BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang paling pontensial, saran utama dari kebijaksanaan keuangan negara di bidang penerimaan dalam negeri adalah untuk menggali, mendorong, dan mengembangkan sumbe sumber penerimaandari dalam negeri agar jumlahnya meningkat sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar bagi pendapatan Negara. Pajak menjadi iuran wajib yang diberikan kepada negara (yang dapat dipaksakan) oleh mereka yang wajib membayarnya menurut peraturan, tanpa mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai negara.
(Suhendra, 2010) Fenomena belum optimalnya peningkatan penerimaan Negara melalui penerimaan pajak ditunjukan dari upaya kementerian keuangan beberapa tahun terakhir. Dua kebijakan yang mencerminkan kondisi rendahnya penerimaan Negara yaitu kebijakan tax amnesty dan tex holiday. Bentuk kebijakan tersebut tidak lain merupakan langkah taktis dan alternatif yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan Negara melalui kebijakan perpajakan dan Kebijakan administrasi merupakan kebijakan yang diberikan pemerintah dalam memberikan keberhasilan untuk meningkatkan penerimaan pajak dengan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan meningkatkan pada
kinerja aparat pajak. Menurut Rahayu, pada administrasi perpajakan merupakan prosedur atau cara-cara pengenaan pada pemungutan pajak.
Dalam artian sempit, administrasi perpajakan merupakan penatausahaan dan pelayanan atas hak-hak dan kewajiban dalam membayar pajak, baik penatausahaan dan pelayan yang dilakukan dikantor pajak maupun ditempat wajib pajak. Sedangkan dalam artian luas, administrasi perpajakan dipandang sebagai fungsi, sistem, dan lembaga.
Dengan adanya kebijakan tersebut, maka menjadikan wajib pajak patuh dalam kewajibannya dalam membayar pajak. Misalnya diberlakukannya sosialisasi dengan memberi informasi mengenai pajak dan peraturan yang diberlakukan sehingga nantinya masyarakat sadar akan kewajiban sebagai warga negara. Selain itu belum optimalnya penerimaan pajak pun disebabkan oleh Wajib pajak membayar pajak tidak sesuai ketentuan atau Dasar Pengenaan Pajak (DPP), dan Penerimaan pajak tidak mencapai target. Dengan kata lain reformasi perpajakan belum mampu meningkatkan penerimaan Negara yang disebabkan oleh rendanya kepatuhan wajib pajak.
Penelitian Sudaryati (2012) menemukan hasil yang searah bahwa self assessment system menunjang peranan wajib pajak dalam menentukan besarnya penerimaan negara dari sektor pajak yang didukung oleh kepatuhan pajak (tax compliance). Berdasarkan teori kontijensi, fenomena rendahnya penerimaan pajak dapat ditinjau dengan menilai dua situasi yang mempengaruhi yaitu situasi internal dan situasi eksternal.
Pemeriksaan pajak menjadi situasi internal yang mempengaruhi rendahnya penerimaan pajak. Pemeriksaan pajak merupakan hal yang penting sebagai alat kontrol, yaitu untuk mengetahui apakah peraturan perpajakan telah diterapkan sebagaimana mestinya oleh Wajib Pajak atau belum dan untuk meningkatkan penerimaan.
(Nurdiansyah,2014) Penelitian Rozie (2005) menyimpulkan bahwa dengan adanya pemeriksaan pajak mendorong timbulnya kepatuhan Wajib Pajak, sehingga akan berdampak pada peningkatan penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak yang pada akhirnya pajak yang dibayarkan Wajib Pajak akan masuk ke dalam kas negara. Bagi Kantor Pelayanan Pajak, penerimaan pajak apapun jenisnya baik itu PPh, PPN, dan jenis pajak lainnya yang diterima sangat tergantung pada tingkat kepatuhan Wajib Pajak baik dalam melaporkan, dan melunasi pajaknya. Dengan demikian, pemeriksaan pajak merupakan pagar penjaga agar Wajib Pajak tetap mematuhi kewajibannya.
Hal tersebut sejalan dengan hasil temuan penelitian yang dilakukan oleh Yeni (2013) dan Dahnia dkk (2018) bawah Pemeriksaan pajak berpengaruh signifikan dalam memoderasi tingkat kepatuhan wajib pajak dengan peningkatan penerimaan Negara. Hasil tersebut berarti semakin tinggi pemeriksaan pajak dapat mendorong tingkat kepatuhan wajib pajak sehingga penerimaan Negara akan meningkat. Sebaliknya semakin rendah pemeriksaan pajak dapat mendorong rendahnya kepatuhan wajib pajak sehingga penerimaan Negara akan menurun. Akan tetap konsistensi hasil
temuan penelitian tersebut masih dapat terbantakan oleh hasil temuan berbeda yang dilaporkan oleh Nuryanti, (2013) dan Nurdiansyah (2014) bawah Pemeriksaan pajak tidak berpengaruh signifikan dalam memoderasi tingkat kepatuhan wajib pajak dengan peningkatan penerimaan Negara.
Hasil tersebut berarti semakin tinggi pemeriksaan pajak tidak mendorong tingkat kepatuhan wajib pajak sehingga penerimaan Negara akan meningkat. Sebaliknya semakin rendah pemeriksaan pajak tidak mendorong rendahnya kepatuhan wajib pajak sehingga penerimaan Negara akan menurun. Dengan demikian Penelitian ini bertujuan untuk menilai secara empiris pengaruh pemeriksaan pajak badan terhadap peningkatan penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Selatan, sebagai bagian dari kelanjutan pengujian gap riset temuan sebelumnya.
