KAITANNYA ILMU QIRAAT DENGAN ILMU NAHWU DAN TAJWIB
Muhammad Frandika
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau [email protected]
ABSTRACK
This article discusses the close relationship between the science of qiraat and the sciences of nahwu and tajwid. This study explores the role of nahwu science, especially through the contribution of previous scholars such as Abdullah bin Abi Ishaq Al-Hadhrami and Abu Amr bin Ala' who mastered both fields of science, in the formation of nahwu rules based on analysis of the qiraat of the Al-Quran. Next, this article explains the deep connection between the sciences of qiraat and tajwid in terms of pronunciation, history, purpose, and dependence on each other. The discussion also includes the concept of syubhat in the science of qiraat and methods of handling it. In conclusion, a comprehensive understanding of the science of qiraat requires mastery of the science of nahwu and tajwid to maintain the purity and accuracy of reading the Al-Quran.
KEYWORD: Qira’at, nahwu, tajwid ABSTRAK
Artikel ini membahas hubungan erat antara ilmu qiraat dengan ilmu nahwu dan tajwid.
Kajian ini menelusuri peran ilmu nahwu, khususnya melalui kontribusi ulama terdahulu seperti Abdullah bin Abi Ishaq Al-Hadhrami dan Abu Amr bin Ala’ yang menguasai kedua bidang ilmu tersebut, dalam pembentukan kaidah-kaidah nahwu berdasarkan analisis qiraat Al-Quran. Selanjutnya, artikel ini menjelaskan keterkaitan mendalam antara ilmu qiraat dan tajwid dalam hal pengucapan, riwayat, tujuan, dan ketergantungan satu sama lain. Diskusi juga mencakup konsep syubhat dalam ilmu qiraat dan metode penanganannya.
Kesimpulannya, pemahaman yang komprehensif terhadap ilmu qiraat membutuhkan penguasaan ilmu nahwu dan tajwid untuk menjaga kemurnian dan ketepatan bacaan Al- Quran
.
KATA KUNCI: Qira’at, Nahwu, tajwid
PEMBAHASAN
A. Ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ilmu qiraat 1. Ilmu nahwu
Tidak seorang pun ragu bahwa nahwu merupakan buah pikir dari analisa terhadap qiraat Al- Quran. Karena pada awalnya, para ulama tidak menganalisa ilmu yang mempelajari persoalan terkait susunan bahasa. Para ulama sampai pada ilmu tersebut berkat interaksi intens dengan qiraat Al-Quran sekaligus telah menguasainya secara matang. Buktinya, para ulama nahwu terdahulu merupakan ulama yang mahir dalam bidang qiraat. Mereka dikenal sebagai pakar qiraat telebih dahulu sebelum kemudian menjadi para ulama nahwu. Di antara mereka adalah:1
a) Abdullah bin Abi Ishaq Al-Hadhrami (w. 129 atau 127 H)
Beliau merupakan ulama yang menjadikan ayat-ayat Al-Quran sebagai landasan atas pandangannya tentang nahwu. Beliau juga memiliki pandangan tersendiri dalam memahami nas, misalnya, beliau lebih memilih harakat fathah daripada dhammah pada kalimat درن وأ pada ayat berikut:
لُۗمَعْنانَّكُ يْذِلَّا ريْغَ لُۗمَعْنَّفَ درن وا آنَّلَّ اوْعْفَشْيْفَ ءَاعْفَشُ نْمِ انَّلَّ لُۗهَفَ
لُۗ اۤ
: فرعأ ل ةروس - ٥٣
Hal ini karena kalimat درن وأ dari pertanyaan ayat tersebut.
