• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecerdasan Dan Peranannya Dalam Pembelajaran

N/A
N/A
Keren Aja

Academic year: 2025

Membagikan "Kecerdasan Dan Peranannya Dalam Pembelajaran"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS INDVIDU MATERI KELOMPOK 1 SAMPAI KELOMPOK 10

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Tes Pengukuran dan Evaluasi Olahraga

Dosen Pengampu:

1. Drs. Maidarman, M.Pd 2. Dr. Ardo Okilando, M.Pd

Disusun Oleh:

Muhammad Ardi Nasution NIM. 21087038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA DEPARTEMEN KEPELATIHAN

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2024

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Kecerdasan Dan Peranannya Dalam Pembelajaran tepat waktu.

Tugas ini guna memenuhi tugas Tes Pengukuran dan Evaluasi Olahraga di Universitas Negri Padang. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang konsep validitas dan reliabilitas.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya Dr.Ardo OkilandaM.Pd dan Drs.

Maidarman, M.Pd selaku dosen mata kuliah Tes Pengukuran dan Evaluasi Olahraga. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, Desember 2024

Muhammad Ardi Nasution BP/NIM. 2021/21087038

(3)

DAFTAR ISI Kata Pengantar

Daftar Isi

Konsep Validitas Dan Reliabilitas Teknik Instrumen dan Tes

Teknik Instrumen Non-Tes

(4)

Konsep Validitas dan Reliabilitas A. Konsep Validitas

Azwar (1987: 173) menyatakan bahwa validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukur secara tepat atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Artinya hasil ukur dari pengukuran tersebut merupakan besaran yang mencerminkan secara tepat fakta atau keadaan sesungguhnya dari apa yang diukur.

Sedangkan dalam buku Measurement And Evaluation in Education and Psychology, validitas mengacu pada sejauh mana inferensi atau kesimpulan yang dibuat dari skor tes atau pengukuran lain dapat dianggap akurat dan relevan. Validitas berkaitan dengan seberapa tepat, bermakna, dan bermanfaat inferensi tersebut. Dalam proses validasi, bukti dikumpulkan untuk mendukung inferensi yang dibuat dari skor tes tersebut.

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa validitas adalah konsep yang mengukur sejauh mana sebuah instrumen pengukur, seperti tes, mampu secara akurat dan tepat menjalankan fungsinya sesuai dengan tujuan pengukuran. Validitas menunjukkan seberapa baik hasil pengukuran mencerminkan kondisi atau fakta yang sebenarnya dari apa yang diukur. Selain itu, validitas juga berkaitan dengan seberapa relevan dan bermakna inferensi atau kesimpulan yang dibuat dari hasil pengukuran tersebut. Dalam proses validasi, diperlukan bukti untuk mendukung ketepatan dan kegunaan inferensi yang dibuat dari skor tes. Dalam pengujian biasanya memakai beberapa rumus:

Djaali (2000: 77) menyatakan bahwa untuk menghitung validitas internal untuk skor butir dikotomi digunakan koefisien korelasi biserial (rbis) dengan rumus:

Rbis(i) = koefisien korelasi antara skor butir ke i dengan skor total.

(5)

X i = rata-rata skor total responden yang menjawab benar butir ke i.

X t = rata-rata skor total semua responden.

St = standar deviasi skor total semua responden.

pi = proporsi jawaban yang benar untuk butir ke i.

qi = proporsi jawaban yang salah untuk butir ke i.

Selanjutnya, dikatakan bahwa untuk menghitung koefisien validitas internal untuk skor butir politomi digunakan korelasi product moment (r) dengan rumus:

rit= koefisien korelasi antara skor butir soal dengan skor total.

∑ xi = jumlah kuadrat deviasi skor dari Xi.

∑xt = jumlah kuadrat deviasi skor dari Xt.

B. Konsep Reliabilitas

Dalam buku yang bejudul Educational Measurement and Evaluation realibilitas merujuk pada konsistensi atau keandalan suatu tes dalam menghasilkan hasil yang sama atau serupa ketika diulang dalam kondisi yang sama. Ini berarti bahwa jika sebuah tes memiliki reliabilitas tinggi, maka hasil yang diperoleh dari tes tersebut akan tetap konsisten jika diberikan pada waktu yang berbeda atau dengan set item yang setara. Reliabilitas adalah tentang seberapa konsisten dan stabil hasil pengukuran ketika suatu tes digunakan berulang kali dalam kondisi yang sama atau pada kelompok subjek yang sama. Tes yang reliabel adalah tes yang memberikan hasil yang dapat dipercaya dan konsisten, menunjukkan bahwa alat ukur tersebut tepat dalam menilai apa yang seharusnya diukur (Matondang Z). Djaali (2000: 81) menyatakan bahwa reliabilitas dibedakan atas dua macam, yaitu reliabilitas konsistensi tanggapan, dan reliabilitas konsistensi gabungan butir. Reliabilitas konsistensi tanggapan responden mempersoalkan apakah tanggapan responden atau obyek ukur terhadap tes atau instrumen tersebut sudah baik atau konsisten. Dalam hal ini apabila suatu tes atau instrumen digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap obyek ukur kemudian dilakukan pengukuran kembali terhadap obyek ukur yang sama, apakah hasilnya masih tetap sama dengan pengukuran sebelumnya. Jika hasil pengukuran kedua menunjukkan ketidakkonsistenan maka jelas hasil

(6)

pengukuran itu tidak mencerminkan keadaan obyek ukur yang sesungguhnya.

Jadi, reliabilitas adalah ukuran yang menunjukkan seberapa konsisten dan dapat diandalkan hasil yang diperoleh dari suatu tes atau instrumen pengukuran. Jika sebuah tes memiliki reliabilitas yang tinggi, hasil yang diperoleh dari tes tersebut akan tetap sama atau serupa ketika tes diulang dalam kondisi yang sama atau dengan kelompok subjek yang sama. Ini berarti bahwa hasil pengukuran tersebut stabil dan konsisten dari waktu ke waktu, serta dapat dipercaya dalam menggambarkan kondisi sebenarnya dari obyek ukur.

Koefisien reliabilitas konsistensi gabungan butir untuk skor butir dikotomi dapat dihitung dengan menggunakan rumus Kuder-Richardson yang dikenal dengan nama KR-20 (Djaali, 2000: 77) dengan rumus:

Keterangan:

k = cacah butir.

piqi = varians skor butir.

pi = proporsi jawaban yang benar untuk butir nomor i.

qi = proporsi jawaban yang salah untuk butir nomor i.

St 2 = varians skor total responden.

Koefisien reliabilitas gabungan butir untuk skor butir politomi, maka koefisien reliabilitas dihitung menggunakan koefisien Alpha (Djaali, 2000: 122) dengan rumus:

Keterangan:

rii = koefisien reliabilitas.

k = cacah butir.

si 2 = varians skor butir.

st 2 = varians skor total responden.

(7)

Teknik Instrumen dan Tes A. Teknik Instrmen dan Tes

Teknik instrumen memainkan peran krusial dalam penilaian dan evaluasi kemampuan fisik dan keterampilan atlet. Teknik instrumen merujuk pada berbagai alat dan metode yang digunakan untuk mengukur, menilai, dan mengevaluasi berbagai aspek performa olahraga.

Penggunaan teknik instrumen yang tepat dan akurat sangat penting untuk memastikan hasil pengukuran yang valid dan dapat dipercaya, yang pada gilirannya membantu dalam merancang program latihan yang efektif dan memantau perkembangan atlet. Konsep Dasar Teknik Instrumen Teknik instrumen dalam konteks evaluasi olahraga mencakup penggunaan alat dan metode untuk mengukur berbagai parameter performa fisik seperti kekuatan, daya tahan, kecepatan, fleksibilitas, dan keterampilan teknis. Konsep dasar dari teknik instrumen meliputi:

 Validitas:

Validitas mengacu pada sejauh mana instrumen mengukur apa yang seharusnya diukur.

Misalnya, alat ukur kekuatan harus benar-benar mengukur kekuatan otot dan bukan atribut lain.Reliabilitas: Reliabilitas adalah konsistensi hasil pengukuran ketika instrumen digunakan dalam kondisi yang sama. Instrumen yang reliabel akan memberikan hasil yang serupa ketika digunakan pada waktu yang berbeda atau oleh pengukir yang berbeda.  Sensitivitas:

Sensitivitas instrumen mengacu pada kemampuannya untuk mendeteksi perubahan kecil dalam

(8)

parameter yang diukur. Instrumen yang sensitif mampu mengidentifikasi perubahan performa atlet secara lebih akurat.  Spesifisitas: Spesifisitas berkaitan dengan sejauh mana instrumen hanya mengukur parameter yang diinginkan tanpa dipengaruhi oleh faktor lain. Misalnya, alat untuk mengukur kecepatan harus spesifik dalam mengukur kecepatan gerakan tanpa terpengaruh oleh kekuatan atau kondisi lingkungan.

Tes dalam olahraga mengacu pada metode sistematis yang digunakan untuk mengukur variabel terkait performa fisik dan keterampilan teknis atlet. Tes ini umumnya memberikan hasil kuantitatif, yang dapat digunakan untuk menentukan seberapa baik atlet dalam berbagai aspek fisik dan teknis. Tes ini sering kali melibatkan pengukuran yang spesifik dan dapat direplikasi, sehingga memungkinkan perbandingan dan analisis performa secara konsisten. Contoh tes fisik meliputi tes kekuatan otot, daya tahan kardiovaskular, fleksibilitas, dan kecepatan. Tes keterampilan termasuk evaluasi teknik tertentu yang relevan dengan olahraga, seperti kemampuan dribbling dalam basket atau teknik renang. Tes psikologis, seperti kuesioner motivasi, mengukur aspek mental dan emosional atlet yang dapat mempengaruhi performa mereka. Non-tes, di sisi lain, melibatkan metode evaluasi yang tidak melibatkan pengukuran langsung, tetapi lebih pada penilaian kualitatif dan observasional.