Pembangunan nasional tentu akan membutuhkan dana yang tidak sedikit dalam menjalankan kegiatan pelaksanaannya. Terdapat dua sumber dana dalam melaksanakan pembangunan nasional, yaitu sumber pendanaan yang bersumber dari pajak dan non pajak. Namun sektor pajak merupakan sumber penerimaan utama sekaligus menjadi yang paling penting dalam menopang pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dalam negeri. Tidak bisa dipungkiri, pajak memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung kemandiriaan finansial suatu bangsa. Besar kecilnya pajak akan menentukan kapasitas anggaran negara dalam membiayai pengeluaran negara, baik untuk pembiayaan pembangunan
maupun untuk pembiayaan anggaran rutin. Menurut https://pwypindonesia.org/id/indonesia-darurat-aliran-uang-ilegal/ Saat ini Indonesia berada pada kondisi darurat ilegal, dimana Indonesia termasuk lima negara dengan jumlah aliran uang ilegal teerbesar setelah Tiongkok, Rusia, India, dan Malaysia. Peranan dan kontribusi pajak terhadap penerimaan negara dalam beberapa tahun terakhir semakin tinggi pasca era eforia bonanza minyak dan gas bumi yang tadinya mendominir penerimaan APBN namun belakangan dominasi itu semakin mengundur dalam tataran makro perekonomian negara. Kontribusi pajak tersebut semakin diperhitungkan sebagai tulang punggung sumber pembiayaan nasioanal untuk mensukseskan program-program pembangunan yang secara gradual akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan bangsa dan masyarakat pada umumnya.
Sesuai dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang umum dan tata cara perpajakan, pajak merupakan “kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya keperluan rakyat. Pendapatan Negara berasal dari pajak yang begitu besar tentu tidak terlepas dari kepatuhan wajib pajak untuk membayar wajib pajak untuk membayar pajak. Dalam mewujudkan kemandirian bangsa dan meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, maka dihimbau
kepada masyarakat, khususnya Wajib Pajak untuk turut serta berkontribusi dalam pembangunan dengan membayar pajak.
Mengutip data Direktorat Jenderal Pajak Periode 1 Januari samapai dengan 2016 yang dikeluarkan oleh Kementerian Keungan, realisasi sementara penerimaan pajak sepanjang tahun lalu hanya tercapai Rp.916,2 Triliun dari target, sedangkan APBN perubahan 2016 menargetkan penerimaan negara sebesar Rp.995,2 Triliun. Sehingga realisasi sementara tersebut, maka penerimaan pajak pada 2016 hanya mencapai 92,07% dari target. Realisasi penerimaan pajak sesuai target APBN, atau lebih terakhir kalina terjadi pada 2008. Namun sejak tahun 2009 hingga 2016 penerimaan pajak sering kali di bawah target yang telah ditetapkan. Salah satu faktor penyebab penerimaan pajak yang sulit tercapai yaitu kepatuhan wajib pajak yang rendah itu dibuktikan karena perilaku wajib pajak yang menolak membayar pajak karena ketidak puasan masyarakat atas pelayanan dan mekanisme pajak. Ketentuan umum dan tata cara peraturan perpajakan telah diatur dalam Undang-undang, tak terkecuali mengenai Pajak Penghasilan Pasal 21, dan Pajak Pertambahan Nilai.
Pemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pengeluarannya, membutuhkan sumber dana yang pasti setiap tahunnya. Sumber dana pemerintah Indonesia tersebut antara lain diperoleh melalui pendapatan non pajak dan pajak. Pendapatan non pajak diperoleh pemerintah dari retribusi, keuntungan BUMN atau BUMD, denda dan sita, sumbangan, serta hadiah dan hibah. Sedangkan pendapatan pajak diperoleh melalui
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sejalan dengan pendapatan pajak lainnya adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan salah satu pajak yang paling sering berhubungan langsung dengan masyarakat, khususnya para pegawai. PPh Pasal 21 adalah pajak pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.
Peningkatan penerimaan pajak tentu saja membuat berbagai proyek pembangunan berjalan dengan lancar dan cepat. Pembangunan dan perbaikan serana umum seperti jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit, kantor polisi dan berbagai sarana umum lainnya akan cepat terealisasikan.
Penerimaan pajak atas transaksi Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pajak Pertambahan Nilai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Selatan diharapkan dapat berkontribusi besar atas pembangunan negara.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini disusun dengan judul
“Pengaruh Kebijakan Perpajakan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan PPh 21 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Selatan”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah Kebijakan Pajak di
Kantor KPP Pratama Makassar Selatan dapat Mempengaruhi Penerimaan Pajak Penghasilan PPh 21?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui Pengaruh Kebijakan Perpajakan Terhadap Peneriman Pajak Penghasilan PPh 21 di kantor KPP Pratama Makassar Selatan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dan penelitian sebagai berikut:
1. Manfaat teoretis
Penelitan ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan penulis mengenai Pengaruh Kebijakan Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Penghasila (PPH 21) di Kantor KPP Pratama Makassar Selatan.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tambahan wawasan ilmu pengetahuan tentang pentingnya Pengaruh Kebijakan Perpajakan Terhadap Penerimaan pajak bagi warga indonesia.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan menjadi literatur serta menjadi bahan referensi informasi terkait dengan Pengaruh kebijakan Perpajakan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan (PPH 21) di Kantor KPP Pratama Makassar Selatan dan sebagai bahan perbandingan khususnya
dalam mengembangkan penelitian yang sama pada masa yang akan datang.
