• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kel 5 Makalah Psikologi Kepribadian

N/A
N/A
Dinar Maharani Safitri

Academic year: 2024

Membagikan "Kel 5 Makalah Psikologi Kepribadian"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

“Teori Kepribadian Sullivan & Erik Erikson”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Kepribadian Dosen Pengampu: Kodariyah Nurhayat, S. Psi., M. Si

Disusun Oleh:

Kelompok 5

DEWI SYAHARANI (202001500053) MUHAMMAD REJA FAUZAN (202001500068)

DINAR MAHARANI SAFITRI (202001500070) MUSSOKHEH (202001500072)

UNIVERSITAS INDRAPRASTA

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KOSELING FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN PENDIDIKAN

2021

(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelelasaikan penulisan tugas makalah ini yang berjudul “TEORI KEPRIBADIAN SULLIVAN & ERIK ERIKSON”. Guna memenuhi tugas kelompok di mata kuliah Psikologi Kepribadian, yang diampu oleh Ibu Kodariyah Nurhayat, S. Psi., M. Si.

Selain itu juga untuk menambah wawasan tentang psikologi kepribadian bagi penulis sendiri dan juga pembaca.

Kami berterimakasih kepada Ibu Kodariyah Nurhayat, S. Psi., M. Si yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan penulis juga pembaca mengenai psikologi kepribadian tentang teori yang dikemukakan oleh Sullivan & Erik Erikson, didalam bidang studi yang penulis tekuni. Kami juga berterimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penulisan makalah ini. Penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan kerjasama banyak pihak yang dengan tulus memberikan do’a, pemikiran, kritik, dan saran sehingga penulisan ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki. Oleh karena itu kami mengharap segala bentuk saran, masukan bahkan kritik untuk membangun berbagai pihak, dan kami berharap semoga penulisan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Jakarta, 15 Oktober 2021

Penulis

(3)

ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Masalah ... 2

BAB II PEMBAHASAN A. Teori Kepribadian Harry Stack Sullivan ... 3

a. Biografi Harry Stack Sullivan ... 3

b. Teori Interpersonal ... 4

c. Aplikasi Teori Interpersonal ... 6

d. Kritik Terhadap Harry Stack Sullivan ... 20

B. Teori Kepribadian Erik Erikson ... 22

a. Biografi Erik Erikson ... 22

b. Teori Post Freudian ... 23

c. Aplikasi Teori Post Freudian ... 25

d. Kritik Terhadap Erik Erikson ... 33

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ... 35

Daftar Pustaka ... 36

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Psikologi Kepribadian adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang kepribadian manusia melalui tingkah laku atau sikap sehari-hari yang menjadi ciri khas seseorang tersebut. Kepribadian merupakan salah satu bagian atau ciri khas yang istimewa dan sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu Psikologi Kepribadian adalah hal yang sangat penting untuk dipelajari.

Psikologi Kepribadian sebenarnya telah ditujukan untuk menjadi suatu disiplin ilmu sudah sejak saat yang lama bahkan sebelum masehi. Hal ini juga terdapat dalam sebuah literatur mitologi kuno,yang memberikan informasi bahwa para pemain drama sering menggunakan make up atau topeng untuk memerankan tokoh lain atau menyembunyikan identitasnya sendiri. Cara ini kemudian dinamai oleh bangsa romawi dengan istilah personality. Dari kata personality, kata persona sendiri dapat diartikan sebagai kehadiran seseorang melalui identitas yang tidak mencerminkan dirinya sendiri. Melainkan, para pemain drama ingin menciptakan kesan yang mendalam bagi para penonton, akan tetapi tidak meninggalkan kesan mengenai pemeran drama itu sendiri melainkan kesan pada tokoh yang diperankannya. Istilah personality kemudian hadir untuk menamakan para pemeran sendiri, yang tadinya hanya sebuah peran namun bisa menjadi nama panggung yang membuat pemerannya terkenal.

Diantara para tokoh-tokoh pencetus teori kepribadian diantaranya adalah Harry Stack Sullivan yang mencetuskan tentang Teori Interpersonal dan Erik Erikson yang mencetuskan Teori Post Freudian. Harry Stack Sullivan adalah orang Amerika pertama yang membangun teori kepribadian secara menyeluruh. Sullivan meyakini bahwa manusia mengembangkan kepribadian dalam konteks sosial, karena tanpa orang lain, manusia tidak akan memiliki kepribadian. Sullivan menyatakan bahwa jika ingin mengenali pribadi manusia, maka dapat mengetahuinya melalui studi ilmiah mengenai hubungan interpersonal. Teori Interpersonal dari Sullivan menekankan pentingnya setiap tahap perkembangan manusia, mulai dari bayi, kanak-kanak, remaja, dan dewasa. Perkembangan manusia yang sehat ditentukan dari kemampuan manusia untuk memiliki hubungan intim

(5)

2

dengan orang lain. Intim yang dimaksud disini bukan mengacu kepada seksual, tetapi merujuk kepada hubungan yang karib atau akrab.

Sedangkan Erik Erikson seorang psikolog Jerman yang terkenal dengan teori tentang delapan tahap perkembangan pada manusia, Erikson menyatakan bahwa pertumbuhan manusia berjalan sesuai prinsip epigenetik yang menyatakan bahwa kepribadian manusia berjalan menurut delapan tahap. Berkembangnya manusia dari satu tahap ke tahap berikutnya ditentukan oleh keberhasilannya atau ketidakberhasilannya dalam menempuh tahap sebelumnya. Pembagian tahap-tahap ini berdasarkan periode tertentu dalam kehidupan manusia: bayi (0-1 tahun), balita (2-3 tahun), pra-sekolah (3-6 tahun), usia sekolah (7-12 tahun), remaja (12-18 tahun), pemuda (usia 20-an), separuh baya (akhir 20- an hingga 50-an), dan manula (usia 50-an dan seterusnya).Masing-masing tahapan juga memiliki tugas perkembangan sendiri yang bersifat psikososial. Misalnya saja, pada usia bayi tujuan psikososialnya adalah menumbuhkan harapan dan kepercayaan. Kemudian bila tujuan ini tak tercapai, maka bayi itu akan lebih didominasi sifat penakut.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah:

1. Siapa harry stack sullivan dan erik erikson?

2. Bagaimana teori interpersonal dan teori post freudian?

3. Bagaimana aplikasi teori harry stack sullivan dan erik erikson?

4. Bagaimana kritik terhadap harry stack sullivan dan erik erikson?

C. Tujuan

Adapun tujuan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah:

1. Untuk Mengetahui tentang tokoh harry stack sullivan dan erik erikson

2. Untuk Mengetahui teori interpersonal harry stack sullivan dan teori post freudian erik erikson

3. Untuk Mengetahui aplikasi teori harry stack sullivan dan erik erikson

4. Untuk Mengetahui bagaimana kritik terhadap teori harry stack sullivan dan erik erikson

(6)

3 BAB II PEMBAHASAN

1. Harry Stack Sullivan

A. Biografi Harry Stack Sullivan

Harry Stack Sullivan , (lahir 21 Februari 1892, Norwich, New York , AS — meninggal 14 Januari 1949, Paris), psikiater Amerika yang mengembangkan teori psikiatri berdasarkan hubungan interpersonal. Dia percaya bahwa

kecemasan dan gejala psikiatri lainnya muncul dalam konflik mendasar antara individu dan lingkungan manusia mereka dan bahwa perkembangan kepribadian juga terjadi melalui serangkaian interaksi dengan orang lain. Dia membuat kontribusi besar untuk psikiatri klinis, terutama psikoterapi dariskizofrenia , dan menyarankan agar fungsi mental penderita skizofrenia, meskipun terganggu, tidak rusak setelah

diperbaiki dan dapat dipulihkan melalui terapi . Memiliki kemampuan luar biasa untuk berkomunikasi dengan pasien skizofrenia, dia menggambarkan perilaku mereka dengan kejelasan dan wawasan yang tak tertandingi pada saat itu.

Sullivan menerima gelar MD dari Chicago College of Medicine and Surgery pada tahun 1917. Di Rumah Sakit St. Elizabeth di Washington, DC, dia berada di bawah pengaruh psikiater. William Alanson Putih, yang diperpanjang prinsip Sigmund Freud ‘s psikoanalisis dengan sakit parah, dirawat di rumah sakit psikotik, daripada membatasi mereka untuk lebih fungsional neurotis diperlakukan oleh sebagian besar analis Freudian waktu. Dalam wawancaranya dengan pasien skizofrenia, kemampuan luar biasa Sullivan dalam psikoanalisis pertama kali menjadi bukti. Saat terlibat dalam penelitian klinis di Rumah Sakit Sheppard dan Enoch Pratt di Maryland (1923–30), Sullivan berkenalan dengan psikiater. Adolf Meyer, yang psikoterapi praktisnya lebih menekankan pada faktor psikologis dan sosial, daripada neuropatologi, sebagai dasar untuk gangguan kejiwaan.

Sebagai direktur riset di Pratt dari 1925 hingga 1930, Sullivan menunjukkan bahwa adalah mungkin untuk memahami penderita skizofrenia, tidak peduli betapa anehnya perilaku mereka, dengan kontak yang memadai. Dia menafsirkan skizofrenia sebagai akibat dari hubungan interpersonal yang terganggu di masa kanak-kanak; Dengan psikoterapi yang

(7)

4

tepat, Sullivan yakin, sumber gangguan perilaku itu bisa diidentifikasi dan dihilangkan.