Metode ini sering digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang aspek-aspek yang sulit diukur dengan tes standar. Non-tes mencakup observasi langsung atau rekaman video dari performa atlet, wawancara, dan kuesioner yang mengukur sikap dan persepsi.Metode ini memungkinkan pelatih untuk mengevaluasi faktor-faktor seperti motivasi, sikap, kepemimpinan, dan dinamika tim, yang semuanya berperan penting dalam performa keseluruhan atlet namun tidak selalu dapat diukur dengan tes fisik atau keterampilan.

B. Teknik Instrumen Non-Tes 1. Observasi

Observasi Langsung: Melibatkan pengamatan langsung terhadap atlet saat berlatih atau bertanding.Ini memberikan wawasan real-time tentang performa atlet dan bagaimana mereka menerapkan keterampilan dalam situasi nyata. Misalnya, pelatih dapat mengamati teknik servis dalam tenis untuk menilai perbaikan atau kebutuhan latihan.

2. Observasi Tertutup

Menggunakan video atau rekaman untuk menganalisis performa atlet. Ini memungkinkan penilaian detail dan ulasan ulang dari berbagai sudut pandang, serta memberikan data yang bisa dianalisis secara mendalam. Misalnya, analisis video

(9)

pertandingan sepak bola dapat membantu mengidentifikasi kesalahan teknis dan strategi yang dapat diperbaiki.

3. Wawancara

Wawancara Terstruktur: Menggunakan pertanyaan yang telah ditentukan sebelumnya untuk mengeksplorasi berbagai aspek dari performa atlet. Misalnya, wawancara tentang pengalaman kompetisi dapat mengungkapkan bagaimana atlet merasakan persiapan dan strategi mereka.

4. Wawancara tidak Terukur

Melibatkan percakapan yang lebih fleksibel dan spontan untuk mendapatkan wawasan mendalam tentang atlet. Diskusi terbuka tentang motivasi atau kekhawatiran dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai aspek-aspek yang mungkin tidak muncul dalam wawancara terstruktur.

5. Kuisioner

Kuisioner Sikap: Mengukur sikap dan persepsi atlet terhadap berbagai aspek olahraga, seperti pelatihan atau hubungan dengan rekan tim. Misalnya, kuesioner kepuasan terhadap pelatihan dapat memberikan umpan balik berharga tentang efektivitas program pelatihan. Kuesioner Persepsi Diri: Mengukur bagaimana atlet menilai kemampuan dan kinerjanya sendiri. Skala persepsi diri atlet dapat memberikan pandangan tentang kepercayaan diri dan persepsi mereka terhadap keterampilan mereka, yang dapat mempengaruhi performa mereka.

Konsep Tes Antropometri dan Status Gizi Olahraga A. Konsep Dasar Tes Antropometri

Antropometri merupakan ilmu yang mengukur dimensi tubuh manusia untuk memahami variasi dalam ukuran tubuh, komposisi tubuh, dan bentuk. Dalam bidang olahraga, antropometri digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor seperti massa tubuh, tinggi badan, proporsi tubuh, dan komposisi lemak tubuh. Tes-tes ini tidak hanya memberikan gambaran fisik tetapi juga

(10)

memberi indikasi tentang status kesehatan, potensi performa, dan risiko cedera pada atlet.

Pengukuran-pengukuran yang sering digunakan dalam tes antropometri olahraga meliputi:

1. Tinggi Badan: Digunakan untuk mengetahui perkembangan linear tubuh atlet, yang sering berpengaruh pada cabang olahraga seperti bola basket dan bola voli, di mana tinggi badan merupakan keuntungan kompetitif.

2. Berat Badan: Mengukur berat tubuh total untuk mengamati perkembangan fisik serta memantau perubahan berat yang mungkin mempengaruhi performa atlet.

3. Indeks Massa Tubuh (IMT): Rasio berat badan terhadap tinggi badan digunakan untuk menilai apakah seseorang berada pada kategori berat badan normal, underweight, overweight, atau obesitas.

4. Persentase Lemak Tubuh: Diukur dengan menggunakan kaliper lipatan kulit atau perangkat lain untuk menentukan kadar lemak subkutan, yang mempengaruhi kekuatan, kecepatan, dan fleksibilitas.

B. Penerapan dalam Olahraga

Antropometri diterapkan di berbagai cabang olahraga untuk:

1. Menentukan Kategori Berat: Dalam olahraga seperti gulat, tinju, dan angkat besi, atlet diklasifikasikan ke dalam kelas berat yang berbeda berdasarkan ukuran tubuh.

2. Identifikasi Potensi Atlet: Berdasarkan karakteristik antropometri, pelatih dapat mengarahkan atlet ke olahraga yang lebih cocok. Misalnya, atlet yang tinggi dan ramping lebih cocok untuk basket, sementara yang lebih pendek dan berotot lebih mungkin unggul dalam angkat besi.

3. Monitoring dan Evaluasi Kinerja: Pengukuran antropometri dilakukan secara berkala untuk memantau perubahan fisik atlet seiring latihan, gizi, dan kompetisi, sehingga bisa dilakukan penyesuaian pada program latihan.(Pengajar Program Studi Pendidikan Jasmani & dan Rekreasi, 2017) Contoh: Dalam sepak bola, pengukuran antropometri bisa digunakan untuk memantau rasio lemak tubuh pemain dan pengaruhnya terhadap kecepatan berlari serta ketahanan fisik pemain selama pertandingan.

C. Status Gizi

Status gizi adalah kondisi kesehatan seseorang, khususnya atlet, yang dinilai berdasarkan kecukupan asupan nutrisi yang diterima dan digunakan oleh tubuh. Status gizi yang baik berperan penting dalam menunjang performa atlet selama berlatih dan berkompetisi. Gizi dalam keolahragaan tidak hanya mencakup jumlah makanan yang dikonsumsi, tetapi juga kualitas dan

(11)

keseimbangan makronutrien (karbohidrat, protein, dan lemak) serta mikronutrien (vitamin dan mineral) yang diperlukan tubuh.(Astyorini, n.d.) Berikut kegunaan dari status gizi yang optimal dalam keolahragaan :

1. Menyediakan Energi: Atlet membutuhkan energi untuk melakukan aktivitas fisik intens.

Sumber energi utama adalah karbohidrat, yang diubah menjadi glukosa dan digunakan otot selama beraktivitas. Protein juga berperan penting dalam membangun dan memperbaiki jaringan otot.

2. Memperbaiki dan Membentuk Otot: Protein merupakan komponen kunci dalam pembentukan otot, sementara asupan lemak yang cukup berperan dalam menjaga keseimbangan hormon.

3. Mengatur Fungsi Tubuh: Mikronutrien, seperti vitamin dan mineral, membantu dalam proses metabolisme, menjaga sistem kekebalan tubuh, dan memelihara kesehatan tulang dan jaringan. Misalnya, kalsium dan vitamin D penting untuk kesehatan tulang, sementara zat besi penting untuk transportasi oksigen dalam darah.

4. Pemulihan: Nutrisi yang cukup dan seimbang membantu mempercepat pemulihan pasca- latihan atau kompetisi, mengurangi risiko cedera, dan mempersiapkan tubuh untuk aktivitas fisik berikutnya.

Status gizi dinilai melalui beberapa metode seperti pengukuran antropometri (tinggi badan, berat badan, indeks massa tubuh), tes laboratorium untuk melihat kadar nutrisi dalam darah, serta evaluasi pola makan. Kekurangan gizi, seperti defisiensi zat besi atau dehidrasi, dapat menurunkan performa atlet, menyebabkan kelelahan, menurunkan kekuatan, dan meningkatkan risiko cedera. Sebaliknya, status gizi yang baik meningkatkan stamina, kekuatan, dan daya tahan fisik, serta membantu atlet mencapai performa optimal.

(Laurensi et al., n.d.) Status gizi merupakan kondisi tubuh seseorang berdasarkan asupan nutrisi yang diterima dan digunakan tubuh untuk menjalankan berbagai fungsi. Gizi yang baik adalah kunci untuk mempertahankan performa optimal dalam olahraga karena: Penyediaan Energi: Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang digunakan tubuh selama latihan dan kompetisi. Atlet membutuhkan pasokan karbohidrat yang cukup agar memiliki stamina yang baik. Pertumbuhan dan Perbaikan Jaringan: Protein diperlukan untuk perbaikan dan pertumbuhan otot setelah aktivitas fisik yang intens. Protein juga penting dalam memelihara kesehatan sistem kekebalan tubuh. Pengaturan Keseimbangan Cairan: Elektrolit seperti natrium dan kalium berperan dalam menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh. Kekurangan

(12)

elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi, kram otot, dan penurunan performa.

Kekurangan nutrisi, seperti defisit kalori atau kurangnya mikronutrien tertentu (misalnya zat besi atau kalsium), dapat menyebabkan kelelahan cepat, memperlambat pemulihan otot, dan meningkatkan risiko cedera. Misalnya, defisiensi zat besi bisa menyebabkan anemia, yang akan mengurangi kemampuan atlet untuk mengangkut oksigen secara efisien, mengurangi ketahanan mereka.(Cusanni, n.d.).

Seorang pelari jarak jauh membutuhkan asupan karbohidrat yang cukup untuk menyediakan energi selama berlari. Jika karbohidrat tidak terpenuhi, tubuh akan cepat lelah, dan performanya menurun. Di sisi lain, status gizi yang buruk seperti kekurangan zat besi bisa menyebabkan anemia, yang berdampak pada penurunan transportasi oksigen dalam tubuh dan mempengaruhi daya tahan atlet.(Astyorini, n.d.).

D. Tes Kemampuan Motorik Dasar (TGMD)

Tes kemampuan motorik dasar adalah evaluasi keterampilan motorik yang melibatkan gerakan besar tubuh, seperti berjalan, berlari, melompat, melempar, dan menangkap. Tes ini sering digunakan untuk mengukur perkembangan fisik dan motorik pada anak-anak, namun juga bisa diterapkan pada berbagai kelompok usia. Para ahli telah mengembangkan berbagai alat ukur untuk menilai kemampuan motorik dasar, yang diakui secara luas dalam bidang perkembangan fisik dan pendidikan jasmani.

