HUBUNGAN PENGETAHUAN SUAMI DENGAN SELF EFFICACY PENANGANAN KEGAWATDARURATAN OBSTETRI PADA
IBU DI IGD PUSKESMAS GROGOL SUKOHARJO
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
DISUSUN OLEH : YAYANG CAESAR TINAWA
NIM. S17054
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2021
ii
SURAT PERYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Yayang Caesar Tinawa NIM : S17054
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di Universitas Kusuma Husada Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.
2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji.
3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Surakarta, 04 Oktober 2021 Yang membuat pernyataan,
(Yayang Caesar Tinawa) NIM. S17054
iii
Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Self Efficacy Suami Dengan Tindakan Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri Pada Ibu di IGD Puskesmas Grogol Sukoharjo“.
Skripsi ini di ajukan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di Universitas Kusuma Husada Surakarta. Peneliti menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti dengan segala kerendahan hati, ingin menyampaikan terimakasih dan rasa hormatkepada
1. Ns. Setiyawan, M.Kep selaku rektor Universitas Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan peneliti untuk menyusun skripsi ini.
2. Ns. Atiek Murharyati, M.Kep selaku dekan Fakultasi llmu kesehatan Universitas Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan peneliti untuk menyusun skripsi ini.
3. Ns. Yunita Wulandari, M.Kep selaku ketua program studi Sarjana Keperawatan Universitas Kusuma Husada Surakarta dan pembimbing utama yang telah memberikan kesempatan peneliti untuk menyusun skripsi ini dan memberikan motivasi, semangat, membimbing dengan penuh kesabaran, tanggung jawab dan arahan.
4. Ns.Intan Batubara, M.Kep., MSN selaku pembimbing pendamping yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, tanggungjawab dan arahan sampai tersusunnya skripsi ini
iv
5. Kepala Puskesmas Grogol yang telah bersedia memberikan izin sebagai tempat studi pendahuluan
6. Kedua orang tua saya yang telah senantiasa memberikan dukungan serta doanya selama penyusunan skripsi ini
7. Teman - teman mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan Universitas Kusuma Husada Surakarta yang telah senantiasa menjadi teman seperjuangan.
Akhir kata penulis berharap semoga dengan doa dukungan, dan nasihat yang telah diberikan, dapat bermanfaat bagi penulis untuk menjadi orang yang lebih baik, dan semoga dengan disusunnya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, 04 Oktober2021
Yayang Caesar Tinawa NIM.S17054
v
KATA PENGANTAR...iv
DAFTAR ISI...vi
DAFTAR TABEL...vii
DAFTAR GAMBAR...viii
DAFTAR LAMPIRAN...ix
DAFTAR SINGKATAN...x
ABSTRAK...xi
ABSTRACT...xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1
1.2 Rumusan masalah...6
1.3 Tujuan penelitian...6
1.4 Manfaat penelitian...7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori...9
2.1.1 Kegawatdaruratan Obstetri...9
2.1.2 Pengetahuan...18
2.1.3 Self Eficacy Suami...25
2.2 Kerangka Teori...32
2.3 Kerangka Konsep...33
2.4 Hipotesis...33
2.5 Keaslian Penelitian ...34
BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan penelitian...36
3.2 Tempat dan Waktu penelitian ...36
3.3 Populasi Sampel dn Teknik Sampling ...40
3.4 Variabel Penelitian , Definisi Oprasional dan Skala Pengukuran...40
3.5 Instrumen Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ...41
3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data ...46
3.7 Etika Penelitian ...49
BAB IV HASIL PNELITIAN 4.1 Analisa Univariat...51
4.2 Analisa Bivariat...54
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Hasil Analisa Univariat...55
5.2 Hasil Analisa Bivariat...58
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan...72
6.2 Saran...74 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
2
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Keterangan Tabel Halaman
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian 34
Tabel 3.1 Definisi Operasional 41
Tabel 3.2 Tingkat keandalan Alpha Croanbach 44
Tabel 3.3 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi 49 Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden (n=30) 51 Tabel 4.2 Hubungan Pengetahuan dengan Self Efficacy
Penanganan
Kegawatdaruratan Obstetric (n=30) 54
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Keterangan Gambar Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori 32 Gambar 2.2 Kerangka Konsep 33
vii
4
DAFTAR LAMPIRAN
No lampiran Keterangan
1. Usulan Topik Penelitian (F01)
2. Pernyataan Pengajuan Judul Skripsi (F02) 3. Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan (F04) 4. Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan
5. Surat Jawaban Permohonan Ijin Studi Pendahuluan 6. Lembar Opponent
7. Lembar Audience
8. Surat Permohonan Validitas 9. Balasan Surat EC
10. Surat Permohonan Ijin Penelitian 11. Surat Balasan Ijin Penelitian 12. Surat Permohonan Responden
13. Surat Balasan Ijin Penelitian Responden (Inform Concent) 14. Kuesioner
15. Hasil Validitas 16. Hasil SPSS
17. Lembar Dokumentasi 18. Lembar Konsultasi 19. Log Book
viii
ix
DAFTAR SINGKATAN
AKI : Angka Kematian Ibu IGD : Intalasi Gawat Darurat
KET : Kehamilan Ektopik Terganggu
PONED : Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar SDM : Sumber Daya Manusia
WHO : World Health Organization
x
6
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2021 HUBUNGAN PENGETAHUAN SUAMI DENGAN SELF
EFFICACY PENANGANAN KEGAWATDARURATAN OBSTETRI PADA IBU DI IGD PUSKESMAS GROGOL SUKOHARJO Yayang Caesar Tinawa1), Yunita Wulandari2,) Intan Batubara3)
1)Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Universitas Kusuma Husada Surakarta
2,3) Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Universitas Kusuma Husada Surakarta
[email protected] ABSTRAK
Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kesakitan yang berat, bahkan kematian maternal dan janinnya. Keluarga terutama suami memegang peranan penting dalam perawatan kehamilan pada ibu hamil yang dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian pada waktu masa kehamilan atau saat persalinan.
Seseorang dalam melakukan perannya dibutuhkan pengetahuan dan self efficacy untuk menggunakan potensi dirinya secara optimal. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Self-efficacy adalah penilaian individu tentang kemampuan dirinya mengorganisasikan dan menjelaskan serangkaian tindakan yang diperlakukan untuk mencapai berbagai bentuk kinerja yang telah ditetapkan.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Jenis penelitian ini adalah descriptif corelational dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh suami yang mendampingi istrinya ke IGD Puskesmas Grogol Sukoharjo. Penelitian ini dilakukan IGD Puskesmas Grogol Sukoharjo yang dilakukan pada bulan Juli 2021. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non probability sampling. dengan jumlah sampel 30 responden. Uji Analisis data menggunakan uji Spearman rank.
Hasil dari uji Spearman rank hubungan pengetahuan dengan self efficacy penanganan kegawatdaruratan obstetri didapatkan hasil bahwa nilai p value 0,000 (p<0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara Pengetahuan dengan Self Efficacy Penanganan Kegawatdaruratan Obstetric. Hasil koefisien corelasi didapatkan 0,613 yang artinya mempunyai kekuatan corelasi yang kuat. Nilai corelasi bernilai positif maka hubungan kedua variabel searah, yang berarti variabel pengetahuan mempunyai pengaruh yang baik terhadap self efficacy.