Mengembangkan ide-idenya lebih lanjut, dia menerapkannya pada organisasi bangsal khusus untuk perawatan kelompok penderita skizofrenia pria (1929). Selama periode yang sama, ia pertama kali memperkenalkan konsepnya ke dalam pelatihan psikiatri pascasarjana melalui ceramah diUniversitas Yale dan tempat lain.

Setelah tahun 1930 Sullivan mengabdikan dirinya terutama untuk mengajar dan mengembangkan ide-idenya, bekerja dengan ilmuwan sosial seperti antropolog Edward Sapir, Dia memperluas konsep awalnya tentang skizofrenia ke teori kepribadian, dengan alasan bahwa kepribadian normal dan abnormal mewakili pola hubungan interpersonal yang bertahan lama, sehingga memberikan lingkungan, khususnya lingkungan sosial manusia, berperan besar dalam perkembangan kepribadian. Sullivan berpendapat bahwa identitas diri individu dibangun selama bertahun-tahun melalui persepsi mereka tentang bagaimana mereka dianggap oleh orang-orang penting di lingkungan mereka. Tahapan yang berbeda dalam perjalanan perkembangan perilaku sesuai dengan cara yang berbeda untuk berinteraksi dengan orang lain. Bagi bayi, orang yang paling penting adalah ibunya, dan kecemasan terjadi akibat gangguan dalam hubungan ibu. Anak itu kemudian mengembangkan cara berperilaku yang cenderung mengurangi kecemasan itu, menetapkan karakteristik kepribadian yang akan berlaku di masa dewasa. Sullivan membantu mendirikan William Alanson White Psychiatric Foundation pada tahun 1933 dan Sekolah Psikiatri Washington (DC) pada tahun 1936, dan setelah Perang Dunia II ia membantu mendirikanFederasi Dunia untuk Kesehatan Mental. Ia juga mendirikan (1938) dan menjabat sebagai editor jurnal Psychiatry. Selama tahun-tahun terakhir hidupnya, dia lebih banyak mengartikulasikan ide-idenyaTeori Interpersonal Psikiatri danThe Fusion of Psychiatry and Social Science (diterbitkan secara anumerta pada tahun 1953 dan 1964, masing-masing), di antara karya lainnya. Setelah kematiannya, teori kepribadian Sullivan dan teknik psikoterapi memiliki pengaruh yang terus berkembang, terutama di lingkungan psikoanalitik Amerika.

B. Teori Interpersonal

1. Latar Belakang (Dimensi Umum Kepribadian)

Harry Stack Sulivan adalah pencipta segi pandangan baru yang dikenal dengan nama interpersonal theory of psychiatry. Ajaran pokok teori ini dalam hubungannya dengan teori kepribadian ialah bahwa kepribadian adalah “pola yang relative menetap dari situasi-situasi antarpribadi yang berulang yang menjadi cirri kehiupan manusia” (1953, hlm 111). “Sebuah

(8)

5

kepribadian tidak pernah bisa diisolasikan dalam kompleks relasi-relasi antarpribadi yang didalamnya dia tinggal dan membuat keberadaannya jadi demikian” (Sullivan, 1953a, hlm 10).

Kepribadian merupakan suatu entitas hipotesis yang tidak dapat dipisahkan dari situasi- situasi antarpribadi, dan tingkah laku antarpribadi merupakan satu-satunya segi yang dapat diamati sebagai kepribadian. Karena itu Sullivan berpendapat bahwa sama sekali tidak ada gunanya berbicara tentang individu sebagai objek penelitian karena individu sama sekali tidak terpisah dari hubungannya dengan orang lain (Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Teori-Teori Psikodinamik. 2005).

Sullivan menegaskan bahwa pengetahuan tentang kepribadian manusia bisa dicapai hanya melalui studi ilmiah tentang hubungan-hubungan antarpribadi (Jess Feist & Gregory J. Feist, Theories of Personality 2008 hlm 186). Teori Interpersonal Sullivan menekankan pentingnya beragam tahap perkembangan masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak muda, masa praremaja, masa remaja awal, masa remaja akhir, dan masa dewasa. Menurut Sullivan, tahap perkembangan kepribadian yang paling krusial sesungguhnya bukan pada masa kanak-kanak awal, melainkan pada masa praremaja, sebuah periode ketika anak-anak pertama kali memiliki kemampuan untuk menjalin persahabatan yang intim dan belum sepenuhnya terganggungu oleh ketertarikakan-ketertarikan hawa nafsu. (Jess Feist, Theories of personality. 2008)

2. Pandangan Dasar Tentang Kepribadian / Prinsip-Prinsip Dasar

Sullivan mengemukakan suatu pandangan yang lebih bersifat psikologi-sosial tentang perkembangan kepribadian yaitu suatu pandangan dimana pengaruh-pengaruh yang unik dari hubungan-hubungan manusia diberi peran yang semestinya, yang menempatkan faktor sosial menentukan perkembangan psikologis.

Sullivan tidak menolak faktor-faktor fisiologis sebagai hal yang menentukan perkembangan kepribadian, sebab ia berpendapat bahwa kadang-kadang pengaruh- pengaruh sosial yang berlawanan dengan kebutuhan fisiologis seseorang bisa menyebabkan pengaruh yang merugikan kepribadiannya. Tema sentral teori Sullivan berkisar pada ansietas dan menekankan bahwa masyarakat sebagai pembentuk kepribadian.

Sullivan mengemukakan bahwa setiap pribadi membutuhkan adanya hubungan antar pribadi. Hubungan antar pribadi ini merupakan sumber perkembangan pribadi. Maka, salah satu ciri dari kepribadian yang sehat adalah kemampuannya untuk menjalin hubungan antar pribadi. Ciri lainnya yaitu kemampuan untuk mengadakan personifikasi diri secara tepat

(9)

6

yang dibangun atas dasar relasi-relasi antar pribadi. Setiap pribadi memiliki konsep diri yang terbentuk berdasarkan pengalaman-pengalaman khasnya dalam hubungan relasinya dengan orang-orang atau dengan dirinya sendiri.Sullivan mengemukakan bahwa diri adalah isi dari kesadaran pada setiap saat jika orang benar-benar senang dengan perasaan harga dirinya, prestise yang diperolehnya di antara sesamanya, serta penghargaan dan hormat yang diberikan mereka kepadanya.

Kepribadian adalah sebuah pola atau model yang relatif menetap pada suatu situasi- situasi yang berluang. Kepribadian merupakan konstuk yang hanya dapat diamati dalam konteks tingkah laku interpersonal. Interaksi sosial adalah ciri khas dari manusia dalam membentuk kepribadian, dengan interaksi akan dapat melihat habituasi.

C. Aplikasi Teori Interpersonal 1. Struktur Kepribadian

Sullivan tegas memandang sifat dinamik kepribadian, sehingga merendahkan konsep id-ego-superego-dan lain-lain. Yang membuat kepribadian menjadi statis atau stabil. Namun ternyata dia juga memberi tempat penting dalam teorinya beberapa aspek kepribadian yang nyata-nyata stabil dalam waktu yang lama: dinamisme, personifikasi, system self, dan proses kognitif.

a. Dinamisme

Dinamisme didefinisikan sebagai “pola transformasi energy yang relatis menetap, yang secara berulang memberi ciri kepada organisme selama keberadaannya sebagai organisme hidup” (1953, hlm. 103). Karena dinamisme merupakan pola tingkah laku yang menetap dan berulang, maka dinamisme kira-kira sama dengan kebiasaan.

Dinamisme-dinamisme yang khas manusiawi adalah dinamisme-dinamisme yang memberi ciri kepada hubungan hubungan atarpribadi seseorang. Misalnya, orang mungkin biasa bertingkah laku bermusuhan dengan seseorang atau sekelompok orang tertentu yang merupakan suatu ungkapan dinamisme kedengkian. (Calvin S. Hall &

Gardner Lindzey, Teori-Teori Psikodinamik. 2005).

Dinamisme yang menjadi pembeda antar manusia tidak berhubungan dengan bagian tubuh, tetapi menjadi ciri khas hubungan antar pribadi. Suatu kebiasaan bagaimana mereaksi orang lain, baik dalam bentuk perasaan, sikap, maupun tingkah laku terbuka.

Dinamisme dengki (memusuhi orang atau kelompok orang tertentu); dinamisme nafsu (kecenderungan mencari hubungan birahi); dinamisme ketakutan (anak yang

(10)

7

bersembunyi dibelakang ibunya setiap menghadapi orang asing); dan dinamisme system self (Alwisol, Psikologi Kepribadia 2012 hlm 147).

Suatu dinamisme biasanya memakai daerah atau bagian tertentu dalam badan seperti mulut, tangan, anus. Dan alat kelamin untuk berinteraksi dengan lingkungan.

(Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Teori-Teori Psikodinamik. 2005). Kebanyakan dinamisme bertujuan memuaskan kebutuhan-kebutuhan dasar organisme. Akan tetapi ada suatu dinamisme yang penting yang berkembang sebagai akibat dari kecemasan.