4. Bagi STIE Indonesia Makassar
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam pembelajaran di Program Studi Akuntansi di STIE Indonesia Makassar, yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan memberikan wawasan yang lebih luas bagi mahasiswa.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori
1. Teori Kepatuhan (compliance theory)
Teori kepatuhan (compliance theory) ialah teori yang menerangkan sesuatu keadaan dimana seorang taat terhadap perintah ataupun ketentuan yang diberikan. Kepatuhan terkait perpajakan adalah tanggung jawab kepada Tuhan, untuk pemerintah serta rakyat selaku wajib pajak agat dapat memenuhiseluruh aktivitas kewajiban perpajakan serta melakukan hak perpajakannya. Kepatuhan wajib pajakialah sikap yang didasarkan pada pemahaman seseorang wajib pajak terhadap kewajiban perpajakannya dengan senantiasa berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang sudah diresmikan. Kepatuhan adalah tunduk ataupun patuh akan ajaran ataupun ketentuan yang berlaku. Sehingga dalam perpajakan kita bisa
berikan penafsiran kalau kepatuhan perpajakan ialah ketaatan, tunduk serta patuh dan melakukan syarat perpajakan. Kepatuhan wajib pajak bisa diartikan adalah sesuatu kondisi yang mana wajib pajak harus penuhi seluruh kewajiban perpajakan serta melakukan hak perpajakannya (Rahayu.S.K, 2013).
Bersumber pada definisi yang telah disampaikan yang mana rinsip kepatuhan perpajakan merupakan sesuatu kondisi dimana wajib pajak taat serta patuh dalam melakukan kewajiban serta hak perpajakannya cocok dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Kepatuhan Perpajakan
didefinisikan sebagai suasana di mana harus pajak penuhi seluruh kewajiban pajak serta mempraktikkan hak pajaknya,
Dwikora (2013:67) Permasalahan tentang kepatuhan pajak merupakan perasalahan yang dialami seluruh negara yang mempraktikkan sistem perpajakan (Hutagaol, 2007). Bermacam riset sudah dicoba serta akhirnya merupakan permasalahan kepatuhan bisa dilihat dari segi keuangan publik (public finance), penegakan kerja (employees), etika (code of conduct), ataupun gabungan dari seluruh segi tersebut. Dari segi keuangan publik, bila pemerintah bisa menampilkan kepada publik kalau pengelolaan pajak dicoba dengan benar cocok dengan kemauan harus pajak, hingga harus pajak cenderung buat mematuhi ketentuan perpajakan. Tetapi kebalikannya apabila pemerintah tidak bisa menampilkan pemakaian pajak secara transparan serta akuntabilitas, hingga harus pajak tidak ingin membayar pajak dengan benar.
2. Pengertian Pajak
Pajak sebagai salah satu sumber utama Anggaran Penerimaan Belanja Negera (APBN) terbanyak. Pajak menurut Undang Undang Perpajakan adalah Kontribusi wajib Iuran kepada Negara yang terutang oleh orang Pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Tidak hanya itu, pajak juga mempunyai tujuan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat lewat revisi serta peningkatan masyarakat. Terdapatnya kenaikan sasaran terhadap penerimaan pajak, dimana hal tersebut mendorong Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk melaksanakan penghimpunan dana di sektor penerimaan pajak dengan melaksanakan bermacam usaha seperti melaksanakan reformasi di bidang perpajakan dengan penyempurnaan atas kebijakan kebijakan perpajakan serta sistem administrasi perpajakan sehingga kemampuan penerimaan pajak yang ada bisa dipungut secara maksimal dengan menjunjung asas keadilan sosial dan membagikan pelayanan prima kepada harus pajak. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh sebagian ahli dalam buku (Mardiasmo 2019) merupakan selaku berikut:
1) Rochmat Soemitro, S. H mengemukakan kalau Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas Negeri bersumber pada undang-undang (yang bisadipaksakan) dengan tidak menemukan jasa timbal balik
(kontraprestasi) secara langsung bisa ditunjukkan,serta yang bisa digunakan buat membayar pengeluaran universal.
2) Sementara S. I. Djajadingrat, mengemukakan bahwa pajak merupakan sesuatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negeri yang diakibatkan sesuatu kondisi, peristiwa serta perbuatan yang membagikan peran tertentu, namun bukan selaku hukuman, bagi peraturan yang di resmikan pemerintah dan bisa dipaksakan, namun tidak terdapat jasa timbal balik dari negeri secara langsung buat memelihara kesejahteraan secara universal.
3) Sedangkan dalam UU Nomor. 28 tahun 2007 Tentang Syarat Universal serta Tata Metode Perpajakan (KUP), Pajak merupakan donasi harus kepada negeri yang terutang oleh orang individu ataupun tubuh yang bertabiat memforsir bersumber pada undang-undang, dengan tidak memperoleh imbalan secara langsung serta digunakan buat.