Kata Kunci : Kegawatdaruratan Obstetri, Pengetahuan, Self Efficacy Suami.
Daftar Pustaka : 66 (2011 – 2021
BACHELOR’S DEGREE PROGRAM IN NURSING AND NERS PROFESION UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2021
THE CORRELATION BETWEEN HUSBAND'S KNOWLEDGE AND SELF EFFICACY OF OBSTETRIC EMERGENCY MANAGEMENT
ON WOMEN IN ER OF PUSKESMAS GROGOL SUKOHARJO Yayang Caesar Tinawa1), Yunita Wulandari2), Intan Batubara3) Students of the Undergraduate Nursing Study Program and Ners Profession of
Universitas Kusuma Husada Surakarta
2.3) Lecturers of the Undergraduate Nursing Study Program and Ners Profession of Universitas Kusuma Husada Surakarta
[email protected] ABSTRACT
Obstetric emergency cases are obstetric cases which if not treated immediately will result in severe pain, even death of the mother and fetus.
Families, especially husband, play an important role in prenatal care for pregnant women, which aims to prevent complications and death during pregnancy or during delivery. A person in carrying out his role requires knowledge and self- efficacy to use his potential optimally. Knowledge is the result of knowing, and this occurs after people have sensed a certain object. Self-efficacy is an individual's assessment toward his own ability to organize and explain a series of actions to achieve various forms of performance that have been determined.
This study applies quantitative methods. This type of study is descriptive correlational with a cross sectional research design. The population in this study are all husbands whose wives are brought to the ER of Puskesmas Grogol Sukoharjo. This study is carried out in the ER of Puskesmas Grogol Sukoharjo in July 2021. The instrument used is a questionnaire. Sampling in this study applies non-probability sampling. with a sample of 30 respondents. Test Data analysis applies Spearman rank test.
The results of the Spearman rank test of the correlation between knowledge and self-efficacy in handling obstetric emergencies indicate that the p value is 0.000 (p <0.05), therefoe, Ho is rejected and Ha is accepted, which means that there is a significant correlation between Knowledge and Self-Efficacy in Obstetric Emergency Management. The correlation coefficient result shows 0.613 which means that it has a strong correlation. The correlation value is positive, so the relationship between the two variables is unidirectional, which means that the knowledge variable has a good effect on self-efficacy.
Keywords: Emergency Obstetrics, Knowledge, Husband's Self Efficacy.
xi
8
Bibliography : 66 (2011 – 2021
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator paling sensitif untuk menilai derajat kesehatan dan kualitas hidup suatu bangsa.. Kegawatdaruratan obstetri merupakan penyebab utama kematian maternal dan perinatal, yang menurut Rochjati terbagi menjadi 3 kelompok faktor risiko, yaitu APGO (Ada Potensi Gawat Obstetri), AGO (Ada Gawat Obstetri), dan AGDO (Ada Gawat Darurat Obstetri) (Laili, Nugraha & Garna, 2015). Data yang diperoleh UNICEF (2019) didapatkan pada tahun 2017 lebih dari 290.000 perempuan meninggal akibat komplikasi kehamilan dan kelahiran (UNICEF, 2019).
Angka kematian ibu diseluruh dunia setiap hari 830 ibu dan di Indonesia setiap hari 38 ibu, dan 305 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2019).
Dijawa tengah pada tahun 2019 terdapat 416 kasus angka kematian ibu, baik itu karena masalah kehamilan ataupun kelahiran dengan kasus AKI tertinggi adalah kabupaten brebes sebanyak 37 kasus, grobogan 36 kasus, banjarnegara 22 kasus (Dinkes Jateng, 2019). Berdasarkan laporan rutin yang diterima dari bidan desa dan rumah sakit pada tahun 2019 terdapat 10 kematian ibu dengan penyebab kegawatdaruratan obstetri diwilayah kabupaten sukoharjo dengan kasus eklamsi, perdarahan, help syndrom, enselopati metabolik, dan emboli (Dinkes Sukoharjo, 2019).
1
2
Meskipun AKI mengalami penurunan, namun masih tingginya angka kematian menunjukkan bahwa masalah kesehatan ibu selama kehamilan dan persalinan masih perlu upaya yang lebih intensif. Kegawatdaruratan pada ibu hamil dapat dilihat mulai dari trimester I yaitu perdarahan, muntah terus dan tidak bisa makan pada kehamilan, selaput kelopak mata pucat dan demam tinggi. Trimester II tanda bahaya yaitu demam tinggi, bayi kurang bergerak seperti biasa dan selaput kelopak mata pucat sedangkan pada trimester III yaitu perdarahan pervagina, sakit kepala yang hebat, penglihatan kabur, bengkak di muka atau tanganjanin kurang bergerak seperti biasa, pengeluaran cairan pervagina(Ketuban Pecah Dini), kejang, dan dan selaput kelopak mata pucat (Farichah, Sartono & Damayanti, 2013). Penatalaksanaan manajemen kegawatdaruratan dapat menjadi cara dalam penurunan AKI yaitu dengan memberikan penyediaan fasilitas kesehatan yang baik melalui program Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) (Mirkuzie et al. 2014).
PBB merekomendasikan bahwa harus ada setidaknya lima fasilitas pelayanan kegawatdaruratan dasar per 500.000 penduduk menyediakan semua saran dengan fungsi yang baik (Roy, Biswas dan Chowdhury, 2017). Beberapa cara untuk meningkatkan penatalaksanaan manajemen kegawatdaruratan obstetri dengan memenuhi kriteria PONED berdasarkan standar kerja manajemen yaitu tersedianya sumber daya fisik yang layak seperti perlengkapan, peralatan dan adanya obat yang memadai serta SDM atau staf terlatih untuk kompeten mendiagonasa dan penanganan komplikasi(Tembo et
al, 2017). Selain itu advokasi untuk infrastruktur pengiriman ke fasilitas pelayanan dan penguatan kapasitas bagi penyedia kesehatan melalui Sumber Daya Manusia untuk program pelatihan kesehatan (Niyitegeka et al, 2017).
Hasil penelitian Liberata & Sulistyaningsih (2020) mengatakan terdapat lima hambatan yaitu transportasi dan rujukan, sarana prasarana yang kurang, mutu sumber daya manusia yang rendah serta perawatan dan keterampilan yang kurang.
Penyebab AKI disebabkan komplikasi kebidanan yang tidak ditangani baik dan tepat waktu. Komplikasi kematian ibu 75% disebabkan perdarahan, infeksi, hipertensi kehamilan, partus lama dan aborsi (WHO, 2018). Selain itu penyebab lainnya terjadi karena tiga terlambat yaitu terlambat mengambil keputusan, terlambat mengakses pelayanan dan terlambat mendapatkan pelayanan yang tepat saat tiba di fasilitas kesehatan rujukan (Knight et al, 2013). Hasil penelitian Diflayzer, Syahredi & Nofita (2015) didapatkan faktor kegawatdaruratan maternal dan neonatal mayoritas disebabkan keterlambatan rujukan sebesar 56,1%. Terkait dengan keterlambatan ketiga, terdapat beberapa faktor penyebab terlambatnya mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan rujukan. Faktor-faktor tersebut antara lain rendahnya sumber daya manusia (jumlah dan kompetensi tenaga kesehatan), sarana dan prasarana yang tidak memadai, tidak adanya prosedur penanganan yang jelas, dan penolakan tindakan dari pasien dan keluarga (Fadillah dkk, 2017). Hasil penelitian Mindarsih (2017) mengatakan semakin ada dukungan keluarga semakin sikapnya positif dalam memutuskan penanganan kegawatdaruratan maternal neonatal.