Dinamisme itu disebut dengan dinamisme diri atau sistem diri. (Calvin S. Hall &

Gardner Lindzey, Teori-Teori Psikodinamik. 2005)

Sullivan (1953b) menyebut dinamisme sebagai karakter atau pola-pola perilaku mempunyai dua kelas utama: pertama, kelas yang terkait dengan zona-zona spesifik tubuh seperti mulut, anus, dan alat kelamin; dan kedua kelas yang terkait dengan tegangan-tegangan. Kelas kedua ini terdiri atas tiga kategori- disjungsi/pemisahan diri, isolasi/pengucilan, dan konjungsi/penyatuan. Dinamisme disjungsi mencangkup pola- pola perilaku destruktif yang berkaitan dengan dendam; dinamisme isolatif yang mencangkup pola-pola perilaku (seperti nafsu) yang tidak berkaitan dengan hubungan- hubungan antarpribadi; dan dinamisme-dinamisme konjungtif mencangkup pola-pola perilaku yang berfaedah, seperti keintiman dan system diri. (Jess Feist & Gregory J.

Feist, Theories of Personality 2008 hlm 191).

b. Sistem Diri (Self-System)

Sistem self merupakan bagian dinamisme paling kompleks. Suatu pola tingkah laku yang konsisten yang mempertahankan keamanan interpersonal dengan menghindari atau mengecilkan kecemasan. Sistem ini mulai berkembang pada usia 12-18 bulan, usia ketika anak mulai belajar tingkah laku mana yang berhubungan, meningkatkan atau menurunkan kecemasan (Alwisol, Psikologi Kepribadia 2012 hlm 149).

Kecemasan adalah suatu produk dari hubungan-hubungan antarpribadi yang berasal dari ibu dan diteruskan kepada bayi dan dalam kehidupan selanjutnya oleh ancaman- ancaman terhadap keamanannya. Sistem diri sebagai penjaga keamanan seseorang cenderung menjadi terpisah dari aspek-aspek lain dalam kepribadian, sistem diri tersebut tidak akan membiarkan masuknya informasi yang tidak sesuai dengan organisasinya sekarang dan karena itu tidak dapat mengambil pelajaran dari pengalaman. (Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Teori-Teori Psikodinamik. 2005).

(11)

8

Dua pengoperasian rasa aman yang terpenting adalah disosiasi atau penjarakkan dan tidak kepedulian selektif atau menutup mata terhadap sesuatu. Disosiasi mencakup impuls-implus, hasrat-hasrat dan kebutuhan-kebutuhan yang ditolak untuk masuk ke dalam kesadaran. Ketidakpedulian selektif adalah control terhadap kesadaran yang nyata yaitu penolakan untuk melihat hal-hal yang tidak diinginkan (Jess Feist, Theories of personality. 2008. Hal 193).

Sullivan yakin bahwa sistem diri merupakan produk dari aspek-aspek irrasional masyarakat. Maksudnya, anak kecil dibuat supaya merasa cemas dengan alasan-alasan yang tidak akan ditemukan dalam masyarakat yang lebih rasional; ia terpaksa menggunakan cara-cara yang tak wajar dan tak realistik untuk mengatasi kecemasannya. (Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Teori-Teori Psikodinamik. 2005).

Walaupun system self berguna untuk mengurangi kecemasan, hal itu juga mempengaruhi kemampuan manusia untuk hidup konstruktif dengan orang lain. Secara umum, semakin berpengalaman orang dengan kecemasan, semakin besar peran system diri dan semakin terlepas dari kepribadian. Sistem self itu membuat orang tidak dapat membuat penilaian objektif terhadap tingkah lakunya sendiri, menyembunyikan pertentangan yang jelas antara gambaran diri yang diyakininya dengan cara penampilannya dengan orang lain (Alwisol, Psikologi Kepribadia 2012 hlm 150).

c. Personifikasi

Personifikasi adalah suatu gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya sendiri atau orang lain. Personifikasi adalah perasaan, sikap, dan konsepsi kompleks yang timbul karena mengalami kepuasan kebutuhan atau kecemasan. Gambaran-gambaran itu dibentuk pertama untuk menghadapi orang-orang dalam situasi-situasi antarpribadi yang agak terisolasi, tetapi sekali terbetuk maka gambaran-gambaran itu biasanya tetap ada dan mempengaruhi sikap kita terhadap orang lain. (Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Teori-Teori Psikodinamik. 2005). Sullivan (1953b) melukiskan tiga personifikasi dasar yang berkembang selama masa bayi: ibu-jahat, ibu-baik, dan “saya.

Selain itu, ada juga beberapa anak yang memiliki personifikasi eiditik (teman bermain imajiner) selama masa kanak-kanak mereka.

1) Ibu-Jahat, Ibu-Baik (Bad-Mother, Good-Mother)

Personifikasi Ibu-Jahat faktanya tumbuh dari pengalaman-pengalaman bayi dengan puting yang buruk- yaitu puting yang tidak memuaskan rasa lapar, entah puting ini melekat pada ibu atau botol susu yang dipegang ibu, ayah, perawat, atau siapapun

(12)

9

yang tidak begitu penting. Setelah personifikasi Ibu-Jahat terbentuk, bayi akan mencapai personifikasi Ibu-Baik yang didasarkan pada perilaku lembut dan kooperatif dari ibu-pengasuh. Dua personifikasi ini, yang satu didasarkan kepada persepsi bayi tentang ibu yang cemas dan pendendam, yang lain kepada ibu yang tenang dan lembut, dan semuanya berkombinasi untuk membentuk sebuah personifikasi kompleks yang terdiri atas pengontrasan kualitas-kualitas yang diproyeksikan kepada satu pribadi yang sama (Sullivan, 1953b)

2) Personifikasi “Aku” (Me Personification)

Pada masa periode pertengahan bayi, seorang anak memerlukan tiga personifikasi

“aku” (aku-jahat, aku-baik, dan bukan-aku) yang membentuk blok-blok bangunan personifikasi-diri. Setiap personifikasi saling berkaitan untuk memunculkan konsepsi tentang “aku” atau “tubuhku”. Personifikasi aku-jahat lahir dari pengalaman-pengalaman dihukum dan tidak disetujui yang diterima bayi dari ibu- pengasuh mereka. Personifikasi aku-jahat dibentuk dari situasi-situasi hubungan antarpribadi, yaitu bayi dapat belajar bahwa mereka jahat hanya dari seseorang yang lain biasanya dari ibu-jahat. Personigikasi aku-baik dihasilkan dari pengalaman bayi dengan penghargaan atau (reward) dan persetujuan. Namun begitu, kecemasan yang berat muncul tiba-tiba bisa menyebabkan bayi membentuk personifikasi bukan-aku, ditambah pengalaman-pengalaman yang terkait dengan kecemasan- kecemasan tersebut. Personifikasi bukan-aku yang samar-samar ini juga dialami orang dewasa dan diekspresikan dalam mimpi (Jess Feist & Gregory J. Feist, Theories of Personality 2008 hlm 195).

3) Personifikasi Eiditik (Eiditick Personification)

Personifikasi eiditik yaitu karakter tidak realistis atau teman imajiner yang banyak ditemukan anak dalam rangka melindungi rasa percaya diri mereka. Sullivan (1964) percaya bahwa teman-teman imajiner ini bisa sama signifikannya dengan teman bermain nyata bagi kesehatan perkembangan anak. (Jess Feist & Gregory J. Feist, Theories of Personality 2008 hlm 195).

d. Proses kognitif

Sumbangan yang unik dari Sullivan tentang peranan kognisi atau pengetahuan dalam hubungannya dengan kepribadian ialah klasifikasinya tentang pengalaman ke dalam tiga golongan. Tingkatan-tingkatan kognisi ini mengacu kepada cara-cara

(13)

10

mengamati, membayangkan, dan memahami. Pengalaman terjadi dalam tiga cara yaitu:

prototaksis, parataksis, dan sintaksis.

Pengalaman prototaksis “dapat dipandang sebagai rangkaian keadaan sesaat yang tepisah-pisah dari organisme yang melakukan penginderaan” (1953, hlm 29). (Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Teori-Teori Psikodinamik. 2005). Prototaksis adalah rangkaian pengalaman yang terpisah-pisah yang dialami pada masa bayi, dimana arus kesadaran (penginderaan, bayangan, dan perasaan) mengalir kedalam jiwa tanpa pengertian “sebelum” dan “sesudah”. Elemen pengalaman prototaksis-sensasi sederhana-mungkin terus dan tetap menjadi bagian dari kehidupan mental kehidupan orang dewasa, namun orang selalu menghubungkan elemen-elemen itu menjadi kesatuan pengalaman (Alwisol, Psikologi Kepribadia 2012 hlm 150). Prototaksis ini adalah pengalaman paling dini dan primitive dan sulit dilukiskan atau didefinisikan dengan tepat. Satu-satunya cara untuk memahaminya adalah membayangkan pengalaman-pengalaman subyektif paling dini dari seorang bayi yang baru lahir. Pada orang dewasa, pengalaman-pengalaman prototaksis mengambil untuk sensasi-sensasi, perasaan-perasaan, suasana hati, dan impresi-impresi sesaat.

Cara berfikir parataksik meliputi hubungan kausal antara peristiwa-peristiwa yang terjadi kira-kira pada saat yang sama tetapi yang tidak berhubungan secara logis.

