KARYA ILMIAH TERAPAN
IMPLEMENTASI PENCEGAHAN PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT OLEH ZAT BERBAHAYA MENURUT
MARPOL ANNEX II DIATAS KAPAL SV. MARVELA 18
Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan dan Pelatihan Pelaut Diploma III
MUHAMMAD RIFALDO RAMADHAN NIT. 05.17.042.1.41/N
AHLI NAUTIKA TINGKAT III
PROGRAM DIPLOMA III PELAYARAN POLITEKNIK PELAYARAN SURABAYA
TAHUN 2021
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : MUHAMMAD RIFALDO RAMADHAN
NIT : 05.17.042.1.41/N
Program Diklat : Ahli Nautika Tingkat III Menyatakan bahwa KIT yang saya tulis dengan judul :
IMPLEMENTASI PENCEGAHAN PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT OLEH ZAT BERBAHAYA MENURUT MARPOL ANNEX II DIATAS KAPAL SV. MARVELA 18
Merupakan karya asli seluruh ide yang ada dalam KIT tersebut, kecuali tema yang saya nyatakan sebagai kutipan, merupakan ide saya sendiri.
Jika pernyataan di atas tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Politeknik Pelayaran Surabaya.
SURABAYA ... 2021
Materai 6000
MUHAMMAD RIFALDO RAMADHAN NIT. 05.17.042.1.41/N
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Terapan yang berjudul “Implementasi Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Oleh Zat Berbahaya Menurut MARPOL ANNEX II Diatas Kapal SV.
MARVELA 18’’ dengan tepat waktu tanpa adanya hal-hal yang tidak di inginkan.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu serta memberikan arahan, bimbingan, petunjuk dalam segala hal yang sangat berarti dan menunjang dalam penyelesaian proposal penelitian ini.
Perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Direktur Politeknik Pelayaran Surabaya Bapak Capt. Dian Wahdiana, MM 2. Ketua Jurusan Nautika Bapak Capt. Tri Mulyatno Budhi H,S.Si.T.M,Pd 3. Pembimbing I Ibu Arleiny, S.Si.T, MM
4. Pembimbing II Bapak Anak Agung Ngurah Ade Dwi Putra Yuda, S.Si.T., M.Pd
5. Bapak/Ibu dosen Politeknik Pelayaran Surabaya, khususnya lingkungan program studi Nautika Politeknik Pelayaran Surabaya.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan mohon maaf atas segala kekurangan.
Surabaya, ... 2021 Penulis
MUHAMMAD RIFALDO RAMADHAN
ABSTRAK
MUHAMMAD RIFALDO RAMADHAN, 2021. Implementasi Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Oleh Zat Berbahaya Menurut MARPOL ANNEX II Diatas Kapal SV. MARVELA 18. Di bimbing oleh Ibu Arleiny dan Bapak Anak Agung Ngurah Ade.
Pencemaran air laut karena bahan kimia berbahaya sering terjadi.
Banyak hal yang menjadi penyebab seperti meledaknya anjungan minyak lepas pantai, kecelakaan kapal tanker, operasi kapal tanker, bangunan lepas pantai dan membuang sampah sembarangan. Tumpahan bahan kimia berbahaya merupakan salah satu jenis pencemaran yang pengaruhnya cukup besar dalam waktu jangka panjang.
Tumpahan bahan kimia berbahaya di laut sering menyebabkan pencemaran yang berujung pada kerusakan sumber daya hayati dan rusaknya ekosistem bawah laut. Beberapa kasus pencemaran air laut akibat bahan kimia berbahaya harus diperhatikan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangannya demi terciptanya keberlangsungan kehidupan organisme yang hidup di dalamnya. Oleh karena itu kita harus menjaga ekosistem tersebut dengan cara tidak membuang limbah, minyak, atau sampah ke laut agar ekosistem tetap terjaga.
Penelitian ini dilaksanakan saat prala diatas kapal untuk memperoleh data dengan metode penelitian kualitatif, maka penulis akan menggunakan teknik dengan melakukan pengamatan secara langsung pada obyek yang diselidiki dan wawancara dengan awak kapal.
kata kunci: pencemaran, zat berbahaya, tanker, MARPOL.
ABSTRACT
MUHAMMAD RIFALDO RAMADHAN, 2021. Implementation of Prevention of Marine Pollution by Hazardous Substances According to MARPOL ANNEX II Aboard SV. MARVELA 18. Guided by Mrs. Arleiny and Mr. Anak Agung Ngurah Ade.
Seawater pollution because hazardous chemicals often occur.
Many things have become causes such as the explosion of offshore oil platforms, tanker ship accidents, tanker ship operations, offshore buildings and littering. Spillage of hazardous chemicals is one type of pollution which has a considerable effect in the long term.
Spills of hazardous chemicals in the sea often cause pollution which leads to damage to biological resources and damage to the underwater ecosystem. Some cases of seawater pollution due to hazardous chemicals must be considered to prevent and overcome them in order to create a sustainable life for the organisms that live in them. Therefore we must protect the ecosystem by not throwing waste, oil, or garbage into the sea so that the ecosystem is maintained.
This research was carried out when the prala on board to obtain data with qualitative research methods, the writer will use the technique by making observations directly on the object under investigation and interviewing the crew.
key words: pollution, noxious liquid, tankers, MARPOL.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN SEMINAR ... iii
PENGESAHAN PROPOSAL ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ………. x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Batasan Masalah... 4
D. Tujuan Penelitian ... 4
E. Manfaat Penelitian... 5
F. Sistematika Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Review Penelitian Sebelumnya ... 8
B. Landasan Teori ... 9
C. Kerangka Pemikiran ... 32
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 33
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 34
C. Jenis dan Sumber Data ... 34
D. Metode Pengumpulan Data ... 35
E. Teknik Analisis Data ... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 38
B. Hasil Penelitian ... 40
C. Pembahasan ... 50
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 54
B. Saran ... 54
C. Daftar Pustaka ... 56
D. Daftar Lampiran ... 58
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2.1 GAMBAR KAPAL CARGO ... 22
GAMBAR 2.2 GAMBAR KAPAL CURAH ... 23
GAMBAR 2.3 GAMBAR KAPAL TANKER ... 24
GAMBAR 2.4 GAMBAR KAPAL SUPPLY ... 25
GAMBAR 2.5 GAMBAR KAPAL LNG ... 26
GAMBAR 2.6 GAMBAR KAPAL CONTAINER ... 27
GAMBAR 4.1 GAMBAR SV. MARVELA 18 ... 38
GAMBAR 4.2 GAMBAR OFFSHORE ACID TANK ……… 41
GAMBAR 4.3 GAMBAR NTROGEN TANK …… ………... 42
GAMBAR 4.4 GAMBAR IBC TANK ……… ………. 43
GAMBAR 4.5 GAMBAR MANIFEST CARGO ……… 44
GAMBAR 4.6 GAMBAR PENGECEKAN DOKUMEN ………..…. 45
GAMBAR 4.7 GAMBAR SERTIFIKAT ... 45
GAMBAR 4.8 GAMBAR MUATAN KETIKA BERLAYAR ... 46
GAMBAR 4.9 GAMBAR TANK CLEANING ……… 48
GAMBAR 4.10 GAMBAR TANK CLEANING ………. 48
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sudah ribuan tahun silam para pedagang mengangkut barang- barang dagangannya dari tempat asal ketempat tujuan melalui darat, laut dan akhir - akhir ini melalui udara. Dalam era perkembangan sekarang ini angkutan laut semakin berkembang dan memegang peranan yang penting dalam membantu kelancaran angkutan barang dari suatu tempat ke tempat lain, mengingat jasa angkutan laut relatif ekonomis dibanding dengan angkutan lain. Seiring revolusi yang terjadi, maka telah didapatkan kemajuan dalam teknologi transportasi yang dirasakan pula dibidang transportasi laut yaitu kapal, kapal-kapal tersebut dibuat untuk memenuhi kepentingan masyarakat dunia salah satunya dalam perdagangan antar negara.
