku budaya dan guru matematika pada lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk budaya yang ditemukan adalah rombong gula gending, parane, kereng sesek, dan caraken yang memiliki objek matematika berupa Bidang datar dan Bidang ruang yang terdiri dari lingkaran, kubus, tabung, persegi, Bidang datar simetris, dan pengubinan. Pembelajaran matematika dengan memanfaatkan produk budaya Sasak yang dilaksanakan di lembaga pendidikan islam di MI
24
NW Kembang Kerang menunjukkan hasil yang baik pada keterlaksanaan pembelajaran, ketercapaian waktu ideal aktivitas belajar siswa dan guru, respon positif dari siswa setelah mengikuti proses pembelajaran, dan perubahan hasil belajar dari sebelum dan sesudah pembelajaran dilakukan.
F. Kerangka Teori
1. Penerapan atau Implementasi
Implementasi atau penerapan dalam kamus besar bahasa indonesia artinya“pemasangan, pengenaan, prihal mempraktekkan”.14 Kemudian menurut Anton. M. Moeliono mendefinisikan bahwa penerapan adalah “proses pemakaian pada suatu rancangan tertentu guna mendapatkan hasil yang diterapkan”.15
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi adalah penggunaan rencana yang melalui proses guna untuk mencapai tujuan yang di rencanakan.
2. Etnomatematika
Etnomatematika diperkenalkan oleh D’Ambrosio, seorang matematikawan Brazil pada tahun 1977, definisi etnomatematika menurut D’Ambrosio adalah:16 The prefik ethno is today acceptep as a very broad term that refers to the social. Cultural contex and therefere includes languange, jargon, and codes of behavior, myths and symbols. The derivation of mathema is difficult, but
14 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, DEPDIKNAS, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 1258.
15 Anton M. Moeliono dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), h.289.
16 Astri wahyuni, Ayu Aji Wedaring Tias, Budiman Sani, “Peran Etnomatematika Dalam Membangun Karakter Bangsa” ISBN : 978-979-16353- 9-4,Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Pendidikan Matematika, h.115.
25
tends to mean to explain, to know, to understand, and to do activities such as ciphering, measuring, classifying, inferring, and modeling. The suffix ticsis derived from techn and has the same root as technigue.
Secara bahasa, awalan “ethno” diartikan sebagai sesuatu yang sangat luas yang merujuk pada konteks sosial budaya, termasuk bahasa, slogan, kode perilaku, kepercayaan dan symbol. Kata dasar “mathema” cenderung berarti menjelaskan, mengetahui, memahami, dan melakukan kegiatan seperti pengkodean, mengukur, mengklasifikasi, menyimpulkan dan pemodelan.
Akhiran “tich” berasal dari techne yang bermakna sama seperti teknik.
Sardjiyo Paulina Pannen mengatakan bahwa pembelajaran berbasis budaya merupakan suatu model pendekatan pembelajaran yang lebih mengutamakan aktivitas siswa dengan berbagai ragam latar belakang budaya yang dimiliki, diintegrasikan dalam proses pembelajaran bidang studi tertentu, dan dalam penilaian hasil belajar dapat menggunakan beragam manifestasi penilaian.
Pembelajaran berbasis budaya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu belajar tentang budaya, belajar dengan budaya, dan belajar melalui budaya. Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran berbasis budaya, yaitu substansi dan kompetensi bidang ilmu/bidang studi, kebermaknaan dan proses pembelajaran, penilaian hasil belajar, serta peran budaya. Pembelajaran berbasis budaya lebih menekankan tercapainya pemahaman yang terpadu (integrated understanding) dari pada sekedar pemahaman mendalam (inert understanding).
Berdasarkan pendapat dan istilah yang dikemukakan oleh D’Ambrosio tersebut dapat di tarik kesimpulan bahwa etnomatematika adalah pembelajaran
26
matematika yang berkaitan dengan budaya yang bersumber dari budaya masyarakat baik berupa artefak maupun kebiasaan.