Sullivan yakin bahwa banyak pemikiran kita tidak pernah beranjak dari tingkat parataksik; bahwa kita melihat hubungan kausal antara pengalaman-pengalaman di mana pengalaman yang satu tidak ada kaitannya dengan pengalaman yang lain. semua tahayul misalnya adalah contoh dari pemikiran parataksik (Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Teori-Teori Psikodinamik. 2005). Kira-kira pada awal tahun kedua bayi mulai mengenali persamaan-persamaan dan perbedaan peristiwa-peristiwa, disebut pengalaman parataksis atau pengalaman asosiasi. Pada tahap ini, bayi mengembangkan cara berfikir melihat hubungan sebab akibat, asosiasional peristiwa yang terjadi pada saat yang bersamaan atau peristiwa-peristiwa yang mempunyai detil yang sama, tetapi hubungan itu tidak harus logis. Misalnya, bayi yang diberi makan saus apel memakai sendok yang terlalu panas (karena disiram air panas) sehingga lidahnya menjadi sakit.

Bayi itu menolak makan, bukan karena rasa saus apel tetapi karena sendok. (Alwisol, Psikologi Kepribadian 2012 hlm 151-152).

Cara berfikir ketiga yang paling tinggi adalah cara berfikir sintaksis yang merupakan aktivitas lambang yang diterima bersama, terutama aktivitas lambang yang bersifat verbal. Lambang yang disepakati bersama adalah sesuatu yang telah disepakati oleh

(14)

11

sekelompok orang karena memiliki arti baku. Sullivan menekankan pentingnya tinjauan ke masa depan dalam fungsi kognitif. “manusia, orang, hidup dengan masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang, yang semuanya jelas relevan dalam menerangkan pikiran dan perbuatannya” (1950, hlm 84). Tinjauan ke masa depan tergantung pada ingatan orang pada masa lampau dan interpretasinya terhadap masa sekarang (Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Teori-Teori Psikodinamik. 2005).

Sintaksis adalah berfikir logic dan realistik, menggunakan lambing-lambang yang diterima bersama, khususnya bahasa-kata-bilangan. Sintaksis menghasilkan hubungan logis antar pengalaman dan menungkinkan orang berkomunikasi satu dengan yang lainnya, melalui proses validasi consensus (conesus validation): mencapai konsesus atau persetujuan dengan orang lain mengenai sesuatu dan kemudian meyakinkan kebenarannya melalui pengulangan pengalaman (Alwisol, Psikologi Kepribadian 2012 hlm 152).

2. Dinamika Kepribadian

Sullivan memandang kehidupan manusia sebagai system energi, dimana perhatian utamanya adalah bagaimana menghilangkan tegangan yang ditimbulkan oleh keinginan dan kecemasan. Energy dapat berwujud dalam bentuk tegangan atau dalam bentuk tingkah laku itu sendiri.

a. Tegangan

Tegangan adalah potensi untuk brtingkah laku yang disadari atau tidak disadari. Ada sua sumber tegangan utama, yakni: tegangan-tegangan yang disebabkan oleh kebutuhan organisme, dan tegangan sebagai akibat dari kecemasan (Calvin S. Hall & Gardner Lindzey, Teori-Teori Psikodinamik. 2005). “tegangan-tegangan dapat dianggap sebagai kebutuhan untuk mentransformasikan energi khusus yang akan menghilangkan tegangan, seringkali disertai dengan perubahan keadaan ‘jiwa’, yakni perubahan kesadaran, yang dapat kita sebut dengan menggunakan istilah umum kepuasaan” (1950, hlm 85). Sumber tegangan ada dua yaitu;

1) Kebutuhan (needs)

Kebutuhan yang mula pertama muncul adalah tegangan yang timbul akibat ketidakseimbangan biologis didalam diri individu atau ketidakmampuan fisikokimis antara individu dengan lingkungannya. Needs biologic dipuaskan dengan member pasokan yang dapat mengembalikan keseimbangan. Kepuasannya bersifat episodic, sesudah memperoleh kepuasan tegangan akan menurun atau menghilang, tetapi

(15)

12

sesudah lewat waktu tertentu tegangan yang sama akan muncul kembali. Kebutuhan tersebut disebabkan oleh hubungan interpersonal. hubungan interpersonal yang terpenting adalah kelembutan kasih sayang (tenderness). Kebutuhan non biologis juga dapat dipuaskan melalui transormasi energy yakni: kegiatan fisik/tingkah laku, atau kegiatan mental mengamati, mengingat dan berfikir. Memuaskan kebutuhan dapat menghilangkan tension. Kegagalan memuaskan need, kalau berkepanjangan dapat menimbulkan keadaan apathy (kelesuan) yaitu bentuk penundaan kebutuhan untuk meredakan tegangan secara umum (Alwisol, Psikologi Kepribadian 2012 hlm 153).

2) Kecemasan (Anxiety)

Definisi Sullivan tentang kecemasan:”rasa cemas adalah sebuah tegangan yang berlawanan dengan tegangan-tegangan kebutuhan dan memerlukan tindakan yang tepat untuk bisa melepaskannya” (Sullivan, 1953b, hlm.44). kecemasan lahir berasal dari transfer dari orangtua kepada bayi lewat proses empati. Sullivan menekankan bahwa rasa cemas dan kesepian adalah keunikan diantara segala pengalaman, yaitu bahwa pengalaman-pengalaman ini sungguh-sungguh tidak diinginkan dan diharapkan. Sullivan membedakan rasa cemas dari rasa takut dalam beberapa hal.

Pertama, rasa cemas biasanya berasal dari situasi-situasi hubungan antarpribadi yang kompleks, dan hadir dalamkesadaran hanya secara samar-samar. Rasa takut lebih mudah dibedakan dan asal usulnya lebih mudah ditemukan. Kedua, rasa cemas tidak mempunyai nilai positif. Ketiga, rasa cemas menghalangi pemuasan kebutuhan, sementara rasa takut membantu manusia untuk memenuhi kebutuhan (Jess Feist &

Gregory J. Feist, Theories of Personality 2008 hlm 191) b. Transformasi energi

Transformasi energy adalah tegangan yag ditransformasikan menjadi tingkahlaku, baik tingkahlaku terbuka maupun tertutup. Tingkahlaku hasil transformasi itu meliputi gerakan yang kasat mata, dan kegiatan mental seperti perasaan, fikiran, persepsi, dan ingatan (Alwisol, Psikologi Kepribadian 2012 hlm 154). Tidak semua transformasi energy merupakan tindakan-tindakan yang gamblang dan terlihat (Jess Feist &

Gregory J. Feist, Theories of Personality 2008 hlm 191).

(16)

13 3. Perkembangan Kepribadian

Sullivan (1953b) mempostulasikan tujuh epos atau tahapan perkembangan, dan masing-masing krusial bagi pembentukan kepribadian manusia. Sullivan berhipotesis bahwa “ketika sesorang melewati salah satu dari ambang-ambang yang kurang lebih tertentu dari suatu era perkembangan, segala sesuatu yang sudah pergi sebelumnya bisa menjadi terbuka secara masuk akal kepada pengaruh-pengaruhnya” (hlm 227). Tujuh tahapan Sullivan adalah masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak muda, masa praremaja, masa remaja awal, masa remaja akhir, dan masa dewasa.

1. Masa bayi infacy)

Masa bayi dimulai dari kelahiran sampai anak dapat mengembangkan ujaran yang terartikulasikan atau sintaksis, biasanya sekitar usia 18 sampai 24 bulan. Sullivan yakin bahwa bayi data menjadi manusia melalui kelembutan yang diterimanya dari ibu- pengasuh. Di sekitar pertengahan masa ini, bayi-bayi mulai belajar bagaimana berkomunikasi lewat bahasa. Sejak awal, bahasa mereka tidak valid secara konsensual namun sudah berlangsung pada tingkatan yang terindividualkan atau parataksis. Periode masa bayi ini dicirikan oleh bahasa autistik, yaitu bahasa pribadi yang sedikit memahami kepribadian orang lain bahkan tidak sama sekali. Komunikasi awal berlangsung dalam bentuk ekspresi wajah dan suara dari beragam fenomena. Keduanya dipelajari lewat pengimitasian sampai akhirnya gerak-gerik tubuh dan suara ucapan memiliki makna yang sama bagi bayi dan orang dewasa. Komunikasi pada tahap iini menandai permulaan bahasa sintaksis dan akhir dari masa bayi (Jess Feist & Gregory J. Feist, Theories of Personality 2008 hlm 198).

Perhatian utama bayi adalah makan, sehingga obyek pertama yang menjadi pusat perhatiannya adalah puting susu ibu (atau puting botol). Puting yang mewakili ibu itu menimbulkan paling tidak tiga image, sesuai dengan pengalaman bayi itu dengan puing itu:

1. Puting bagus (good nipple), putting yang lembut penuh kasih sayang dan menjanjikan kepuasan fisik (bisa terjadi good nipple tidak memuaskan karena diberikan kepada bayi yang tidak lapar)

2. Bukan putting (not nipple) atau putting yang salah karena tidak mengeluarkan air susu, bahkan merupakan tanda penolakan dan isyarat mencari putting yang lain.

3. Putting buruk (bad nipple) putting dari ibu yang cemas, tidak member kasih sayang dan kepuasan fisik.

(17)

14

Pengalaman makan itu, akan membentuk personifikasi ibu, putting bagus menjadi ibu baik (good mother) dan bukan putting atau putting buruk menjadi ibu buruk (bad mother).