Menurut Gallahue dan Ozmun, kemampuan motorik dasar dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu keterampilan locomotor dan keterampilan manipulatif. Keterampilan locomotor meliputi gerakan-gerakan yang melibatkan perpindahan tubuh dari satu tempat ke tempat lain, seperti berjalan, berlari, dan melompat. Sementara keterampilan manipulatif melibatkan interaksi dengan objek seperti melempar, menangkap, dan memukul. Tes-tes kemampuan motorik dasar ini penting untuk menilai perkembangan anak dan memastikan bahwa mereka mengembangkan keterampilan fisik yang tepat di usia tertentu.

Ulrich mengembangkan Test of Gross Motor Development (TGMD), yang sekarang berada di versi kedua (TGMD-2). TGMD-2 adalah alat tes yang secara spesifik dirancang untuk mengukur perkembangan keterampilan motorik kasar pada anak-anak usia 3 hingga 10 tahun.

Tes ini terdiri dari dua sub-tes utama: Sub-tes Locomotor: Meliputi keterampilan seperti lari cepat, lompat jauh, lompat ke depan, lompat dengan satu kaki, melompat dengan kedua kaki, dan berlari zig-zag.

(13)

Sub-tes Objek Kontrol: Melibatkan keterampilan manipulatif seperti melempar bola, menendang bola, dan menangkap bola.

Dalam buku mereka Life Span Motor Development, Haywood dan Getchell menekankan bahwa keterampilan motorik dasar adalah fondasi bagi perkembangan kemampuan fisik yang lebih kompleks di masa depan. Mereka menekankan pentingnya tes kemampuan motorik dasar, karena keterampilan ini adalah pondasi bagi perkembangan keterampilan olahraga dan aktivitas fisik lainnya. Tes motorik kasar juga membantu mengidentifikasi anak-anak yang mungkin memiliki keterlambatan dalam perkembangan fisik mereka dan memerlukan bantuan tambahan.

Menurut Clark, kemampuan motorik dasar dianggap sebagai "bangunan blok" untuk perkembangan keterampilan yang lebih canggih. Tes motorik dasar tidak hanya penting untuk menilai kemampuan fisik, tetapi juga untuk memahami pola perkembangan anak secara keseluruhan. Keterampilan motorik kasar memungkinkan anak-anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang lebih terstruktur, yang pada akhirnya mendukung perkembangan sosial dan emosional mereka.

Roberton dan Halverson berfokus pada evaluasi keterampilan motorik kasar dalam konteks perkembangan anak. Mereka berpendapat bahwa keterampilan motorik dasar harus dikembangkan pada usia dini melalui permainan dan aktivitas fisik yang terstruktur. Tes kemampuan motorik dasar menurut mereka merupakan alat yang efektif untuk menilai apakah anak mencapai tonggak perkembangan fisik sesuai dengan usianya, serta memberikan dasar untuk pengembangan keterampilan yang lebih spesifik di masa mendatang, seperti dalam olahraga kompetitif.(Retno Yunitasari et al., n.d.)

(14)

E. Hubungan antara Antropometri, Status Gizi, dan TGMD.

Berikut adalah hubungan Antropometri, Status Gizi, dan Kemampuan Motorik.

Antropometri, status gizi, dan kemampuan motorik dasar saling berkaitan erat. Ukuran dan komposisi tubuh (yang diukur melalui antropometri) dipengaruhi oleh status gizi, yang pada gilirannya mempengaruhi kemampuan motorik dasar. Status Gizi dan Antropometri: Asupan nutrisi yang tepat berkontribusi pada perkembangan tubuh yang ideal, termasuk tinggi badan, berat badan, dan massa otot. Anak-anak dengan status gizi yang baik cenderung memiliki ukuran tubuh yang sesuai dengan usianya dan cenderung lebih aktif dalam aktivitas fisik, yang memperkuat kemampuan motorik. Status Gizi dan Kemampuan Motorik: Anak-anak yang mengalami malnutrisi mungkin memiliki keterlambatan perkembangan motorik karena kurangnya energi dan nutrisi yang mendukung perkembangan otot dan jaringan tubuh.

Sebaliknya, anak-anak yang mendapatkan nutrisi yang cukup cenderung memiliki kekuatan, stamina, dan keseimbangan yang lebih baik dalam aktivitas fisik.

Antropometri dan Kemampuan Motorik: Ukuran tubuh yang proporsional sesuai usia mempengaruhi bagaimana seorang anak berpartisipasi dalam aktivitas fisik. Misalnya, anak yang terlalu gemuk mungkin kesulitan dalam melakukan aktivitas motorik yang melibatkan lompatan atau berlari. Contoh: Dalam sepak bola, seorang pemain yang memiliki komposisi tubuh ideal (berdasarkan tes antropometri) dan status gizi yang baik akan memiliki kemampuan motorik yang lebih baik untuk berlari cepat, menendang bola dengan kekuatan yang tepat, dan menghindar dengan cepat.

Konsep dan Tes TKJI dan TKPN A. Konsep Tes TKJI

Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI) adalah suatu tolak ukur untuk mengukur tingkat kesegaran jasmani yang berbentuk rangkaian butir-butir tes yang menjadi salah satu tolak ukur dalam mengetahui tingkat kesegaran jasmani anak yang digolongkan sesuai dengan umur anak tersebut.  Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI) telah disepakati dan ditetapkan menjadi instrumen/alat tes yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia karena TKJI disusun dan disesuaikan dengan kondisi anak Indonesia. TKJI dibagi dalam 4 kelompok usia, yaitu: 6-9 tahun, 10-12 tahun, 13-15 tahun, dan 16-19 tahun. Kita akan membahas TKJI pada kelompok usia 10-12 tahun.

(15)

Sesuai dengan tolak ukur kesegaran jasmani, maka tolak ukur ini hanya berlaku untuk mengukur kesegaran jasmani anak sesuai dengan golongan umur tersebut. Dengan demikian tolak ukur ini tidak berlaku untuk mengukur kesegaran jasmani bagi mereka yang tidak termasuk kelompok umur tersebut. Kategori dengan membedakan juga jenis kelamin dimana kategori putra dan putri. TKJI merupakan battery test dimana terdiri dari:

Ketentuan Tes:

1. TKJI merupakan suatu rangkaian tes, oleh karena itu semua butir tes harus dilaksanakan secara berurutan, terus-menerus, dan tidak terputus dengan memperhatikan kecepatan perpindahan butir tes kebutir tes berikutnya dalam 3 menit.

2. Butir tes TKJI bersifat baku dan tidak boleh dibolak- balik. dengan urutan pelaksanaan tes sebagai berikut :

 Pertama : Lari 60 meter (usia 16-19 tahun).

 Kedua : Gantung angkat tubuh untuk putra (pull up).

 Ketiga: Baring duduk (sit up).

 Keempat: Loncat tegak (vertical jump)

 Kelima: 1200 meter (usia 16-19 tahun).

B. Pelaksanaan Tes TKJI

Tujuan Tes ini bertujuan untuk mengukur kecepata.

1. Alat dan Fasilitas:

1. Lintasan lurus, rata, tidak licin, mempunyai lintasan lanjutan, berjarak 50 / 60 meter 2. Bendera start

3. Peluit

4. Tiang pancang 5. Stop watch 6. Serbuk kapur 7. Formulir TKJI 8. Alat tulis 2. Petugas Tes

1. Petugas pemberangkatan.

2. Pengukur waktu merangkap pencatat hasil tes.

3. Pelaksanaan

1. Sikap permulaaan , peserta berdiri dibelakang garis start.

(16)

2. Gerakan: pada aba-aba “SIAP” peserta mengambil sikap start berdiri, siap untuk lari 3. pada aba- aba “YA” peserta lari secepat mungkin menuju garis finish

4. Lari masih bisa diulang apabila peserta: mencuri start, tidak melewati garis finish, terganggu oleh pelari lainnya, jatuh / terpeleset.

4. Pengukuran waktu

Pengukuran waktu dilakukan dari saat bendera start diangkat sampai pelari melintasi garis Finish.

5. Pencatat hasil, hasil yang dicatat adalah waktu yang dicapai oleh pelari untuk menempuh jarak 50 / 60meter dalam satuan detik. Waktu dicatat satu angka dibelakang koma.

2. Tes Gantung Angkat Tubuh untuk Putra, Tes Gantung Siku Tekuk untuk Putri a. Tujuan

Tes ini bertujuan untuk mengukur kekuatan dan ketahanan otot lengan dan bahu.

b. Alat dan fasilitas

 lantai rata dan bersih

 palang tunggal yang dapat diatur ketinggiannya yang disesuaikan dengan ketinggian peserta. Pipa pegangan terbuat dari besi ukuran ¾ inchi.

 stopwatch

 serbuk kapur atau magnesium karbonat

 alat tulis c. Petugas tes

1) pengamat waktu.

2) penghitung gerakan merangkap pencatat hasil.

d. Pelaksanaan Tes Gantung Angkat Tubuh 60 detik (Untuk Putra).

1) Sikap permulaan

Peserta berdiri di bawah palang tunggal. Kedua tangan berpegangan pada palang tunggai selebar bahuPegangan telapak tangan menghadap ke arah letak kepala.

2) Gerakan (Untuk Putra)

a) Mengangkat tubuh dengan membengkokkan kedua lengan, sehingga dagu menyentuh atau berada di atas palang tunggal kemudian kembali ké sikap permulaan. Gerakan ini dihitung satu kali.

b) Selama melakukan gerakan, mulai dan kepala sampai ujung kaki tetáp merupakan satu garis lurus.

(17)

c) Gerakan ini dilakukan berulang-ulang, tanpa istirahat sebanyak 76 mungkin selama 60 detik.

3) Angkatan dianggap gagal dan tidak dihitung apabila:

a) pada waktu mengangkat badan, peserta melakukan gerakan mengayun.

b) pada waktu mengangkat badan, dagu tidak menyentuh palang Tunggal.

c) pada waktu kembali ke sikap permulaan kedua lengan tidak lurus.

e. Pencatatan Hasil

1) yang dihitung adalah angkatan yang dilakukan dengan sempurna.