Beliau juga membaca dengan nashab atau fathah kalimat ةولصل pada ayat berikut:
: جحل ةروس نَ ووْ فِ وْ وْ نٰ وْ!نَرنَ ا#$نَ%فِ&نَ ةفِةِۙولنٰص$نَل ي#فِ)وْفِ #لوْ&نَ وْ *نَا+نَنَ اآ%نَ ىلنٰعنَ .نَوْرفِ/فِص$نٰل&نَ وْ *ووْل 0وْلنَ1فِ&نَ 2ل$نٰل رنَ3فِ4 4نَفِ .نَوْ5فِل$نَ - ٣٥
Lafal ةولصل ditempatkan sebagai maf’ul dari lafal ي#) #ل yang merupakan isim fail, meski nun pada lafal tersebut dihapus. Seolah nun yang dihapus tersebut bertujuan untuk meringankan bacaan, dan tidak menjadikannya sebagai mudhaf ilaih dari lafal ةولصل
b) Abu Amr bin Alaa’ (w. 154 H)
Beliau merupakan ulama yang membuka jalan bagi lahirnya tiga pakar nahwu yang jenius, yaitu Khalil, Yunus, dan Sibawaih.
Beliau juga merupakan imamnya para imam qiraat yang berjumlah tujuh. Beliau dikenal memiliki ilmu yang tidak dimiliki oleh ulama lain. Beliau kerap memberikan argumen terhadap permasalahan qiraat dan sering menjadikannya sebagai dalil dalam ilmu tata bahasa Arab atau nahwu. Akan tetapi beliau juga menolak sebagian qiraat, karena beliau
1 https://tawazun.id/pertalian-ilmu-qiraat-dan-ilmu-nahwu/amp/
hanya membacakan apa yang telah dibaca sebelumnya dari ulama-ulama terpercaya dalam ilmu qiraat.
Oleh karena itu, ketika beliau ditanya, “Apakah semua yang engkau ambil dan engkau baca adalah yang pernah engkau dengar?”
Beliau menjawab, “Jika belum pernah kudengar, aku tidak akan membacanya, karena qiraat adalah tuntunan.
Beliau sangat memperhatikan bacaannya dan menjauhi bacaan yang syadz (menyimpang).
Misalnya, beliau menolak bacaan Muhammad bin Marwan As-Sudi yang membaca fathah pada kalimat رهَطأ pada ayat كل ر طأ .ه يتا * ء لؤه dan menuduh dirinya telah melakukan lahn atau tidak fasih.
Selain dua nama yang tersebut di atas, ada ulama lain yang juga merupakan pionir ulama nahwu dan mahir dalam bidang qiraat. Mereka adalah Khalil bin Ahmad Al-Farahidi, Sibawaih, Ali bin Hamzah Al-Kisai, dan Yahya bin Ziyad Al-Farra'.
Mereka semua adalah para ulama yang merumuskan kaidah nahwu. Ilmu qiraat yang telah mereka kuasai mempunyai pengaruh besar dalam perumusan kaidah nahwu tersebut bagi mereka.
2. Ilmu tajwid
Ilmu Tajwid dan Qiraat memiliki hubungan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan.
Berikut beberapa poin penting yang menunjukkan hubungan antara keduanya:2
1.
Keterkaitan Pengucapan: Ilmu Tajwid dan Qiraat berfokus pada pengucapan hurufdan lafadz Al-Qur'an. Ilmu Tajwid mempelajari teknis artikulasinya, sedangkan Qiraat mempelajari cara baca dan ragam artikulasi lafadz.
2.
Riwayat dan Disiplin Ilmu: Qiraat berpegang pada riwayat (rantai sanad) dari Rasulullah SAW, sedangkan Tajwid berpedoman pada dirayat (disiplin ilmu) yang berbasis pada penelusuran dan pelafalan suara yang tepat.3.
Kesamaan Tujuan: Keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu mempertahankan orisinalitas bacaan Al-Qur'an dan menghindari kesalahan bacaan lafadz-lafadz Al- Qur'an.4.
Ketergantungan: Ilmu Tajwid tidak dapat dilepaskan dari Ilmu Qiraat.Keberagaman cara membaca lafadz-lafadz Al Qur'an merupakan dasar bagi kaidah-kaidah dalam Ilmu Tajwid.