Perkembangan pada masa bayi sangat kompleks. Berikut enam cirri yang penting perkembangan menurut Sullivan:

1. Timbulnya dinamisme apati, pertahanan tidur, disosiasi dan inatensi 2. Peralihan dari prototaxis ke parataxis

3. Organisasi personifikasi-personifikasi, baik personifikasi ibu maupun personifikasi diri

4. Organisasi pengalaman melalui belajar dan munculnya dasa-dasar system diri 5. Diferensiasi tubuh bayi sendiri, mengenal dan memanipulasi tubuh

6. Belajar bahasa, dimulai dengan bahasa autism

7. Belajar melakukan gerakan yang terkoordinasi, melibatkan mata, tangan, mulut, telinga, serta organ tubuh lainnya. (Alwisol, Psikologi Kepribadia 2012 hlm 156).

2. Masa Kanak-Kanak (Childhood)

Masa kanak-kanak dimulai dengan kedatangan bahasa sintaksis dan terus belajar sampai kemunculan kebutuhan akan rekan bermain yang statusnya setara. Selama tahap ini, ibu masih tetap menjadi pribadi yang lain yang paling signifikan, namun perannya sudah berbeda sewaktu mereka masih bayi. Selama masa kanak-kanak, emosi menjaditimbal balik seorang anak sanggup memberikan kembali kelembutan sebanyak yang sudah diterimanya. Hubungan antara ibu dan anak menjadi lebih probadi dan tidak terlalu satu sisi lagi. Selain orang tua, anak-anak yang berusia prasekolah sering kali memiliki hubungan signifikan yang lain atau yang disebut dengan teman bermain imajiner.

Teman eidetik ini mampu membuat anak memiliki hubungan rasa aman dan nyaman yang menghasilkan sedikit saja rasa cemas (Jess Feist & Gregory J. Feist, Theories of Personality 2008 hlm 198).

Sullivan menekankan bahwa memiliki teman imajiner bukan tanda ketidakstabilan atau patologis, melainkan peristiwa positif yang dapat membantu anak menjadi siap untuk menjalin keintiman dengan teman yang riil selama tahap praremaja nanti. Teman teman bermain ini menawarkan sebuah kesempatan untuk berinteraksi dengan ”pribadi” lain yang membuat mereka merasa aman dan tidak akan meningkatkan tingkat kecemasan mereka. Hubungan yang nyaman dan tidak mengancam dengan teman bermain imajiner mengizinkan anak untuk menjadi lebih independen dari orang tua dan menjalin hubungan

(18)

15

krab dengan teman-temannya di dunia nyata pada tahun-tahun berikutnya (Jess Feist &

Gregory J. Feist, Theories of Personality 2008 hlm 199).

Anak mulai belajar menyembunyikan aspek tingkah laku yang diyakininya dapat menimbulkan kecemasan atau hukuman. Mereka memiliki tampilan seolah-olah (as if performance), yakni:

1. Dramatisasi (dramatization): permainan peran seolah olah dewasa, belajar mengidentifikasikan diri dengan orang tuanya, bagaimana bertingkahlaku yang dapat diterima. Misalnya anak berperan sebagai orang tuanya dan menghukum boneka yang bertingkahlaku yang tidak dikehendaki.

2. Bergaya sibuk (preoccupation): anak belajar berkonsentrasi pada satu kegiatan yang membuat mereka bisa menghindari sesuatu yang menekan dirinya. Misalnya, anak mencoba menghindar dari kecemasan mendapat komentar secara pedas orang tuanya, dengan menyibukkan diri dengan koleksi musiknya.

3. Transformasi Jahat (Malevolent Transformation): transformasi jahat perasaan bahwa dirinya hidup ditengah-tengah musuh, sehingga hidupnya penuh rasa kecurigaan dan ketidakpercayaan bahkan sampai tingkahlakunya paranoid. Ini terjadi karena dramatisasi dan preoccupational (yang kalau dipakai sekedarnya dapat membantu anak tumbuh dan berkembang) dipakai secara berlebihan ketika anak dihadapkan pada kecemasan yang sangat, untuk mempertahankan diri dari bahaya terlibat dengan orang lain.

4. Sublimasi taksadar (unwaiting sublimation): mengganti sesuatu atau aktivitas (tak sadar atau unwaiting) yang dapat menimbulkan kecemasan dengan aktivitas yang dapat diterima secara sosial. (Alwisol, Psikologi Kepribadia 2012 hlm 157).

Sullvian (1953b) menyebut masa kanak-kanak sebagai periode akulturasi yang cepat.

Selain menguasai bahasa, anak-anak juga belajar pola-pola budaya kebersihan, latihan menggunakan toilet, kebiasaan makan, dan peran yang diharapkan dari setiap jenis kelamin. Mereka juga belajar dua proses penting lain: dramitasi dan penyibukan diri.

Dramitasi adalah upaya bertindak atau bersuara seperti figur-figur otoritas yang signifikan, khususnya ibu dan ayah. Kesibukan adalah strategi untuk menghindari situasi-situasi yang memunculkan rasa cemas dan rasa takut dengan tetap sibuk dengan aktivitas-aktivitas sebelumnya yang sudah terbukti berguna dan dihargai (Jess Feist & Gregory J. Feist, Theories of Personality 2008 hlm 199).

(19)

16 3. Masa Anak Muda (Juvenile Era)

Masa anak muda dimulai dengan kemunculan kebutuhan akan teman sebaya atau teman bermain yang status dan tujuannya sama ketika seorang anak menemukan seorang teman karib untuk memuaskan kebutuhannya akan keintiman (Jess Feist & Gregory J.

Feist, Theories of Personality 2008 hlm 199).

Selama tahap anak muda, Sullvian yakin seorang anak belajar berkompetesi, berkompromi, dan bekerjasama. Derajat kompetesi dapat ditemukan di antara anak-anak usia ini meskipun beragam latar belakang budayanya karena, Sullvian percaya masyarakat Amerika Serikat selalu menekankan kompetisi. Banyak anak percaya bahwa mereka harus bisa kompetitif untuk berhasil. Kompromi juga dapat dilakukan. Seorang anak berusia 7 tahun yang belajar untuk mengalah terus kepada orang lain akan mengalami kesulitan dalam proses sosialisasi, dan ini menghasilkan karakter yang dapat terus mencirikan pribadinya di kehidupan selanjutnya. Kerja sama mencakup semua proses yang dibutuhkan untuk nisa berjalan bersama orang lain. anak di masa anak muda harus belajar bekerja sama dengan orang lain di sunia hubungan antarpribadi yang nyata (Jess Feist & Gregory J. Feist, Theories of Personality 2008 hlm 200).

Tahap ini ditandai dengan munculnya konsepsi tentang orientai hidup, suatu rumusan atau wawasan tentang:

1. Kecenderungan atau kebutuhan untuk berintegrasi yang bisanya member cirri pada hubungan antar pribadi.

2. Keadaan-keadaan yang cocok untuk pemuasan kebutuhan dan relative bebas dari kecemasan,

3. Tujuan-tujuan jangka panjang yang untuk mencapainya orang perlu menangguhkan kesempatan-kesempatan menikmati kepuasan jangka pendek.

Perkembangan negative yang penting pada tahap ini adalah belajar stereotip ostrasisme, dan disparajemen.

1. Prasangka atau streotip adalah meniru atau memakai personifikasi mengenai orang atau kelompok orang yang diturunkan antar generasi.

2. Pengasingan atau ostrasisme adalah pengalaman anak diisolasi secara paksa, dikeluarkan atau diasingkan dari kelompok sebaya karena perbedaan sifat individual dengan kelompok.

(20)

17

3. Penghinaan atau disparajemen, berarti meremehkan atau menjatuhkan orang lain, yang akan berpengaruh merusak hubungan interpersonal pada usia dewasa. (Alwisol, Psikologi Kepribadian 2012 hlm 158).

Di akhir tahap ini anak muda, seorang anak mestinya mengembangkan sebuah orientasi menuju kehidupan yang membuatnya lebih mudah untuk menangani secara konsisten rasa cemas, memuaskan kebutuhan zonal, dan kelembutan, dan menetapkan tujuan-tujuan berdasarkan kepada memori dan prediksi. Orientasi menuju kehidupan ini mempersiapkan pribadi untuk menjalin hubungan antarpribadi yang lebih dalam kedepan (Sullivan, 1953b).

4. Masa Praremaja (Preadolescense)

Masa praremaja dimulai pada saat usia 8 ½ tahun dan berakhir dengan masa remaja., sebuah masa bagi keintiman dengan seseorang, biasanya dengan jenis kelamin yang sama.

Kalau semua ditahapan yang sebelumnya anak-anak egosentris, dimana persahabatan mereka dibentuk di atas dasar kepentingan diri, maka dimasa praremaja untuk pertama kalinya anak memulai ketertarikan sejati kepada pribadi lain. Sullivan (1953a) menyebut proses menjadi makhlauk sosial ini “kejaiban tersembunyi praremaja” (hlm 41), merujuk kepada transformasi kepribadian yang dialaminya sendiri selama masa praremajanya (Jess Feist & Gregory J. Feist, Theories of Personality 2008 hlm 200).

