MAKALAH FONOLOGI KLASIFIKASI BUNYI
Dosen Pengampu: Assist. Prof. Asri Lolita, S.Pd., M.Pd.
Disusun Oleh:
Kelompok 5
Syafutri Meiyeni Utamie 2303010099
Ananda Dwi Ramadhani 2303010098 Zahri Basri Yani 2303010019
Aisyah Risa Putri.B 2303010021
Aleeya Mysara 2303070061
Tanti Agvirani 2303010064
Wulandari Saputri 2303010063
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TAHUN AJARAN 2024
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fonologi adalah bidang ilmu linguistik yang fokus pada studi sistem bunyi dalam bahasa. Bagian penting dari fonologi melibatkan cara kita mengklasifikasikan bunyi, yang berhubungan dengan berbagai aspek seperti cara arus udara keluar, lama waktu pengucapan bunyi, perubahan yang terjadi dalam kata, dan jenis arus udara yang digunakan. Dalam bahasa seperti bahasa Indonesia, pemahaman mengenai bunyi ini membantu kita memahami konstruksi kata dan ucapan.
Pengetahuan mengenai klasifikasi bunyi penting bagi peneliti bahasa, pengajar, dan pembelajar bahasa. Melalui analisis fonologis, kita bisa memahami perbedaan bunyi yang tampak serupa dan menemukan alasan di balik variasi dalam pengucapan. Klasifikasi bunyi juga dapat membantu dalam mengidentifikasi pengaruh dialek dan adaptasi bahasa di masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
a) Bagaimana cara mengklasifikasikan bunyi berdasarkan jalan keluarnya arus udara?
b) Bagaimana klasifikasi bunyi berdasarkan lama bunyi?
c) Apa peran perwujudan dalam satu kata dalam klasifikasi bunyi?
d) Bagaimana jenis arus udara yang berbeda dapat mempengaruhi pengucapan bunyi dalam bahasa?
1.3 Tujuan
Tujuan makalah ini adalah untuk:
a) Menjelaskan cara klasifikasi bunyi berdasarkan jalan keluarnya arus udara.
b) Membahas klasifikasi bunyi berdasarkan lama bunyi.
c) Menguraikan perwujudan bunyi dalam satu kata.
d) Mengidentifikasi pengaruh arus udara terhadap pengucapan bunyi.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Klasifikasi Berdasarkan Jalan Keluarnya Arus Udara
Jalan keluarnya arus udara menentukan cara bunyi dihasilkan dalam bahasa. Ada beberapa jenis klasifikasi berdasarkan aspek ini, termasuk:
a. Bunyi nasal, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan menutup arus udara ke luar melalui rongga mulut dan membuka jalan agar udara dapat keluar melalui rongga hidung. Misalnya, m dan n.
b. Bunyi oral, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan jalan mengangkat ujung anak tekak mendekati langit-langit lunak untuk menutupi rongga hidung, sehingga arus udara keluar melalui mulut.
Contoh bunyi oral sebagai berikut :
Dua konsonan letupan dua bibir bersuara dan tidak bersuara (p,b).
Dua konsonan letupan gusi bersuara dan tidak bersuara (t.d).
Dua konsonan letupan langit lembut dan tidak bersuara (k.g).
2.2 Berdasarkan Lamanya Bunyi Diucapkan
Lama bunyi dapat menunjukkan durasi pengucapan, yang dapat menjadi faktor penting dalam beberapa bahasa. Bahasa seperti Jepang memiliki perbedaan lama bunyi yang bersifat fonemik, sementara bahasa Indonesia tidak membedakan bunyi berdasarkan lama waktu pengucapan. Perbedaan lama bunyi ini seringkali disebut geminasi.
a. Bunyi Panjang
Bunyi panjang mengacu pada bunyi yang diucapkan dengan durasi yang lebih lama daripada biasanya. Panjang ini bisa terjadi pada vokal maupun konsonan dan bisa memiliki dampak fonemik atau allofonik, tergantung pada bahasa.
1) Panjang Vokal : Beberapa bahasa memiliki vokal panjang dan pendek, yang dapat membedakan arti kata. Misalnya, dalam bahasa Finlandia,
"tuli" (api) dan "tuuli" (angin) dibedakan oleh panjang vokal. Di bahasa Jepang, panjang vokal dapat mempengaruhi makna, seperti dalam
"obasan" (bibi) dan "obaasan" (nenek).
2) Panjang Konsonan: Konsonan panjang atau geminata adalah konsonan yang diucapkan dengan durasi lebih lama. Misalnya, dalam bahasa Italia,
"pala" (sekop) dan "palla" (bola) dibedakan oleh panjang konsonan "l".