Pada era globalisasi dunia kemaritiman semakin hari semakin modern terbukti dari semakin banyaknya kapal-kapal baik kapal kecil maupun kapal besar yang beroperasi dilautan. Kesemuanya itu dapat berpengaruh bagi kelestarian lingkungan hidup di laut, dikarenakan adanya pencemaran yang terjadi akibat limbah sampah maupun minyak yang dibuang dari kapal-kapal serta pembuangan sampah yang tidak sesuai dengan prosedur penanganan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
Banyak anggapan bahwa laut merupakan tempat sampah yang ideal, baik untuk pembuangan sampah domestik maupun limbah industri.
laut yang luas diperkirakan akan mampu menghancurkan atau melarutkan setiap bahan bahan yang dibuang ke laut, tetapi laut juga mempunyai kemampuan daya urai yang terbatas, disamping itu ada beberapa bahan yang sulit terurai. Pada setiap kapal tidak dapat dihindarkan dari adanya sampah, dimana sampah itu sendiri tetap akan bertambah terus sehingga untuk menghindari hal ini maka sampah yang ada itu harus dibuang kelaut.
Dengan adanya penambahan secara terus menerus tanpa kontrol yang baik, dapat menyebabkan peningkatan pencemaran di laut.
Pencemaran laut sebagai dampak negatif terhadap kehidupan biota, sumber daya alam dan kenyamanan ekosistem laut serta kesehatan manusia yang disebabkan secara langsung atau tidak langsung oleh pembuangan sampah ke dalam laut yang berasal dari kegiatan manusia termasuk kegiatan di atas kapal, yang mengakibatkan tercemarnya suatu perairan laut, kontaminasi atau penambahan sesuatu dari luar perairan laut yang menyebabkan keseimbangan lingkungan terganggu dan membahayakan kehidupan organisme serta menurunnya nilai guna perairan tersebut.
Berdasarkan Kepala Pos Pengaduan Dinas Lingkungan Hidup Batam, Robby Wahyudi pada operasi bersih pantai di Teluk Mata Ikan Nongsa pada tanggal 27 Februari 2017 terkumpul 40 ton minyak mentah yang diduga merupakan akumulasi pencemaran sejak Februari 2016.
Adapun pantai yang tercemar tumpahan minyak di pantai Nongsa
sepanjang 1125 m, yang sebagian besar berasal dari limbah kapal yang melintas. Sesuai analisis data satelit, 9 Januari 2017 terdapat area tercemar minyak seluas 13,6 km2 di perairan Teluk Singapura dan saat itu terdeteksi ada kapal tanker yang melintas di sekitar lokasi.
Selain kejadian itu juga ketika kapal sedang berlayar masih banyak para awak kapal yang membuang sampah atau limbah sembarangan ke laut seperti membuang sisa – sisa air pencucian kotoran, seperi air bekas cuci baju, air bercampur porstex, pembuangan air got, sampah plastik dan sisa – sisa sampah yang mengandung zat berbahaya tanpa rasa bersalah, dan hal ini sangat bertentangan dengan aturan. Ketika para awak kapal ditanya kenapa membuang sampah sembarangan mereka hanya menjawab karena tidak ada orang atau organisasi yang tahu bahwa merekalah yang telah membuang sampah sembarangan maka dari itu mereka tidak ragu untuk membuang sampah di laut tanpa diolah terlebih dahulu.
Banyaknya pencemaran di laut oleh sampah dari kapal sehingga IMO (International Maritime Organization), mengeluarkan peraturan - peraturan yang ditegaskan di dalam MARPOL 73/78 Annex II tentang pengendalian pencemaran laut oleh zat beracun. Untuk mengurangi pencemaran laut oleh kapal, diperlukan pengetahuan dan kemampuan serta tanggung jawab dari seluruh ABK kapal dalam hal tersebut.Maka pelaksanaan kegiatan mulai dari pengumpulan, penampungan, pengolahan, maupun sampai pembuangan, hendaknya dilakukan pengawasan dari perwira dan ABK yang memahami cara atau prosedur pembuangan limbah dari kapal. Salah satunya adalah dengan mengikuti aturan-aturan yang
telah berlaku serta penggunaan peralatan dan fasilitas yang ada di atas kapal. Dengan mematuhi aturan-aturan tersebut, diharapkan dapat dicapai suatu lingkungan laut yang bersih dan bebas dari pencemaran. Mengingat akhir-akhir ini pencemaran laut telah menjadi suatu masalah yang perlu ditangani secara sungguh- sungguh karena dari tahun ke tahun tingkat pencemaran polusi di laut terus meningkat.
Oleh karena itu, penulis perlu mengkaji dan melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul: “Impelementasi Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Oleh Zat Berbahaya Menurut MARPOL ANNEX II Diatas Kapal SV. MARVELA 18’’
B. RUMUSAN MASALAH
Dari penulisan di atas dapat kita tarik kesimpulan, agar lebih memudahkan dalam pembahasan bab-bab berikutnya maka penulis mengangkat masalah untuk dicari solusinya, adapun masalah yang penulis angkat adalah :
1. Bagaimana pelaksanaan penerapan MARPOL ANNEX II dalam pencegahan pencemaran lingkungan laut oleh zat berbahaya diatas kapal SV. MARVELA 18 ?
2. Bagaimana cara mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran laut diatas kapal SV. MARVELA 18 menurut MARPOL ANNEX II ?
C. BATASAN MASALAH
Dilihat dari perumusan masalah yang dapat menyebabkan meningkatnya pencemaran pada laut, maka akan di bahas agar lebih
terarah pada saat pembahasannya. Hal yang akan dibahas dalam kertas kerja ini adalah bagaimana hukum mengatur dan mencegah pencemaran lingkungan laut karena zat cair berbahaya seperti air bekas pencucian yang terkena sabun, air porstek, air got dan lain – lain.
D. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan penerapan MARPOL ANNEX II untuk mencegah pencemaran laut saat berada diatas kapal.
2. Untuk mengetahui cara pelaksanaan MARPOL ANNEX II untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran laut saat berada diatas kapal.
E. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian yang penulis lakukan dalam karya ilmiah terapan yang berjudul “Implementasi Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Oleh Zat Berbahaya Dari Kapal Menurut MARPOL ANNEX II” agar dapat bermanfaat bagi para pembaca. yaitu:
1. Sebagai bahan referensi pelengkap dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pengembangan studi hukum internasional.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat yang ingin mengetahui dan mempelajari tentang hukum khususnya lingkungan laut internasional.