Tahap preadolesen ditandai oleh beberapa fenomena berikut:

1. Orang tua masih penting, tetapi mereka dinilai secara lebih realistic.

2. Mengalami cinta yang tidak mementingkan diri sendiri, dan belum dirumitkan oleh nafsu seks.

3. Terlibat dalam kerja sama untuk kebahagian bersama, tidak mementingka diri sendiri 4. Kolaborasi chum, kalau tidak dipelajari pada tahap ini akan membuat perkembangan

kepribadian berikutnya akan terhambat.

5. Hubungan chum dapat mengatasi atau menghilangkan pengaruh buruk symptom salah satu yang diperoleh dari perkembangan tahap sebelumnya. (Alwisol, Psikologi Kepribadia 2012 hlm 159).

Karakteristik praremaja yang utama adalah terbentuknya kemampuan untuk mengasihi.

Sebelumnya, semua hubungan antarpribadi didasarkan hanya kepada pemuasan kebutuhan personal namun selama masa praremaja keintiman, dan kasih sayang menjadi esensi persahabatan. Sullivan percaya bahwa masa praremaja adalah masa hidup yang tidak

(21)

18

terganggu dan bebas. Pengalaman-pengalaman selama masa praremaja sangat kritis bagi perkembangan kepribadian. Jika mereka tidak belajar keintiman pada masa praremaja mereka akan mengalami kesulitan serius dalam hubungan-hubungan antarpribadi selanjutnya. Periode praremaja relatif singkat dan tidak rumit ini akhirnya berhenti dengan dimulainya pubertas (Jess Feist & Gregory J. Feist, Theories of Personality 2008 hlm 200- 201).

5. Masa Remaja-Awal (Early Adolescense)

Masa remaja awal dimulai dari pubertas dan berakhir dengan kebutuhan akan cinta seksual terhadap seorang pribadi. Masa ini ditandai dengan meledaknya ketertarikan genital dan datangnya hubungan yang sarat akan nafsu. Kebutuhan akan keintiman yang dicapai selama tahapan-tahapan sebelumnya terus berlanjut pada masa remaja awal ini namun sekarang ditemani oleh sebuah kebutuhan pararel namun terpisah – nafsu (lust).

Selain itu rasa aman, atau kebutuhan untuk bebas dari rasa cemas masih tetap aktif selama periode ini. Karena dinamisme nafsu bersifat biologis, dia menguasai pubertas tak peduli hubungan antarpribadi sudah dibangun sebelumnya atau individu sudah siap menerimanya (Jess Feist & Gregory J. Feist, Theories of Personality 2008 hlm 201).

Sullivan (1953b) percaya bahwa masa remaja awal adalah timbal balik dalam perkembangan kepribadian. Pribadi dapat keluar dari tahapan ini entah dengan dominasi keintiman dan dinamisme-dinamisme nafsu, atau mengahdapi kesulitan-kesulitan serius dalam hubungan antarpribadi pada tahapan-tahapan selanjutnya. Meskipun penyesuaian seksual penting bagi perkembangan kepribadian, Sullivan merasa bahwa masalah yang rill terletak pada hubungan bersama pribadi yang lain.

6. Masa Remaja Akhir (Late Adolescense)

Masa remaja akhir dimulai ketika anak-anak muda sanggup merasakan nafsu dan keintiman terhadap satu orang yang sama, dan ini berakhir pada masa dewasa saat mereka sanggup membangun sebuah hubungan cinta yang abadi. Ciri utama masa remaja akhir adalah penyatuan antara keintiman dan nafsu. Jika tahapan-tahapan sebelumnya tidak berhasil dilalui, anak muda akan memasuki periode remaja akhir tanpa hubungan antarpribadi yang intim, pola-pola yang tidak konsisten dalam aktivitas seksual, dan kebutuhan besar untuk mempertahankan rasa aman (Jess Feist & Gregory J. Feist, Theories of Personality 2008 hlm 202).

(22)

19

Menurut sullivan perkembangan luar biasa tinggi dalam hubungan cinta denga orang lain bukan tujuan utama kehidupan, tetapi sekedar sumber utama kepuasan hidup. Jika orang memasuki tahap ini dengan inflasi system self maka akan menghadapi kecemasan diranah kehidupan, mereka mungkin akan mengalami beberapa masalah dalam tahap ini, seperti personifikasi yang tidak tepat, dan berbagai jenis keterbatasan hidup. Pencapaian akhir periode ini adalah self respect yang menjadi syarat untuk menghargai orang lain.

Menurut sulivan, umumnya orang yang menghina atau menjatuhkan orang lai, karena orang itu mempunyai kualitas yang mencemaskan atau memalukan diri sendiri. (Alwisol, Psikologi Kepribadian 2012 hlm 160).

7. Masa Dewasa (Adulthood)

Kesuksesan menyelesaikan tahap remaja akhir menjadi puncak masa dewasa, sebuah periode dimana orang dapat membangun sebuah hubungan cinta minimal dengan satu pribadi lain yang signifikan. Sullivan (1953b) menyatakan bahwa “keintiman yang dikembangkan dengan sangat tinggi terhadap orang lain bukan hal yang utama dalam hidup, tetapi mungkin memang sumber utama kepuasan dalam hidup” (hlm. 34). Orang- orang dewasa begitu perseptif terhadap rasa cemas, kebutuhan dan rasa aman orang lain.

mereka menemukan hidup sangat menarik dan menyenangkan (Sullivan, 1953b) Tabel ringkasan tahap-tahap perkembangan Sullivan

Tahapan Usia Pribadi lain yang Signifikan

Proses Antarpribadi

Pembelajaran yang Penting

Masa bayi 0-2 Pengasuh Kelembutan

Ibu-baik/ibu- jahat,aku-baik/aku-

jahat Masa kanak-

kanak 2-6 Orang tua

Melindungi rasa aman lewat

bermain

Bahasa sintaksis

Masa anak

muda 6-8 ½

Teman bermain yang setara

statusnya

Orientasi menuju kehidupan didunia

teman-teman sebaya

Kompetisi, kompromi, dan

kerjasama

(23)

20 Masa Pra-

remaja 8 ½ - 13 Satu sahabat Keintiman

Afeksi dan penghargaan dari rekan-rekan sebaya

Masa Remaja-

awal 13-15 Beberapa

sahabat

Keintiman dan nafsu terhadap orang-orang yang

berbeda-beda

Keseimbangan antara nafsu, keintiman, operasi aman, dan operasi

rasa Masa Remaja-

Akhir 15- Kekasih

Penyatuan keintiman dan

nafsu

Penemuan diri dan dunia di luar

diri

D. Kritik Terhadap Teori Kepribadian Sullivan

Teori Sullivan cukup komprehensif, namun di kalangan ahli psikologi tidak sepopuler teori Freud, Jung, Adler, dan Erikson. Hal baru yang menjadi kekuatan teorinya adalah memakai interrelasi atau hubungan interpersonal sebagai fokus analisis kepribadian.

Bangunan teorinya menjadi sangat logis, bahkan terkadang teori itu sekedar simpulan cerdik dari fikiran sehat (common sense) yang beredar luas di masyarakat (Alwisol, Psikologi Kepribadian 2012 hlm 162). Secara umum, teorinya mudah dicerna oleh pemerhati, dan mudah dipraktekkan tanpa resiko kesalahan yang tak terduga. Teorri Sullivan tidak dikembangkan berdasarkan data keras, dan tidak banyak pakar yang mencoba meneliti memakai kerangka teori ini. Padahal sesungguhnya teori ini mempunyai peluang yang luas untuk diuji karena konsep-konsepnya banyak yang bersifat teramati, dan hanya sedikit yang mengupas dunia batin yang abstrak. Hal ini mungkin disebabkan oleh organisasi penulisan yang kurang baik, seting Sullivan yang lebih dekat dengan psikiatri daripada seting akademisi universitas (Alwisol, Psikologi Kepribadian 2012 hlm 162).

Kriteria pertama akan teori yang berguna adalah kemampuannya dalam menghasilkan penelitian. Saat ini, sedikit penelitian yang dilakukan untuk meneliti hipotesis yang secara khusus ditarik teori Sullivan. Kemungkinan penjelasan untuk kurangnya penelitian ini adalah kurangnya popularitas teori Sullivan di kalangan peneliti yang suka mengadakan penelitian. Kurangnya popularitas ini mungkin disebabkan oleh keterikatan erat Sullivan dengan psikiatri.

(24)

21

Kedua, teori yang berguna harus dapat dikaji ulang, yaitu harus terperinci agar dapat dilakukan penelitian yang mampu mendukung atau menyangkal asumsi-asumsi utamanya.

Pernyataan Sullivan akan pentingnya hubungan interpersonal bagi kesehatan psikologis telah mendapat cukup banyak dukungan secara tidak langsung. Penjelasan alternative mungkin saja digunakan untuk penemuan-penemuan ini.

Ketiga, seberapa baik teori aliran Sullivan menyediakan keteraturan bagi segala sesuatu yang diketahui mengenai kepribadian manusia? terlepas dari banyaknya dalil yang dijelaskan dalam teori tersebut, teori ini hanya mendapat nilai rata-rata untuk kemampuannya mengorganisasi pengetahuan. Penekanan ekstrem teorinya pada hubungan interpersonal mengurangi kemampuan teori ini untuk mengatur pengetahuan, sebagian besar yang diketahui mengenai tingkah laku manusia memiliki dasar biologis dan tidak dengan mudah disesuaikan dengan teori yang terbatas hanya pada hubungan interpersonal.