4
Keluarga sebagai support system yang utama dibutuhkan untuk mengembangkan koping yang efektif untuk beradaptasi menghadapi stressor terkait penyakit, baik fisik, psikologis maupun sosial (Setiadi, 2012). Keluarga terutama suami memegang peranan penting dalam perawatan kehamilan pada ibu hamil yang dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian pada waktu masa kehamilan atau saat persalinan (Imroatul & Nurul, 2018).
Seseorang dalam melakukan perannya dibutuhkan self efficacy untuk menggunakan potensi dirinya secara optimal (Rustika,2012). Self-efficacy adalah penilaian individu tentang kemampuan dirinya mengorganisasikan dan menjelaskan serangkaian tindakan yang diperlakukan untuk mencapai berbagai bentuk kinerja yang telah ditetapkan. Efikasi diri dipandang sebagai aspek mental yang menjembatani antara ilmu pengetahuan dengan tindakan (Rustika, 2012). Menurut Purwanti (2013) efikasi diri akan mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir, merasa, memotivasi dirinya, dan bertindak. Menurut Rondhianto (2012) jika seseorang hanya memiliki pengetahuan, sikap,dan keterampilan tertentu tanpa adanya efikasi diri yang tinggi maka kecil kemungkinan seseorang tersebut akan melakukan tindakan atau perilaku tersebut.
Hasil penelitian Sudirman, Puspitawati & Muflikhati (2019) didapatkan rata-rata peran suami pada saat istri hamil dan melahirkan berada pada kategori self efficacy rendah, terutama pada dimensi peran domestik dan peran sosial.
Penelitian Fayakun & Ismarwati (2017) sebanyak 32 sampel perempuan didapatkan peran dukungan suami memberikan dorongan semangat merupakan
hal yang penting dalam proses persuasi verbal untuk meningkatkan efikasi diri istri untuk menjalani masa menopausenya, akan tetapi dibutuhkan keterampilan untuk dapat berhasil. Hasil penelitian Aulia (2014) mengatakan suami sebagai kepala keluarga memiliki cara mereka sendiri dalam menghadapi masalah atau menjalani proses efikasi diri, hal ini didorong oleh latar belakang dari setiap subjek serta dorongan dari orang-orang terdekat subjek.
Hasil studi pendahuluan pada tanggal 1 Juni 2021 didapatkan kasus kegawatdaruratan di IGD Puskesmas Grogol Sukoharjo, dari bulan maret sampai dengan mei jumlah ibu yang mengalami gangguan kehamilan adalah 66 orang, dengan kasus paling banyak pre eklamsi dan asma. Ibu yang mengalami gangguan kelahiran berjumlah 30 orang dengan kasus pre eklamsi, perdarahan, dan atonia uteri. Jumlah ibu yang datang ke IGD tahun 2020 sebanyak 104 ibu bersalin. Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat dan bidan mengatakan suami dalam memutuskan tindakan lebih lanjut untuk ibu bersalin seperti merujuk ke Rumah Sakit kebanyakan tidak bisa memutuskan sendiri masih meminta saran anggota keluarga yang lain. Hal ini jadi memperhambat tindakan yang harus diberikan secara cepat. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “hubungan pengetahuan suami dengan self efficacy penanganan kegawatdaruratan obstetri pada ibu di IGD Puskesmas Grogol Sukoharjo”.
6
1.2. Rumusan Masalah
Angka kematian ibu (AKI) disebabkan oleh terjadinya kegawatdaruratan obstetri. Hal ini terjadi karena komplikasi kebidanan yang tidak ditangani baik dan tepat waktu. Penolakan tindakan dari pasien dan keluarga menjadi salah satu faktor penyebab terlambatnya mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan rujukan. Keluarga terutama suami menjadi support system ibu yang akan menjalani persalinan. Suami memegang peranan penting dalam perawatan kehamilan pada ibu hamil yang dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian pada waktu masa kehamilan atau saat persalinan Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka dapat disusun rumusan masalahsebagai berikut:”bagaimana hubungan self efficacy suami dengan tindakan penanganan kegawatdaruratan obstetri pada ibu di IGD Puskesmas Grogol Sukoharjo?”.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menganalisis hubungan pengetahuan suami dengan self efficacy penanganan kegawatdaruratan obstetri pada ibu di IGD Puskesmas Grogol Sukoharjo.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik responden seperti usia, riwayat paritas, riwayat abortus, pendidikan dan pekerjaan di IGD Puskesmas Grogol Sukoharjo
2. Mengidentifikasi self efficacy suami tentang kegawatdaruratan obstetri di IGD Puskesmas Grogol Sukoharjo.
3. Mengidentifikasi pengetahuan suami tentang kegawatdaruratan obstetri pada ibu di IGD Puskesmas Grogol Sukoharjo.
4. Menganalisis hubungan pengetahuan suami dengan self efficacy kegawatdaruratan obstetri pada ibu di IGD Puskesmas Grogol Sukoharjo
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Keluarga
Penelitian ini bermanfaat untuk membantu menilai self efficacy suami untuk memutuskan tindakan penanganan kegawatdaruratan obstetri pada ibu hamil sehingga tindakan keperawatan yang diberikan pada ibu hamil tidak akan terhambat.
1.4.2 Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam menyusun suatu program asuhan keperawatan dalam rangka pencapaian self efficacy suami dan tindakan penanganan kegawatdaruratan obstetri pada ibu hamil
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Bagi pendidikan dan perkembangan ilmu keperawatan, hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu kajian dan landasan untuk meningkatkan self efficacy suami yang dapat direkomendasikan di lahan praktek dalam upaya penanganan kegawatdaruratan obstetri pada ibu hamil
8
1.4.4 Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan bentuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama masa perkuliahan mengenai praktik pelayanan keperawatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Kegawatdaruratan Obstetri a. Definisi
Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kesakitan yang berat, bahkan kematian maternal dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab langsung kematian maternal, janin, dan bayi baru lahir. Dari sisi obstetri, empat penyebab utama kematian maternal, janin, dan bayi baru lahir adalah perdarahan, infeksi dan sepsis, hipertensi dan preeklampsia/eklampsia, serta persalinan macet (distosia). Persalinan macet hanya terjadi pada saat persalinan berlangsung, sedangkan ketiga penyebab lain dapat terjadi dalam kehamilan, persalinan, dan masa nifas yang dimaksudkan dengan kasus perdarahan di sini termasuk kasus perdarahan yang diakibatkan oleh perlukaan jalan lahir dan ruptura uteri. Selain keempat penyebab kematian utama tersebut, masih banyak jenis kasus gawat darurat obstetri baik yang terkait langsung dengan kehamilan dan persalinan, misalnya emboli air ketuban, maupun yang tidak terkait langsung dengan kehamilan dan persalinan, misalnya luka bakar, syok anafilaktik karena obat, dan cedera akibat kecelakaan lalu lintas (Saifuddin, 2014)
9
10
b. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik kasus gawat darurat tersebut berbeda-beda dalam rentang yang cukup luas menurut Saifuddin, (2014) antara lain :
1. Kasus perdarahan dapat bermanifestasi mulai dari perdarahan berwujud bercak, merembes, profus, sampai syok.
2. Kasus infeksi dan sepsis dapat bermanifestasi mulai dari pengeluaran cairan pervaginam yang berbau, air ketuban hijau, demam, sampai syok.