3. Dari hasil penelitian ini dapat dipahami pentingnya pelatihan dan penanganan crew kapal dalam menangani pencemaran laut.
4. Dari hasil penelitian ini diharapkan perwira dan crew kapal dapat mengaplikasikan hasil penelitian terhadap masalah yang berkaitan dengan pencemaran laut karena limbah kapal yang mengandung zat beracun.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memperjelas gambaran dalam penulisan skripsi ini, sistematika penulisan penyusunan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) Bab, dimana masing - masing bab terdiri dari sub-sub bab yang menjelaskan komponen permasalahan yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga tercapai tujuan penulisan skripsi ini. Sistematika tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian yang menjelaskan latar belakang penulis dalam pengambilan judul, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian.
2. BAB II KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini dikemukakan tentang tinjauan pustaka yang memuat uraian mengenai pengertian dari hal-hal yang berkaitan dengan 6 permasalahan dan kerangka pemikiran mengenai asumsi oleh penulis, yang perlu dilakukan dan berhubungan dengan permasalahan.
3. BAB III METODE PENELITIAN
Mengenai metode penelitian penulis menguraikan cara pengumpulan data dari objek yang diteliti, meliputi: waktu dan tempat penelitian,
berapa lama penelitian dilakukan, teknik pengumpulan data yang mengungkapkan cara apa saja yang dilakukan untuk mengumpulkan data. Kemudian dengan menggunakan teknik analisis penulis menganalisa permasalahan.
4. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini terdiri dari hasil analisa data penelitian yang diperoleh beserta analisis dari hasil penelitian tersebut. Analisis atau pembahasan diarahkan untuk menjawab dan membuktikan hipotesis yang telah disusun mencapai tujuan penelitian. Pada bab ini memuat pokok-pokok mengenai:
a. Gambaran umum objek yang diteliti b. Analisa masalah
c. Pembahasan masalah 5. BAB V PENUTUP
Dalam bab ini ditemukan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran - saran pemecahan masalah, dilanjutkan pada bagian akhir yang berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang mendukung penulisan karya ilmiah terapan ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
REVIEW PENELITIAN SEBELUMNYA
Kesehatan laut sangat penting untuk kelangsungan hidup kita.
Namun setiap hari pelepasan bahan kimia yang disengaja dan tidak disengaja, bersama dengan gelombang limbah tanpa henti, terutama limbah plastik, memasuki saluran air dan lingkungan laut. Ancaman ganda dan terjalin dari bahan kimia beracun yang tidak terlihat, mikroplastik, dan puing plastik yang terlihat sangat membahayakan kesehatan manusia, kehidupan laut dan lingkungan laut. Akibatnya, laut kini diketahui sudah terpapar dampak dari pencemaran tersebut yang menyebar luas ke seluruh dunia. Laporan ini merinci bagaimana susunan polutan kimia yang sangat persisten berakibat buruk pada kehidupan laut dan manusia yang bergantung pada sumber daya laut. Dalam penelitian kali ini terdapat hasil dari penelitian sebelumnya, seperti yang tertuang dalam tabel berikut:
Tabel 2.1 Review Penelitian
No. Judul Peneliti Tahun Hasil Penelitian 1. Toxic
Threats to Homan Health and Marine Life
NTN(National Toxic
Network), Pamela Miller, Dr.Mariann Lloyd Smith
2018 Mengemukakan bahwa laut kini sudah tercemar oleh bahan kimia beracun.
Akibatnya, laut kini diketahui sudah terpapar dampak dari pencemaran tersebut yang menyebar luas ke seluruh dunia.
Fakta itu, membuat kehidupan laut dan
manusia yang sangat bergantung pada sumber daya laut, kini menghadapi ancaman sangat serius.
2. Plastic Particle Pollution and Chemicals
LSM GREEN PEACE
2018 Mengumpulkan sampel air dan salju di benua paling selatan selama pelayaran dari bulan Januari hingga Maret tahun ini. Analisis di laboratorium mengungkapkan jejak manusia di sudut paling terpencil di dunia.
penelitian juga mengungkapkan adanya bahan kimia yang dikenal
sebagai unsur
polyfluorinated alkylated, yang banyak digunakan dalam proses industri dan terkait dengan masalah reproduktif dan pertumbuhan satwa liar.
3. Tumpahan Minyak dan Bahan Kimia Berbahaya Beracun
Pusat Studi Kemaritiman
&
Pembangunan Laut Tropis, Dr.Yudi Nurul Ihsan
2018 Menyimpulkan bahwa tumpahan bahan kimia akan merusak ekosistem laut terutama di wilayah pesisir seperti ekosistem terumbu karang dan lain- lain. Bahan kimia tersebut dapat mengakibatkan gangguan mental, kesehatan dan bahkan menyebabkan kematian.
B.
LANDASAN TEORI
Landasan teori merupakan teori yang relevan yang digunakan untuk menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti dan sebagai dasar
untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang diajukan. Teori yang digunakan bukan sekedar pendapat dari pengarang atau pendapat lain, tetapi teori benar – benar telah teruji kebenarannya.
Dalam landasan teori, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu nama pencetus teori, tahun dan tempat pertama kali, uraian ilmiah teori dan relevansi teori tersebut dengan upaya peneliti untuk mencapai tujuan atau target penelitian.
1. Pengertian Implementasi
Secara umum istilah Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pelaksanaan atau penerapan. Istilah implementasi biasanya dikaitkan dengan suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Konsep implementasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan.
Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu.
Menurut Solichin Abdul Wahab (2001) implementasi adalah tindakan – tindakan yang dilakukan oleh individu atau pejabat – pejabat, kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan terciptanya tujuan – tujuan yang terlah digariskan dalam keputusan kebijakan.
2. Pengertian Pencegahan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pencegahan adalah proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi. Dengan demikian, pencegahan merupakan suatu tindakan.
Pencegahan juga identic dengan para pelaku.
3. Pengertian Pencemaran
Pencemaran lingkungan merupakan satu dari beberapa faktor yang dapat memengaruhi kualitas lingkungan. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pasal 1 ayat (14) menyebutkan: “Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”.
Makhluk hidup, zat, atau energi yg dimasukkan kedalam lingkungan hidup tersebut biasanya merupakan sisa suatu usaha dan/atau kegiatan manusia. Sisa suatu usaha dan kegiatan manusia disebut juga limbah. Karena itu dapat dikatakan bahwa salah satu penyebab pencemaran lingkungan adalah sebagai akibat adanya limbah yang dibuang ke dalam lingkungan sehingga daya dukungnya terlampaui. Pencemaran lingkungan tersebut merupakan sumber penyebab terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat.