Sebagai bimbingan atas tindakan, teori Sullivan mendapat nilai antara cukup dan sedang (rata-rata).

Gagasan-gagasan Sullivan memiliki kekurangan karena ketidakmampuan Sullivan menulis dengan baik, namun teori itu sendiri dipikirkan secara logis dan terjaga sebagai kesatuan wujud. Secara keseluruhan, teorinya konsisten, namun kurang memiliki keteraturan yang mungkin bias ia capai bila ia mengerjakan gagasan-gagasannya lebih pada bentuk tulisan.

Terakhir, dalam penilaian teori Sullivan cermat atau sederhana, Sullivan harus menerima niali rendah. Kesenangannya untuk menciptakan istilah-istilahnya sendiri dan kecanggungannya dalam menulis menambah bentuk yang tidak dibutuhkan untuk teori yang apabila memiliki garis aliran yang jelas, maka akan jauh lebih berguna. (Jess Feist&

Gregory J. Feist, Teori Kepribadian, hlm. 282-283)

(25)

22 D. Teori Kepribadian Erik Erikson

A. Biografi Erik Erikson

Erikson lahir di Jerman, 15 Juni 1902 dari orang tua Denmark yang dipisahkan sebelum kelahirannya. Selama bertahun-tahun, Erikson diasumsikan bahwa ayah Jerman, seorang dokter anak, adalah ayahnya yang sebenarnya; ia tidak pernah

bertemu ayah kandungnya. Karena latar belakangnya Denmark, penampilan Nordic, dan warisan Yahudi (ayahnya adalah Kristen, ibu dan ayah tirinya adalah Yahudi), Erikson tidak sepenuhnya diterima oleh sekolahnya. Rekan-rekan Yahudi menjuluki "the goy” (istilah Yiddish untuk " kafir "), dan kenalan non Yahudi menganggap dia seorang Yahudi (Coles, 1970, hlm. 180).

Pada 1927 ia mulai mengajar, di Wina, di sekolah progresif kecil untuk anak-anak Amerika. Banyak anak-anak orang tua dan beberapa anak-anak juga telah datang ke Wina untuk dianalisis oleh Freud atau oleh salah satu pengikutnya, dan akhirnya Erikson bertemu Freud dan keluarganya. Segera Erikson menerdaftar ke Wina Psikoanalitik Institute dan mulai analisis pribadi dengan Anna Freud. Erikson dianggap salah satu merupakan terang dan paling menjanjikan siswa. Ia dilatih di kedua orang dewasa dan anak psikoanalisis, dan ia lulus pada tahun 1933.

Erikson sangat menyadari iklim politik yang memburuk dari tahun 1930-an dengan demikian, pada tahun 1933 Erikson pindah ke Amerika Serikat, dengan membawa istrinya, mantan Joan Serson, Kanada-Amerika yang datang ke Wina untuk penelitian sejarah tari- dan anak-anak mereka, Kai dan Jon (anak ketiga mereka, adalah lahir di Amerika). Menetap di boston, Erikson membuka praktik pribadi dan menjadi kota psikoanalitik anak pertama.

Erikson telah diberi janji di Harvard Medical School dan di Rumah Sakit Umum Massachusetts, dan ia segera berafiliasi juga dengan Harvard Psychological Clinic dan Hakim Baker Pusat Bimbingan, klinik perintis untuk pengobatan anak-anak yang terganggu emosinya.

Dari Harvard, Erikson pindah ke University of California di Berkeley, di mana ia menulis bukunya pertama yang penting, "Childhood and Society" (1950, rev.1963).

Kemudian, sebagai protes pemecatan universitas anggota fakultas yang menolak tanda royalti sumpah atau untuk memberikan informasi apapun tentang afiliasi politik mereka, Erikson mengundurkan diri dari posisinya. Setelah mengundurkan diri dari University of California, Erikson pindah ke Austen Riggs Pusat pelatihan psikoanalitik dan penelitian, di

(26)

23

Massachusetts, di mana ia melanjutkan untuk mengeksplorasi masalah khusus pemuda dan mulai membuat studinya di psychohistory.

Pada tahun 1960 ia kembali ke Harvard sebagai profesor psikologi dan tinggal di sana hingga pensiun formal pada tahun 1970. Selama periode kedua di Harvard, Erikson didirikan tentu saja sekarang terkenal di "The Human Life Cycle". Saat ini, Erikson tinggal di dekat San Francisco, di mana ia menjabat sebagai konsultan untuk Mt. Zion Hospital dan The University of California's Health and Medical Sciences Program. Dia melanjutkan pengejaran teoritis; selain memperluas topik yang ia telah tangani sebelumnya, dia sekarang juga menekankan daerah baru yang menjadi perhatian, seperti dewasa dan penuaan.

Meninggal tanggal 12 Mei 1994 di Harwich, Amerika Serikat.

B. Teori Post Freudian

Erik Erikson adalah seorang psikolog yang merupakan murid dari Sigmund Freud seorang tokoh psikoanalitik. Erikson mengambil psikoanalitik sebagai dasar teorinya namun ia mengikut sertakan pengaruh-pengaruh sosial individu dalam perkembangannya.

Berbeda dengan Freud yang berpendapat bahwa pengalaman masa kanak-kanak, terutama di lima tahun awal, yang mempengaruhi kepribdian seseorang ketika dewasa. Erikson berpendapat bahwa masa dewasa bukanlah sebuah hasil dari pengalaman-pengalaman masa lalu tetapi merupakan proses kelanjutan dari tahapan sebelumnya.

Erik Erikson membantah ide Freud yang mengatakan bahwa identitas sudah ditentukan dan terbentuk sejak kanak-kanak, pada usia lima atau enam tahun. Erikson berpendapat bahwa pembentukan identitas merupakan proses yang berlangsung seumur hidup.

Manusia adalah makhluk yang unik dan menerapkan system terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya.

Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan ini disebut dengan sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk social, untuk mencapai kepuasana dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal positif .

Konsep dasar kepribadian manusia menurut Erik Erikson tidak hanya dipengaruhi oleh keinginan/dorongan dari dalam diri individu, tapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor luar, seperti adat, budaya, dan lingkungan tempat dimana kepribadian individu berkembang dengan menghadapi serangkaian tahapan-tahapan sejak manusia lahir (bayi) hingga memasuki usila lanjut usia (masa dewasa akhir).

(27)

24

1. Fungsi ego impulse economic, maksudnya adalah dorongan-dorongan yang menguntungkan disalurkan dengan cara yang baik dan normative. Pada diri individu terdapat bermacam-macam dorongan yang setiap saat muncul,misalnya dorongan untuk bekerja, berbicara, melakukan sesuatu dan sebagainya. Fungsi ego disini adalah menyalurkan dengan cara mewujudkan dalam bentuk tingkah laku secara baik yaitu yang baik dan dapat diterima oleh lingkungan.

2. Fungsi ego kognitif maksudnya adalah berfungsinya ego pada diri individu untuk menerima rangsangan dari luar kemudian menyimpannya dan setelah itu dapat mempergunakannya untuk sesuatu keperluan coping behavior. Individu yang memiliki fungsi kognitifnya dalam bertingkah laku selalu menggunakan aspek pikiran, dan selalu diiringi dengan kemampuan mengingat dan memutuskan. Sebaliknya apabila tidak berfungsi aspek kognitif ego ini maka tingkah laku individu nampak agak sembrono, implus dan kekanak-kanakan.

3. Fungsi pengawasan disebut disebut juga dengan fungsi control, maksudnya ego tidak membiarkan tingkah laku seseorang itu sembarangan atau acak tetapi tingkah laku yang dilahirkan itu hendaknya merupakan tingkah laku yang berpola dan menurut aturan tertentu. Secara khusus fungsi ego yang mengontrol ini termasuk juga mengontrol perasaan dan emosi terhadap tingkah laku yang dimunculkan. Tingkah laku yang baik adalah penampilan tingkah laku tersebut tidak begitu juga saja dicakari oleh emosi, dan sebagai sifat kerasionalanya tingkah laku lebih tampak. Ciri fungsi control ini adalah individu yang bertingkah laku tanpa diganggu oleh emosinya, orang yang paling tidak ada kontrolnya adalah “Manic Depressive”

a. Penelitian berdasarkan teori erik erikson

Banyak psikolog telah tertarik oleh ide Erikson tentang pembentukan identitas. James Marcia (1980), dan murid-muridnya telah melakukan banyak penelitian yang menggunakan metode wawancara yang dirancang oleh Marcia untuk mengevaluasi status identitas. Pada pria, wawancara menilai pengambilan keputusan dan komitmen mengenai pemilihan suatu pekerjaan., serta keyakinan agama dan politik.

Berdasarkan data wawancara mereka dan seperangkat metode scoring tertentu yang cukup handal, Marcia dan rekan kerjanya menugaskan orang-orang muda untuk mengisi empat status identitas yang berbeda: pencapaian identitas, penyitaan, difusi identitas, dan moratorium. sistem empat-kategori ini tampaknya menjadi perbaikan pada sistem dua kategori, identitas vs kebingungan identitas, yang pertama kali diusulkan oleh Erikson.