2) yang dicatat adaiah jumlah (frekuensi) angkatan yang dapat dilakukan dengan sikap sempurna tanpa istirahat selama 60 detik.

3) Peserta yang tidak mampu melakukan Tes angkatan tubuh ini, walaupun teiah berusaha, diberi nilai nol (0).

3. Tes Baring Duduk (Sit Up) Selama 60 detik.

a. Tujuan Mengukur kekuatan dan ketahanan otot perut.

b. Alat dan fasilitas

 lantai / lapangan yang rata dan bersih

 stopwatch

 alat tulis

 alas / tikar / matras dll.

c. Petugas tes 1) pengamat waktu

2) penghitung gerakan merangkap pencatat hasil.

d. Pelaksanaan 1) sikap permulaan

a) berbaring telentang di lantai, kedua lutut ditekuk dengan sudut 90˚ dengan kedua jarijarinya diletakkan di belakang kepala.

b) Peserta lain menekan / memegang kedua pergelangan kaki agar kaki tidak terangkat.

2) Gerakan

a) Gerakan aba-aba “YA” peserta bergerak mengambil sikap duduk sampai kedua sikunya menyentuh paha, kemudian kembali ke sikap awal.

b) Lakukan gerakan ini berulang-ulang tanpa henti selama 60 detik.

e. Pencatatan Hasil

1) Gerakan tes tidak dihitung apabila:

(18)

- pegangan tangan terlepas sehingga kedua tangan tidak terjalin lagi.

- kedua siku tidak sampai menyentuh paha.

- menggunakan sikunya untuk membantu menolak tubuh.

2) Hasil yang dihitung dan dicatat adalah gerakan tes yang dapat dilakukan dengan sempurna selama 60 detik.

3) Peserta yang tidak mampu melakukan tes ini diberi nilai nol (0).

4. Tes Loncat Tegak (Vertical Jump)

a. Tujuan Tes ini bertujuan untuk mengukur daya ledak / tenaga eksplosif.

b. Alat dan Fasilitas

 Papan berskala centimeter, warna gelap, ukuran 30 x 150 cm, dipasang pada dinding yang rata atau tiang. Jarak antara lantai dengan angka nol (0) pada papan tes adalah 150 cm.

 Serbuk kapur

 Alat penghapus papan tulis

 Alat tulis

c. Petugas Tes Pengamat dan pencatat hasil d. Pelaksanaan Tes

1) Sikap permulaan

a) Terlebih dulu ujung jari peserta diolesi dengan serbuk kapur / magnesium karbonat.

b) Peserta berdiri tegak dekat dinding, kaki rapat, papan skala berada pada sisi kanan / kiri 79 badan peserta. Angkat tangan yang dekat dinding lurus ke atas, telapak tangan ditempelkan pada papan skala hingga meninggalkan bekas jari.

2) Gerakan

a) Peserta mengambil awalan dengan sikap menekukkan lutut dan kedua lengan diayun ke belakang Kemudian peserta meloncat setinggi mungkin sambil menepuk papan dengan tangan yang terdekat sehingga menimbulkan bekas.

b) Lakukan tes ini sebanyak tiga (3) kali tanpa istirahat atau boleh diselingi peserta lain.

e. Pencatatan Hasil

1) Selisih raihan loncatan dikurangi raihan tegak.

2) Ketiga selisih hasil tes dicatat.

3) Masukkan hasil selisih yang paling besar 80 5. Tes Lari 1200meter (16-19 Tahun) Untuk Putra.

(19)

5. Tes Lari 1200 meter (16-19 Tahun) Untuk Putra

a. Tujuan Tes ini bertujuan untuk mengukur daya tahan jantung paru, peredaran darah dan pernafasan.

b. Alat dan Fasilitas

 Lintasan lari

 Stopwatch

 Bendera start

 Peluit

 Tiang pancang

 Alat tulis.

c. Petugas Tes

1) Petugas pemberangkatan 2) Pengukur waktu

3) Pencatat hasil

4) Pengawas dan pembantu umum.

d. Pelaksanaan Tes

1) Sikap permulaan Peserta berdiri di belakang garis start.

2) Gerakan

a) Pada aba-aba “SIAP” peserta mengambil sikap berdiri, siap untuk lari . b) Pada aba-aba “YA” peserta lari semaksimal mungkin menuju garis finish.

e. Pencatatan Hasil

1) Pengambilan waktu dilakukan mulai saat bendera start diangkat sampai peserta tepat Melintasi garis finish.

2) Hasil dicatat dalam satuan menit dan detik. Contoh : 3 menit 12 detik maka ditulis 3’ 12”.

A. Tabel Nilai TKJI Tabel Nilai TKJI

(Untuk Putra Usia 16-19 Tahun)

(20)

B. Norma TKJI

NORMA TES KESEGARAN JASMANI INDONESIA (Untuk Putera dan puteri)

C. Pengertian Tes TKPN

Seperti disebutkan, TKPN merupakan akronim dari Tes Kebugaran Pelajar Nusantara. Tes ini diselenggarakan tak lain untuk mengetahui, mengevaluasi dan menganalisis tingkat kebugaran siswa. Tes ini terdiri atas beberapa rangkaian tes yang melibatkan fisik seperti ukuran dimensi tubuh siswa, V Sit Reach, Sit Up, Squat Thrust, hingga PACER Test.

Lebih jauh TKPN dari Kemenpora ini utamanya ditujukan untuk menjaring bakat atlet masa depan menjelang Olimpiade 2045. Tak dipungkiri, seorang atlet tentunya membutuhkan kekuatan fisik dan ketahanan tubuh yang kuat. TKPN menjadi sarana untuk mendeteksi bakat fisik dari para siswa sejak dini, tes ini dilaksanakan sesuai dengan kelompok usia masing- masing.

Berdasarkan buku “Pedoman Pelaksanaan Tes Kebugaran Pelajar Nusantara” yang disusun oleh Asisten Deputi Pengelolaan Olahraga Pendidikan, Deputi Bidang Pembudayaan Olahraga, Kementerian Pemuda dan Olahraga RI Tahun 2022. Diketahui bahwa rangkuman informasi terkait TKPN disusun demi mendukung misi Desain Besar Olahraga Nasional (DBON).

Seperti disebutkan kebugaran jasmani adalah elemen penting untuk diperhatikan. Apabila seorang individu memiliki kebugaran jasmani yang baik, kemampuan dalam menjalankan

(21)

aktivitas akan jauh lebih ringan dan mudah.

D. Pelaksanaan Tes TKPN 1. SIT UP 60 DETIK

a. Deskripsi

Sir-up atau baring duduk adalah bentuk gerakan yang melibatkan otot perut. Gerakan ini dilakukan dengan cara terlentang, menekuk lutut, kemudian mengangkat tubuh ke atas.

b. Tujuan

Mengukur kekuatan dan daya tahan otot perut. Kekuatan dan daya tahan otot perut penting untuk menjaga stabilitas otot inti tubuh.

c. Peralatan

 Stopwatch

 Matras d. Pelaksanaan

1. Siapkan matras atau permukaan yang tidak keras atau aman

2. Peserta duduk di matras dengan lutut ditekuk, telapak kaki rata dengan permukaan lantai dan kaki dipegang oleh peserta lain.

3. Kedua lengan rapat menyilang di depan dada.

4. Pada saat aba-aba Mulai', peserta menurunkan tubuh dengan punggung menyentuh permukaan lantai kemudian angkat tubuh sehingga siku menyentuh paha.

5. Lakukan gerakan berulang selama 60 detik.

e. Penilaian:

1. Gerakan sit up yang sempurna dihitung sebagai hasil tes.

2. Gerakan sit up yang sempurna selama 60 detik dicatat pada lembar penilaian.

f. Norma Tes

(22)

2. SQUAT THRUST 30 DETIK a. Deskripsi

Squat thrust adalah gerakan kombinasi mengubah posisi tubuh dari posisi berdiri, berjongkok lalu posisi push up dan kembali berdiri.

b. Tujuan

Mengukur kemampuan daya tahan kekuatan, kontrol tubuh, keseimbangan, koordinasi dan kelincahan.

c. Peralatan

 Stopwatch

 Permukaan lantai irata yang tidak licin atau matras AN d. Pelaksanaan

1. Posisi awal peserta tes squat thrust adalah berdiri tegak selebar bahu dengan tangan di samping.

2. Pada saat aba-aba "Mulai" peserta melakukan gerakan mulai dari posisi berdiri, jongkok dan letakkan tangan di lantai di depan kaki lalu tempatkan berat badan di kedua lengan, dorong kaki ke belakang seperti posisi push up kemudian kembali ke posisi jongkok, lalu loncat kembali ke posisi awal berdiri.

3. Gerakan dianggap sempuma apabila dimulai dari posisi berdiri sampai dengan kembali ke posisi berdiri.

4. Lakukan secara berulang selama 30 detik.

5. Catat hasil tes pada lembar penilaian, e. Penilaian:

(23)

1. Gerakan squat thrust yang sempurna dihitung sebagai hasil tes.

2.Gerakan squat thrust yang sempurna selama 30 detik dicatat pada lembar penilaian.

3. PACER TEST a. Deskripsi

Tes Progressive Aerobic Cardiovascular Endurance Run (PACER) adalah tes daya tahan kardiovaskular aerobik progresif dengan menggunakan lari bolak balik pada jarak 20meter dengan kecepatan langkah semakin meningkat setiap menitnya mengikuti irama yang telah ditentukan. Tes Ini juga dikenal sebagai modifikasi dari hip test atau bleep test.

b. Tujuan

Mengukur kesanggupan kerja jantung dan paru-paru secara maksimal.

c. Peralatan

 Stopwatch

 Meteran

 Lintasan minimal 25meter

 Cone/Kerucut

 Peralatan pemutar audio (sound system)

 Lembar Penilaian

 Alat Tulis d. Pelaksanaan

1. Siapkan area lari dengan jarak 20meter dengan jarak tambahan 2,5meter pada setiap ujung area tes.

2. Area tes terbagi ke dalam beberapa lintasan lari dengan jarak minimal 1meter untuk setiap peserta ditandai dengan kerucut atau penanda lainnya.