4. Pengertian Lingkungan
Lingkungan adalah seluruh faktor luar yang memengaruhi suatu organisme. Faktor-faktor ini dapat berupa organisme hidup (biotic factor) atau variabel-variabel yang tidak hidup (abiotic factor). Dari hal inilah kemudian terdapat dua komponen utama lingkungan, yaitu biotik (makhluk hidup) dan abiotic (energi, bahan kimia, dan lain-lain). Pada hakikatnya keseimbangan alam (balance of nature) menyatakan bahwa
bukan berarti ekosistem tidak berubah. Ekosistem itu sangat dinamis dan tidak statis. Komunitas tumbuhan dan hewan yang terdapat dalam beberapa ekosistem secara gradual selalu berubah karena adanya perubahan komponen lingkungan fisiknya. Tumbuhan dan hewan dalam ekosistem juga berubah karena adanya kebakaran, banjir, erosi, gempa bumi, pencemaran, dan perubahan iklim. Walaupun ekosistem selalu berubah, ia memunyai kemampuan untuk kembali pada keadaan semula selama perubahan itu tidak drastis. Penggunaan istilah
“lingkungan” sering kali digunakan secara bergantian dengan istilah
“lingkungan hidup”. Kedua istilah tersebut meskipun secara harfiah dapat dibedakan, tetapi pada umumnya digunakan dengan makna yang sama, yaitu lingkungan dalam pengertian yang luas, yang meliputi lingkungan fisik, kimia, maupun biologi (lingkungan hidup manusia, lingkungan hidup hewan dan lingkungan hidup tumbuhan). Lingkungan hidup juga memiliki makna yang berbeda dengan ekologi, ekosistem, dan daya dukung lingkungan.
Menurut Munadjat Danusaputro, lingkungan atau lingkungan hidup adalah semua benda dan daya serta kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah-perbuatannya, yang terdapat dalam ruang dimana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad-jasad hidup lainnya. Sementara itu, menurut Otto Soemarwoto, lingkungan hidup diartikan sebagai ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan benda hidup dan tak hidup di dalamnya. Jika disimak berbagai pengertian di
atas, dapat dikatakan bahwa lingkungan memiliki cakupan yang sangat luas. Lebih jelas L.L. Bernard memberikan pembagian lingkungan ke dalam 4 (empat) bagian besar, yakni:
a. Lingkungan fisik atau anorganik, yaitu lingkungan yang terdiri dari gaya kosmik dan fisiogeografis seperti tanah, udara, laut, radiasi, gaya tarik, ombak, dan sebagainya.
b. Lingkungan biologi atau organik, segala sesuau yang bersifat biotis berupa mikroorganisme, parasit, hewan, tumbuhan, termasuk juga disini lingkungan prenatal, dan proses-proses biologi seperti reproduksi, pertumbuhan, dan sebagainya.
c. Lingkungan sosial, dibagi dalam tiga bagian, yaitu :
1) Lingkungan fisiososial yaitu meliputi kebudayaan materiil (alat), seperti peralatan senjata, mesin, gedung, dan lain-lain, 2) Lingkungan biososial, yaitu manusia dan interaksinya terhadap
sesamanya dan tumbuhan beserta hewan domestic dan semua bahan yang digunakan manusia yang berasal dari sumber organic.
3) Lingkungan psikososial, yaitu yang berhubungan dengan tabiat batin manusia seperti sikap, pandangan, keinginan, dan
keyakinan. Hal ini terlihat melalui kebiasaan, agama, ideologi, bahasa, dan lain-lain.
d. Lingkungan komposit, yaitu lingkungan yang diatur secara institusional, berupa lembaga-lembaga masyarakat, baik yang terdapat di daerah kota atau desa.
Rumusan tentang lingkungan hidup sebagaimana RM. Gatot P.
Soemartono mengutip pendapat para pakar sebagai berikut: “secara umum lingkungan diartikan sebagai segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati, dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Batas ruang lingkungan menurut pengertian ini bisa sangat luas, namun praktisnya dibatasi ruang lingkungan dengan faktor-faktor yang dapat dijangkau oleh manusia seperti faktor alam, faktor politik, faktor ekonomi, faktor soasial dan lain lain”.Manusia bersama tumbuhan, hewan dan jasad renik menempati suatu ruang tertentu. Kecuali makhluk hidup, dalam ruang itu terdapat juga benda tak hidup, seperti udara yang terdiri atas bermacam gas, air dalam bentuk uap, cair dan padat, tanah dan batu. Ruang yang ditempati makhluk hidup bersama benda hidup dan tak hidup inilah dinamakan lingkungan hidup. Secara yuridis pengertian lingkungan hidup pertama kali dirumuskan dalam UU No. 4 Tahun 1982 (disingkat UULH-1982) tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang kemudian dirumuskan kembali dalam UU No. 23 Tahun 1997 (disingkat UUPLH- 1997) tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan terakhir dalam UU No. 32 Tahun 2009 (disingkat UUPPLH-2009) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Perbedaan mendasar pengertian lingkungan hidup menurut UUPLH-2009 dengan kedua undangundang sebelumnya yaitu tidak hanya untuk menjaga kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain,
tetapi juga kelangsungan alam itu sendiri. Jadi sifatnya tidak lagi antroposentris atau biosentris, melainkan telah mengarah pada ekosentris.
Berdasarkan pengertian dalam ketiga undang-undang tersebut, jelas bahwa lingkungan hidup terdiri atas dua unsur atau komponen, yaitu unsur atau komponen makhluk hidup (biotik) dan unsur atau komponen makhluk tak hidup (abiotik). Di antara unsur-unsur tersebut terjalin suatu hubungan timbal balik, saling memengaruhi dan ada ketergantungan satu sama lain. Makhluk hidup yang satu berhubungan secara bertimbal balik dengan makhluk hidup lainnya dan dengan benda mati di lingkungannya. Adanya hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya menunjukkan bahwa makhluk hidup dalam kehidupannya selalu berinteraksi dengan lingkungan dimana ia hidup. Makhluk hidup akan memengaruhi lingkungannya, dan sebaliknya perubahan lingkungan akan memengaruhi pula kehidupan makhluk hidup. Ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik tersebut dinamakan ekologi. Kesadaran lingkungan adalah perhatian atau kepedulian masyarakat dunia terhadap lingkungan sebagai akibat terjadinya berbagai masalah lingkungan. Secara umum kesadaran lingkungan telah dimulai sejak tahun 1950-an sebagai akibat terjadinya berbagai kasus lingkungan di dunia. Secara global perhatian terhadapa lingkungan dimulai dikalangan Dewan Ekonomi dan Sosial PBB pada waktu peninjauan terhadap hasil-hasil gerakan Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-1 (1960-1970). Kebijakan lingkungan adalah
kebijakan negara atau pemerintah di bidang lingkungan. Kebijakan lingkungan dengan demikian menjadi bagian dari kebijakan publik.
5. Pengertian Zat Berbahaya
Muatan berbahaya (Dangerous Goods) adalah semua bahan, material dan partikel yang termasuk didalam ketentuan International Maritime Dangerous Goods (IMDG) Code (SOLAS 1974 Bagian A Peraturan 1 Paragraf 2) Muatan berbahaya (Dangerous Goods) adalah barang yang oleh karena sifatnya, jika di dalam penanganan, pekerjaan, penimbunan/penyimpanan tidak mengikuti petunjuk-petunjuk, peraturan-peraturan serta persyaratan yang ada maka dapat menimbulkan bencana/kerugian terhadap manusia, benda dan lingkungan.