Panjang bunyi dapat mempengaruhi ritme dan prosodi dalam bahasa, serta dapat memiliki implikasi semantik, seperti membedakan kata atau makna.
b. Bunyi Pendek
Bunyi pendek mengacu pada bunyi yang diucapkan dengan durasi lebih singkat. Seperti halnya bunyi panjang, bunyi pendek juga bisa terjadi pada vokal dan konsonan.
1) Vokal Pendek : Beberapa bahasa menggunakan vokal pendek untuk membedakan arti kata. Dalam bahasa Inggris, "bit" dan "beat"
memiliki vokal yang berbeda panjangnya, menghasilkan arti yang berbeda.
2) Konsonan Pendek : Konsonan yang diucapkan dengan durasi yang lebih pendek dibandingkan dengan geminata. Misalnya, dalam bahasa Italia, "casa" (rumah) memiliki konsonan pendek, berbeda dengan konsonan ganda.
Bunyi pendek umumnya ditemukan dalam bahasa yang memiliki tekanan dan ritme yang berbeda, di mana suku kata pendek mungkin diucapkan lebih cepat atau lebih ringan dalam tekanan.
2.3 Berdasarkan Perwujudan Dalam Suku Kata
1) Bunyi Tunggal, yaitu bunyi yang berdiri sendiri dalam satu suku kata (semua bunyi vokal atau monoftong dan konsonan).
2) Bunyi rangkap, yaitu dua bunyi atau lebih yang terdapat dalam satu suku kata.
Bunyi rangkap terdiri dari 3. Diftong (vocal rangkap): [ai], [au] dan [oi]. 4.
Klaster (gugus konsonan): [pr], [kr], [tr], dan [bl].
2.4 Berdasarkan Arus Udara
1) Bunyi egresif, yaitu bunyi yang dibentuk dengan cara mengeluarkan arus udara dari dalam paru-paru. Bunyi egresif dibedakan menjadi:
a. Bunyi egresif pulmonik di bentuk dengan mengecilkan ruang paru-paru, otot perut dan rongga dada.
b. Bunyi egresif glotalik: terbentuk dengan cara merapatkan pita suara sehingga glottis dalam keadaan tertutup.
2) Bunyi ingresif, yaitu bunyi yang di bentuk dengan cara menghisap udara ke dalam paru- paru.
a. Ingresif glotalik pembentukannya sama dengan egresif glotalik tetapi berbeda pada arus udara.
b. Ingresif velarik: di bentuk dengan menaikkan pangkal lidah di tempatkan pada langit-langit lunak.
Kebanyakan bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif. Pembentukan Vokal, Konsonan, Diftong, dan Kluster:
a. Pembentukan Vokal Vokal dibedakan berdasarkan tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, bentuk bibir, dan strikturnya. Berikut ini jenis- jenis vokal berdasarkan pembentukannya, yakni: cara
Berdasarkan bentuk bibir: vokal bulat, vokal netral, dan vokal tak bulat.
Berdasarkan tinggi rendahnya lidah: vokal tinggi, vokal madya (sedang), dan vokal rendah.
Berdasarkan bagian lidah yang bergerak vokal depan, vokal tengah, dan vokal belakang.
Berdasarkan strukturnya vokal tertutup, vokal semi-tertutup, vokal semi-terbuka, dan vokal terbuka.
b. Pembentukan konsonan didasarkan pada empat faktor, yakni daerah artikulasi, cara artikulasi, keadaan pita suara, dan jalan keluarnya udara. Berikut ini klasifikasi konsonan tersebut:
Berdasarkan daerah artikulasi: konsonan bilabial, labio dental, apicodental, apicoalveolar, palatal, velar, glottal, dan laringal.
1) Konsonan bilabial, yaitu konsonan yang dihasilkan dengan mempertemukan kedua belah bibir yang bersama-sama bertindak sebagai artikulator dan titik artikulasi. Bunyi yang dihasilkan ialah [p], [b], [m], dan [w].
2) Konsonan labiodental, yaitu konsonan yang dihasilkan dengan mempertemukan gigi atas sebagai titik artikulasi dan bibir bawah sebagai artikulator. Bunyi yang dihasilkan ialah [f]
dan [v].
3) Konsonan apiko-dentall, yaitu konsonan yang dihasilkan dengan ujung lidah (apex) yang bertindak sebagai artikulator dan daerah
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Dalam makalah ini, kita telah membahas klasifikasi bunyi berdasarkan jalan
keluarnya arus udara, lama bunyi, perwujudan dalam satu kata, dan arus udara. Klasifikasi ini membantu kita memahami bagaimana bunyi dalam bahasa dihasilkan dan bagaimana
pengaruhnya terhadap arti dan makna dalam bahasa. Pemahaman ini sangat penting dalam analisis linguistik dan studi bahasa secara umum.