3. Pada aba-aba on your mark, get ready, start, peserta mulai berlari pada lintasan yang telah ditentukan dengan berusaha mempertahankan kecepatannya sesuai dengan irama audio.

4. Peserta berlari dari garis awal ke garis akhir dengan ketentuan salah satu kaki menyentuh garis akhir sebelum bunyi "TING".

5. Saat bunyi "TING" peserta harus berbalik dan berlari kembali ke ujung garis akhir yang lain.

PEMUDAD

*Jika peserta mencapai garis sebelum bunyi "TING", mereka harus menunggu di garis sampai mendengar bunyi "TING" dan kemudian berlari kembali ke ujung yang lain.

6. Ketika kalimat perpindahan level berbunyi (end of level), peserta tetap melanjutkan berlari ke

(24)

ujung garis yang lain dengan meningkatkan kecepatan sesuai dengan irama audio.

7. Peserta terus berlari bolak-balik dari garis awal ke garis akhir sampai mereka menyelesaikan tes atau mereka telah dua kali gagal/terlambat melewati garis akhir.

e. Penilaian:

Catat hasil pacer test peserta ketika sudah 2 kali gagal/terlambat.

(25)

Konsep dan Tes Kondisi Fisik A. TES KONDISI FISIK UMUM

Kondisi fisik merupakan faktor penting dan menjadi dasar pengembangan teknik, taktik dan strategi. Kondisi fisik merupakan salah satu syarat mutlak bagi peningkatan prestasi seorang atlet dan juga merupakan syarat mendasar keberhasilan dalam olahraga sajoto, M (1988) dalam (Ridwan, 2020). kodisi fisik merupakan persiapan dasar yang paling dominan untuk melakukan penampilan fisik secara maksimal. Komponen dasar kondisi fisik ditinjau dari konsep Muscular meliputi: daya tahan (endurance), kekuatan (stregth), kecepatan (speed), kelentukan (flexibility) (Bafirman & Wahyuri, 2019).

Kondisi adalah status/keadaan kesiapan menghadapi latihan yang akan dilakukan. Latihan kondisi fisik adalah proses pengulangan yang sistematis dan progresif untuk peningkatan dan pemeliharaan dengan menitikberatkan pada efisiensi kerja faal tubuh. Baik tidaknya kondisi fisik, selain faktor latihan juga erat kaitannya dengan aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti istirahat, asupan gizi, kerja, lingkungan keluarga, sekolah dan kesehatan.

B. BENTUK TES KONDISI FISIK

Kondisi fisik umum terdiri dari daya tahan (endurance), kekuatan (stregth), kecepatan (speed), kelentukan (flexibility). Berikut bentuk-bentuk tes kondisi fisik yang dapat di lakukan a) Kekuatan

Pull ups : melihat daya tahan otot lengan dan bahu.

A. Peralatan:

 Chinning bar

 Tester B. Pelaksanaan

 Menggantung diri menghadap bar dengan telapak tangan menghadap tubuh

 Tarik sampai dagu sejajar dengan bar

 Lebih rendah sehingga untuk meluruskan lengan

 Uangi sebanyak mungkin

(26)

Push ups:

Mengukur daya tahan kekuatan otot bagian atas Peralatan:

 Lantai dengan permukaan datar

 Stopwatch

 Tester Pelaksanaan:

Pria

 Peserta berbaring pada daerah datar. Tangan dan bahu dalam posisi lurus

 Turunkan tubuh sampai siku membuat sudut 90 derajat

 Kembali ke posisi awal dengan lengan lurus secara penuuh

 Kaki tidak boleh ditekuk (bengkok)

 Gerakan dilakukan secara berulang tanpa istirahat

Wanita

 Peserta berbaring pada daerah datar. Tangan dan bahu dalam posisi lurus

 Turunkan tubuh sampai siku membuat sudut 90 derajat

 Kembali ke posisi awal dengan lengan lurus secara penuuh

 Gerakan dilakukan secara berulang tanpa istirahat

(27)

Sit up:

Mengukur kekuatan otot perut Pelaksanaan:

 Posisi tungkai ditekuk

 Tangan di kepala berada di sisi kedua telinga

 Telapak kaki rata menempel pada lantai

 Angkat tubuh sampai vertical

 Turunkan tubuh sampai lurus vertikal

b) Kecepatan

Tes akselerasi 30 meter:

Melihat kemampuan keefektifan akselerasi dari star berdiri ke kecepatan maksimum.

Alat-alat:

 Lintasan 400 meter-30meter diberi tanda pada lintasan lurus

 Stopwatch

 tester Pelaksanaan:

 tester berada pada garis start

 aba-aba diberikan oleh tester, peserta dengan cepat mulai berlari dan tester menghidupkan stopwatch

(28)

 teste sampai pada fisinish, dan waktu pada stopwatch dihentikan.

30meter sprint fatigue-power maintenance test:

Mengetahui kemampuan recovery antar sprint dan menghasilkan tingkatan yang sama secara berkesinambungan.

Pelaksanaan:

 teste sprint dari titik A ke B di antara cone yang sudah disediakan dalam 5 titik

 teste melakukan sprint melewati cone tersebut

 wakt yang didapat dicatat oleh tester

 teste melakukan jogging lambat kembali ke titik A. (tidak lebih dari 30 detik) ikuti garis yang sudah dibuat

 ketika teste mencapai titik A ulangi untuk melakukan sprint ke B

 teste harus melakukan pengulangan sebanyak 10 kali c) Kelentukan

Static flexibility test-hip and trunk

Bertujuan untuk mengetahui perkembangan kelentukan pinggul dan badan.

Pelaksanaan:

 Duduk dilantai dengan punggung dan kepala bersandar ke dinding, kaki lurus ke depan bertumpu pada meja

 Tempatkan tangan diatas tangan satunya, regangkan lengan ke depan sambil kepala tetap berada pada dinding

 Ukur jarak dari ujung ke tepi kotak dengan menggunakan penggaris

Pergerakan

 Secara perlahan bungkukan badan dan raih sejauh mungkin jangkauan ke depan sepanjang penggaris

(29)

 Tahan pada posisi akhir sampai tidak sanggup lagi selama dua detik

 Catat raihan jangkauan sampai pada 1/10 inchi yang terdekat

 Ulangi sebanyak tiga kali pengulangan dan ambil jarak yang terbaik Static flexibility test-ankle

Melihat kelentukan ankle Alat:

 Dinding

 Penggaris 1 meter

 Tester Pelaksanaan:

 Berdiri menghadap dinding

 Kaki dan jari kaki menyentuh tanah

 Bersandar ke dinding Pergerakan:

 Secara perlahan geser kaki kea rah belakang sejauh mungkin

 Jaga kaki tetap datar ke tanah, tubuh dan lutut secara penuh extensi dan dada kontak dengan dinding

 Ukur jarak antara garis kaki dan dinding paling dekat ¼ inchi

 Ulangi test 3 kali pengulangan dan catat waktu terbaik

d) Daya tahan

Mengukur kapasitas aerobic Peralatan:

 Lintasan lari dengan keliling 400 meter

 Stopwatch

 Alat tulis

(30)

 Pengukur jarak Pelaksanaan:

 Peserta siap berdiri dibelakang garis start

 Saat start, stopwatch dinyalakan dan teste berlari selama 12 menit

 Jarak yang ditempuh selama 12 menit dicatat oleh tester Test lari 15 menit (metode balke)

Mengukur kapasitas aerobic Alat:

 Lintasan lari

 Stopwatch

 Bendera start

 Meteran Pelaksanaan:

 Meggunakan start berdiri

 Setelah diberi aba-aba, teste berlari menempuh jarak dalam waktu 15 menit secepat mungkin.

Metode bleep test

Mengukur tingkat efesiensi fungsi jantung dan paru-paru yang ditujukan melalui pengukuran ambilan oksigen maksimum

Peralatan:

 Lintasan yang datar

 Meteran

 Kaset dan tape recorder

 Kerucut

 Stopwatch Pelaksanaan

 Teste dalam posisi siap pada start

 Pada saat aba-aba “start kevel one, one’ peserta langsung mulai

 Setiap balikan peserta tidak boleh terlambap dari bunyi bleep

 Jika peserta sudah dua kali berturut-turut terlambat maka peserta tidak dibolehkan mengkikuti

 Setiap balikan yang dilewati merupakan hasil yang dicapai

(31)

 Setelah didapat hasil tingkatan dan balikan maka hasil tersebut dikonversi dalam tabel untuk melihat kemampuan VO2Max

C. MANFAAT TES KONDISI FISIK UMUM

Kondisi fisik merupakan faktor penting dan menjadi dasar pengembangan teknik, taktik dan strategi. Kondisi fisik merupakan salah satu syarat mutlak bagi peningkatan prestasi seorang atlet dan juga merupakan syarat mendasar keberhasilan dalam olahraga sajoto, M (1988) dalam (Ridwan, 2020).

Tes kondisi fisik umum merupakan evaluasi sistematis terhadap kemampuan fisik seseorang melalui berbagai tes yang mengukur aspek-aspek seperti kekuatan, daya tahan, fleksibilitas, keseimbangan, dan kapasitas aerobik. Berikut adalah beberapa manfaat dari tes kondisi fisik umum:

a) Mengidentifikasi Kelemahan dan Kekuatan Fisik

Tes ini membantu mengidentifikasi area fisik yang perlu ditingkatkan serta aspek yang sudah optimal. Misalnya, seseorang mungkin memiliki kekuatan otot yang baik, tetapi daya tahan kardiovaskular yang rendah. Dengan informasi ini, program latihan dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu.

b) Mengukur Kebugaran Fisik Secara Keseluruhan

Tes ini memberikan gambaran umum mengenai kebugaran fisik seseorang berdasarkan hasil pengukuran pada beberapa aspek fisik, seperti kekuatan, fleksibilitas, dan kapasitas aerobik. Hal ini penting untuk mengetahui tingkat kebugaran yang dapat mempengaruhi kesehatan secara keseluruhan.

c) Menilai Risiko Cedera

Dengan mengetahui kelemahan fisik, risiko cedera saat berolahraga atau dalam aktivitas sehari-hari dapat diantisipasi. Misalnya, kurangnya fleksibilitas atau kekuatan otot tertentu bisa meningkatkan risiko cedera saat melakukan gerakan yang melibatkan otot tersebut.

d) Memonitor Perkembangan Latihan

Tes fisik berfungsi sebagai acuan untuk memantau perkembangan dari waktu ke waktu.