(28)

25

Menurut Marcia, prestasi identitas timbul pada saat orang tersebut telah mengalami masa krisis, dan telah menyelesaikan krisis dan membuat komitmen untuk, misalnya, tujuan kerja tertentu. Orang dalam status penyitaan telah membuat komitmen tegas tapi belum mengalami periode krisis. Orang-orang muda sering membuat komitmen mereka atas dasar pengaruh dari orangtua. Sedangkan orang yang berada pada status difusi identitas mungkin atau mungkin tidak mengalami periode krisis tetapi belum atau tidak membuat keputusan atau komitmen. Orang dalam status moratorium berada di tengah-tengah "krisis identitas"

Erikson, mereka belum membuat komitmen tegas, tetapi mereka dalam proses melaksanakannya.

C. Aplikasi Teori Post Freudian 1. Struktur kepribadian

Erikson mengembang-modifikasikan teori freud mengenai struktur kepribadian sebelumnya. Ia lebih menekankan pengembangan teorinya kepada unsur “ego” dan hubungannya dengan Id.

a. Ego Kreatif

Ego memiliki komponen yang tidak ada dalam teori Psikoanalisis Freud, yaitu kepercayaan, penghargan, otonomi, kemauan, kerajinan, kompetensi, identitas, kesetiaan, keakraban, cinta, generativitas, pemeliharaan dan integritas. Dengan kompinen-komponen tersebut, manusia bisa menemukan pemecahan kreatif atas masalah pada setiap tahap kehidupannya melalui penggunaan dari hasil kombinasi antara kesiapan batin dan kesempatan yang disediakan lingkungan. Sehingga, Ego yang mengatur Id, superego dan dunia luar, bukan sebaliknya, sebagaimana teorinya Freud, ego justeru menjadi budak dari Id.

b. Ego Otonomi Fungsional

● Teori ego Erikson merupakan pengembangan dari teori perkembangan seksual- infantil dari Freud

● Fungsi psikoseksual Freud bersifat Epigenesis

● Id dan Ego memiliki hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi, tergantung pada stimulus yang diberikan oleh lingkungan.

c. Aspek Psikoseksual

Erikson mengakui adanya aspek psikoseksual dalam perkembangan individu, yang menurutnya bisa berkembang positif dan negatif. Dia memusatkan perhatiannya kepada

(29)

26

mendeskripsikan bagaimana kapasitas kemanusiaan mengatasi aspek psikoseksual itu;

bagaimana mengembangkan insting seksual menjadi positif.

2. Dinamika kepribadian

1. Tahap Pertama (Infancy / Masa Bayi)

Masa ini ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis.

Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 tahun.

Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan.

Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoron (eliminsi) dengan sepuasnya.Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kualitatif sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil.

Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada didalamnya dapat dipercaya dan saling menyayangi. Kepuasaan yang dirasakan oleh seorang bayi terhadap sikap yang diberikan oleh ibunya akan menimbulkan rasa aman, dicintai, dan terlindungi. Melalui pengalaman dengan orang dewasa tersebut bayi belajar untuk mengantungkan diri dan percaya kepada mereka.

Hasil dari adanya kepercayaan berupa kemampuan mempercayai lingkungan dan dirinya serta juga mempercayai kapasitas tubuhnya dalam berespon secara tepat terhadap lingkungannya. Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada bayinya, dan tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada hal-hal lain yang membuat ibunya berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya

(30)

27

demi memenuhi keinginan mereka sendiri, maka bayi akan lebih mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia akan selalu curiga kepada orang lain.

Bayi memerlukan kasih sayang dari orang sekitarnya, terutama kedua orangtuanya. Menurut Yususf & Nurihsan, “Kondisi atau kualitas keakraban dan kehangatan yang diciptakan orangtua, tidak mengartikan orang tua harus sempurna.

Ayah dan ibu tidak perlu menjadi sempurna dengan tergesa-gesa tapi harus sempurna secara pasti (konsisten)”. (2011, hlm. 104).

Sebagian besar ibu (dalam budaya Barat, setidaknya) melakukan hal tertentu setiap kali mereka mendekati bayi mereka: mereka memandang bayi mereka, menyentuh dan memeluk mereka, memeriksa untuk melihat apakah ada sesuatu yang menyakiti mereka. Dan bayi umumnya menanggapi dengan menatap kembali, meringkuk, membuat suara kenikmatan, dan sebagainya. (Hall & Lindzey, 1985, hlm.

90)

2. Tahap Kedua (Childhood / Masa Kanak-Kanak Awal)

Masa ini ditandai adanya kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.

Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 1-3 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan mengalami sikap malu dan ragu-ragu.

Sedikit malu dan ragu adalah hal yang tidak dapat dielakkan tapi bermanfaat.

Tanpa itu, anaka akan berkembang pada tendensi maladiptif, Erikson menyebutnya dengan impulsiveness yang akan membuat anak melakukan sesuatu tanpa pertimbangan. Orang yang kompulsif akan merasa semua gampang dilakukan dan akan sempurna. Sehingga banyak orang yang pemalu dan merasa ragu pada dirinya. Sedikit kesabaran dan toleransi dalam membantu anak akan membantu perkembangan anak.

(Yususf & Nurihsan, 2011, hlm. 105).

(31)

28

Di lain pihak, anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-ragu. Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan dan kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu atau tidak seharusnya bertindak sendirian.

Orang tua dalam mengasuh anak pada usia ini tidak perlu mengobarkan keberanian anak dan tidak pula harus mematikannya. Dengan kata lain, keseimbanganlah yang diperlukan di sini. Ada sebuah kalimat yang seringkali menjadi teguran maupun nasihat bagi orang tua dalam mengasuh anaknya yakni “tegas namun toleran”. Makna dalam kalimat tersebut ternyata benar adanya, karena dengan cara ini anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri. Apabila anak tidak berhasil melewati fase ini, maka anak tidak akan memiliki inisiatif yang dibutuhkan pada tahap berikutnya dan akan mengalami hambatan terus-menerus pada tahap selanjutnya. (Alwisol, 2009, hlm. 93)

3. Tahap Ketiga (Play Age/Masa Bermain)

Masa ini sering disebut dengan masa pra sekolah (Preschool Age) yang ditandai dengan adanya kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.

Tahap ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap infantile genital, locomotor atau yang biasa disebut masa bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan. Inisiatif maksudnya respon positif pada tantangan dunia, tanggung jawab, belajar keahlian baru, dan merasa bermanfaat. Orangtua mengharapkan inisiatif yang ditimbulkan anak adalah anak mampu mengeluarkan idenya. Kita terima harapan fantasi dan imajinasinya. Pada tahap ini, waktunya bermain bukan belajar formal.

(Yusus & Nurihsan, 2011, hlm. 105).

Ketidak pedulian (ruthlessness) merupakan hasil dari maladaptif yang keliru, hal ini terjadi saat anak memiliki sikap inisiatif yang berlebihan namun juga terlalu minim. Orang yang memiliki sikap inisiatif sangat pandai mengelolanya, yaitu apabila mereka mempunyai suatu rencana baik itu mengenai sekolah, cinta, atau karir mereka tidak peduli terhadap pendapat orang lain dan jika ada yang menghalangi rencananya

(32)

29

apa dan siapa pun yang harus dilewati dan disingkirkan demi mencapai tujuannya itu.

Akan tetapi bila anak saat berada pada periode mengalami pola asuh yang salah yang menyebabkan anak selalu merasa bersalah akan mengalami malignansi yaitu akan sering berdiam diri (inhibition). Berdiam diri merupakan suatu sifat yang tidak memperlihatkan suatu usaha untuk mencoba melakukan apa-apa, sehingga dengan berbuat seperti itu mereka akan merasa terhindar dari suatu kesalahan. Kecenderungan atau krisis antara keduanya dapat diseimbangkan, maka akan lahir suatu kemampuan psikososial adalah tujuan (purpose).

4. Tahap Keempat (School Age/Masa Sekolah)

Masa ini ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority. Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan- keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.

Tahap keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi pada usia sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Tugasnya adalah mengembangkan suatu kapasitas untuk industri atau menghasilkan dan saat menghindari sebuah perasaan rendah diri yang berlebihan. Anak-anak harus mengendalikan imajinasinya dan mengabdikan diri mereka kepada pendidikan dan untuk mempelajari keterampilan sosial yang dituntut oleh masyarakat. (Yusus & Nurihsan, 2011, hlm. 106).

Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri.

Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah

Referensi

Dokumen terkait

Dari ketiga informan yang memiliki konsep diri positif tersebut berdasarkan tujuan penelliti yang kedua adalah untuk mengetahui tahapan hubungan komunikasi yang terjalin antara

Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tetarik untuk meneliti lebih hubungan antara komunikasi antar pribadi yang dilakukan keluarga khususnya orang tua dengan pembentukan

1) Orang tua yang telah memiliki pengalaman, seperti pengalaman dengan anak lain, tampaknya lebih santai dan memiliki lebih sedikit konflik dalam hubungan displin, dan mereka

Pasal ini mengatur, setiap orang yang memiliki hubungan dengan organisasi Terorisme dan dengan sengaja menyebarkan yang memiliki hubungan dengan organisasi Terorisme

Namun, berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara pola asuh otoriter dengan pengendalian diri anak yang memiliki