2 https://tafsiralquran.id/qiraat-dan-tajwid-apakah-kita-perlu-belajar-semuanya/
5.
Penggunaan Huruf dan Sifat: Ilmu Tajwid mempelajari sifat-sifat huruf dan teknis memperindah bacaan, sedangkan Qiraat mempelajari cara baca dan ragam artikulasi lafadz yang melibatkan huruf dan sifat-sifat huruf.B. Syubhat dalam ilmu qiraat
Syubhat dalam ilmu qiraat mengacu pada ketidakjelasan atau kesamaran dalam membaca Al-Qur'an. Syubhat dapat terjadi ketika tidak ada petunjuk yang jelas untuk membaca suatu ayat, sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memahami makna yang tepat.
Dalam ilmu qiraat, syubhat dapat diatasi dengan menggunakan metode qiyas, istishab, dan sebagainya, serta dengan membaca kitab kitab syarah hadits yang membantu memahami makna yang tepat.3
Dalam penolakan syubhat, ulama menggunakan metode qiyas dan istishab, Mereka juga membaca kitab-kitab syarah hadits yang membantu memahami makna yang tepat.
Contohnya, dalam hadits yang menyatakan bahwa yang tidak dinyatakan kehalalannya dan keharamannya itu syubhat, ulama menggunakan metode qiyas untuk memahami makna yang tepat.4
Kesimpulan
Ilmu qiraat, yang berkaitan erat dengan keahlian dalam membaca Al-Quran, tidak dapat dipisahkan dari ilmu nahwu dan tajwid. Keduanya memainkan peran penting dalam memahami dan menerapkan kaidah-kaidah membaca Al-Quran dengan benar. Ilmu nahwu menyediakan landasan tata bahasa yang diperlukan untuk menentukan harakat akhir dan memahami struktur kalimat dalam Al-Quran, sedangkan ilmu tajwid berfokus pada teknik pengucapan yang tepat, sehingga menjaga keaslian dan keindahan bacaan Al-Quran.
3 Ilmu Qira'at - Catatan kuliah - Qira'at dan Perbedaanya dengan Riwayat ...
https://www.studocu.com/id/document/universit
as-islam-negeri-sunan-kalijaga-yogyakarta/ilmu-al-quran/ilmu-qiraat-catatan-kuliah/45085075
4 Pengertian Syubhat dan Perbedaan Dua Hadits - Rumah Fiqih Indonesia https://www.rumahfiqih.com/konsultasi/988
Para ulama terdahulu, seperti Abdullah bin Abi Ishaq Al-Hadhrami dan Abu Amr bin Ala’, telah menunjukkan bagaimana interaksi antara ilmu qiraat dan nahwu dapat menghasilkan pemahaman yang mendalam dan komprehensif mengenai teks Al-Quran. Mereka tidak hanya menjadi pakar dalam bidang qiraat, tetapi juga berkontribusi besar dalam pengembangan kaidah-kaidah nahwu. Dengan demikian, pemahaman yang baik tentang kedua ilmu ini sangat penting bagi siapa pun yang ingin mendalami Al-Quran secara lebih mendalam.
Selain itu, penanganan syubhat (ketidakjelasan) dalam ilmu qiraat menunjukkan bahwa diperlukan pendekatan metodologis yang hati-hati, seperti penggunaan qiyas dan istishab, untuk mencapai pemahaman yang tepat. Melalui penguasaan ilmu nahwu dan tajwid, serta pemahaman terhadap qiraat, kita dapat memastikan bahwa bacaan Al-Quran tetap akurat dan sesuai dengan tuntunan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, penelitian ini menekankan bahwa untuk menjaga kemurnian dan ketepatan bacaan Al-Quran, kita perlu mengintegrasikan dan menguasai ilmu qiraat, nahwu, dan tajwid secara seimbang.