3. Kebudayaan
Kebudayaan memiliki keberagaman istilah dalam berbagai bahasa diantaranya = cultuur (bahasa Belanda) = culture (bahasa Inggris) = tsaqafah (bahasa Arab); berasal dari perkataan latin “Colere” yang bermakna mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi makna ini berkembaglah arti culture sebagai “ segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam”. Ditunjau dari sudut bahasa Indonesia kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta “ Budhayah” yakni bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Jadi kebudayaan adalah hasil budi atau akal manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup.17
Kebudayaan pada dasarnya merupakan segala macam bentuk gejala kemanusiaan, baik yang mengacu pada sikap, konsepsi, ideology, perilaku, kebiasaan, karya kreatif dan sebagainya. Secara konkrit kebudayaan bisa mengacu pada adat istiadat, bentu-bentuk tradisi lisan, karya seni, bahasa, pola interaksi, dan sebagainya. Dengan kata lain, kebudayaan merupakan fakta kompleks yang selain memiliki kekhasan pada batas tertentu juga memiliki ciri bersifat universal.18
Kebudayaan menurut Edward B.Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat,dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang
17 Abu Ahmadi , Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Pt Rineka Cipta, 2003), h. 50.
18 Maryaeni , Metode Penelitian Kebudayaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h.5.
27
sebagai anggota masyarakat.19 Kebudayaan itu akan berubah terus sejalan dengan perkembangan zaman, percepatan perkembangan ilmu dan teknologi, serta perkembangan kepandaian manusia. Perubahan itu bisa bersumber dari ketiga hal berikut:
a. Originasi, yaitu sesuatu yang baru atau penemuan-penemuan yang baru.
b. Difusi, ialah pembentukan kebudayaan baru akibat masuknya elemen- elemen budaya yang baru ke dalam budaya yang lama.
c. Reinterpretasi, ialah perubahan kebudayaan akibat terjadinya modifikasi elemen-elemen kebudayaan yang telah ada agar sesuai dengan keadaan zaman.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan merupakan karakteristik dan pengetahuan kelompok orang tertentu, yang dimana hal tersebut bisa meliputi: agama, bahasa, seni, masakan, musik bahkan adat istiadat atau bisa dikatakan juga bahwa kebudayaan merupakan istilah yang mengacu pada gaya hidup sekelompok orang yang memiliki keberagaman budaya masing-masing yang dimana kebudayaan tersebut diwariskan kepada generasi berikutnya melalui pembelajaran.
Hubungan antara pendidikan kebudayaan memiliki timbal balik yang sangat berpengaruh. Kaitan yang dimaksudkan adaah jika pendidikan berubah kebudayaan juga bisa ikut berubah begitupun sebaliknya jika kebudayaan berubah hal itu juga akan mempengaruhi pendidikan. Dari sini jelas bahwa peranan pendidikan dalam mengelaborasi kebudayaan adalah
19Tilaar, Pendidikan Kebudayaan Dan Masyararakat Madani Indonesia, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2002) h. 39.
28
sangat besar. Tiga aspek pendidikan yang dapat mengembangkan kebudaan dikarenakan pendidikan adalah wadah manusia-manusia dibangkitkan, dibentuk, dan ditingkatkan potensi yang ada dalam dirinya. Jika kemampuan seseorang terus di asah dan dilatih maka potensi untuk menciptakan dan mengembang kan budaya akan semakin besar.
Pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang kebudayaan:
Pentingnya kapasitas pendidikan di dalam kebudayaan menurut Ki Hadjar Dewantara dapat kita lihat dalam sistem among yang berisi mengajar dan mendidik. Tugas lembaga pendidikan bukan hanya mengajar untuk menjadikan orang pintar dan pandai berpengetahuan dan cerdas, tetapi mendidik berarti menuntun tumbuhnya budi pekerti dalam kehidupan agar supaya kelak menjadi manusia yang berpribadi yang beradab dan bersusila.
Selanjutnya beliau mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang beradab dan berbudaya. Sebagai manusia budaya ia sanggup dan mampu mencipta segala sesuatu yang bercorak luhur dan indah, yakni yang disebut kebudayaan.
Pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan nasional dengan demikian mempunyai dua fungsi yaitu memperkenal unsur-unsur kebudayaan nasional yang dapat membudidayakan dan mengelaborasi identitas Indonesia dan memberi wahana komunikasi serta penguat solidaritas nasional. Semua unsur-unsur tersebut perlu diagendakan di dalam kurikulum pendidikan nasional dan kurikulum muatan lokal.
29
Upaya daalam menginterpretasikan kebudayaan pendidikan, khususnya di dalam prosedur belajar-mengajar, Bruner mengemukakan empat jenis pandangan ilmu pengetahuan, yaitu: pandangan internalis, pandangan eksternalis, pandangan intersubjektif, dan pandangan objektif.
Pendidikan nasional di dalam era reformasi dewasa ini perlu ditemukan kembali (reinvention) artinya menempatkan kembali pendidikan nasional di dalam konteks kebudayaan nasional Indonesia. Dengan demikian konsep mengenai manusia Indonesia seutuhnya merupakan manusia Indonesia yang berpendidikan dan sekaligus berbudaya.