3. Kasus hipertensi dan preeklampsia/eklampsia dapat bermanifestasi mulai dari keluhan pusing atau nyeri kepala, bengkak, penglihatan kabur, kejang-kejang, sampai koma, pingsan atau tidak sadar.
4. Kasus persalinan macet lebih mudah dikenal yaitu apabila kemajuan persalinan tidak berlangsung sesuai dengan batas waktu yang normal.
Kasus persalinan macet ini dapat merupakan manifestasi ruptura uteri.
5. Kasus gawat darurat yang lain bermanifestasi klinik sesuai dengan penyebabnya.
Mengenal kasus gawat darurat obstetri secara dini sangat penting agar pertolongan yang cepat dan tepat dapat dilakukan. Mengingat manifestasi klinik kasus gawat darurat obstetri yang berbeda-beda dalam rentang yang cukup luas, mengenal kasus gawat darurat obstetri tidak selalu mudah dilakukan. Hal tersebut bergantung pada pengetahuan, kemampuan daya pikir dan daya analisis, serta pengalaman tenaga penolong. Kesalahan atau kelambatan dalam menentukan kasus dapat berakibat fatal. Prinsipnya
adalah setiap kasus yang dihadapi harus dianggap sebagai gawat darurat atau setidaknya dianggap berpotensi gawat darurat sampai setelah penatalaksanaan selesai kasus itu ternyata bukan kasus gawat darurat (Saifuddin, 2014)
c. Kematian Maternal
Kematian maternal atau kematian ibu adalah kematian seorang ibu sewaktu hamil atau dalam waktu 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak bergantung pada tempat atau usia kehamilan. Indikator yang umum digunakan dalam kematian maternal adalah AKI (Maternal Mortality Ratio) yaitu jumlah kematian maternal dalam 100.000 kelahiran hidup.
Angka ini mencerminkan risiko obstetrik yang dihadapi seorang wanita sewaktu ia hamil. Jika wanita tersebut hamil beberapa kali, risikonya meningkat dan digambarkan sebagai risiko kematian maternal sepanjang hidupnya, yaitu probabilitas menjadi hamil dan probabilitas kematian karena kehamilan sepanjang masa reproduksi (Saifuddin, 2014).
Kematian maternal sebagai kematian seorang wanita ketika sedang hamil hingga setelah 42 hari setelah terminasi kehamilan tanpa melihat usia dan tempat kehamilan dari semua penyebab yang ditimbulkan atau diperburuk oleh adanya kehamilan atau asuhan kehamilan, tetapi tidak disebabkan oleh kecelakaan. Definisi ini membuat identifikasi kematian maternal didasarkan pada penyebabnya, yaitu langsung dan tidak langsung.
Kematian maternal langsung disebabkan oleh karena komplikasi obstetrik dari suatu kosekuensi adanya kehamilan (sebagai contoh hamil,bersalin,
12
dan nifas), intervensi di dalamnya, omissions, penatalaksanaan yang tidak benar, atau serangkaian kejadian yang diakibatkan oleh salah satu hal di atas. Kematian yang disebabkan oleh, misalnya, perdarahan obstetrik atau gangguan tekanan darah kehamilan, atau karena komplikasi anastesia, atau SC diklasifikasikan dalam kematian maternal langsung. Kematian maternal tidak langsung adalah kematian yang disebabkan oleh penyakit yang telah ada sebelum kehamilan terjadi atau dari penyakit yang berkembang selama kehamilan dan tidak ada kaitannya dengan penyebab obstetrik namun diperburuk oleh efek fisiologi yang timbul akibat kehamilan, contohnya adalah kematian akibat penyakit jantung atau ginjal (WHO, 2014). Adanya faktor risiko dapat menimbulkan komplikasi sehingga perlu dilakukan persalinan tindakan seperti ekstraksi vakum, forsep, atau SC untuk menyelamatkan jiwa ibu dan bayi (Berliana, 2014)
d. Komplikasi Kehamilan
Komplikasi kehamilan merupakan penyebab langsung kematian maternal.
Komplikasi kehamilan yang sering terjadi yaitu perdarahan, preeklamsia / eklamsia, dan infeksi sebagai berikut :
1. Perdarahan
Sebab – sebab perdarahan yang berperan penting dalam menyebabkan kematian maternal selama kehamilan adalah perdarahan, baik yang terjadi pada usia kehamilan muda / trimester pertama, yaitu perdarahan karena abortus (termasuk di dalamnya adalah abortus provokatus karena kehamilan yang tidak diinginkan) dan perdarahan karena
kehamilan ektopik terganggu (KET), maupun perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut akibat perdarahan antepartum. Penyebab perdarahan antepartum pada umumnya adalah plasenta previa dan solusio plasenta (Saifudin, 2014).
a) Perdarahan karena abortus
Abortus adalah keadaan dimana terjadi berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan, atau keluarnya janin dengan berat kurang dari 500 gram atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Perdarahan pada abortus dapat disebabkan oleh abortus yang tidak lengkap atau cedera pada organ panggul atau usus (Stovall & Cord, 2012). Insidensi abortus dipengaruhi oleh usia ibu dan sejumlah faktor yang terkait dengan kehamilan, termasuk riwayat jumlah persalinan normal sebelumnya, jumlah abortus spontan yang terjadi sebelumnya, apakah pernah terjadi lahir mati (stillbirth). Selain itu, risiko ini dipengaruhi juga oleh ada atau tidaknya fasilitas kesehatan yang mampu memberikan pelayanan maternal yang memadai, kemiskinan, keterbelakangan dan sikap kurang peduli, sehingga dapat menambah angka kejadian abortus (abortus tidak aman).
b) Perdarahan karena kehamilan ektopik terganggu
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi dan tumbuh di luar endometrium cavum uteri. Kehamilan ektopik penyebab penting dari kesakitan dan kematian maternal, karena tempat
14
tumbuh janin yang abnormal ini mudah mengakibatkan gangguan berupa ruptur tuba, karena janin semakin membesar di tempat yang tidak memadai (biasanya terjadi pada kehamilan 6 – 10 minggu).
Hal ini akan mengakibatkan perdarahan yang terkumpul dalam rongga perut dan menimbulkan rasa nyeri setempat atau menyeluruh yang berat, disertai pingsan dan syok. Tanpa pengobatan, kehamilan ektopik dapat menjadi fatal hanya dalam waktu beberapa jam, sehingga mengancam kehidupan ibu.
kehamilan ektopik terganggu merupakan penyebab utama kematian yang berhubungan dengan kehamilan pada trimester pertama dan merupakan 9 - 10% penyebab kematian maternal akibat komplikasi kehamilan (Cunningham, 2012).
c) Perdarahan antepartum
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam yang terjadi pada kehamilan antara 28 minggu sampai sebelum bayi lahir.