3. Fungsi Pajak
a. Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter)
Pajak merupakan sumber pemasukan keuangan negara dengan cara mengumpulkan dana atau uang dari wajib pajak ke kas negara untuk membiayai pembangunan nasional atau pengeluaran negara lainnya. Dengan demikian, fungsi pajak merupakan sumber pendapatan negara yang memiliki tujuan menyeimbangkan pengeluaran negara dengan pendapatan negara.
b. Fungsi Mengatur (Fungsi Regulasi)
Pajak merupakan alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan negara dalam lapangan sosial dan ekonomi. Fungsi mengatur tersebut antara lain: Pajak dapat digunakan untuk menghambat laju inflasi. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong kegiatan ekspor, seperti pajak ekspor barang. Pajak dapat memberikan proteksi atau perlindungan terhadap barang produksi dari dalam negeri, contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak dapat mengatur dan menarik investasi modal yang membantu perekonomian agar semakin produktif.
c. Fungsi Pemerataan (Pajak Distribusi)
Pajak dapat digunakan untuk menyesuaikan dan menyeimbangkan antara pembagian pendapatan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat.
d. Fungsi Stabilisasi
Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan kondisi dan keadaan perekonomian, seperti untuk mengatasi inflasi, pemerintah menetapkan pajak yang tinggi, sehingga jumlah uang yang beredar dapat dikurangi. Sedangkan untuk mengatasi kelesuan ekonomi atau deflasi, pemerintah menurunkan pajak, sehingga jumlah uang yang beredar dapat ditambah dan deflasi dapat di atasi. Keempat fungsi pajak di atas merupakan fungsi dari pajak yang umum dijumpai di berbagai negara.
Di Indonesia, pemerintah lebih menitikberatkan pada dua fungsi pajak sebagai pengatur dan budgeter. Lembaga pemerintah yang mengelola pajak negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berada di bawah Kementerian Keuangan. Tanggung jawab atas kewajiban membayar pajak berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut, sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia.
Self assessment berarti wajib pajak menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melapor kewajiban perpajakannya sendiri. Jadi tidak memaksa wajib pajak membayar pajak sebesar-besarnya, tapi sesuai dengan aturan perundang- undangan. DJP sesuai fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penyuluhan, pelayanan, serta pengawasan kepada masyarakat. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, DJP berusaha sebaik mungkin memberikan pelayanan.
4. Kebijakan Perpajakan
Kebijakan Perpajakan (Tax Policy) Kebijakan Perpajakan merupakan bagian penting dalam sistem perpajakan, berupa perencanaan, program- program, maupun keputusan yang dirumuskan untuk mencapai tujuan optimalitas penerimaan pajak. Selaras dengan pengertian Kebijakan Negara yang dikemukakan oleh Harol D. Lasswell dan Abraham Kaplan, bahwa Kebijakan Negara merupakan a projected program of goals, values
and practices, artinya bahwa Kebijakan Negara merupakan program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek praktek yang terarah (Lauddin Marsuni: 2006). Kebijakan Pajak merupakan Kebijakan Negara, Lauddin Marsuni (2006), menyebutkan bahwa kebijakan memiliki unsurunsur esensil yaitu:
a. Tujuan (goal) Kebijakan yang disusun oleh Negara dapat mencapai kesejahteraan masyarakat.
b. Proposal (plans) Kebijakan berisi tentang konsep rancangan (perencanaan) untuk mencapai tujuan.
c. Program (programs) Kebijakan mencakup kesatuan prosedur untuk menjalankan perencanaan yang telah dirumuskan.
d. Keputusan (decissions) Kebijakan mengandung hasil akhir dari proses pemikiran permasalahan melalui pemilihan alternatif program untuk mencapai tujuan.
e. Efek (efect) Implementasi kebijakan memberikan pengaruh kepada faktor lain yang lebih luas.
Kebijakan Pajak memenuhi unsur-unsur esensial diatas. Apabila ditinjau dari aspek yuridis dan aspek ekonomis sesungguhnya Kebijakan Pajak memenuhi unsur-unsur tujuan, proposal, program, keputusan dan efek. Hal tersebut dikarenakan pajak mengemban fungsi:
a. fungsi budgeter
b. fungsi regulerend (Rochmat Soemitro)
Kebijakan pajak sebagai salah satu bentuk penerimaan negara merupakan aplikasi dari Kebijakan Negara. Aplikasi Kebijakan Negara ini sebagai bentuk pilihan pemerintah, memungkinkan untuk memenuhi tujuannya manakala dirumuskan secara jelas, pasti, terarah, dan terukur (Lauddin Marsuni).
5. Penerimaan Pajak
Menurut Waluyo dan Wirawan (2003) dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan.
Menurut Moh. Zain (2005) dalam Renny (2013) definisi penerimaan pajak adalah gambaran partisipasi masyarakat dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan.
John Hutagaol (2007:325) “Penerimaan pajak merupakan sumber penerimaan yang dapat diperoleh secara terus-menerus dan dapat dikembangkan secara optimal sesuai kebutuhan pemerintah serta kondisi masyarakat. Penerimaan pajak adalah penghasilan yang dperoleh oleh pemerintah yang bersumber dari pajak rakyat. Tidak hanya sampai pada definisi singkat di atas bahwa dana yang diterima di kas negara tersebut akan dipergunakan untuk pengeluaran pemerintah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana maksud dari tujuan negara yang disepakati oleh para pendiri awal 15 negara ini yaitu menyejahterakan rakyat, menciptakan kemakmuran yang berdasarkan kepada keadilan social (Suherman, 2011).
Definisi Penerimaan Pajak menurut Chairil Anwar Pohan (2017:233) tulang punggung sumber keuangan Negara terbesar untuk pembiyaan APBN yang sangat dominan”. Sedangkan menurut Siti Kurnia Rahayu (2017:49) Penerimaan Pajak adalah “pajak yang dipungut dikelompokan kepada pajak pusat, bea dan cukai, pajak daerah, maupun retribusi daerah dan penerimaan lain bukan pajak”.