Zat berbahaya umum juga disebut dengan zat adiktif, yaitu obat serta bahan-bahan aktif yang apabila dikonsumsi oleh organisme hidup dapat menyebabkan kerja biologi terhambat. Dalam hal ini, penggunaan zat tambahan dalam produk pangan pun menimbulkan beberapa dampak yang mengganggu sistem kerja organ tubuh dalam proses metabolisme, sehingga zat tambahan tersebut termasuk adiktif.
Bahan berbahaya dikenal juga dengan istilah hazardous materials (HAZMAT) atau hazardous substances atau dangerous goods di kalangan internasional. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations Economic and Social Council (ECOSOC) mengeluarkan suatu rekomendasi terkait praktek pengangkutan bahan-bahan berbahaya yang lebih dikenal dengan nama UN Recommendations on the
Transport of Dangerous Goods. Bahan berbahaya atau hazardous material adalah segala zat yang kemungkinan memiliki resiko berbahaya terhadap kesehatan dan keamanan personel operasional atau personel darurat, masyarakat umum, dan/atau lingkungan jika tidak dikontrol dengan baik selama proses perlakuan, penyimpanan, pembuatan, pemrosesan, pengemasan, penggunaan, pembuangan, atau pengangkutan.
Komite Marine Safety pada International Maritime Organization (IMO) yang telah menetapkan Konvensi Safety Of Life At Sea (SOLAS) 1974 menempatkan peraturan barang berbahaya di Chapter VII, yaitu International Maritime Dangerous Goods (IMDG) Code yang diberlakukan di Indonesia dengan pedoman berdasarkan KM No. 17 Tahun 2000. Dimana didalamnya berisi klasifikasi muatan berbahaya, berikut klasifikasi muatan berbahaya berdasarkan IMDG CODE:
a. Kelas 1 Mudah Meledak (Explosive)
1. Divisi 1.1: Zat dan barang yang mudah meledak secara massal 2. Divisi 1.2: Zat dan barang yang memiliki mudah meledak tetapi
bukan ledakan massal
3. Divisi 1.3: Zat dan barang mudah terbakar dengan ledakan kecil 4. Divisi 1.4: Zat dan artikel berbahaya tapi tidak signifikan 5. Divisi 1.5: Barang sangat sensitif timbulkan ledakan massal 6. Divisi 1.6: Barang sangat sensitif tapi tidak timbulkan ledakan
massal b. Kelas 2 Gas
1. Divisi 2.1 : Gas yang mudah terbakar 2. Divisi 2.2 : Gas tidak mudah terbakar 3. Divisi 2.3 : Gas beracun
c. Kelas 3 Zat Cair Mudah Menyala (Flammable Liquid) d. Kelas 4 Zat Padat (Flammabble Solid)
1. Divisi 4.1 : Zat padat mudah terbakar
2. Divisi 4.2 : Zat padat yang dapat terbakar sendiri
3. Divisi 4.3: Zat padat jika terkena air dapat memancarkan gas- gas mudah menyala
e. Kelas 5 Oksidator (Oxidizing Substances) 1. Divisi 5.1 : Bahan beroksidasi
2. Divisi 5.2 : Peroksida organic f. Kelas 6 Zat Beracun (Toxic)
1. Divisi 6.1 : Zat beracun
2. Divisi 6.2 : Zat tajam yang dapat timbulkan infeksi g. Kelas 7 Radioaktif (Radioactive)
h. Kelas 8 Zat Korosif
i. Kelas 9 Bermacam-macam zat berbahaya yaitu zat-zat lain yang menurut pengalaman telah memperlihatkan atau dapat memperlihatkan sifat sedemikian rupa, sehingga ketentuanketentuan tentang barang berbahaya yang harus diterapkan.
Dalam penanganan muatan berbahaya, ada 2 (dua) hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a. Handle carefully (tangani dengan penuh perhatian) Penanganan barang berbahaya di kapal maupun pelabuhan perlu dilakukan dengan hati- hati, karena bisa berdampak beresiko terhadap manusia dan lingkungan. Penggunaan peralatan stevedoring seperti sling, forklift, ganco dan sebagainya harus memenuhi standar yang telah ditetapkan agar tidak merusak muatan.
6. Pengertian Kapal
Kapal adalah kendaraan pengangkut penumpang dan barang di laut, sungai seperti halnya sampan atau perahu yang lebih kecil. Kapal biasanya cukup besar untuk membawa perahu kecil seperti sekoci.
Sedangkan dalam istilah Inggris, dipisahkan antara ship yang lebih besar dan boat yang lebih kecil.
Berabad-abad kapal digunakan oleh manusia untuk mengarungi sungai atau lautan yang diawali oleh penemuan perahu. Biasanya manusia pada masa lampau menggunakan kano, rakit ataupun perahu, semakin besar kebutuhan akan daya muat maka dibuatlah perahu atau rakit yang berukuran lebih besar yang dinamakan kapal. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan kapal pada masa lampau menggunakan kayu, bambu ataupun batang-batang papyrus seperti yang digunakan bangsa mesir kuno kemudian digunakan bahan bahan logam seperti besi/baja karena kebutuhan manusia akan kapal yang kuat.
Untuk penggeraknya manusia pada awalnya menggunakan dayung kemudian angin dengan bantuan layar, mesin uap setelah muncul revolusi Industri dan mesin diesel serta nuklir. Beberapa penelitian
memunculkan kapal bermesin yang berjalan mengambang di atas air seperti Hovercraft dan Aeroplane. Serta kapal yang digunakan di dasar lautan yakni kapal selam.
Berabad abad kapal digunakan untuk mengangkut penumpang dan barang sampai akhirnya pada awal abad ke-20 ditemukan pesawat terbang yang mampu mengangkut barang dan penumpang dalam waktu singkat maka kapal pun mendapat saingan berat. Namun untuk kapal masih memiliki keunggulan yakni mampu mengangkut barang dengan tonase yang lebih besar sehingga lebih banyak didominasi kapal niaga dan tanker sedangkan kapal penumpang banyak dialihkan menjadi kapal pesiar seperti Queen Elizabeth dan Awani Dream.
Beberapa jenis kapal menurut Undang – Undang Pelayaran UU RI No. 17 Tahun 2008 sebagai berikut:
j. Kapal Perang adalah kapal Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang ditetapkan sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang – undangan Pasal 1 (37).
k. Kapal Negara adalah kapal milik Negara digunakan oleh instansi pemerintah tertentu yang diberi fungsi dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan untuk menegakkan hokum serta tugas – tugas pemerintah lainnya. Pasal 1 (38).
l. Kapal Asing adalah kapal yang berbendera selain bendera Indonesia dan tidak dicatat dalam daftar kapal Indonesia. Pasal 1 (39).
Berikut ini kapal berdasarkan kegunaanya (Suwarno) yaitu kapal barang (cargo veseel) atau konvensional. Berdasarkan jenis muatannya, kapal barang dapat dibedakan menjadi tujuh jenis, yaitu :
a. General Cargo Carrier adalah Kapal barang atau kapal kargo adalah segala jenis kapal yang membawa barang-barang dan muatan dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lainnya. Ribuan kapal jenis ini menyusuri lautan dan samudera dunia setiap tahunnya - memuat barang-barang perdagangan internasional. Kapal kargo pada umumnya didesain khusus untuk tugasnya, dilengkapi dengan crane dan mekanisme lainnya untuk bongkar muat, serta dibuat dalam beberapa ukuran. Sesuai dengan tugasnya untuk mengangkat dan menurunkan barang, cargo ships dilengkapi dengan Crane atau alat angkat untuk mendukung proses bongkar muat. Namun, tidak semua cargo ship mempunyai crane, karena jika pelabuhan singgahannya memiliki fasilitas crane, maka tidak perlu lagi dipasangkan crane. Oleh karena itu, pada saat prarancangan, salah satu hal yang paling wajib untuk diketahui yaitu trayek. Karena dengan adanya crane, ruang muat akan menjadi sedikit. Berbeda jika, tidak menggunakan crane, akan menambahan ruang muat.
Catatan terawal mengenai aktivitas pengangkutan laut menyebut pengangkutan barang-barang untuk perdagangan; bukti-bukti sejarah dan arkeologi membuktikan bahwa kegiatan ini sudah meluas pada awal abad ke-1 SM. Keinginan untuk mengoperasikan rute perdagangan untuk jarak yang lebih jauh dan pada lebih
banyak musim memotivasi perbaikan dalam desain kapal pada masa Zaman Pertengahan.
Gambar 2.1 Kapal Cargo
Sumber: https://rust.fandom.com/wiki/Cargo_Ship
b. Bulk Cargo Carrier adalah kapal untuk dagang yang dirancang untuk mengangkut kargo curah unpackaged, seperti contoh batu bara dan semen. Adapun kelebihan dari kapal ini mempunyai daya angkut yang besar. Kapal Pengangkut Barang Curah merupakan kapal barang yang berfungsi untuk mengangkut barang-barang seperti batu bara, semen, biji-bijian, bijih logam, dan sebagainya di dalam sel-sel/rongga-rongga kargo yang terpisah. Kapal ini memiliki spesifikasi mengangkut muatan curah. Dikatakan curah karena cara meletakkan muatan dengan cara mencurahkan/menuangkan butiran/biji-bijian. Produk muatan yang berbentuk curah terdiri dari berbagai macam. Berdasarkan jenis muatannnya kapal bulk carrier terbagi atas beberapa kelompok:
1. Grain carrier (biji tumbuh-tumbuhan)
2. Ore carrier (bijih tambang) 3. Coal carrier (muatan batu bara)
4. Oil-ore carrier (muatan yang diangkut batu bara dan minyak secara bergantian)
5. Coal-ore carrier (memuat batu bara dan bijih besi secara bergantian)
Gambar 2.2 Kapal Curah
Sumber:https://www.kapalaku.com/
c. Kapal Tanker adalah sebuah kapal yang memang di desain secara khusus untuk mengangkut atau membawa minyak, cairan kimia, maupun cairan lainnya. Jenis kapal ini memiliki ciri khusus yaitu memiliki banyak pipa yang berada di atas bagian dek kapal.
Terdapat juga kapal yang memiliki desain bentuk setengah lingkaran di bagian dek kapal yang biasanya di sebut dengan LNG.
Kapal tanker di bekali dengan sistem keselamatan yang tinggi dan telah ditetapkannya. Karena mengingat bahwa kapal ini membawa jenis muatan yang sangat berbahaya bagi manusia dan lingkungan,
jadi harus berhati – hati. Jika terjadi sedikit kesalahan dalam kapal ini, maka akan berakibat sangat fatal bagi pekerja maupun lingkungan sekitar. Seringkali terjadi kejadian – kejadian berbahaya yang di alami oleh pekerja kapal pada saat bekerja di sini, seperti terjadi kebakaran, kebocoran, dan lain sebagainya.
Gambar 2.3 Kapal Tanker
Sumber: cnnindonesia.com
d. Off shore Supply Ship adalah kapal yang dirancang khusus untuk memasok lepas pantai platform minyak dan gas. Kapal-kapal ini panjangnya berkisar antara 50 hingga 100 meter (160 hingga 330 kaki) dan menyelesaikan berbagai tugas. Fungsi utama sebagian besar kapal ini adalah dukungan logistik dan transportasi barang, peralatan, peralatan, dan personel ke dan dari anjungan minyak lepas pantai dan struktur lepas pantai lainnya. Dalam beberapa tahun terakhir, generasi baru kapal pemasok platform memasuki pasar, biasanya dilengkapi dengan sistem pemosisian dinamis Kelas 1 atau Kelas 2 . Kapal pemasok platform mereka termasuk
dalam kategori kapal lepas pantai (OSV) yang luas yang mencakup kapal pemasok platform (PSV), kapal derek (CV) dan kapal stimulasi sumur (WSV), kapal penarik penanganan jangkar (AHTSVs) dan kapal konstruksi lepas pantai (OCV). Kapal lepas pantai yang lebih besar memiliki peralatan canggih yang luas termasuk kendaraan bawah air yang dioperasikan dari jarak jauh (ROV) dan cenderung menampung lebih banyak orang (lebih dari 100).
Gambar 2.4 Kapal Supply
Sumber: Dokumen Pribadi
e. Special Designed Ship adalah kapal laut ini khusus dibangun untuk muatan tertentu, seperti gas. Kapal pengangkut gas berdasarkan gas yang diangkut yaitu Liquid Natural Gas (LNG) dan Liquid Petrolium Gas (LPG). Liquid Natural Gas Carrier (LNGC) adalah kapal yang digunakan oleh industri minyak dan gas lepas pantai untuk mengangkut natural gas yang telah dicairkan (liquified).
Sebuah kapal LNG dirancang untuk menerima hidrokarbon yang
dihasilkan dari platform atau subsea template, menyimpan LNG sampai dapat diturunkan ke kilang minyak yang didistribusikan melalui pipa . LNGC lebih sering digunakan untuk memindahkan LNG dari platform ke kilang minyak, atau kilang ke kilang minyak lainnya.
Gambar 2.5 Kapal LNG
Sumber: candraawiguna.id
f. Kapal container atau kapal cellular container adalah kapal yang dibangun khusus mengangkut kontainer atau peti kemas ukuran standar. Penempatan peti kemas bersifat seluler, dengan bingkai vertikal. Berukuran mulai dari sekitar 500 TEU hingga sekitar 22.000 TEU. Kontainer dapat memuat kontainer ukuran 20 ft dan 40 ft. Setiap kapal umumnya mencantumkan kapasitas angkut maksimumnya untuk masing-masing ukuran kontainer. Kapal peti kemas beroperasi dengan cara yang berbeda dengan Bulker atau General Cargo Ship. Kapal peti kemas melayari rute tertentu secara rutin, atau disebut pola liner. Kapal yang lebih kecil
digunakan sebagai kapal pengumpan (feeder) dari/ke daerah pedalaman di sekitar terminal peti kemas utama. Kapal peti kemas yang lebih besar biasanya gearless dan memiliki kecepatan lebih dari 25 knot sehingga digunakan dalam pelayaran jarak jauh. Sejak digunakan lebih dari 50 tahun yang lalu, ukuran kapal peti kemas semakin membesar, semakin canggih dan semakin efisien. Kapal peti kemas generasi terakhir memiliki panjang hampir 400 meter dengan lebar 55 meter. Mesinnya berbobot 2.300 ton, berat propeller 130 ton, dan jarak antara Brigde dan ruang mesin setara 21 lantai. Dengan dukungan sistem komputer, cukup 13 orang untuk mengoperasikannya. Mampu membawa 11.000 buah peti kemas ukuran 20 ft. Jika kontainer sejumlah itu dimuat truk dan dibariskan, akan didapat antrian sepanjang 71 kilometer.
Gambar 2.5 Kapal Container
Sumber: maritimeworld.web.id 7. Pengertian MARPOL
MARPOL (Marine Pollution) 73/78 adalah Konvensi Internasional Untuk Pencegahan Pencemaran dari Kapal, 1973 yang dimodifikasi
oleh Protokol 1978. MARPOL 73/78 adalah salah satu konvensi lingkungan laut internasional yang paling penting. Konvensi dikembangkan oleh International Maritime Organization dalam upaya meminimalkan pencemaran lautan dan lautan, termasuk pembuangan, pencemaran minyak dan udara. Tujuan dari konvensi ini adalah untuk melestarikan lingkungan laut dalam upaya untuk sepenuhnya menghilangkan polusi oleh minyak dan zat berbahaya lainnya dan untuk meminimalkan tumpahan yang tidak disengaja dari zat tersebut MARPOL asli ditandatangani pada tanggal 17 Februari 1973, namun tidak mulai berlaku pada saat penandatanganan. Konvensi saat ini adalah gabungan dari Konvensi 1973 dan Protokol 1978. Ini mulai berlaku pada tanggal 2 Oktober 1983. Pada bulan April 2016, 154 negara bagian, yang mewakili 98,7 persen tonase pengiriman di dunia, adalah negara pihak dalam konvensi tersebut.
Semua kapal yang ditandai di bawah negara-negara yang merupakan penandatangan MARPOL tunduk pada persyaratannya, terlepas dari di mana mereka berlayar dan negara-negara anggota bertanggung jawab atas kapal-kapal yang terdaftar di bawah negara masing-masing. Aturan- aturan MARPOL dibeberapa negara sudah diberlakukan antara lain :
1. MARPOL Annex I, mulai berlaku pada tanggal 2 Oktober 1983 dan menangani pelepasan minyak ke lingkungan laut. Ini memasukkan kriteria pelepasan minyak yang ditentukan dalam amandemen 1969 terhadap Konvensi Internasional Pencegahan
Pencemaran Laut oleh Minyak (OILPOL) tahun 1954. Ini menentukan fitur desain kapal tanker yang dimaksudkan untuk meminimalkan debit minyak ke laut selama operasi kapal dan jika terjadi kecelakaan. Ini menyediakan peraturan berkenaan dengan perawatan ruang mesin lambung kapal (OWS) untuk semua kapal komersial besar dan pemberat dan limbah pembersih tangki (ODME). Ini juga memperkenalkan konsep "kawasan laut khusus (PPSE)" yang dianggap berisiko terkena polusi oleh minyak.
Pelepasan minyak di dalamnya telah benar-benar dilarang, dengan beberapa pengecualian minimal. Bagian pertama MARPOL Annex I berhubungan dengan limbah ruang mesin. Ada berbagai generasi teknologi dan peralatan yang telah dikembangkan untuk mencegah limbah seperti: Pemisah air berminyak (OWS), Oil Content meters (OCM), dan Fasilitas Penerimaan Pelabuhan. Bagian kedua dari MARPOL Annex I lebih berkaitan dengan membersihkan area kargo dan tangki. Peralatan Pemantauan Discharge Minyak (ODME) adalah teknologi yang sangat penting yang disebutkan dalam MARPOL Annex I yang telah sangat membantu memperbaiki sanitasi di wilayah ini. Buku Catatan Minyak merupakan bagian integral dari MARPOL Annex I. Buku Catatan Minyak membantu anggota awak mencatat dan mencatat limbah air limbah yang berminyak.
2. MARPOL Annex II, mulai berlaku pada tanggal 6 April 1987.
Rincian kriteria pelepasan untuk penghapusan pencemaran oleh zat
cair berbahaya dilakukan dalam jumlah banyak. Ini membagi zat menjadi dan memperkenalkan standar operasional dan ukuran terperinci. Pelepasan polutan hanya diperbolehkan untuk fasilitas penerimaan dengan konsentrasi dan kondisi tertentu. Tidak peduli apa, tidak ada pembuangan residu yang mengandung polutan diperbolehkan dalam jarak 12 mil dari lahan terdekat. Pembatasan yang lebih ketat berlaku untuk "area khusus". Lampiran II mencakup International Bulk Chemical Code (Kode IBC) bersamaan dengan Bab 7 dari Konvensi SOLAS. Sebelumnya, kapal tanker kimia yang dibangun sebelum 1 Juli 1986 harus mematuhi persyaratan Kode untuk Konstruksi dan Peralatan Kapal yang Membawa Bahan Kimia Berbahaya secara Massal (Kode BCH).
3. MARPOL Annex III, mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1992. Ini berisi persyaratan umum untuk standar pengemasan, penandaan, pelabelan, dokumentasi, penyimpanan, pengurangan kuantitas, pembagian dan pemberitahuan untuk mencegah polusi oleh zat-zat bulbol. Lampiran ini sesuai dengan prosedur yang diuraikan dalam Kode Barang Berbahaya Maritim Internasional (IMDG), yang telah diperluas untuk mencakup polutan laut. Perubahan tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1991.
4. MARPOL Annex IV, mulai berlaku pada tanggal 22 September 2003. Ini memperkenalkan persyaratan untuk mengendalikan pencemaran laut dengan limbah dari kapal.
5. MARPOL Annex V, Peraturan untuk Pencegahan Pencemaran oleh Sampah dari Kapal) mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 1988. Ini menentukan jarak dari lahan di mana bahan dapat dibuang dan membagi berbagai jenis sampah dan puing-puing laut.
Persyaratannya jauh lebih ketat di sejumlah "area khusus" tapi mungkin bagian yang paling menonjol dari Lampiran adalah larangan pembuangan plastic ke laut.
6. MARPOL Annex VI mulai berlaku pada tanggal 19 Mei 2005. Ini memperkenalkan persyaratan untuk mengatur polusi udara yang dipancarkan oleh kapal, termasuk emisi zat perusak ozon, Nitrogen Oksida (NOx), Sulfur Oxide (SOx), Senyawa Organik Volatile (VOCs ) dan insinerasi kapal. Ini juga menetapkan persyaratan untuk fasilitas penerimaan limbah dari sistem pembersihan gas buang, insinerator, kualitas bahan bakar minyak, untuk platform off-shore dan rig pengeboran dan untuk pembentukan Area Kontrol Emisi SOx (SECA).
Impelementasi Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Oleh Zat Berbahaya Menurut MARPOL ANNEX II
Diatas Kapal SV. MARVELA 18’
Memahami dan memastikan bahwa penerapan MARPOL ANNEX II telah dilaksanakan guna
pencegahan pencemaran laut
Menentukan Permasalahan
Langkah langkah apa yang dilakukan
untuk mencegah pencemaran laut
karena zat berbahaya?