Penyebab perdarahan antepartum yang berbahaya pada umumnya bersumber pada kelainan plasenta, yaitu plasenta previa dan solusio plasenta, sedangkan perdarahan antepartum yang tidak bersumber pada kelainan plasenta, misalnya perdarahan akibat kelainan pada serviks uteri dan vagina (trauma, erosio porsionis uteri, polipus servisis uteri, varises vulva) pada umumnya tidak seberapa berbahaya, karena kehilangan darah yang terjadi relatif sedikit dan tidak membahayakan nyawa ibu dan janin, kecuali perdarahan
akibat karsinoma invasif cervisis uteri (Wibowo & Rachimhadhi, 2014).
2. Pre eklamsia / eklamsia
Kehamilan dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pada wanita yang sebelum kehamilannya memiliki tekanan darah normal (normotensi) atau dapat memperberat keadaan hipertensi yang sebelumnya telah ada (Cunningham, 2012). Hipertensi pada kehamilan merupakan keadaan pada masa kehamilan yang ditandai dengan terjadinya kenaikan tekanan darah lebih dari 140 / 90 mmHg atau kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 30 mmHg dan atau diastolik lebih dari 15 mmHg.
Tanda khas preeklamsia adalah tekanan darah yang tinggi, ditemukannya protein dalam urin dan pembengkakan jaringan (edema) selama trimester kedua kehamilan. Pada beberapa kasus, keadaan tetap ringan sepanjang kehamilan, akan tetapi pada kasus yang lain, dengan meningkatnya tekanan darah dan jumlah protein urin, keadaan dapat menjadi berat. Terjadi nyeri kepala, muntah, gangguan penglihatan, dan kemudian anuria. Pada stadium akhir dan paling berat terjadi eklamsia, pasien akan mengalami kejang. Jika preeklamsia / eklamsia tidak ditangani secara cepat, akan terjadi kehilangan kesadaran dan kematian maternal karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau perdarahan otak (Wibowo & Rachimhadhi, 2014).
3. Infeksi pada kehamilan
Infeksi pada kehamilan adalah infeksi jalan lahir pada masa kehamilan,
16
baik pada kehamilan muda maupun tua. Infeksi dapat terjadi oleh sebab langsung yang berkaitan dengan kehamilan, atau akibat infeksi lain di sekitar jalan lahir. Infeksi pada kehamilan muda adalah infeksi jalan lahir yang terjadi pada kehamilan kurang dari 20– 22 minggu.
Infeksi jalan lahir ini dapat terjadi akibat ketuban pecah sebelum waktunya, infeksi saluran kencing, misalnya sistitis, nefritis atau akibat penyakit sistemik, seperti malaria, demam tifoid, hepatitis, dan lain – lain (Depkes, 2015)
e. Komplikasi Persalinan dan Nifas
Komplikasi yang timbul pada persalinan dan masa nifas merupakan penyebab langsung kematian maternal. Komplikasi yang terjadi menjelang persalinan, saat dan setelah persalinan terutama adalah perdarahan, partus macet atau partus lama dan infeksi akibat trauma pada persalinan (Saifudin, 2014).
1. Perdarahan
Perdarahan, terutama perdarahan postpartum memberikan kontribusi 25% pada kematian maternal, khususnya bila ibu menderita anemia akibat keadaan kurang gizi atau adanya infeksi malaria.Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah anak lahir dan jumlahnya melebihi 500 ml. Perdarahan dapat terjadi sebelum, saat atau setelah plasenta keluar. Hal – hal yang menyebabkan perdarahan post partum adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir, terlepasnya sebagian plasenta dari uterus, tertinggalnya
sebagian dari plasenta, dan kadang – kadang perdarahan juga disebabkan oleh kelainan proses pembekuan darah akibat hipofibrinogenemia yang terjadi akibat solusio plasenta, retensi janin mati dalam uterus dan emboli air ketuban (Martohoesodo & Abdullah, 2014).
2. Partus Lama
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18 jam sejak in partu. Keadaan ini sering disebabkan oleh disproporsi sefalopelvik (bila kepala janin tidak dapat melewati rongga pelvis) atau pada letak tak normal (bila terjadi kesalahan letak janin untuk melewati jalan lahir). Disproporsi lebih sering terjadi bila terdapat keadaan endemis kurang gizi, terutama pada populasi yang masih menganut pantangan dan tradisi yang mengatur soal makanan pada wanita dewasa. Keadaan ini diperburuk apabila wanita menikah muda dan diharapkan untuk segera memiliki anak, sedangkan pertumbuhan mereka belum optimal (WHO, 2011). Pada keadaan disproporsi sefalopelvik, persalinan yang dipaksakan dapat mengakibatkan ruptura uteri. Robekasn uterus akan menyebabkan rasa nyeri yang hebat disertai nyeri tekan, diikuti dengan perdarahan hebat dari pembuluh darah uterus yang robek dan kematian dapat timbul dalam 24 jam sebagai akibat perdarahan dan syok, atau akibat infeksi yang timbul kemudian (Royston & Amstrong, 2018).
18
3. Infeksi Nifas
Infeksi nifas merupakan keadaan yang mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman - kuman ke dalam alat genital pada waktu persalinan dan nifas. Mula – mula infeksi terbatas pada uterus, dimana terdapat rasa nyeri dan nyeri tekan pada perut bagian bawah, dengan cairan vagina yang berbau busuk. Demam, nyeri perut yang bertambah, muntah, nyeri kepala dan kehilangan nafsu makan menandakan terjadinya penyebaran infeksi ke tempat lain.
Selanjutnya dapat terjadi abses di tuba fallopii, panggul dan diafragma bagian bawah. Pada kasus yang berat, infeksi dapat menyebar ke dalam aliran darah (septikemia), menimbulkan abses dalam otak, otot dan ginjal. Jika infeksi tidak dikendalikan, selanjutnya dapat terjadi gangguan mental dan koma (Cheney & Nathaan, 2013) Beberapa faktor predisposisi infeksi nifas adalah keadaan kurang gizi, anemia, higiene persalinan yang buruk, kelelahan ibu, sosial ekonomi rendah, proses persalinan yang bermasalah, seperti partus lama / macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, manipulasi yang berlebihan dan kurang baiknya proses pencegahan infeksi (Soepardiman, 2014).
2.1.2 Pengetahuan
a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2014).
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat menentukan dalam membentuk kebiasaan atau tindakan seseorang (overt behavior) (Efendi & Makhfudli, 2012)
b. Sumber Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo(2014) sumber pengetahuan dibagi menjadi 5 yaitu :
1. Sumber pertama yaitu kepercayaan berdasarkan tradisi, adat dan agama, adalah berupa nilai-nilai warisan nenek moyang. Sumber ini biasanya berbentuk norma-norma dan kaidah-kaidah baku yang berlaku di dalam kehidupan sehari-hari.
2. Sumber kedua yaitu pengetahuan yang berdasarkan pada otoritas kesaksian orang lain, juga masih diwarnai oleh kepercayaan. Pihak- pihak pemegang otoritas kebenaran pengetahuan yang dapat dipercayai adalah orangtua, guru, ulama, orang yang dituakan, dan sebagainya.
3. Sumber ketiga yaitu pengalaman indriawi. Bagi manusia, pengalaman indriawi adalah alat vital penyelenggaraan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit, orang bisa menyaksikan secara langsung dan bisa pula melakukan kegiatan hidup.
20
4. Sumber keempat yaitu akal pikiran. Berbeda dengan panca indera, akal pikiran memiliki sifat lebih rohani. Karena itu, lingkup kemampuannya melebihi panca indera, yang menembus batas-batas fisis sampai pada hal-hal yang bersifat metafisis.