Definisi Pajak Penghasilan menurut Siti Resmi (2017:70) “pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak. Berdasarkan Pasal 1 ayat 3 Undang- Undang no 14 tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2016, Penerimaan Pajak adalah penerimaan Pajak adalah semua penerimaan Negara yang terdiri atas Pendapatan Pajak Dalam Negeri dan Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional.
Menurut Averroes (2015) Penerimaan pajak merupakan merupakan gambaran partisipasi masyarakat dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Negara. Pajak adalah iuran yang dibayarkan oleh rakyat kepada kas Negara berdasarkan undangundang, sehingga bersifat memaksa dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Penerimaan pajak adalah penghasilan yang diperoleh negara yang berasal dari ajak yang dibayarkan rakyat. Tidak hanya sampai pada definisi singkat di atas bahwa dana yang diterima di kas negara tersebut akan dipergunakan untuk pengeluaran pemerintah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana maksud dari tujuan negara yang
disepakati oleh para pendiri awal negara ini yaitu mensejahterakan rakyat, menciptakan kemakmuran yang berasaskan kepada keadilan sosial. Dalam rangka penerimaan pajak perlu diketahui teori-teori yang melatarbelakangi dilakukannya pemungutan pajak, Sebagaimana diungkapkan Rimsky dalam Suharno (2003), yaitu: .
1. Teori Asuransi
Dalam teori ini ditekankan mengenai keadilan dan keabsahan pemungutan pajak seperti yang berlaku dalam perjanjian asuransi, di mana perlindungan yang diberikan oleh negara kepada warganya dalam bentuk keselamatan dan keamanan jiwa serta harta benda diperlukan suatu pembayaran dalam bentuk pajak.
2. Teori Kepentingan
Penekanan teori ini adalah mengenai keadilan dan keabsahan pemungutan pajak berdasarkan besar kecilnya kepentingan masyarakat dalam suatu negara.
3. Teori Bakti
Negara mempunyai hak utuk memungut pajak dari warganya sebagai tindak lanjut teori kepentingan dalam hal penyediaan fasilitas umum yang diselenggarakan oleh negara.
4. Teori Daya Pikul
Keadilan dan keabsahan negara dalam memungut pajak dari warganya didasarkan pada kemampuan dan kekuatan masing-masing anggota masyarakatnya, dan bukan pada besar kecilnya kepentingan.
5. Teori Daya Beli
Keadilan dan keabsahan pemungutan pajak yang dilakukan negara ini lebih cenderung melihat aspek akibat yang baik terhadap kedua belah pihak (masyarakat dan negara) sehingga negara dapat memanfaatkan kekuatan dan kemampuan beli (daya beli) masyarakat untuk kepentingan negara yang pada akhirnya akan dikembalikan atau disalurkan kembali kepada masyarakat.
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2017:49) Indikator Penerimaan Pajak adalah Jumlah Penerimaan Pajak meliputi, Pajak Pusat, Bea dan Cukai, Pajak Daerah, Retribusi Daerah. Berdasarkan penjelasan diatas maka yang menjadi indikator dalam Penerimaan Pajak adalah jumlah realisasi Penerimaan pajak.
Sedangkan menurut Febrianti (2013) Indikator penerimaan pajak adalah: Peran penerimaan pajak sangat penting bagi kemandirian pembangunan, Sumber utama penerimaan negara yaitu berasal dari pajak, Peningkatan penerimaan pajak memegang peranan strategis karena akan meningkatkan kemandirian pembiayaan pemerintah, Pajak sebagai sumber penerimaan terbesar Negara.
Menurut Yeni (2013), faktor-faktor yang berperan penting dalam mempengaruhi dan menentukan optimalisasi pemasukan dana ke kas negara melalui pemungutan pajak kepada warga negara antara lain:
1) Kejelasan dan Kepastian Peraturan perundang-undangan dalam Bidang Perpajakan Secara formal, pajak harus dipungut
berdasarkan undang- undang demi tercapainya keadilan dalam pemungutan pajak.
2) Tingkat Intelektualitas Masyarakat Sejak tahun 1984, sistem perpajakan sudah menganut prinsip Self Assessment. Prinsip ini memberi kepercayaan penuh terhadap pembayar pajak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dalam bidang perpajakan.
Dengan menerapkan prinsip ini pembayar pajak harus memahami peraturan perundang – undangan tentang perpajakan sehingga dapat melaksanakan tugas administari perpajakan. Untuk itu, intelektualitas menjadi sangat penting sehingga tercipta masyarakat yang sadar pajak dan mau memenuhi kewajibannya tanpa ada unsur pemaksaan. Namun, semuanya itu hanya dapat terjadi bila memang undang-undang itu sendiri sederhana, mudah dimengerti, dan tidak menimbulkan kesalahan persepsi.
3) Kulitas Fiskus Kulitas fiskus jika dikaitkan dengan optimalisasi penerimaan pajak, maka fiskus harusah orang yang berkompeten dibidang perpajakan,memiliki kecakapan tekns serta memiliki moral yang tinggi.