4. Kebudayaan Lokal Masyarakat Suku Sasak yang Berbasis Matematika Suku sasak merupakan suku yang memiliki baragam corak budaya. Setiap wilayah di pulau memiliki corak budaya yang berbeda-beda Unsur-unsur budaya suku sasak :
a. Agama Islam
b. Perekonomi bercocok tanam / pertanian
c. Kesenian : tarian tradisional, pencak silat, misik tradisional, sastra, dan sebagainya.
Salah satu adat dan upacara suku sasak yang perlu dilestarikan dan di angkat sebagai bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia yaitu upacara adat perkawinan pada suku sasak . Hal ini dikarenakan upacara dan adat perkawinan pada saat ini kurang di eksplor sehingga kurang di kenal dan dihayati oleh penerus generasi. Terlebih lagi dengan seiring penyebaran virus covid19 di Indonesia yang menyebabkan pemerintah memberikan himbauan kepada masyarakat untuk menjaga jarak dan tidak melakukan kegiatan yang
30
mengundang kerumunan orang banyak sehingga kegiatan adat perkawinan ( nyongkolan ) yang menjadi ritual perkawinan suku sasak tidak pernah di adakan.
5. Kerajinan Tenun Kain Tradisional Songket
Pulau Lombok merupakan salah satu pulau penghasil kain tenun tradisional songket. Bukan hanya di satu wilayah, akan tetapi pengrajin kain tradisional songket tersebar luas di berbagai wilayah plosok desa dan rata-rata para pengrajinnya masih menenun dengan cara tradisional yaitu menggunakan alat tenun dan tidak menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Hal ini menjadi ciri khas dari kain tenun tradisional songket karena proses pembuatannya yang masih mengguanakan alat tradisional maka setiap kain songket yang dihasilkan terdapat makna tersendiri dan karakteristik,serta motif yg berbeda
Untuk menghasilkan selembar kain songket masyarakat Sukarara menggunakan sebuah alat yang terbuat dari bahan dasar kayu yang penggunaannya masih manual dan tradisional. Penenun kain songket biasanya duduk di tanah beralaskan tikar/kain atau disebuah balai-balai dengan kaki diselonjorkan lurus kedepan sehingga mempermudah mereka dalam proses menenun kain songket. Alat tenun kain songket di Desa Sukarara merupakan alat tenun yang diwariskan secara turuntemurun. Seiring perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan yang sadar akan pentingnya menjaga warisan leluhur maka lahirlah terobosan-terobosan baru (alat modern) yang mempermudah dalam menenun kain songket namun tetap terjaga kualitas serta nilai estetika dalam tenunan kain songket di Desa Sukarara. Dengan alat model baru yaitu alat pemintal benang berbentuk roda putar yang disatukan dengan alat Kanjian (alat pemintal model lama). Dengan menggunakan alat pemintal model baru
31
hanya membutuhkan kurun waktu 3 jam untuk satu bahan baku kain, sementara dengan menggunakan peralatan lama Kanjian membutuhkan kurun waktu hingga 24 jam untuk satu bahan kain. Selain itu juga, alat Hanean terbaru menggunakan 11 jari yang mampu menghasikan kain yang lebih panjang dari pada alat Hanean model lama yang menggunakan 9 jari. Pada dasarnya alat tenun kain songket hanya dapat menghasilkan lebar 70 cm dan panjang kain akan mengikuti bentuk alat Hanean tersebut.
Gambar 1. Alat-alat tenun Kain Songket20
Nama- nama alat tenun kain songket Desa Sukarara sebagai barikut : Kanjian, Hanaen 9 jari dan Hanaen 11 jari, Lampat Jajak, Daun Jajak, Jejanggel, Tutukan, Lelagan, Lelidi, Penggulung, Lurusan Gun, Belidaatau Berira, Sisir (Suri ), Kampit, Anak Apit, Lekot, Tali Lek, Peliting, Teropong Kanjian, Gantian Tatakan, dan Erekan.
20 Efendi N, Sudarmawan A, Supir KI. (2014). Tenun Kain Songket Di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia.
32
Gambar 2. Bahan Tenun Kain Songket21
Nama-nama bahan Tenun Kain Songket Desa Sukarara sebagai berikut : Benang Kapas, Benang Katun, Benang Misrais, Benang Piber/ Rayon.
Gambar 3. Peroses Pembuatan Tenun Kain Songket22
Sebelum membuat selembar kain songket pengrajin terlebih dahulu harus mempersiapkan bahan – bahan yang dibutuhkan ketika menyongket, adapun bahan – bahan yang perlu disediakan antaranya : misrais, katun, kapas, rayon, piber. Dan juga melakukan proses penyiapan bahan baku tenun, Kapas, Katun, Piber, Misrais, Penanjian Benang, Penjemuran Benang, Pengelosan Benang, Penghanian, Pencucukan Sisir (Suri), Penggulungan ( Melipat Benang Lungsin ), Pemeletan, dan proses terakhir melakukan penenunan kain songket.
Kain tenun songket terkenal sebagai kain tenun yang sangat mewah karena proses pembuatannya yang menggunakan benang emas dan benang perak dan hanya di hasilkan di beberapa daerah di wilayah Indonesia, sehingga kain tenun
21 Efendi N, Sudarmawan A, Supir KI. (2014). Tenun Kain Songket Di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia.
22 Efendi N, Sudarmawan A, Supir KI. (2014). Tenun Kain Songket Di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia.
33
songket hanya di gunakan oleh para bangsawan yang berfungsi untuk menunjukkan kemuliaan derajat dan martabat pemakainya. Akan tetapi seiring berjalannya waktu kini kain songket tidak hanya di gunakan oleh kalangan orang kaya, tetapi juga bisa digunakan oleh masyarakat umum sesuai dengan kualitas bahan yang digunakan. Namun kain songket dengan kualitas terbaik akan tetap di hargai sebagai bentuk kesenian yang anggun dan mewah.23
Salah satu penghasil kain tenun tradisional songket suku sasak adalah Desa Sukarara kecamatan Jonggat Tengah. Sebagian besar dari penduduk desa Sukarara melakukan pekerjaan menenun kain songket tradisional, disamping menjadi pengrajin tenun kain songket penduduk desa Sukarara juga melakukan kegiatan bertani dan biasanya masyarakat melakukan kegiataan menenun pada saat panen ( mengambil hasil bumi ) telah selesai. Sehingga dapat dikatakan bahwa kegiatan bertenun tidak menjadi rutinitas atau hanya sebagai pekerjaan sampingan di kalangan masyarakat desa Sukarara karena kegiatan bertenun hanya dilakukan untuk mengisi waktu luang dikala masyarakat desa Sukarara tidak melakukan kegiatan bertani.24
Seorang warga bernama sandi yang berprofesi sebagai local gaet di desa Sukarara mengatakan bahwa kerajinan kain songket di Desa Sukarara bersifat 33aying33e rumahan. Dalam proses songket yang dihasilkan tidak hanya digunakan untuk pakaian namun juga mempunyai fungsi dekoratif sebagai pelengkap 33aying33e interior rumah. Ciri khas motif dan makna 33aying dari kain tenun yang di padu padankan dengan warna yang indah menjadikan kain
23 Sabilirrosyad, S. (2018). Ethnomathematics Sasak: Eksplorasi Geometri Tenun Suku Sasak Sukarara Dan Implikasinya Untuk Pembelajaran. Jurnal Tatsqif, 14(1), 49–65. https://doi.org/10.20414/jtq.v14i1.21
24 Kain, T., Di, S., Sukarara, D., Jonggat, K., Tengah, L., Tenggara, N., Norman, B., Sudarmawan, A., Jurusan, K., Seni, P., Universitas, R., Ganesha, P., E-mail, I., Penelitian, A., Sukarara, D., Sukarara, D., Sukarara, D., Sukarara, D., Lombok, S., … Sukarara, D. (n.d.).
34
tenun songket desa Sukarara memilliki keunikan tersendiri dan tersohor sejak zaman kerajaan suku sasak. Beberapa jenis serta Motif tenun Sukarara yang di hasilkan sebgai berikut:
1. Motif Subahanale
Gambar 4. Motif subahnale25
Kain tenun songket motif subahanale di ambil dari kata subhanallah yang dalam bahasa sasaknya subahanale, motif ini memiliki makna yang terkandung didalamnya yaitu maha kuasa atau tuhan itu satu. Penamaan motif subahanale berasal dari seorang penenun membuat kain singket sampai berbulan-bulan sehingga pada saat kain songket tersebut selesai dibuat sang penenun mengucapkan subahanale karena ia kagum melihat hasil kain yang ditenun dengan sangat indah.
2. Motif Bintang Empet
Gambar 5. Motif Bintang empat 26
25 Efendi N, Sudarmawan A, Supir KI. (2014). Tenun Kain Songket Di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia.
26 Efendi N, Sudarmawan A, Supir KI. (2014). Tenun Kain Songket Di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia.
35
Sesuai dengan namanya motif ini memiliki bentuk motif bintang yang berdekatan sehingga dinakaman motif bintang empet, makna yang terkandung di dalamnya adalah sesame manusia harus menjaga tali persaudaraan.
3. Motif Kembang Komak
Gambar 6. Motif Kembang Komak27
Kain motif ini memiliki makna khitanan atau yang lebih di kena dengan istilah sunatan
4. Motif double Trudak
Gambar 7. Motif Double Trudak28
Kain motif ini bermakna motif yang menggunakan dua trudak 5. Motif Rang-rang
27 Efendi N, Sudarmawan A, Supir KI. (2014). Tenun Kain Songket Di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia.
28 Efendi N, Sudarmawan A, Supir KI. (2014). Tenun Kain Songket Di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia.
36
Gambar 8. Motif Rang-rang29
Kain motif ini bermakna watak agar tidak bersifat negative 6. Motif Nanas
Gambar 9. Motif Nanas30 Kain motif ini memiliki arti buah buahan 7. Motif Bangket (Petak Sawah )
Gambar 10. Motif Bangket31
29 Efendi N, Sudarmawan A, Supir KI. (2014). Tenun Kain Songket Di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia.
30 Efendi N, Sudarmawan A, Supir KI. (2014). Tenun Kain Songket Di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia.
31 Efendi N, Sudarmawan A, Supir KI. (2014). Tenun Kain Songket Di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia.
37
Kain motif ini bermakna persawahan yang dalam bahasa sasak di sebut “ Bangket “ yang merupakan tempat bercocok tanam.
8. Motif Alang (Lumbung)
Gambar 11. Motif Alang32
Kain motif ini bermakana tempat penyimpanan padi yang dimana suku sasak menyebutnya lumbung yang digunakan untuk menyimpan hasil panen padi mereka.
9. Motif Barong
Gambar 12. Motif Barong33
Seperti namanya Motif ini bermakna tarian yang berasal dari pulau Lombok dan Bali.
10.Motif keker
32 Efendi N, Sudarmawan A, Supir KI. (2014). Tenun Kain Songket Di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia.
33 Efendi N, Sudarmawan A, Supir KI. (2014). Tenun Kain Songket Di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia.
38
Gambar 13. Motif Keker34
Motif ini bermakna seseorang yang berbulan madu dan menciptakan kesucian cinta yang abadi.35
Etnomatematika merupakan pendekatan matematika yang mengintegrasikan unsur-unsur budaya, khususnya di wilayah Lombok. Penelitian ini diperoleh dari perbedaan kebiasaan sehari-hari masyarakat Lombok dalam hal seni, permainan dan budaya , kemudian dipaparkan dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika sebenarnya terintegrasi dengan kebiasaan masyarakat itu sendiri.
Dalam kegiatan pembelajaran matematika di sekolah, intensi yang dimaksud guru adalah membentuk kerangka baru. Skema baru ini harus didasarkan pada skema mahasiswa yang sudah ada. Maka sudah selayaknya guru mulai memberikan bimbingan matematika resmi (matematika sekolah) dengan matematika informal yang aplikasikan oleh anak-anak di masyarakat.
Apabila anak memiliki pola pikir yang terbentuk dengan baik tentang matematika yang digunakan dalam keseharian mereka, maka guru akan membentuk serta memperkuat skema yang sudah ada untuk meningkatkan pengetahuan. Misalnya, saat guru sedang menjelaskan dalam pembelajaran struktur bangun ruang, guru dapat membawa atau menunjukkan contohbenda, artefak, lukisan, dan seni lainnya dengan motif budaya lokal yang memiliki nilai
34 Efendi N, Sudarmawan A, Supir KI. (2014). Tenun Kain Songket Di Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia.
35 Sandi, wawancara, sukarara, 26 Januari 2022
39
spasial. Setelah membiasakan siswa dengan bentuk-bentuk ini, perkenalkan konsep struktur ruang formal. Berdasarkan argumentasi tersebut, peneliti ingin mendeskripsikan etno-matematika berbasis budaya Lombok dalam pembelajaran matematika. Uraian tentang gaya berpikir dalam penelitian ini disajikan sebagai berikut:
Gambar 14. Bagan Kerangka Berpikir Wawanca informan yakni : pemuka adat
dan pengrajjin kain tenun songket terkait teritorial budaya lombok yang berbasis
etnomatematika
Mendeskripsikan kerajinan kain tenun tradisional songket yang berbasis
etnomatematika
Peserta didik memahami dan mengenal kerajinan kain tenun tradisional songket Sukarara yang berbasis etnomatematika
dalam proses pembelajaran
Etnomatematika