(32)

Dengan melakukan tes secara berkala, seseorang dapat melihat apakah program latihan yang sedang dijalani efektif atau perlu disesuaikan.

e) Meningkatkan Motivasi

Dengan hasil tes yang konkret, seseorang bisa lebih termotivasi untuk memperbaiki atau mempertahankan kondisi fisiknya. Mengetahui hasil kemajuan juga dapat mendorong individu untuk terus berusaha mencapai target kebugaran.

f) Deteksi Dini Masalah Kesehatan

Beberapa tes fisik juga bisa membantu mendeteksi dini masalah kesehatan yang belum diketahui. Misalnya, tes kapasitas aerobik dapat memberikan gambaran tentang kesehatan jantung dan paru-paru

Konsep dan Bentuk Tes Cabang Olahraga A. Konsep Cabang Olahraga.

1. Bola Voli

Bola Voli adalah sebuah olahraga beregu atau tim dan setiap tim terdiri atas 6 pemain aktif dan 6 pemain dibangku cadangan. Masing-masing tim berlomba mengumpulkan angka sebanyak-banyaknya untuk memenangkan pertandingan tersebut dengan cara menjatuhkan bola ke dalam lapangan lawan, juga bisa mendapatkan angka dengan syarat lawan melakukan kesalahan yang di selenggarakan dibawah peraturan. Teknik Teknik di dalam bola voli :

a. Servis

Servis merupakan pukulan untuk memulai permainan.Selain itu, servis juga adalah awalan pukulan sebagai kesempatan untuk memasukkan bola ke daerah lawan.

b. Smash

Smash adalah memukul bola yang dilakukan di atas net dengan kuat dan keras hingga bola jatuh menukik di lapangan lawan, dan sulit untuk di kembalikkan /diterima.

c. Passing

Teknik passing dilakukan untuk mengendalikan permainan. Pemain dapat melakukan passing untuk menerima bola, menangkis, sekaligus mengembalikan serangan lawan. Passing juga berguna untuk mengoper bola atau memberikan umpan kepada rekan satu tim. Sama seperti servis, passing juga dilakukan dengan dua macam cara. Yaitu passing atas dan passing bawah.

d. Blocking

(33)

Teknik ini berguna untuk menahan serangan sekaligus mencegah agar lawan gagal mencetak poin. Cara melakukan blocking adalah berdiri di dekat net dan harus dalam posisi siap melompat. Ketika serangan bola datang, pemain harus langsung melompat sambil mengangkat kedua tangan untuk menghalau bola.

2. Bola Basket

Bola basket adalah olahraga bola berkelompok yang terdiri atas dua tim beranggotakan masing-masing lima orang yang saling bertanding mencetak poin dengan memasukkan bola ke dalam keranjang lawan. Beberapa Teknik dasar bola basket :

 Dribbling

Dribbling adalah membawa bola ke depan dengan cara memantul- mantulkan bola ke lantai dengan satu tangan atau secara bergantian baik dengan berjalan atau berlari (Stocker, 1984:74).

 Passing

Passing atau operan adalah memberikan bola ke kawan dalam permainan bola basket.

 Shotting

Shooting adalah gerakan untuk mencetak angka/poin dalam permainan basket. Gerakan shooting bisa dilakukan dengan menggunakan kedua tangan maupun satu tangan saja.

Selanjutnya hasil dari gerakan shooting ini dapat menghasilkan jumlah poin yang berbeda yakni 1, 2 atau 3 angka.

 Lay up

Lay-up merupakan rangkaian gerakan untuk memasukkan bola ke dalam ring lawan.

Gerakan ini dilakukan dengan cara melangkah sebanyak dua kali kemudian memasukkan bola ke dalam ring lawan. Lay-up sendiri bisa dilakukan di sebelah kanan atau kiri sisi keranjang. Gerakan ini merupakan gerakan tembakan dari jarak dekat.

3. Bulu Tangkis

Bulutangkis atau badminton adalah suatu olahraga raket yang dimainkan oleh dua orang (untuk tunggal) atau dua pasangan (untuk ganda) yang saling berlawanan. Mirip dengan tenis, bulutangkis bertujuan memukul bola permainan ("kok" atau"shuttlecock") melewati jaring agar jatuh di bidang permainan lawan yang sudah ditentukan dan berusaha mencegah lawan melakukan hal yang sama. Beberapa teknik dalam bulutangkis :

 Pegangan

 Footwort

(34)

 Pukulan (servis, lob, drive, smash dll) 4. Pencak Silat

Pencak silat adalah suatu seni bela diri tradisional yang berasal dari Indonesia. Unsur- unsur untuk membela diri dengan seni bela diri, yaitu dengan menggunakan pukulan dan tendangan. Pencak silat merupakan bela diri yang banyak diminati oleh banyak orang terutama masyarakat Indonesia. Teknik dalam pencak silat yaitu

 Tendangan

Teknik yang digunakan dalam bertahan maupun menyerang menggunakan tungkai yang terdiri dari berbagai macam bentuk tendangan seperti tendangan sabit, tendangan samping, tendagna lurus, tendangan T

 Pukulan

Terknik yang digunakan untuk menyerang menggunakan tangan dan siku.

 Bantingan atau tarikan

Teknik dalam pencak silat yang bertujuan untuk menjatuhkan lawan dengan cara dibanting maupun dengan tarikan.

5. Karate

Karate berarti sebuah seni bela diri yang memungkinkan seseorang mempertahankan diri tanpa senjata. Teknik dasar karate yaitu

 Kuda Kuda

 Tendangan

 Pukulan

 Tangkisan 6. Lompat jauh

Lompat jauh adalah suatu gerakan melompat ke depan atas dalam upaya membawa titik berat badan selama mungkin di udara (melayang di udara) yang dilakukan dengan cepat dan dengan jalan melakukan tolakan pada satu kaki untuk mencapai jarak yang sejauh-jauhnya. Teknik lompat Jauh : Teknik Awalan yaitu Jumper melakukan ancang-ancang sekitar 20-30 meter dari garis lompat kemudian mendekati garis tersebut sambil meningkatkan kecepatan lari. Namun jumper harus bisa mengendalikan kecepatan lari, terutama di 3-5 akhir sebelum garis lompat dan mempersiapkan untuk melakukan pengalihan dari kecepatan lari awalan (gerak horizontal) menuju tolakan/loncatan (gerek vertikal). Teknik Tolakan atau Loncatan yaitu Tolakan adalah tahap dimana kaki melakukan lompatan di garis lompat untuk mengangkat tubuh ke atas dan

(35)

melayang di udara sebelum nanti mendarat.Ketika melakukan tolakan, kaki sedikit dibengkokan, kaki ditapakan dan tungkai diluruskan. Gerakan tolakan ini memerlukan kekuatan, kecepatan dan konsentrasi agar kaki tidak melewati batas garis loncat. Teknik Melayang yaitu Gerakan kaki seperti berjalan ketika posisi tubuh melayang, itu akan memudahkan dan memperluas jarak pendaratan anda. Selain itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika tubuh jumper berada dalam posisi melayang. diantaranya:

 Menjaga keseimbangan badan.

 Berusaha melayang diudara selama mungkin

 Mempersiapkan kaki untuk melakukan pendaratan.

Teknik Pendaratan yaitu Pendaratan dilakukan dengan cara menundukan kepala, mengayunkan lengan dan menggerakan pinggang ke arah depan. Hal ini dilakukan agar ketika proses pendaratan, Anggota badan lain tidak menyentuh pasir lebih belakang daripada kaki.

7. Lompat Tinggi

Lompat tinggi adalah olahraga yang menguji ketrampilan melompat melewati tiang mistar.

Lompat tinggi merupakan salah satu bagian dari cabang olahraga atletik. Tujuan lompat tinggi adalah untuk memperoleh lompatan setinggi-tingginya saat melewati mistar tersebut dengan ketinggian tertentu. Tinggi tiang mistar yang harus dilewati pelompat minimal 2,5 meter, sedangkan panjang mistar minimal 3,15 meter. Lompat tinggi dilakukan di arena lapangan atletik dan tanpa bantun alat.

B. Bentuk Tes Cabang Olahraga 1. Bola Voli

a. Tes Kemampuan Passing Bawah

Tes ini bertujuan untuk mengukur kemampuan melakukan passing bawah. Alat yang Digunakan yaitu :

 Tiang berukuran 2,30 m untuk putra dan 2,15 m untuk putrid

 Bola voli

 Stopswach

 Lapangan dengan bentuk segi empat sama sisi dengan ukuran 4,5 m x 4,5 m.

(36)

 Bangku/box yang bias diatur tinggi rendahnya agar petugas tes yang berdiri diatasnya, pandangannya segaris (horizontal) dengan tinggi net.

Pelaksanaannya yaitu :

a. Peserta tes berdiri di tengah area berukuran 4,5 x 4,5 m.Untuk memulai tes, boladilambungkan sendiri oleh peserta tes, setelah mendengar aba-aba “Ya”.

b. Setelah bola dilambungkan peserta melakukan passing bawah dengan ketinggian minimal2,30 m untuk putra dan 2,15 m untuk putri.

c. Bila peserta tes gagal melakukan passing bawah dan bola keluar area, maka peserta tes segera mengambil bola tersebut dan melanjutkan passing bawah kembali.

d. Bila kedua kaki peserta tes berada di luar area, maka petugas tes memerintahkan agar peserta tes segera kembali ke area, dan bola yang terpantul sewaktu kedua kaki berada diluar area tidak dihitungan

Pencatat Nilai

Passing bawah yang dianggap benar dan dihitung adalah bila bola mencapai ketinggian minimal2,30 m untuk putra dan 2,15 m untuk putri dan dilakukan di dalam area selama 60 detik.

NO Skor Kategori

1. 61 – dst Baik Sekali

2. 51 – 60 Baik

3. 41 – 50 Sedang

4. 31 – 40 Kurang

5. 1 – 30 Kurang Sekali

Tabel Norma Penilain Keterampilan PASING BAWAH

(37)

2. Bola Basket

a. Tes Bola Basket STO Yogyakarta 3

Tujuan: Untuk mengukur keterampilan bermain bola basket, meliputi; memantulkan bola ke dinding, menggiring bola zig zag, dan memasukkan bola dari bawah ring.

Perlengkapan:

 Lapangan basket

 Dinding tembok

 Kursi makan

 Stopwatch

 Alat pencatat Pelaksanaan Tes ini terdiri atas 3 item tes, yaitu;.

a. Memantulkan bola ke tembok

 Pada aba-aba “siap”, testi berdiri, kedua tangan memegang bola basket, di belakang garis batas dengan jarak 160 cm dari tembok sasaran.

 Pada aba-aba “ya”, pantulkan bola ke tembok sasaran dengan ukuran tinggi 120 cm dan lebar 160 cm, dan dengan tinggi 90 cm dari lantai, selama 15 detik.

 Pantulan yang sah apabila bola memantul pada garis atau dalam sasaran dan dilakukan pada atau dari belakang garis batas. Dalam memantulkan atau melempar bola boleh digunakan satu atau dua tangan. Apabila bola tidak dapat dikuasai dan menjauh, maka testi harus mengambil dan memantulkan kembali untuk pantulan yang berikutnya. Bola harus ditangkap sebelum dipantulkan kembali.

 Pelaksanaan berhenti setelah 15 detik dengan aba-aba “stop”.

b. Menggiring bola zig-zag

 Pada aba-aba “siap”, testi berdiri di belakang garis start. Bola diletakkan di tengah- tengah baris start.

 Pada aba-aba “ya”, testi segera mengambil bola dan menggiring bola secara zig-zag dengan rintangan 5 buah kursi makan. Adapun posisi kursi makan tegak lurus dengan garis start. Kursi 1 berjarak 4 m, sedangkan kursi 2 sampai 5 masing-masing berjarak 2 m. Letak kursi juga zig- zag, dengan sisi kursi dalam

 membentuk garis lurus. Arah menggiring bola dimulai lewat pada sisi kursi bagian luar, sedangkan kembali lewat sisi kursi bagian dalam.

(38)

 Menggiring bola boleh berganti tangan (kanan dan kiri),asalkan sesuai dengan peraturan permainan bola basket. Semua kursi harus dilampaui.

 Garis start juga merupakan garis finish. Pada saat melampaui garis inish bola tetap dalam penguasaan.

 Apabila bola tidak dapat dikuasai, bolanya mental jauh, testi dapat mengulangi pelaksanaan.

(39)

c. Memasukkan bola dari bawah ring

 Pada aba-aba “siap”, testi berdiri, kedua tangan memegang bola basket, di dekat ring sasaran.

 Pada aba-aba “ya”, testi segera memasukkan bola ke dalam ring basket sebanyak mungkin selama 1 menit.

 Testi dapat memasukkan bola dari semua sisi, sebelah kiri, kanan, atau depan ring basket.

 Apabila bola tidak dapat dikuasai, mantul jauh, testi segera mengambil bola dan kembali melanjutkan.

 Pelaksanaan berhenti setelah 1 menit dengan aba-aba “stop”.

Skor

1) Memantulkan bola ke tembok

 Jumlah pantulan yang sah selama 15 detik, dari aba-aba “ya” sampai “stop”.

2) Menggiring bola zig-zag

 Waktu yang dibutuhkan dari aba-aba “ya” sampai testi melampaui garis finish.

3) Memasukkan bola dari bawah ring

 Jumlah bola yang masuk selama 1 menit.

Hasil pencatatan (skor kasar) dari masing-masing item tes diubah menjadi skor standar (skor t) yang sudah ada. Nilai keterampilan bermain bola basket adalah jumlah dari ketiga skor standar dari masing- masing item tersebut. Selanjutnya nilai keterampilan diklasifikasikan berdasarkan norma yang sudah ada.

3. Bulu Tangkis

Lockhart and Mc. Pearson Badminton Test, Diciptakan oleh Lockhart dan Mc Pherson, bertujuan untuk mengukur keterampilan bermain Bulutangkis Mahasiswi (putri), menurut Mathew tes ini dapat juga digunakan oleh Mahasiswa (putra).

Alat dan perlengkapan:

(40)

 Tembok setinggi >10 feet dan lebar > 10 feet.

 Raket Bulu tangkis.

 Shuttlecock secukupnya

 Stopwatch dan alat tulis

Gambar Dinding yang Dijadikan Daerah Sasaran pada Tes Keterampilan Bulutangkis dengan Ukurannya

Pelaksanaan:

 Tempat tes dipersiapkan pada sebuah dinding tembok.

 Testee berdiri dibelakang garis start menghadap daerah sasaran dengan memegang raket dan shuttle cock.

 Pada saat aba-aba diberikan teste mulai dengan pukulan service yang benar menurut peraturan pemainan.

 Shuttle cock dipukul kearah sasaran di atas garis net.

 Shuttle cock yang memantul dari tembol dipukul kembali kearah sasaran berulang- ulang selama 30 detik.

 -Setiap teste mendapat kesempatan 3 kali pelaksanaan dengan waktu istirahat diantaranya.

 -Testee juga dibolehkan mencoba sebelum tes selama 15 detik.

 -Hanya shuttle cock yang mengenai garis net atau daerah sasaran yang dianggap sebagai hasil pukulan yang baik.

 Setelah melakukan service, apabila dikehendaki teste boleh maju sampai ke garis batas tetapi tidak boleh melewatinya.

(41)

 Apabila teste tidak dapat menguasai shuttle cock, dia harus mulai lagi dari belakang garis start dengan pukulan service dan melanjutkan tes sampai waktu habis.

Penilaian:

 Setiap pukulan yang dilakukan dari belakang garis batas dan masuk daerah sasaran atau diatas garis net, diberi nilai 1 (satu)

 Skor teste adalah jumlah hasil 3 kali pelaksanaan.

 Nilai ini kemudian dikonvesi kedalam nilai skala.

Tabel T-Score Untuk Mahasiswi

T-Score Skor Testee

75 145

70 131

65 114

60 101

55 87

50 73

45 64

40 52

35 45

30 38

25 32

(42)

Tabel Klasifikasi untuk mahasiswi Skor Testee Klasifikasi 126 atau lebih Sangat Baik

90 -25 Baik

62 – 89 Sedang

40 -61 Kurang

Kurang dari 40 Sangat Kurang 4. Pencak Silat

Pengukuran Kecepatan Tendangan Pencak Silat

Tujuan : Untuk Mengetahui Kemampuan Kecepatan Tendangan pencak silat atlet (Untuk Teknik Tendangan Lurus, samping dan sabit)

Peralatan :

 Sandsack (diharapkan 50 Kg)/target (Hand Box)

 Meteran

 Stop Watch Petugas:

 Pengukur ketinggian sandsack/target.

 Pencatat waktu

 Penjaga sandsack Pelaksanaan :

 Atlet bersiap-siap berdiri di belakang sandsack/target dengan satu kaki tumpu berada dibelakang garis sejauh 50 cm (putri) 60 cm (putra).

 Pada saat aba-aba ‘Ya’, atlet melakukan tendangn dengan kaki kanan dan kembali ke posisi awal dengan menyentuh lantai yang berada dibelakang garis, kemudian melanjutkan tendangn kanan secepat-cepatnya sebanyak-banyaknya selama 10 detik. Demikian juga dengan kaki kiri.

 Pelaksanaan dapat dilakukan 3 kali dan diambil waktu yang terbaik dengan ketinggian Sandsack/target 75 cm (putri) dan 100cm (putra).

Penilaian : Skor berdasarkan waktu tercepat penampilan atlet

 Pengukuran Kelincahan Tendangan Sabit

Tujuan : Untuk Mengetahui Kemampuan Kecepatan Tendangan pencak silat atlet.

Peralatan:

 Sandsack (diharapkan 50 Kg)/target (Hand Box)

 Meteran

 Stop Watch Petugas :

 Pengukur ketinggian sandsack/target.

 Pencatat waktu

 Penjaga sandsack Pelaksanaan:

(43)

 Atlet bersiap-siap berdiri di belakang sandsack/target dengan kedua kaki berada ditengah-tengah garis.

 Pada saat aba-aba ‘ya’ Atlet melakukan tendangan sabit kanan dengan melompat, dimana kaki kiri sebagai kaki tumpu berada di sebelah garis kanan, kemudian melakukan sabit kiri dengan kaki kanan sebagai kaki tumpu yang berada di sebelah garis kiri.

 Setiap atlet melakukan sebanyak 5 tendangan kaki kanan dan 5 tendangan untuk kaki kiri secepat-cepatnya secara bergantian.

 Pelaksanaan dilakukan 3 kali dan diambil waktu yang terbaik dengan ketinggian sandsack dengan ketinggian 75 cm (putri) dan 100 cm (putra).

Penilaian: Skor berdasarkan waktu tercepat penampilan atlet 5.Karate

 Tes Leg (kekuatan otot extensor kaki (tungkai). Alat yang digunakan :

 Back And Leg Dynamometer, satuan dari Back And Leg Dynamometer adalah kilogram (Kg)

Prosedur pelaksanaan tes :Orang coba berdiri di atas tumpuan back leg dynamometer, Kedua tangan memegang bagian tengah tongkat pegangan back leg dynamometer, Kedua tangan lurus, Punggung lurus, Sedangkan lutut ditekuk mebuat sudut krang lebih 120 derajat. Setelah itu tarik tongkat pegangan keatas sekuat-kuatnya dengan meluruskan lutut. Tumit tidak boleh diangkat, Dilakukan 3 kali, diambil hasil yang terbaik.

 Tes Kecepatan Tendangan Mawashi geri

Tujuan: mengukur kemampuan kecepatan tendangan mawashi geri atlet karate.

Peralatan:

 Target (Handbox / patching pad) Meteran

 Stopwatch Petugas:

 Pengukur jarak

 Pencatat waktu

 Penjaga Handbox / patching pad Pelaksanaan :

Ketika aba – aba ’Bersiap’ Atlet berdiri didepan target dengan kaki tumpu berada di belakang, garis sejauh 50 Cm (Puteri) 60 Cm (Putera) untuk bersiap menendang. Pada saat aba–aba ‘Ya’ Stopwatch diaktifkan dan atlet melakukan tendangan yang benar dengan kaki kanan dan kembali ke posisi awal dengan menyentuh lantai yang berada di belakang garis, kemudian melanjutkan tendangan kaki kanan secepat–cepatnya.

Tendangan dilakukan sebanyak 3 tendangan. Pada saat tendangan ke 3 ketika kaki mengenai target lalu mendarat ke lantai dengan sikap awal, Stopwatch dihentikan.

Demikian juga dengan kaki kiri, tendangan dilakukan sebanyak 3 tendangan.

Pelaksanaan dilakukan 3 kali dan diambil waktu yang terbaik. Untuk ketinggian target

(44)

disesuaikan dengan ketinggian orang coba. Yaitu setinggi dada untuk sasaran Mawashi geri Chudan, dan setinggi kepala untuk sasaran Mawashi geri Jodan. Untuk pengukuran waktu dinyatakan dengan bentuk dua angka dibelakang koma. Penilaian: Skor berdasarkan waktu tercepat tendangan atlet

6.Lompat Jauh

Tujuan : mengetahui seberapa jauh lompat seseorang ada beberapa hal yang perlu anda perhatikan yaitu:

a. Papan tolakan harus memiliki panjang 1,22 m dengan ketebalan 10 cm dan lebar 20 cm.

b. Lintasan awalan harus mempunyai panjang anatar 30-40m (sesuaikan dengan kondisi yang ada) dengan lebar 1,22 m

c. Papan tolak harus diletakkan di sisi dekat dengan tempat pendaratan. Hal ini agar supaya bekas kaki pelompat bisa terlihat dengan baik ketika ada kesalahan tolakan yang dilakukan. Jarak papan tolak ke bak pasir pendaratan adalah 1 m.

d. Tempat pendaratan harus memiliki lebar minimal 2,75 m dengan minimal 10 m untuk jarak antara garis tolakan hingga akhir area lompatan.

e. Tinggi atau datar permukaan pasir pada tempat pendaratan juga wajib untuk sama dengan bagian sisi atas papan tolakan.

7.Lompat Tinggi

Tujuan untuk mengetahui ketinggi lompatan yang di capai seseorang Sarana dan prasana yang dibutuhkan untuk pengukuran lompat tinggi

 Tiang dan mistar Lompat

 Matras / (Tempat pendaratan)

 Lapangan Lompat Tinggi Bentuk pengukuran Lompat tinggi

 Palang horizontal dipasang pada dua tiang yang berdiri tegak, dengan tinggi tiang 3,98- 4,02 meter.

 Saat akan melompat atau melakukan take-off hanya diperbolehkan menggunakan salah satu kaki

 Ketinggian lompatan ditentukan oleh ketua juri. Pelompat bisa menerima atau menolaknya..

 Cara mengukur ketinggian lompatan dalam lompat tinggi adalah dengan menarik garis tegak dari atas tanah hingga bagian tengah sebelah atas palang. Baca juga:

Gaya Lompat Tinggi dengan Posisi Kaki Mengayun Melewati Mistar

 Jika atlet gagal melompat sesuai ketinggian yang ditentukan selama tiga kali berturut- turut, maka dia akan didiskualifikasi.

 Saat pertandingan final, pemenang akan ditentukan berdasarkan atlet yang berhasil melakukan lompatan paling tinggi.

(45)

 Jika hasil ketinggian yang diraih sama atau seri, maka pemenang akan ditentukan berdasarkan jumlah pelanggaran atau kesalahan yang lebih sedikit.

 Dalam pertandingan lompat tinggi, para pelompat harus melakukan jump-off jika ada hasil seri

Konsep Skala Dan Norma Serta Kriteria Penilaian Pap Dan Pan A. Konsep Skala

Skala dalam penilaian merujuk pada rentang nilai yang digunakan untuk menggambarkan hasil penilaian. Skala dapat berupa skala numerik (misalnya, 0- 100) atau skala deskriptif (misalnya, sangat baik, baik, cukup, kurang).

B. Konsep Norma

Norma adalah standar perbandingan yang digunakan untuk menginterpretasikan hasil penilaian. Norma dapat berupa norma kelompok (misalnya, rata-rata nilai kelas) a tau norma nasional

C. Kriteria Penilaian PAP

Penilaian Acuan Patokan (criterion referenced evaluation) yang dikenal juga dengan standar mutlak adalah penilaian yang mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya; berusaha menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa dengan membandingkannya dengan patokan yang telah ditetapkan.

Kriteria penilaian PAP, yaitu:

1. Validitas: Apakah instrumen penilaian mengukur apa yang seharusnya diukur?

2. Reliabilitas: Apakah instrumen penilaian memberikan hasil yang konsisten jika digunakan berulang kali?

3. Objektivitas: Apakah penilaian tidak dipengaruhi oleh faktor subjektivitas penilai?

4. Praktikalitas: Apakah instrumen penilaian mudah digunakan dan efisien?

Sebelum hasil tes diperoleh atau bahkan sebelum kegiatan pengajaran dilakukan, patokan yang akan dipergunakan untuk menentukan kelulusan harus sudah ditetapkan. Standar atau patokan tersebut memuat ketentuan- ketentuan yang dipergunakan sebagai batas-batas kelulusan testee atau batas pemberian nilai pada testee. Jika nilai yang diperoleh testee memenuhi batas minimal maka testee dinyatakan telah memenuhi tingkat penguasaan minimal terhadap materi yang disampaikan. Sebaliknya, jika testee belum bias memenuhi batas minimal yang ditentukan maka testee dianggap belum lulus atau belum menguasai materi. Karena ba tasan-batasan tersebut bersifat mutlak/pasti maka hasil yang diperoleh tidak dapat ditawar lagi.

Misalnya sebuah lembaga pendidikan memberlakukan patokan dengan skala 0 –

(46)

100, jika ditetapkan batas nilai minimal kelulusan adalah 70, maka siswa yang memperole nilai ≥70 berarti dinyatakan lulus dan siswa yang memperoleh nilai ≤70 be rarti dinyatakan tidak lulus.

Dalam penilaian acuan patokan mesti pula menentukan Skor Maksimum Ideal (SMI), yaitu skor tertinggi yang mungkin dapat dicapai oleh testee kalau saja semua butir soal dijawab dengan betul. Artinya dalam hasil belajar tesebut tidak mungkin ada testee yang melebihi skor maksimum ideal yang telah ditentukan. SMI ini ditentukan dengan menentukan bobot dari stiap butir soal yang dijawab betul oleh testee. Misal:

tes hasil belajar mata pelajaran fiqh yang menyajikan 40 butir soal obyektif dengan ketentuan bahwa untuk setiap butir soal yang dijawab betul diberikan bobot 2, maka SMI untuk tes tersebut adalah 40 × 2 = 80.

Rumus yang dapat digunakan mencari nilai dalam PAP adalah:

Rumus ini selain dikemukakan oleh Anas Sudijono, juga oleh beberapa ahli seperti M. Ngalim Purwanto dan Purwanto.

D. Kriteria Penilaian PAN

Penilaian beracuan norma (norm referenced evaluation) atau penilaian beracuan kelompok ini sering dikenal dengan istilah penentuan nilai secara relatif, atau penilaian dengan mendasarkan diri pada standar relatif. Dikatakan demikian sebab dalam penentuan nilai hasil tes, skor mentah hasil tes yang dicapai oleh seorang peserta tes diperbandingkan dengan skor mentah hasil tes yang yang dicapai oleh peserta tes yang lain, sehingga kualitas yang dimiliki oleh seorang peserta tes akan sangat tergantung kepada atau sangat ditentukan oleh kualitas kelompoknya. Apabila dalam penentuan nilai standar digunakan standar relatif, maka prestasi kelompok itu dicari atau dihitung dengan menggunakan metode statistik, di mana prestasi kelompok atau nilai rata-rata kelas itu adalah identik dengan rata-rata hitung (arithmetic mean), yang dapat dipergunakan salah satu

rumus:

keterangan

= Rata-rata terkaan atau rata-rata

i = Besar/luasnya pengelompokan data

(47)

(interval

= Jumlah dari hasil penilaian antara titik

sendiri dengan frekuensi dari masing- masing

N = Banyaknya skor-skor

Gambar

Tabel Norma Penilain Keterampilan PASING BAWAH
Gambar Dinding yang Dijadikan Daerah Sasaran pada Tes Keterampilan Bulutangkis dengan Ukurannya
Tabel T-Score Untuk Mahasiswi
Tabel Klasifikasi untuk mahasiswi Skor Testee Klasifikasi 126 atau lebih Sangat Baik

Referensi

Dokumen terkait

Deskripsi Mata Kuliah : Mata kuliah ini berisi: konsep dasar dalam asesmen/ evaluasi pendidikan; validitas dan reliabilitas instrumen; bentuk-bentuk instrumen tes atau non

Teknik Non-Tes dalam Memahami Kesulitan Belajar Peserta Didik. Ditulis Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Belajar

Disamping sebagai matakuliah inti, mata kuliah ini juga merupakan mata kuliah persyaratan dan sekaligus menjadi pendukung Tugas Akhir Program (TAP). Tujuan mata kuliah ini

Hasil penelitian ini berimplikasi terhadap pembelajaran mata kuliah evaluasi hasil belajar pada umumnya dan secara khusus pada pembelajaran mata kuliah evaluasi hasil

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN OLAHRAGA,SENAM LANTAI,SEPAKBOLA DAN KEBUGARAN JASMANI Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran

Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstrusktur Mata Kuliah Irigasi dan Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstrusktur Mata Kuliah Irigasi dan.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Proposal analisis kebutuhan gizi atlet voli dan hockey untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Gizi Olahraga di Universitas Lampung