4) Sistem Administrasi Perajakan yang Tepat Meurut Waluyo (2011) pemungutan pajak hendaknya didasarkan atas empat asas, yaitu:
a. Equity/Equality dimana keadilan merupakan pertimbangan penting dalam membangun sistem perpajakan
b. Certainty, pajak yang dibayarkan harus terang dan tidak mengenal kompromis
c. Convenience, pajak yang dipungut pada saat yang paling baik, yaitu pada saat diterimanya penghasilan
d. Economic, pemungutan pajak dilakuka sehemat-hematnya dan biaya pemungutan tidak melebihi pemasukan pajaknya.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ardiani (2012) terdapat unsur – unsur yang merupakan bagian dari konsep kinerja penerimaan pajak, antara lain:
a. Jumlah penerimaan meningkat
b. Tarif pajak yang sudah sesuai kemampuan wajib pajak c. Kenaikan penerimaan sesuai dengan target
d. Administrasi yang teratur
e. Publikasi pelaporan penerimaan pajak Dalam penelitian ini terdapat beberapa indikator yang dikemukakan oleh Bunga, (2016) diantaranya yaitu:
a. Peran penerimaan pajak b. Sumber penerimaan negara
c. Upaya dalam meningkatkan penerimaan pajak 6. Pajak Penghasilan
Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai
pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Wajib pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak (Mardiasmo,2011:135).
1) Pengertian pajak penghasilan
Menurut Resmi (2009:74) Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Menurut Kesit (2011:12)12 Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh oleh wajib pajak atau badan usah atas kegiatan yang dilakukan. Menurut Hartanto (2008:45) Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan atau dipungut hanya atas penghasilan atau dipungut hnaya atas penghasilan berasal dari harta atau modal.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa,Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang 21 dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh oleh subjek atau wajib pajak selama satu tahun pajak berjalan. Pajak penghasilan secara umum banyak jenisnya bergantung pada penghasilan tersebut diperoleh.
2) Pajak Penghasilan Pasal
Menurut Mardiasmo (2011:168) “Pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan,
dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi”. Menurut Resmi (2009 : 176) “Pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang dalam negeri”.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Pajak penghasilan pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.
3) Objek Pajak dan Tarif Pajak PPh 21 Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah :
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau pemghasilan sejenisnya.
c. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan pemghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis
d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan
e. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
f. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun
g. Penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun dan imbalan sejenis dengan nama apa pun yand diberikan oleh bukan Wajib pajak, Wajib pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan Final atau Pajak Penghasilan berdasarkan norma perhitungan khusus.
4) Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21
Tarif pajak adalah besaran tertentu yang dipergunakan untuk menentukan jumlah pajak yang terutang. Penerapan tarif pajak dapat bersifat progresif, degresif, tunggal, dan tarif tetap. Pajak penghasilan di Indonesia menerapkan tarif tetap untuk wajib pajak badan dan tarif progresif untuk wajib pajak orang pribadi. Tarif pajak yang berlaku beserta penerapannya menurut ketentuan dalam Pasal 21 Undang- Undang Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut :
1. Tarif pajak berdasarkan pasal 17 Undang-undang PPh, diterapkan atas penghasilan kena pajak dari : pegawai, penerima pensiun, pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan.
2. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan, tarif lapisan pertama Pasal 17 UU PPh(5%), diterapkam atas : jumlah penghasilan bruto sehari yang melebihi Rp.150.000 atau jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya dalam dalam hal jumlah penghasilan kumulatif.
3. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas jumlah kumulatif dari : penghasilan kena pajak sebesar jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang di terima oleh bukan pegawai, diterima oleh tenaga ahli, diterima oleh anggota dewan komisaris, penghasilan jasa tidak menentu, dan penarikan dan pensiun
4. Tarif betdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas jumlah penghasilan bruto : pembayaran tidak bersifat kesinambungan dan setiap transaksi pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dapat dipecah belah oleh peserta kegiataan Penghasilan yang dikecualikan dari pengenaaan PPh Pasal 21 Tidak termasuk dalam pengertian yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
a) Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan bea siswa
b) Penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan, pajak penghasilan yang bersifar final, dan yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma perhitungan khusus
c) Iuaran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang penderinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, jaminan hari tua, dan jaminan sosial tenaga kerja
d) Zakat yang diterima oleh orang pribadi atau badan atau lembaga amal zakat yang sebelumnya disahkan oleh Pemerintah dan sumbangan keagamaan yang diakui di Indonesia
e) Beasiswa yang memenuhi persyaratan 5. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Pemotong PPh Pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh Undang-undang Perpajakan untuk memotong PPh Pasal 21 pihak yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 (Peraturan Pemerintah Direktur Jenderal Pajak Nomor : Per-31/PJ/2012 Pasal 2 ayat 1) adalah :
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang yang keseluruhan terkait dengan administrasi pekerjaan
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk didalamnya institusi TNI atau POLRI
3. Dana pensiun, badan penjamin sosial tenaga kerja, dan badan- badan lain yang membayark uang pensiun dan tunjangan 4. Orang pribadi
5. Penyelengga kegiatan
6. Penghasilan Tidak Kena Pajak
Menurut Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 7 Ayat 1 tentang Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang berlaku sampai 2012 yaitu :
a. Rp.15.840.000,- untuk diri Wajib Pajak pribadi
b. Rp. 1.320.000,- tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin c. Rp.15.840.000,- tambahan untuk seorang isteri yang
penghasilanya digabung dengan penghasilan suami
d. Rp. 1.320.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
B. Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu yang menjadi rujukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada table berikut:
Gambar 1.1 Penelitian Terdahulu NO Nama penelitian dan
tahun penelitian
Judul Penelitian
Variabel (kuantitatif)
Alat Analisis Hasil Penelitian
1 Muhammad
Rachmat Putra Utama (2011)
Analisis pengaruh pemungutan PPh Final Atas Pengalihan hak atas tanah dan/
bangunan
Variabel independen karakteristik PPh final pada real estate sedangkan penulis pada kantor pelayanan pajak
Deskriptif, analisis data.
