• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jawanisasi dan Islamisasi

N/A
N/A
Elisa Suherry

Academic year: 2024

Membagikan "Jawanisasi dan Islamisasi"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

B. Kontak Antar Budaya

Sebagai suatu produk dari budi daya manusia, maka kebudayaan bersifat dinamis, berkembang dan berubah. Perkembangan atau perubahan kebudayaan tersebut dapat terjadi karena beberapa sebab, baik faktor dari dalam diri manusia sendiri maupun adanya kontak antar budaya, termasuk adanya akulturasi budaya.

Redfield, Linton dan Herkovitz (dalam Berry dkk, 1999 : 528) mengemukakan pengertian akulturasi, yaitu “sebagai fenomena yang akan terjadi tatkala kelompok-kelompok individu yang memiliki budaya berbeda terlihat dalam kontak yang berlangsung secara tangan bersama (langsung) disertai perubahan terums menerus, sejalan pola-pola budaya asal dari kelompok itu atau dari kedua kelompok itu.”

Kontak antar budaya telah terjadi sejak ribuan tahun sebelum masehi, seperti migrasi bangsa-bangsa Cina daratan ke negeri-negeri Melayu (termasuk Indonesia). Kontak antar budaya dapat berlangsung melalui pendidikan, perjalanan, pelayaran, pemukiman, perdagangan, penaklukan seperti dilakukan pasukan Romawi di bawah komando Iskandar Agung ke negeri Parsi.

Era informasi atau globalisasi dewasa ini mendorong pesatnya kontak antar budaya.

Baik antar budaya lokal maupun dengan budaya global. Kemajuan transportasi dan alat informasi seperti telepon, TV, radio, internet, surat kabar dan sebagainya menjadikan peristiwa di suatu belahan bumi, secara bersamaan dapat di ketahui di belahan bumi yang lain. Dunia seakan menyempit, dan jarak fisik maupun psikologis yang tadinya dianggap begitu lebar / jauh, kini menyempit dan melemah. Adanya komunikasi global tersebut merupakan sebuah potensi besar untuk memberi pemahaman yang lebih baik terhadap sesama manusia penghuni planet bumi ini.

Meskipun teknologi informasi telah mempermudah komunikasi manusia, namun orang tetap ingin melakukan perjalanan ke tempat lain (daerah, kota, negara lain) atau tinggal di daerah lain, entah karena alasan ekonomi, keluarga, pendidikan dan sebagainya. Kesemua bentuk ini tidak dapat diganti dengan kemajuan apapun dalam dimensi informasi modern dalam abad-abad mendatang. Peristiwa turisme, kunjungan, melakukan perjalanan, diplomasi, tatap muka tidak dapat dihilangkan dari peradaban manusia. Fenomena-fenomena seperti diatas, yang disebut dengan peristiwa kontak antar budaya. Peristiwa tersebut akan memberi efek budaya terhadap individu maupun kelompok yang melakukan kontak budaya.

Kontak antar budaya tidak saja terjadi antara dua budaya yang berbeda, antara suatu bangsa dengan bangsa yang lain, tetapi bisa pula terjadi antara satu-satuan budaya yang terdapat dalam suatu negara atau wilayah yang memiliki tingkat heteroginitas budaya, seperti negara Indonesia. Situasi di Indonesia yang memiliki keragaman suku, ras, tingkat peradaban dan sebagainya dengan latar belakang budaya yang berbeda, memungkinkan terjadinya kontak antar budaya. Dalam hal ini maka memungkinkan terjadinya asimilasi budaya, atau bahkan ketegangan-ketegangan budaya baik tingkat individu maupun kelompok. Meski memiliki semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” namun ketegangan-ketegangan antar budaya masih sering dijumpai, misalnya ketegangan antar pribumi dengan etnis Cina, konflik antar

(2)

suku di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, pengusiran pendatang di Irian Jaya, Aceh, Issue” Jawanisasi dan Islamisasi” dalam program transmigrasi, dan sebagainya.

1. Faktor-faktor terjadinya kontak antar budaya

Kontak antar budaya dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : a. Faktor pendidikan

Setelah Perang Dunia Kedua, banyak pemerintah, yayasan di negara maju (Amerika dan Eropa) memberikan kesempatan beasiswa kepada mahasiswa atau pelajar dari negara lain, khususnya negara jajahan atau bekas jajahannya. Disamping itu juga ada program pertukaran akademis antar negara. Mahasiswa-mahasiswa yang belajar di negara lain tersebut sudah barang tentu perlu penyesuian dengan budaya baru tersebut sebagian nantinya dibawa pulang ke tanah airnya. Kontak budaya karena pendidikan juga banyak terjadi dalam suatu negeri, misalnya banyak penduduk desa, atau dari suatu wilayah belajar ke kota atau wilayah yang lain. Yogyakarta misalnya sebagai kota pendidikan di situ berdatangan mahasiswa / pelajar dari seluruh Indonesia dengan berbagai latar belakang budaya, maka disitulah terjadi kontak antar budaya.

b. Faktor migrasi

Migrasi merupakan gejala manusia yang sudah sejak lama berlangsung, baik dalam bentuk imigrasi, transmigrasi, maupun urbanisasi. Migrasi ini umumnya dipengaruhi faktor ekonomi, dan juga politik (pengungsi politik). Dalam migrasi ini, para migran yang masuk ke suatu daerah baru membawa seperangkat budayanya, yang mungkin berbeda dengan budaya masyarakat penerima. Dalam kontak tersebut disamping terjadi pembauran budaya, sering kali terjadi perenggangan budaya, karena penduduk asli tidak menginginkan budaya baru, sementara ada kecendrungan kelompok migran mempertahankan kebudayaan dan kepastian teritori (cultural imperative dan teritorial imperative). Hal ini tercermin adanya pola pemukiman yang terdiri dari kantung-kantung pemukiman (enclave) yang didasarkan pada budaya tertentu, seperti kampung “pecinan”, kampung Pasar Kliwon di Solo (etnis keturunan Arab) dan sebagainya.

c. Bisnis / perdagangan

Mobilitas penduduk karena bisnis internasional / lokal telah berlangsung sejak dulu, seperti adanya “jalur perdagangan sutera” yaitu jalur perdagangan dari Timur tengah ke Cina, perdagangan Eropa dengan Nusantara dan sebagainya. Dewasa ini globalisasi perdagangan ditandai adanya beragai kesepakatan seperti AFTA, APEC, dan sebagainya.

Arus barang, modal, jasa begitu bebas bergerak dari satu negara ke negara lain. Banyak industri / perusahaan yang sifatnya multinasional, beberapa negara berkembang membuka dan memberikan kemudahan bagi para penanam modal asing sehingga banyak berdiri industri asing, relokasi industri dari satu negara ke negara lain. Adanya perdagangan internasional dan nasional tersebut memungkinkan terjadinya kontak budaya. Banyak manajer, pekerja asing bekerja di suatu negara yang memiliki kebudayaan berbeda, atau banyak pekerja yang berasal dari berbagai budaya bertemu dalam suatu industri, maka

(3)

disitu terjadilah kontak antar budaya. Kontak budaya tersebut sering kali berjalan mulus, namun sering pula terjadi ketegangan antar budaya.

d. Bantuan internasional

Dewasa ini peristiwa bantuan internasional, terutama kepada negara-negara berkembang atau tertinggal begitu tampak. Banyak lembaga donor seperti : IMF, ADB, Bank Dunia, IDB, Pemerintah, Lembaga-lembaga di PBB, yayasan-yayasan donor dan sebagainya giat membantu masyarakat / negara yang memerlukan. Bantuan tersebut dapat berupa keuangan, teknologi, manajemen, kebudayaan, pendidikan, bahan makanan, obat- obatan, militer dan sebagainya. Bantuan-bantuan tersebut sering kali mensyaratkan sesuatu, termasuk aspek kebudayaan (seperti bantuan IMF kepada Pemerintah Indonesia, bantuan lembaga-lembaga internasional kepada sejumlah LSM di Indonesia untuk memperjuangan budaya demokrasi dan HAM). Dalam bantuan tersebut banyak melibatkan tenaga-tenaga asing, apakah itu sebagai konsultan, pengawas, pelaksana dan sebagainya, dan ini menimbulkan kontak budaya yang sering kali menimbulkan masalah budaya. Sebagai contoh pasukan multinasional (berasal dari Amerika) yang bermarkas di Dahran Arab Saudi dalam menggempur Irak, banyak menimbulkan pertentangan budaya dengan penduduk Saudi.

e. Tourisme

Pertumbuhan tourisme (domestik, manca) dapat dilukiskan sebagai banjir. Beberapa negara mengandalkan sektor pariwisata sebagai sumber devisa atau pemasukan utama negara. Di daerah tujuan wisata berdatangan dan berkumpul manusia dari berbagai suku, ras, atau berbagai latar belakang budaya. Disitulah mereka melakukan kontak budaya, baik antar turis maupun antar turis dengan penduduk setempat. Berbagai program dan layanan kemudahan ditawarkan agar memiliki daya pikat wisatawan. Adanya kontak budaya tersebut, secara positif mampu meningkatkan ekonomi dan budaya masyarakat, namun secara negatif turisme melahirkan berbagai ketegangan budaya, atau melahirkan budaya baru yang tidak sesui dengan budaya lama, seperti merebaknya alkoholisme, pergaulan bebas, pelacuran dan sebagainya.

2. Hasil-hasil kontak antar budaya

Kebudayaan masyarakat di manapun selalu mengalami perubahan. Terjadinya perubahan tersebut dapat disebabkan oleh masyarakat dalam kebudayaan itu sendiri, maupun pengaruh dari luar kebudayaan itu baik lingkungan alam, fisik, maupun budaya.

Terdapat beberapa peristiwa perubahan kebudayaan, antara lain : a. Cultural lag

Cultural lag adalah perbedaan antara taraf kemajuan sebagai bagian dalam kebudayaan suatu masyarakat. Suatu bagian masyarakat mungkin telah memiliki tingkat perubahan yang tinggi, sedang masyarakat lainnya masih jauh tertinggal.

b. Cultural Survival

(4)

Yaitu suatu cara tradisional yang tak mengalami perubahan sejak dulu sampai sekarang. Cultural survival dipakai sebagai penggambaran suatu praktek yang telah kehilangan fungsi pentingnya, yang tetap hidup semata-mata hanya di atas landasan adat-istiadat semata.

c. Cultural conflict

Yaitu terjadinya pertentangan antara kebudayaan.

d. Cultural Shock (guncangan kebudayaan)

Yaitu terguncangnya seseorang karena kebudayaan, yaitu tatkala mereka berada dalam lingkungan budaya yang baru dimasuki.

Kontak antar budaya akan menghasilkan dampak pada struktur sosial masing-masing, rangkain institusional yang ada, proses-proses politis dan sistem nilai masyarakat yang terkena kontak itu. Hal ini dapat dilihat dari bentuk interaksi kelompok dengan masyarakat tuan rumah. Bentuk dampak tersebut menurut menurut Yusmar Yusuf (1991) dapat terjadi dalam tingkat kelompok maupun tingkat individu. Proses kontak antar budaya sering kali dapat berlangsung dengan baik, saling mendekat, saling memberi dan dan saling menerima, akan tetapi sering kali terjadi benturan kebudayaan. Era globalisasi dewasa ini memang menuntut kerjasama (kooperasi, akulturasi) antar kebudayaan untuk melahirkan tatanan dunia baru yang lebih adil dan harmonis.

Setelah berakhirya perang dingin, untuk menjelaskan fenomena yang ada, Samuel Huntington (1993) melihat adanya kecendrungan konflik peradaban yang dominan, yaitu konflik kebudayaan barat versus peradaban timur (Islam dan Konfusius). “konflik-konflik yang mendasar dari politik global akan terjadi diantara kelompok-kelompok yang berbeda peradaban”. Barat selalu mengatasnamakan budayanya sebagai budaya universal, yang harus diikuti oleh semua orang. Semua tindakan barat terhadap timur selalu diatasnamakan kemanusiaan (lihat serangan Amerika terhadap Irak, Libya, Sudan,Afganistan, dan sebagainya).

Dalam menghadapi kontak antar budaya (akulturasi budaya), terdapat berbagai sikap, sehingga kontak antar budaya tersebut menghasilkan efek yang berbeda-beda. Dalam hal ini Berry, dkk (1999 : 548) menggambarkan perubahan budaya dan efek psikologis akibat proses akulturasi. Pada awalnya terjadi kontak antar budaya, kemudian terjadi konflik dan selanjutnya terjadi krisis. Adanya krisis tersebut menghasilkan beberapa kemungkinan, yaitu terjadinya marginalisasi dan adaptasi dengan bentuk assimilasi, integrasi dan separasi. Pada gejala marginalisasi inilah sering kali stress akulturasi terjadi.

Kuntjaraningrat (1990 : 112-113) menandai adanya sebagian masyarakat yang mengalami kesulitan bahkan penolakan / penghindaran terhadap berakulturasi. Mithos

“ratu adil”. Gerakan ratu adil itu umumnya memiliki empat aspek penting, yaitu :

a. Aspek keagamaan, karena gerakan-gerakan biasanya disiarkan oleh seorang guru atau tokoh agama, yang bertindak sebagai pesuruh Tuhan atau Desa dan gerakan ini biasanya berpusat pada upacara keagamaan.

(5)

b. Aspek psikologi, karena di dalam upacara yang diselenggarakan, para anggota menunjukkan batin mereka pada alam khayal.

c. Aspek ratu adil, karena dalam alam khayal tadi para pengikut gerakan menunggu dan mengharap datangnya seseorang tokoh raja atau pemimpin yang adil.

d. Aspek keaslian budayanya, karena ratu adil diharapkan membawa kebahagiaan, dengan jalan mengembalikan adat asli warisan nenek moyang yang dikacaukan oleh pengaruh zaman baru.

Kontak antar budaya menghasilkan dampak, baik secara kelompok maupun secara individual.

a. Efek kelompok

Kontak antar budaya akan menghasilkan pengaruh secara kelompok, sebagai hasil dari suatu kontak budaya budaya antar kelompok-kelompok, semua pengaruh tersebut mengarah ke bentuk perilaku kolektif, dimana keterlibatan orang secara kelompok merupakan ciri utama dari keterlibatan seseorang. Efek secara kelompok tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu :

1) Pemusnahan (genocide)

Kontak antar budaya yang berbeda dapat berlangsung dalam skala yang saling memusnahkan sistem budaya. Relasi saling memusnahkan ini bisa berlangsung dari masyarakat pendatang atas masyarakat asli / pribumi, atau sebaliknya tindakan pemusnahan dilakukan oleh penduduk pribumi terhadap pendatang, dapat juga antar kelompok pribumi. Pemusnahan budaya tersebut dapat disebabkan beberapa hal seperti keinginan suatu kelompok budaya untuk tidak mau dicampuri, atau kelompok lain merupakan suatu ancaman, dapat pula karena kelompok pendatang memperlihatkan keberhasilan dalam segala bidang. Beberapa contoh genocide, seperti : pembantain kaum Yahudi oleh tentara Hitler, pembantain muslim Bosnia oleh serbia, pemusnahan suku Indian oleh pendatang Eropa, pemusnahan suku Aborigin oleh pendatang kulit putih, pembunuhan suku Madura oleh suku asli di Kalimantan Tengah dan sebagainya.

2) Assimilasi

Assimilasi adalah proses sosial yang timbul bila ada golongan-golongan manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda-beda, saling bergaul langsung secara intensif untuk jangka waktu yang relatif lama, sehingga kebudayaan-kebudayaan dari golongan tadi masing-masing berubah saling menyesuikan diri menjadi kebudayaan campuran (Hariyono, 1994 : 14). Assimilasi merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan penerimaan suatu kebudayaan oleh kebudayaan yang lain. Penerimaan ini dapat berupa adat, sistem nilai, kebiasaan, gaya hidup, bahasa dan sebagainya.

Kitano dan Makki (1996) menggambarkan pola assimilasi dan identitas etnik (ethnic edentity), khususnya etnik Asia di Amerika, yaitu :

a) High assimilation and low in ethnic identity, yaitu :

(6)

Individu yang merasa terlibat penuh dengan nilai-nilai Amerika dan meninggalkan budaya etnisnya.

b) High in assimilation and high in ethnic edentity, yaitu : Mereka yang merasa terlibat penuh dengan budaya Amerika dan budaya etniknya. Model ini biasanya ada pada para bisnismen, entelektual.

c) High in ethnic identity and low in assimilation, yaitu :

Mereka yang melakukan sedikit kontak dengan budaya utama (Amerika), umumnya mereka berhubungan dengan sesama etnisnya sendiri, menggunakan nilai, ada etnisnya.

d) Low in etcnic identity and low in assimilation, yaitu :

Mereka yang terasing dari budaya etniknya sendiri dan budaya utama (Amerika), umumnya mereka para alkoholis, orang nakal.

3) Segregasi

Yaitu usaha suatu kelompok untuk memisahkan diri dengan kelompok lain yang memiliki budaya, ras, status yang berbeda. Segregasi tersebut dapat disebabkan oleh karena perasaan superior atau inferior dari suatu kelompok budaya. Segregasi mungkin juga muncul karena adanya stereotipe kelompok budaya, seperti kulit putih itu modern dan maju, kulit hitam itu bodoh, kampungan, buruh dan sebagainya.

Biasanya segregasi tersebut melahirkan pemukiman-pemukiman atau budaya eksklusif. Politik Apartheit di Afrika Selatan, suku Badui di Jawa Barat, suku Aborigin di Australia, suku Indian di Amerika dan sebagainya.

4) Integrasi

Integrasi mengarah kepada usaha saling membantu memelihara dan mempertahankan zero-culture masing-masing yang ada pada suatu waktu dilebur dan diakui sebagai inti kebudayaan baru sebagai identitas mereka dan diakui sebagai kebudayaan bersama.

b. Efek individual

Hasil suatu kontak budaya di samping memiliki dimensi kelompok, juga memiliki dimensi individual. Dampak individual ini lebih dilihat pengaruh kontak budaya pada orang per orang, yang sifatnya cenderung dalam kontak antar budaya, yaitu passing, chauvinistic, marginal dan mediating.

1) Passing

Efek kontak antar budaya ini mengarah kepada erosi kebudayaan pada tingkat individual, dimana seseorang melepaskan dan meninggalkan kebudayaan aslinya dan mengadopsi atau merangkul kebudayaan lain yang dijadikanya sebagai identitas yang asli (misalnya orang jawa bekerja di Jakarta, baru dua bulan sudah bergaya Jakarta atau remaja Indonesia bergaya Amerika karena menganggap Indonesia itu kampungan)

2) Chauvinistic

Chauvinistic ini merupakan reaksi kontak budaya yang bertolak belakang dengan passing. Individu yang termasuk kategori ini adalah mereka mengagung-agungkan budayanya dan menolak sama sekali budaya lain. Umumnya mereka cukup eksklusif (tertutup) dan membentuk pagar pertahanan budaya dengan cara berkomunikasi hanya

(7)

sesama mereka saja. Orang yang masuk dalam kategori ini misalnya para nasionalis buta, rasis. Dewasa ini gejala Chauvinistic ini banyak muncul, seperti Partai suatu Bangsa di Austria, kelompok rasis di Jerman, Perancis yang anti migran.

3) Marginal Syndrom

Orang-orang yang tergolong ke dalam Marginal Syndrom ini merupakan orang-orang yang teromabang-ambing, tidak bisa menentukan dan menjatuhkan pilihan terhadap suatu budaya yang meregang pribadinya sebagai hasil dari suatu kontak antar budaya. Bagi individu tersebut, norma antar kebudayaan pertama dengan kebudayaan kedua sama menonjolnya, semua norma tersebut diambil oleh individu secara serempak, namun penuh kebimbangan, karena norma tadi saling bertentangan. Gejala ini banyak dirasakan manusia di negara berkembang, seperti Indonesia, karena banyaknya pertentangan nilai, antar nilai tradisional dengan nilai modernitas. Hal seperti ini diakui Sri Kusdiantinah (1989) bahwa masyarakat Indonesia mengalami tiga gelombang peradaban sekaligus dan kondisi ini sering menimbulkan kebingungan.

4) Mediating persons

Mereka yang termasuk dalam kategori ini adalah individu-individu yang merespons kebudayaan kedua beserta pengaruh-pengaruhnya dengan cara menyaring, mengkombinasikan, serta mensintesiskannya sehingga menjadi bentuk yang layak dalam suatu sistem sosial, tanpa menanggalkan inti kebudayaan pertama. Mereka yang tergolong ke dalam mediating persons ini adalah orang-orang yang fleksibel, luwes dan mampu menjembatani kesenjangan lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

Berry dkk (2001) dalam Tulus Tambunan (2009) menyatakan kelompok usaha ini dilihat sangat penting di industri- industri yang tidak stabil atau ekonomi-ekonomi yang menghadapi

Konflik juga merupakan produk dari kesenjangan kombinasi orientasi dan strategi akulturasi yang dilakukan oleh kelompok dominan dan non-dominan (Bourhis, dkk., 1997)

Kemudian konselor memberitahu langkah-langkah kegiatan kelompok mulai dari (1) konselor meminta anggota kelompok mengemukakan fenomena komunikasi antar pribadi, (2)

Akulturasi terjadi bila kelompok-¬kelompok individu yang memiliki (berasal dari) kebudayaan yang berbeda saling berhubungan secara langsung dengan intensif, dengan timbulnya

Koentjaraningrat, mengemukakan bahwa akulturasi adalah proses yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu.

Sabatini, dkk (2019) mengemukakan kesejahteraan fisik merupakan kemampuan individu dalam menerima dan menyesuaikan suatu perubahan yang terjadi baik keadaan dirinya

Depdikbud (1984) mengemukakan dua pola pengertian bimbingan kelompok, yaitu pengertian dengan memakai pola sederhana dan pengertian dengan memakai pola yang lebih mendalam.

Berry dkk (2001) dalam Tulus Tambunan (2009) menyatakan kelompok usaha ini dilihat sangat penting di industri- industri yang tidak stabil atau ekonomi-ekonomi yang menghadapi