5. Sumber kelima yaitu intuisi, sumber ini berupa gerak hati yang paling dalam. Jadi, sangat bersifat spiritual, melampaui ambang batas ketinggian akal pikiran dan kedalaman pengalaman. Pengetahuan yang bersumber dari intuisi merupakan pengalaman batin yang bersifat langsung.
c. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan seseorang ada 6 tingkatan menurut Notoatmodjo (2014), sebagai berikut:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (Comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat menginterprestasikan secara benar.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi atau penggunaan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisa adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain 5. Sintesis (Syntesis)
Sintesis yang dimaksud menunjukan pada kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakuakan justifikasi atau penelitian pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri
Paris & Cuningham (2012) mengkategorikan pengetahuan kedalam tiga tingkatan.
1. Declaratif knowledge yaitu pengetahuan untuk menerangkan sesuatu (knowing what)
2. Procedural knowledge yaitu pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu (knowing how)
3. Konditional knowledge yaitu pengetahuan tentang kapan dan mengapa (knowing when and why), yang merupakan penerapan dari declarative knowledge dan coditional knowledge.
22
d. Cara memperoleh pengetahuan
Ada beberapa cara untuk memperoleh pengetahuan menurut Wawan & Dewi (2011), yaitu:
1. Cara Tradisional
a) Cara coba salah (Trial and error)
Cara ini dilakukan dengan menggunakan beberapa kemungkinan dalam memecahkan masalah , dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.
b) Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetahuan cara ini dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas baik berupa pimpinan-pimpinan masyarakat formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan, tanpa berdasarkan fakta yang empiris maupun penalaran sendiri.
c) Merdasarkan pengalaman pribadi
Pemgalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang dihadapi masa lalu.
2. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut dengan metode ilmiah atau lebih popular atau disebut metodologi penelitian dan akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian.
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Martini (2013) antara lain :
1. Faktor internal a) Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan dalam pembangunan. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan akan semakin mudah menerima informasi
b) Pekerjaan
Pekerjaan ini dilakukan untuk menunjukkan kehidupanya dan kehidupan keluarganya. Sedangkan bekerja umunya merupakan kegiatan yang menyita waktu, bagi ibu-ibu apalagi bekerja akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga
c) Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung saat lahir sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan
d) Ekonomi
Ekonomi adalah aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi,distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa 2. Faktor Eksternal
Faktor ekternal yang mempengaruhi pengetahuan menurut Wawan
& Dewi (2011), di bagi menjadi dua yaitu :
24
1) Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku atau kelompok
2) Faktor Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari perilaku dalam menerima informasi
f. Kriteria Tingkat Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Arikunto, 2014). Menurut Nursalam (2011), kriteria pengetahuan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :
1) Tinggi : bila subyek bisa menjawab dengan benar 76% - 100% dari seluruh pertanyaan
2) Sedang : bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% - 75%
dari seluruh pertanyaan
3) Rendah : bila subyek mampu menjawab dengan benar < 56% dari seluruh pertanyaan
2.1.3 Self Eficacy Suami a. Definisi
Suami adalah seorang pria sebagai pasangan hidup yang resmi bagi seorang wanita (KBBI, 2015). Dalam pengertian umum suami adalah kepala keluarga (UU RI No. 01 Tahun 1997, Pasal 31 ayat 3). Kepala keluarga adalah sebagai pelindung keluarga dan ketua unit masyarakat yang terkecil, suami berkewajiban, mengawal, membimbing, menentukan tugas, menyelaraskan kerja, berusaha mencari keperluan hidup keluarga dan berusaha menyediakan faktor-faktor kebahagiaan dan keselamatan keluarganya. Suami adalah kepala keluarga, dan isteri ibu rumah tangga (Hukum Perkawinan Pasal 78 Ayat 1). Self-efficacy merupakan keyakinan tentang seberapa besar seseorang dalam melakukan suatu tindakan dalam kondisi tententu (Friedman dan Schustack, 2011). Self-efficacy adalah penilaian seseorang terhadap kemampuannya sendiri dalam melaksanakan tindakan bisa atau tidak, baik atau buruk, tepat atau salah dalam melakukannya (Alwisol, 2013).
Seorang suami yang belum memiliki pengetahuan tentang kegawatdaruratan obstetri jika melihat istrinya sedang mengalami perdarahan akibat kehamilan yang sudah memasuki masa pembukaan ataupun sedang mengalami kegawatdaruratan obstetri lainnya cenderung akan kebingungan, ketakutan, kepanikan dan akan menimbulkan kecemasan yang berlebih lainnya karena ketidaktahuannya tentang keadaan dan penanganan peristiwa tersebut. Apabila seseorang mengalami
26
ketakutan, kecemasan, tidak percaya diri, cepat menyerah berarti seseorang tersebut memiliki self efficacy yang kurang baik. Dan jika memiliki self efficacy yang baik seseorang mampu dan yakin serta percaya diri dalam melakukan segala tindakan apapun situasinya. Sebaliknya ancaman bisa menjadi motivasi dalam melewati rintangan dan tantangan yang dihadapinya serta self efficacy yang tinggi bisa mengurangi ketakutan, meningkatkan kemauan dan kemampuan dalam memecahkan masalah dan lebih yakin akan kemampuan diri sendiri (Schultz, 2014). Menurut Cervone dan Pervin (2012) mngatakan bahwa yang mempunyai self efficacy yang baik cenderung menyukai masalah yang sulit, kerja keras menyelesaikannya, tetap tenang dan tidak takut ketika menghadapi masalah. Sedangkan self efficacy yang kurang baik lebih cemas dan takut, gagal dalam berpikir secara tenang.
Dari beberapa pendapat diatas dapat dirangkum bahwa self efficacy adalah keyakinan diri seseorang bahwa ia mampu untuk mengatasi masalah atau tugas tertentu dan mampu mengatasi hambatan ataupun tantangan.
b. Aspek-aspek keyakinan diri (self efficacy)
Bandura dikutip oleh Wijaya (2016) mengatakan bahwa self efficacy dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Level (Magnitude)
Level atau magnitude merupakan suatu self efficacy yangterkait tingkat kesulitan dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang telah diyakini akan diselesaikannya.
2. Kekuatan (Strength)
Kekuatan merupakan kekuatan atau kelemahan keyakinan individu akan kemampuan dirinya untuk bertahan dan berusaha dalam mengerjakan sesuatu atau dalam menghadapi suatu masalah.
3. Keadaan umum (Generality)
Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku keyakinan individu dapat merasa yakin atau tidak akan kemampuan diri sendirinya.
c. Sumber-sumber self efficacy
Menurut Alwisol (2013), sumber-sumber self efficacy atau keyakinan kebiasaan diri itu bisa didapatkan, diubah, ditingkatkanatau diturunkan melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi (performance accomplishment), pengalaman vikarius (vicarius experience), persuasi sosial (social persuation) dan pembangkitan emosi (emotional physiological states).
1. Pengalaman performansi
Prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Sebagai sumber performasi masa lalu menjadi pengubah self efficacy yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi masa lalu performasi yang bagus meningkatkan ekspetasi self efficacy yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya :
a) Semakin sulit tugasnya,keberhasilan akan membuat self efficacy semakin tinggi.
28
b) Kerja sendiri, lebih meningkatkan self efficacy dibanding kerja kelompok, dibantu orang.
c) Kegagalan menurunkan self efficacy, kalau orang sudah merasa berusaha sebaik mungkin.
d) Kegagalan dalam suasana emosional atau stres, dampaknya tidak seburuk kalau kondisinya optimal.
e) Kegagalan sesudah orang memiliki keyakinan self efficacy yang kuat,dampaknya tidak seburuk kalau kegagalan itu terjadi pada orang yang keyakinan self efficacy belum kuat.
f) Orang yang biasa berhasil,sesekali gagal tidak mempengaruhi self efficacy
2. Pengalaman vikarius
Diperoleh dari lingkungan sekitar. Self efficacy akan meningkat saat melihat orang lain berhasil, sebaliknya self efficacy akan menurun jika melihat orang yang kemampuannya sama dengan dirinya gagal.
Kalau figur yang diamati berbeda dengan dirinya, vikarius tidak berpengaruh besar. Sebaliknya saat mengamati figur yang setara kemampuannya bisa jadi orang yang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.
3. Persuasi sosial
Self efficacy diperoleh, dikuatkan atau dilemahkan lewat persuasi sosial. Dampaknya terbatas, namun saat kondisi yang baik persuasi
diriorang lain dapat berpengaruh pada self efficacy. Keadaan seperti ini adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistis dari apa yang dipersuasikan.
4. Keadaan emosi
Kondisi emosi yang mengikuti kegiatan berpengaruh pada self efficacy dibidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, stres, dapat mempengaruhi self efficacy. Tetapi dapat terjadi, peningkatan emosi yang tidak berlebih dapat meningkatkan self efficacy.
d. Fungsi self efficacy
Menurut Bandura (1986) dikutip oleh Kamtono (2015) terdapat tiga fungsi self efficacy :
1. Sebagai pilihan tingkah laku
Fungsi self efficacy untuk menentukan pemilihan tingkah laku.
Orang cenderung memilih sesuatu yang akan dikerjakan sesuai dengan kemampuannya. Jika seseorang mempunya self efficacy yang baik ia akan memilih satu tugas dibandingkan tugas yang lainnya. Ini merupakan bahwa self efficacy juga mendorong timbulnya tingkah laku.
2. Sebagai penentu besarnya usaha dan daya tahan dalam mengatasi hambatan
Berapa lama seseorang dalam mengatasi halangan yang dihadapi sangat ditentukan pada self efficacy. Individu yang mempunyai self efficacy yang baik akan menurunkan ketakutan dan kecemasan yang
30
dialaminya, sehingga mempengaruhi daya tahan individu. Usaha keras seseorang daripada orang yang lain merupakan self efficacy yang baik.
3. Mempengaruhi pola berpikir dan reaksi emosional
Self efficacy berpengaruh pada pola berpikir dan reaksi emosional seseorang, baik dalam kondisi saat ini ataupun kondisi yang akan datang. Seseorang yang mempunyai self efficacy yang kurang beranggapan dirinya kurang mampu menangani situasi yang dihadapi.
e. Faktor yang mempengaruhi self efficacy
Menurut Pudjiastuti (2012) ada bebrapa faktor yang dapat mempengaruhi self efficacy, antara lain :
1. Faktor orientasi kendali diri
Seseorang mencapai orientasi mengendalikan diri dari dalam akan mengarahkan dan mengembangkan cara-cara yang baik dalam mencapai tujuan, perasaan dalam diri bahwa ia yakin akan kemampuan yang dimiliki dalam menyelesaikan permasalahan. Hal ini berhubungan dengan pengembangan self efficacy secara individu, dapat dikatakan bahwa orientasi pengendalian diri bersifat ke dalam juga diperhatikan untuk mengembangkan self efficacy yang baik.
2. Faktor situasional
Faktor situasional self efficacy tergantung pada konteks dan situasi.
Dari situasi membutuhkan kemampuan yang lebih dan mendapat resiko lebih tinggi pada situasi lain,sehingga self efficacy beragam.
3. Status serta peran seseorang dalam lingkungan
Peran seseorang dalam lingkungannya sendiri berpengaruh pada self efficacy. Seseorang yang mempunyai status lebih besar dalam lingkungannya atau kelompoknya semakin memiliki derajat lebih besar pula. Sehingga mempunyai self efficacy lebih baik. Sedangkan status individu yang lebih rendah juga mempunyai self efficacy yang rendah.
4. Faktor insentif eksternal atau reward
Penerimaan reward atau insentif dari luar berpengaruh pada self efficacy. Semakin besar insentif atau reward yang diterima maka akan semakin tinggi derajat self efficacy. Salah satu yang meningkatkan self efficacy adalah insentif atau reward seseorang dalam menyelesaikan berbagai permasalahan dan melaksanakan tugas dengan baik.
f. Pengukuran self efficacy
Pembagian kategori self efficacy dibagi menjadi tiga yaitu baik, sedang, dan kurang. Menurut Riwidikdo (2012), self efficacy dapat dibagi dengan kriteria :
1. Baik : > 21 2. Kurang <21
32
2.2 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Purwoastuti dan Walyani, (2015), Saifuddin, (2014), Riwidikdo, (2012), Alwisol, (2013).
2.3 Kerangka Konsep
Kegawatdaruratan obstetri : 1. Perdarahan
2. Infeksi dan sepsis 3. Hipertensi dan
preeklampsia/eklampsia, 4. Persalinan macet
(distosia).
Pengetahuan kegawatdaruratan
maternal Suami
Aspek Self Efficacy
1. Level (Magnitude) : level kesulitan 2. Kekuatan (Strength) : kemampuan
diri
3. Keadaan umum (Generality) : kondisi individu saat ini
Self efficacy 1. Baik : > 21 2. Kurang <21
Faktor yang mempengaruhi self efficacy :
1. Orientasi kendali diri 2. Situasional
3. Status peran dalam lingkungan
4. Insentif eksternal
Kerangka konseptual ini menjelaskan tentang variable-variabel yang dapat diukur dalam penelitian ini. Kerangka konsep penelitian ini meliputi dua komponen yaitu :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep 2.4 Hipotesis
Menurut Notoadmodjo (2018) mengungkapkan terdapat dua jenis hipotesis yaitu hipotesis alternatif dan hipotesis nol. Hipotesis alternatif (Ha)
disebut juga dengan hipotesis kerja, yaitu suatu rumusan hipotesis yang bertujuan untuk membuat ramalan tentang peristiwa yang terjadi apabila suatu gejala muncul, seperti jika suatu faktor atau variabel tertentu terjadi pada suatu situasi, maka ada akibat tertentu yang dapat ditimbulkan. Hipotesis nol (Ho) sering disebut sebagai hipotesis statistik. Hipotesis nol ini dibuat untuk menyatakan kesamaan atau tidak ada suatu perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok atau lebih mengenai suatu hal yang dipermasalahakan.
1. H0 pada penelitian ini adalah tidak ada hubungan pengetahuan suami dengan self efficacy penanganan kegawatdaruratan obstetri pada ibu bersalin di IGD Puskesmas Grogol Sukoharjo
2. Ha pada penelitian ini adalah ada hubungan pengetahuan suami dengan Pengetahuan kegawatdaruratan
obstetri self efficacy suami
34
self efficacy penanganan kegawatdaruratan obstetri pada ibu bersalin di IGD Puskesmas Grogol Sukoharjo
2.5 Keaslian Penelitian
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian No Nama Peneliti Judul
Penelitian
Metode Penelitian
Kesimpulan Penelitian 1 Andi Leny
Susyanty, Heny Lestari, Raharni (2016)
Pelaksanaan ProgramPelayan an Obstetri Dan Neonatal
Emergensi Dasar (PONED) di Kabupaten Karawang
Jenis penelitian Kuantitatif dengan pendekatan deskriptif
Adanya peningkatan biaya pembangunan Puskesmas mampu PONED sejak tahun 2011 hingga 2013 namun tidak
diimbangi dengan
Kelengkapan saran prasarana dan tenaga terlatih.
Peningkatan jumlah
puskesmas mampu PONED juga diiringi dengan meningkatnya penanganan ibu hamil dan ibu nifas di puskesmas mampu PONED dan ada beberapa kewenangan yang belum dijalankan sesuai pedoman penyelenggaran puskesmas mampu PONED.
2 Wulandari (2016)
Gambaran pelaksanaan Pelayanan Obstetri
Emergensi Dan Kejadian
Kematian Maternal Di Rsud Tugurejo
Penelitian Kualtitatif
Hasil pengamatan
menunjukkan terdapat 8645 kasus persalinan, persentase penanganan komplikasi obstetri meningkat dari 10,47% menjadi 18,55%, %, terdapat 26 kasus kematian meternal, proporsi kematian maternal tetap dalam kisaran 0,30%, proporsi SC meningkat dari 15,62% menjadi 33,65%, CFR akibat komplikasi obstetri menurun hingga mencapai 0%, proporsi kematian maternal akibat penyebab tidak langsung berkisar 15,38%, preeklampsia/eklampsia
merupakan penyebab
terbanyak kasus kematian maternal (38,46%), semua penanganan obstetri emergensi telah memenuhi>50% (total)
SPO yang berlaku (100%), dan data lengkap tentang kematian maternal tidak cukup mudah
didapatkan karena
kelengkapan data kurang atau penyimpanan yang kurang baik
3 Mindarsih (2017)
Hubungan Dukungan Keluarga
Dengan Sikap Dalam
Penanganan Kegawatdarurat an Maternal Dan Neonatal di Dusun Gebang I, Plumbon, Temon, Kulon Progo,
Yogyakarta
penelitian deskriptif analitik korelasi
karakteristik responden mayoritas berpendidikan menengah, berumur >60 tahun dan bekerja sebagai petani.Dukungan keluarga
tentang penanganan
kegawatdaruratan maternal neonatal dalam kategori mendukung, sikap tentang penanganan kegawatdaruratan maternal neonatal dalam kategori positif. Analisis bivariat menggunakan chi square p value sebesar 0,04.
4 Fayakun R &
Ismarwati (2017)
Hubungan Dukungan Sosial Suami Dengan Efikasi Diri Istri Dalam Menjalani Masa Menopause
penelitian deskriptif analitik korelasi
Sebagian besar (75%) suami memberikan dukungan kuat terhadap istrinya yang sudah mengalami menopause dan sebagian besar (75%) istri memiliki efikasi diri yang baik.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, yaitu menekankan analisisnya pada data-data angka (numerik) yang diolah dengan menggunakan metode statistika (Azwar, 2017). Jenis penelitian ini bersifat descriptif corelational yaitu melihat hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau fenomena yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu.
Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2018).
3.2 Popolasi dan Sampel 3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Populasi pada sampel ini adalah seluruh suami yang istrinya dibawa ke IGD Puskesmas Grogol Sukoharjo. Data dari studi pendahuluan Jumlah ibu yang datang ke IGD tahun 2020 sebanyak 104 ibu bersalin.
36
3.2.2 Sampel 1. Sampel
Sampel digunakan sebagai ukuran sampel dimana ukuran sampel merupakan suatu langkah untuk mengetahui besarnya sampel yang akan diambil dalam melaksanakan suatu penelitian.
Besarnya sampel tersebut biasanya diukur secara statistika ataupun estimasi penelitian (Sugiyono, 2016). Pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah suami yang istrinya dibawa ke IGD Puskesmas Grogol Sukoharjo berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini peneliti akan mengambil data responden menggunakan kuisinoer yang sudah peneliti siapkan dan akan peneliti berikan ke responden setelah istrinya sudah selesai dilakukan perawatan di Puskesmas Grogol Sukoharjo, dengan kriteria inklusi dalam penelitian adalah:
38
1) Suami yang mendampingi istrinya yang akan melakukan pemeriksaan kehamilan atau pun persalinan dan yang dibawa ke IGD Puskesmas Grogol Sukoharjo.
2) Suami yang bersedia menjadi responden penelitian yang istrinya dibawa ke IGD Puskesmas Grogol Sukoharjo.
b. Kriteria Ekslusi
1) Suami yang berhalangan hadir karena jauh dan tidak mendampingi istrinya yang dibawa ke IGD Puskesmas Grogol Sukoharjo
2) Suami yang memiliki penyakit atau mengalami kelainan psikis atau fisik yang dapat
mengganggu pengukuran penelitian.
3) Dan suami yang tidak bersedia menjadi responden penelitian.
Peneliti menentukan jumlah sampel pada penelitian ini dengan menggunakan rumus slovin :
n = Jumlah sempel yang di perlukan N = Jumlah populasi
e = Batas toleransi kesalahan (0,05)
Untuk menetukan jumlah sampel yang hendak dipilih, peneliti n = N
1+N(e)2
harus menggunakan tingkat kesalahan sebesar 5%, karena dalam setiap melakukan penelitian tidak mungkin hasilnya 100%.
perhitungan sempel :
n = N n = 30 n = 30 n = 30 n =27,9 1+N(e)2 1+52(0,05)2 1+ 0,0025 1,3
27,9 dibulatkan menjadi 28.
Sehingga untuk mengantisipasi adanya responden yang Drop Out (DO) peneliti menambahkan 5% yaitu 2, jadi jumlah sampel pada penelitian ini ada 30 sampel.
2. Teknik Sampling
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan non probability sampling. Non probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2016). Teknik pengumpulan sampel pada penelitian ini mengunakan consecutive sampling. Consecutive sampling adalah pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukankan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah klien yang diperlukan terpenuhi (Sugiyono, 2017). Salah satu cara untuk menemukan jumlah sampel dapat menggunakan metode korelasi berjenjang Karl Spearman dimana variabel-variabel yang diteliti
40
tidak mempunyai distribusi normal dan perbedaaan kondisi diketahui tidak sama. Dan disamping itu korelasi berjenjang spearman (rs) hanya efektif jika datanya berkisar 10 s/d 30 data berpasangan. Rumus korelasi berjenjang spearman sebagai berikut (Sunyoto & Setiawan 2013).
Keterangan : di = selisih setiap pasang ranking ke-i n = banyak pasangan ranking.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 3.3.1 Tempat
Penelitian ini akan dilakukan IGD Puskesmas Grogol Sukoharjo 3.3.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli 2021 3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
3.4.1 Variabel Independen(variabel bebas)
Variabel independen merupakan variabel yang nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2016). Variabel independen pada penelitian ini adalah pengetahuan suami tentang kegawatdaruratan obstetri.
3.4.2 Variabel dependen(variabel terikat)
Variabel dependen merupakan variabel yang yang nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2016). Variabel dependen