Variabel independen dan variabel dependen menggunaka n tax
avoidance
Di dalam penelitian ini penerapan pajak yang dilakukan oleh PT.Baruga Asrinusa Development apakah telah dilaksanakan sesuai dengan paraturan-perundang undangan
perpajakan.
2 Evi wulansi (2012) Implementasi Tax Planing terhadap perhitungan PPh badan pada PT.Pelni IV
Variabel independen pada PPh badan sedangkan penulis pada kantor pelayanan
Metode analisis data, variabel independen, variabel dependen penghindara
Hasil penelitian adalah menunjukkan taksiran PPh final yang diaplikansikan pada Laporan Keuangan komersial menunjukkan contoh PPh Final dan
pajak pratama makassar
n pajak
contoh perhitungan secara progresif sesuai koreksi fisikal.
3 Sri Nurwahyui Fitria (2016)
Analisis Penagihan Aktif Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dan Implikasinya Pada
Penerimaan Pajak di KPP Pratama Makassar Selatan.
Perbedaanya terletak pada variabel independen yang
menunjukkan Sanksi Perpajakan sedangkan penulis mengacu pada
BPHTB, PPh Pasal 21 dan PPN atas penerimaan pajak pada KPP Pratama
Metode yang digunakan pada penelitian ini
adalah metode desktriptif.
Persamaann ya
terletak pada variable dependen atas penagihan pajak dan lokasi penelitian
Hasil Penelitian adalah menemukan bahwa proses penagihan aktif dikatakan efektif dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Selatan 4 Imam Ali Wafa
(2013)
Penerapan Perencanaan Pajak
Penghasilan Pasal 21 Sebagai Strategi Penghematan Pembayaran Pajak Perusahan.
Perbedaanny a adalah pada variabel independen yang mana
penelitian ini tentang laba bersih perusahaan sedangkan penulis membahas tentang BPHTB, PPh Pasal 21 dan PPN
Metode penelitian adalah deskriptif kualtitatif.
Persamaan pada segi PPh Pasal 21
Hasil penelitian adalah pajak penghasilan badan lebih kecil karena metode perhitungan menggunkan net method
untuk menghitung PPh pasal 21 karyawannya
sehingga laba bersih menjadi besar.
5 Febriani (2018) menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Gianyar.
Variabel bebas yang digunakan adalah kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus, sanksi pajak.
Variabel terikat yang digunakan adalah kepatuhan wajib pajak orang pribadi dengan menggunaka n alat analisis linear berganda.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa variabel sikap kesadaran wajib pajak dan
pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak
orang pribadi, sedangkan sanksi pajak tidak berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak orang pribadi.
C. Kerangka Pikir
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting, (Sugiyono, 2018). Pemerintah KPP agar dapat mempermudah kinerja pemerintah, jika akuntabilitas dan kinerja pegawai KPP tidak
maksimal akan berdampak kepada pelayanan sehingga dapat merugikan masyarakat.
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
Keterangan :
Y = Variabel Dependen a = Konstanta
b = Kofisien Regresi X = Variabel Independen`
D. Hipotesis
Hipotesis adalah alat kerja teoritis, hipotesis ini dapat dilihat dari teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah apa yang akan diteliti, hipotesis juga digunakan untuk menguji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau tidak benar suatu pernyataan. Dari pemaparan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Y = a+bX
Penerimaan Pajak Penghasilan PPH 21
Variabel Y Kebijakan Perpajakan
Variabel X
Kebijakan Perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Penerimaan Perpajakan PPH 21 di Kantor KPP Pratama Makassar Selatan.
BAB III
METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor pelayanan Pajak Pratama Makassar Selatan yang beralamat di Jl. Urip Sumoharjo No. Km, RW.04, Karuwisi Utara, Kec. Panakukang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90232. Penelitian ini direncakan 2 (dua) bulan, mulai bulan Februari – April 2024
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan tipe penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif yakni suatu penelitian yang menilai dan mengungkapkan permasalahan mengenai apa adanya sesuai dengan kenyataan yang adadilapangan. Penelitian deskriptif kuantitatif menurut Muri Yusuf (2017) adalah suatu penelitian yang bertujuan mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi tertentu, atau mencoba menggambarkan fenomena secara detil.
C. Populasi dan Sampel
Populasi menurut Sugiyono (2018) merupakan wilayah generalisasi yang mana terdiri atas objek maupun subjek yang memiliki kualitas serta karakteristik tertentu yang peneliti tetapkan untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah staf KPP. Sampel menurut Sugiyono (2018) merupakan bagian dari populasi, artinya jumlah
serta karakteristik yang ada pada sampel merupakan bagian dari populasi yang menjadi objek penelitian. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Sampel yang dipilih dalam penelitian ini yaitu karyawan KPP Kota Madya Makassar.
D. Jenis dan Sumber Data
Jenis data menurut Pakpahan, et al. (2021) terdiri menjadi dua yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Jenis data dalam penelitian ini yaitu jenis data kuantitatif yang berupa angka dari pemerolehan pengukuran variabel dengan menggunakan kuesioner (angket). Selanjutnya Pakpahan,et al.(2021) mengemukakan bahwa sumber data dibedakan menjadi dua bagian, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun sumber data dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Data Primer, yaitu data yang berkaitan dengan penelitian yag dilakukan dan juga berupa jawaban dari kuesioner yang diberikan kepada staf-staf KPP Kota Madya Makassar.
2. Data sekunder, yaitu data pendukung yang dikumpulkan dari data primer yang diperoleh dari literatur dan dokumen yang diteliti, seperti dokumen mengenai kebijakan perpajakan yang diteliti, dan didapat dari institusi pemerintahan yang bersangkutan.