Bagaimana cara penerapan MARPOL Annex II untuk mencegah
pencemaran laut saat diatas kapal?
Pengolahan Data
Analisis Data
Kesimpulan C.
KERANGKA PENELITIAN
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Didalam penulisan Karya Ilmiah Terapan (KIT) ini, penulis menggunakan metode penulisan deskriptif kualitatif artinya prosedur penelitian berdasarkan data deskriptif, yaitu berupa lisan atau dari sebuah subjek yang telah diamati dan memiliki karakteristik bahwa data yang diberikan merupakan data asli yang tidak diubah serta menggunakan cara yang sistematis dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Menurut Aminuddin (1990) metode deskriptif kualitatif adalah cara kerja penelitian yang menekankan pada aspek pendalaman data demi mendapatkan kualitas dari hasil suatu penelitian. Dengan kata lain, pendekatan kualitatif adalah suatu mekanisme kerja penelitian yang mengandalkan uraian deskriptif kata, atau kalimat, yang disusun secara cermat dan sistematis mulai dari menghimpun data hingga menafsirkan dan melaporkan hasil penelitian.
Pada umumnya penelitian merupakan refleksi keinginan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan yang merupakan kebutuhan dasar manusia sehingga menjadi motivasi untuk melakukan penelitian. Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode deskriptif.
Tujuan dari metode penelitian ini adalah mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian
berjalan dan menyuguhkan apa adanya. Penelitian deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Untuk mendapatkan data-data informasi yang sehubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis akan melakukan penelitian pada saat penulis melaksanakan Praktek Laut (PRALA) diatas kapal SV. MARVELA 18 yang dilaksanakan pada tanggal 09 Agustus 2019 sampai dengan 02 September 2020 (sesuai dengan tanggal on – off board).
2. Tempat Penelitian
Penulis melaksanakan penelitian diatas kapal SV. MARVELA 18, dimana penulis telah melakukan praktek berlayar selama 1 tahun 1 bulan.
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang mencakup beberapa hal, yakni :
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat, yang dilengkapi ketentuan-ketentuan hukum internasional yang terkait dengan perlindungan lingkungan laut dan pencemaran terhadap lingkungan laut, baik yang terdapat dalam perjanjian-perjanjian internasional, undang-undang, maupun aturan-aturan hukum lainnya.
2. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan lebih lanjut tentang perlindungan lingkungan laut dari pencemaran. Seperti hasil-hasil penelitian orang lain, dan hasil karya dari kalangan hukum.
3. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder, contohnya seperti kamus, ensiklopedia, internet dan lain sebagainya.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Observasi
Pengertian paling sederhana dari obervasi adalah pengamatan dengan cara melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya ataupun berperan serta dalam mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara cermat mungkin sampai pada yang sekecil-kecilnya sekalipun. Dalam pengambilan data kali ini penulis mengamati secara langsung kepada pihak - pihak terkait mengenai kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan dinas jaga.
2. Metode Dokumentasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dokumentasi adalah pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi di bidang pengetahuan, artinya dokumentasi adalah mengumpulkan data dan memilah-milah berdasarkan kebutuhan penelitian kemudian mengolahnya menjadi sebuah informasi.
3. Metode Wawancara
Menurut Nur (2013), Wawancara yaitu pengumpulan data dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu. Sedangkan Sugiyono (2012) mendefinisikan bahwa, Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Jadi metode wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan untuk mendapatkan informasi yang benar adanya. Dalam metode wawancara, data-data yang diperoleh adalah bersumber dari seorang ahli ataupun yang berkompeten dalam suatu masalah ataupun pihak-pihak yang bersangkutan dengan materi yang disusun oleh penulis. Adapun dalam penulisan ini, dilakukan wawancara dengan responden Nahkoda, Mualim I, dan Mualim II.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian adalah kegiatan yang terkait dengan upaya memahami, menjelaskan, menafsirkan dan mencari hubungan diantara data-data yang diperoleh. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan memberikan pola, susunan, urutan, klasifikasi, pentemaan dan sebagainya sehingga data-data tersebut dapat dipahami dan ditafsirkan.
Analisis dalam bentuk ini lebih pada upaya peneliti untuk menguraikan data secara sistematis, terpola sehingga menghasilkan satu pemahaman yang baik dan utuh.
Teknik yang digunakan oleh penulis dalam mengerjakan karya ilmiah ini adalah metode deskriptif kualitatif. Data diperoleh dari berbagai sumber. dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (triagulasi), dan dilakukan secara terus-menerus sampai datanya jenuh. Analisis data kualitatif bisa diartikan sebagai upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya dan mencari apa yang penting dan apa yang dapat dipelajari. Berdasarkan dari penjelasan diatas, bisa disimpulkan langkah-langkah yang akan dilakukan yaitu:
a. Data yang terkumpul dikategorikan dan dipilah-pilah menurut jenis datanya.
b. Melakukan seleksi terhadap data yang dianggap data inti yang berkaitan langsung dengan permasalahan dan yang hanya merupakan data pendukung.
c. Menelaah, mengkaji dan mepelajari lebih dalam data tersebut kemudian melakukan interprestasi data untuk mencari solusi dalam permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Pada penelitian deskriptif kualitatif ini, analisis data dilakukan semenjak awal penelitian. Pengamatan dilaksanakan di kapal yang telah ditempati saat PRALA.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Rachmat Benny, 1999, Kebijaksanaan, Strategi, dan Program Pengendalian Pencemaran dalam Pengelolaan PesisirdanLaut, Prosiding Seminar Sehari Teknologi dan Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pesisir dan Laut, Bandung:
Jurusan Teknologi Lingkungan ITB.
Aminuddin, R. 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif. Malang:
HISKT Komisariat Malang dan YA3
Casson, Louisa. 2018. Plastic Particle Pollution and Chemicals.
https://www.voaindonesia.com/a/polusi-partikel-plastik-dan- bahan
-kimia-menyebar-luas-di-antartika/4432317.html
Ir. Ginting Perdana, Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri, penerbit Yrama Widya, Bandung tahun 2007
Kusumaatmadja, Mochtar, 1992,Perlindungan Dan Pelestarian Lingkungan Laut Dilihat Dari Sudut Hukum Internasional, Regional, Sinar Grafika dan Pusat Studi Wawasan Nusantara, Jakarta
Lloyd-Smith, Mariann. 2018. Ocean Pollutants Guide: Toxic Threats to Human Health and Marine Life.
Marpol 73/78. International Convention For The Prevention Of Pollution From Ships
Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. : PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Nelson, P. (2000). Australia's National Plan to Combat Pollution of the Sea by Oil and Other Noxious and Hazardous Substances–Overview and Current Issues. Spill Science & Technology Bulletin, 6(1), 3-11.
Nurul, Agus K. 2013. Dampak Pencemaran Laut.
http://agusnurul.blogspot.com/2011/02/marine-pollution- pencemaran-laut-tugas.html.
Nurul, Ihsan Yudi. 2018. Tumpahan Minyak dan Bahan Kimia Beracun https://www.portonews.com/2017/oil-and-chemical-
spill/tumpahan-minyak-kimia-kerusakan-yang-ditimbulkannya/