E. Metode Pengumpulan Data 1. Daftar Pernyataan (Kuesioner)
Kuesioner pada penelitian ini digunakan untuk menilai akuntabilitas kinerja staff yang ada di KPP Kota Madya Makassar, instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daftar pernyataan kuesioner yang akan diberikan kepada responden untuk menjawabnya.
2. Telaah Dokumen
Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan mengkaji dokumen- dokumen baik berupa buku referensi jurnal, buku, maupun peraturan perundang-undangan atau pasal yang berhubungan dengan penelitian ini.
3. Dokumentasi Dokumentasi merupakan pelengkap dalam penelitian setelah kuesioner, dan telaah dokumen. Dokumentasi adalah cara untuk mendapatkan data tambahan melalui jurnal, buku, website, foto- foto dan hal yang berhubungan dengan variabel yang diteliti.
F. Metode Analisis
1. Penelitian Regresi Linear Sederhana
Penelitian ini menggunakan analisis regresi. Teknik analisis regresi digunakan untuk melihat pengaruh kebijakan perpajakan KPP Madya terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Phh 21. Teknik analisis regresi berfungsi untuk menguji sejauh mana hubungan sebab akibat
antara variable X dan variable Y. regresi linear sederhana merupakan metade yang digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel terikat dengan variabel bebas.
Adapun rumus regresi sederhana adalah Y = a + bX + e
Keterangan:
Y = Variabel dependen (Penerimaan pajak KPP) α = Konstanta
b = Koefisien regresi
X = Variabel Independen (Kebijakan pajak)
Analisis regresi menggunakan bantuan software SPSS dasar pengambilan keputusannya adalah:
a. Jika nilai P value (sig) ≥ 0.05 maka Ho diterima dan Ha ditolak.
b. Jika nilai P value (sig) ≤ 0.05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.
2. Uji Validasi
Validitas konstruksi dan validitas isi akan dilakukan oleh peneliti untuk menguji apakah konsruk atau karakteristik dalam penelitian ini, yaitu variabel sistem keuangan terhadap Efektivitas kinerja pemerintahan dapat diukur secara akurat oleh indicator-indikatornya.
Penelitian ini akan melakukan uji validitas dengan menggunakan bantuan software SPSS version 25. Didasarkan bahwa responden penelitian ini adalah sampel jenuh yaitu sampel seluruh dari populasi, maka pengujian validitas cukup dengan membandingkan nilai rhitung
≥ rtabel pada taraf signifikan 5%, maka ditolak dan disimpulkan bahwa skor butir berkorelasi positif dengan skor faktor sehingga dikatakan valid dan tidak perlu dikeluarkan dari daftar pertanyaan.
3. Uji Reliabilitas
Reliabilitas konsisensi internal akan dilakukan oleh peneliti untuk menguji setiap butir-butir yang ada pada kuesioner. Penelitian akan melakukan uji reliabilitas dengan menggunakan bantuan software SPSS version 21. Pengujian realibitas cukup dengan membandingkan jika nilai CronbachAlpha (a) lebih dari 0,5 maka instrument tersebut reliable, semakin besar nilainya berarti instrument tersebut semakin reliable. Tetapi sebaliknya jika Cronbach Alpha (a) kurang dari 0,5 maka dianggap kurang handal, artinya bila variabel-variabel tersebut dilakukan penelitian ulang dengan waktu dan dimensi yang berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda.
4. Uji Hipotetis
Hipotesis merupakan kesimpulan teoritis atau sementara dalam penelitian. Hipotesis merupakan hasil akhir dari proses berpikir deduktif (logika deduktif). Logika deduktif adalah menganut atas asa koherensi, mengingat premis yaitu informasi yang bersumber dari hasil pernyataan yang telah teruji kebenarannya, maka hipotesis yang dirumuskan akan mempunyai derajat kebenaran yang tidak jauh berbeda dengan premis. Metode yang digunakan untuk menguji hipotesis pertama sampai lima diuji dengan menentukan tingkat
signifikansi dengan uji koefisien determinasi (R²) dan uji parsial (uji t) sebagai berikut:
a. Koefisien Determinasi (R²)
Koefisien Determinasi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar persentase sumbangan dari variabel independen (kebijakan perpajakan) secara Bersama-sama terhadap variabel dependen (penerimaan pajak PPH 21) dapat dilihat dari besarnya koefisien determinasi. Dimana R² atau R square menjelaskan seberapa besar variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini mampu menjelaskan variabel dependen.
b. Uji Signifikansi Parameter Individual (uji t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen. Berdasarkan signifikansi:
1. Jika signifikansi > 0,05 maka H0 diterima (koefisien regresi tidak signifikan) hal ini berarti bahwa secara parsial variabel independent tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
2. Jika signifikan <0,05 maka H0 ditolak (koefisien regresi signifikan) hal ini berarti bahwa secara parsial variable independent tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variable dependen.
G. Definisi Operasional
Untuk mengukur variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, perlu ditetapkan definisi operasional yang menjelaskan secara jelas apa yang dimaksud dengan setiap variabel tersebut. Berikut adalah definisi operasional dari variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini.
1. Kebijakan perpajakan merupakan alat pemerintah di bidang perpajakan yang memiliki suatu sasaran tertentu atau untuk mencapai suatu tujuan tertentu di bidang sosial dan ekonomi dimana kebijakan ini dapat menunjang perkembangan ekonomi dan sosial suatu negara.
2. Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh) adalah adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima.