• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Akhir Praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan di Kawasan UB Forest

N/A
N/A
Rafif Yulio Nugroho (RafifYu)

Academic year: 2024

Membagikan "Laporan Akhir Praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan di Kawasan UB Forest"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN DI KAWASAN UB FOREST, DESA TAWANGARGO, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG

Disusun Oleh : KELOMPOK A1

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2019

(2)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN DI KAWASAN UB FOREST, DESA TAWANGARGO, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG

Disusun Oleh :

Muhamad Ihsal Mahendra (175040200111001)

Andrey Pradana Sinaga (155040201111285)

Jodi Elvin Manalu (165040207111132)

Agusti Ardiansyah Saputro (175040200111005) Rusdi Ali Sabar Simatupang (175040200111040)

Hana Nabilah (175040200111043)

Sherina Syafitri Hidayat (175040200111049)

Dita Gustia Devi (175040200111076)

Mukhlash Amali (175040200111093)

Heny Wijayanti (175040201111011)

Ricky Praseptyo (175040201111014)

Octa Aulia Kurniawati (175040201111017)

Anwarul Ihsan Daroini (175040201111018)

Dita Puspitasari (175040201111024)

Yeni Permai Sulistyawati (175040201111073)

Hana Kusumawati (175040207111008)

Hana Afifah (175040207111014)

Fenti Rahma Khoirunisa (175040207111039)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2019

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN DI KAWASAN UB FOREST, DESA TAWANGARGO, KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG

Kelas : A Kelompok : A1

Disetujui Oleh :

CO Asisten, Asisten Kelompok,

(Izdihar Yoga Waskitha) NIM. 165040200111140

(Jasminesia Sekarsari Bayu) NIM. 165040207111043

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur tim penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat hidayat-Nya sehingga tim penulis dapat menyelesaikan laporan akhir praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Laporan ini tim penulis buat untuk memenuhi tugas akhir semester 4 mata kuliah Survei Tanah dan Evaluasi Lahan sebagai syarat mengikuti ujian akhir mata kuliah Survei Tanah dan Evaluasi Lahan. Tim penulis mendapatkan banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini tim penulis tidak lupa mngucapkan terima kasih kepada Jasminesia Sekarsari Bayu sebagai asisten praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan kelas A kelompok A1 yang telah memberikan arahan kepada tim penulis untuk menyusun laporan ini serta rekan-rekan anggota kelompok A1 dan semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan laporan akhir praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan.

Tim penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan laporan ini dengan sebaik- baiknya. Namun, tim penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua pihak jika ada kekurangan dalam laporan ini.

Malang, Maret 2019

Tim Penulis

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Praktikum ... 2

1.3 Manfaat Praktikum ... 2

II. METODE PELAKSANAAN ... 3

2.1 Tempat dan Waktu ... 3

2.2 Alat dan Bahan ... 3

2.3 Metode Penentuan Titik Survey Tanah ... 4

2.4 Metode Pengamatan Tanah (Profil/Minipit/Bor) ... 4

2.5 Klasifikasi Tanah ... 6

2.6 Evaluasi Lahan ... 9

III. KONDISI UMUM WILAYAH ... 14

3.1 Lokasi, Administrasi Wilayah ... 14

3.2 Fisiografi Lahan ... 14

3.3 Karakteristik Tanah ... 15

3.4 Penggunaan Lahan ... 20

3.5 Sebaran SPT di Lokasi Survei ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1 Morfologi Tanah ... 22

4.2 Klasifikasi Tanah ... 26

4.3 Kemampuan Lahan ... 28

4.4 Kesesuaian Lahan ... 40

4.5 Zonasi ... 47

V. PENUTUP ... 51

5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Saran ... 51

VI. DAFTAR PUSTAKA... 52

LAMPIRAN ... 55

(6)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Alat ... 3

2. Bahan... 4

3. Kriteria Kesesuaian Lahan ... 13

4. Karakteristik Tanah Titik A1.1 ... 15

5. Karakteristik Tanah Titik A1.2 ... 16

6. Karakteristik Tanah Titik A1.3 ... 17

7. Karakteristik Tanah Titik A1.4 ... 18

8. Karakteristik Tanah Titik A1.5 ... 19

9. Karakteristik Tanah Titik A1.6 ... 19

10. Sebaran SPT ... 21

11. Morfologi Tanah Titik A1.1-A1.6 ... 22

12. Epipedon dan Endopedon Titik A1.1-A1.6 ... 26

13. Ordo-Sub Grup Titik A1.1-A1.6 ... 28

14. Kemampuan Lahan Titik A1.1 ... 29

15. Kemampuan Lahan Titik A1.2 ... 31

16. Kemampuan Lahan Titik A1.3 ... 33

17. Kemampuan Lahan Titik A1.4 ... 35

18. Kemampuan Lahan Titik A1.5 ... 37

19. Kemampuan Lahan Titik A1.6 ... 39

20. Kesesuaian Lahan Kubis ... 42

21. Kesesuaian Lahan Jagung ... 43

22. Kesesuaian Lahan Pisang ... 43

23. Kesesuaian Lahan Pinus ... 44

24. Zonasi ... 47

(7)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tanah merupakan salah satu komponen abiotik yang ada di dalam bumi, serta memiliki peranan yang sangat penting untuk menunjang dan menyokong pertumbuhan tanaman. Setiap tanah pada luasan tertentu memiliki karakteristik dan jenis yang berbeda-beda. Perbedaan karakteristik tersebut akan menentukan penggunaan lahan berdasarkan sifat dan kesesuaian lahan. Penentuan penggunaan lahan perlu dilakukan dengan identifikasi tanah melalui karakteristik tanah dan tingkat kesesuaian lahan. Untuk itu perlu dilakukan survei tanah dan evaluasi lahan dalam meneliti sifat-sifat tanah dan sebarannya. Menurut BBSDLP (2014) , survei tanah merupakan pengamatan yang dilakukan secara sistematis, disertai dengan pengamatan sifat-sifat tanah, serta sebarannya, mengklasifikasikan, dan penetapan batas-batas satuan lahan hasil interpretasi. Informasi dari survei tanah dapat membantu dalam membedakan tanah satu dengan yang lain, yang akan disajikan dalam peta tanah. Menurut Munthe et al., (2017), evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Evaluasi lahan bertujuan untuk menentukan nilai potensi suatu lahan dengan tujuan tertentu, misalnya sebagai tempat mendirikan bangunan tempat tinggal dan bangunan - bangunan lain maupun tempat untuk bercocok tanam guna memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Pengamatan fieldwork Survei Tanah dan Evaluasi Lahan dilakukan pada kawasan Lereng Arjuna Dusun Sumbersari, Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Pada daerah survei memiliki jenis tanah vulkanik karena berada pada lereng gunung berapi yang dahulunya pernah meletus dan juga terdapat vegetasi yang beragam yaitu kopi, pinus, rerumputan liar, dan lainnya.

Daerah ini memiliki vegetasi yang beragam sehingga perlu dilakukannya kegiatan survei tanah dan evaluasi lahan. Menurut Dinas Kominfo Malang (2018), secara geografis Desa Tawangargo terletak pada posisi 7053’35’ Lintang Selatan dan 112053’41’ Bujur Timur. Keadaan topografi di daerah Desa Tawangargo Kecamatan Karangploso mempunyai ketinggian tempat 700-1000 m dpl dan curah hujan 1.500-2.000 mm/th. Sehingga kondisi pada Desa Tawangargo cocok untuk

(8)

pengembangan pertanian yang khususnya ditanami oleh komoditas sayuran.

(Gunawan et al., 2013)

1.2 Tujuan Praktikum

1. Untuk mengetahui klasifikasi dan jenis tanah pada kawasan Lereng Arjuna, Dusun Sumbersari, Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.

2. Untuk mengetahui kemampuan lahan dan kesesuaian lahan pada kawasan Lereng Arjuna, Dusun Sumbersari, Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.

3. Untuk mengetahui cara pembuatan Satuan Peta Tanah (SPT) pada kawasan Lereng Arjuna, Dusun Sumbersari, Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.

1.3 Manfaat Praktikum

Adapun manfaat dilakukannya survei tanah dan evaluasi lahan ini yaitu mampu melakukan klasifikasi tanah dan mengidentifikasi jenis tanah pada kawasan tersebut, mampu mengevaluasi lahan sehingga dapat mengetahui kemampuan dan kesesuaian lahan pada kawasan tersebut, serta mampu membuat Satuan Peta Tanah (SPT) dan Satuan Peta Lahan (SPL) pada kawasan tersebut.

(9)

II. METODE PELAKSANAAN 2.1 Tempat dan Waktu

Kegiatan Fieldwork II Praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan dilaksanakan pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu, 29, 30, dan 31 Maret 2019 di lahan UB Forest yang terletak di kawasan Lereng Arjuna, tepatnya di Dusun Sumbersari, Desa Tawangagro, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.

2.2 Alat dan Bahan

Pada kegiatan Fieldwork II Praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan membutuhkan alat dan bahan sebagai berikut :

Tabel 1. Alat

Nama Alat Fungsi

Sabuk profil Untuk membedakan kedalaman horizon tanah Pisau lapang Membuat batas horizon tanah

Papras Memperdalam galian untuk minipit dan merapihkan penampakan horizon tanah

Bor tanah Mengebor tanah untuk mengetahui horizon tanah dan sifatnya

Munsel Colour chart Mengetahui sifat tanah berdasarkan warna, dan struktur tanah yang diamati

Cangkul Menngambil dan menggali tanah pada minipit Plastik Membungkus tanah sebagai sampel

Strip pH Mengukur pH tanah

Botol air Menyimpan air

Buku Kunci Taksonomi Tanah

Sumber informasi dalam pengidentifikasian karakteristik tanah dan horizon yang diamati Klinometer Mengukur kelerengan lahan

Penggaris Mengukur jarak titik pengamatan pada peta Busur Mengukur arah titik pengamatan

Fial film Tempat melarutkan sampel tanah

GPS Menunjukkan lokasi, mata angin dan elevasi titik pengamatan

Alat tulis Mencatat hasil pengamatan

(10)

Tabel 2. Bahan

Nama Bahan Fungsi

Tanah Objek pengamatan

Aquades Melarutkan tanah untuk pengujian pH

Kertas plano Menjiplak peta dan menggambarkan hasil survey Form Pengamatan Mencatat informasi yang didapatkan pada pengamatan Peta Citra Satelit Sumber informasi letak titik pengamatan

Peta Administrasi Sumber informasi letak titik pengamatan Peta Hill Shade Sumber informasi letak titik pengamatan Peta Kelerengan Sumber informasi ketinggian titik pengamatan Air Mengidentifikasi konsistensi tanah basah, drainase,

aliran permukaan, dan permeabilitas tanah 2.3 Metode Penentuan Titik Survey Tanah

Penentuan titik pengamatan pada kegiatan survei tanah harus disesuaikan dengan metode survei yang digunakan. Sebelum menentukan titik pengamatan, terlebih dahulu harus diketahui pendekatan yang akan digunakan dalam survei tanah tersebut. Pendekatan ini dilakukan untuk memudahkan surveyor membagi lanskap ke dalam satuan-satuan peta. Menurut Gaol dan Melissa (2013), terdapat dua pendekatan utama yang dilakukan, yaitu pendekatan sintetik dan pendekatan analitik.

Pendekatan sintetik merupakan pendekatan survei tanah dimana dilakukan pengamatan lapang terlebih dahulu, yang kemudian dilakukan berdasarkan kisaran sifat-sifat tertentu, sehingga dihasilkan satuan peta tanah. Sedangkan pada pendekatan analitik, sebelum dilakukan survei, lanskap dibagi terlebih dahulu berdasarkan karakteristik eksternal, seperti landform, vegetasi dan taan permukaan.

Kemudian ditentukan karateristik tanah pada masing-masing satuan tanah.

Metode penentuan titik survei tanah pada praktikum kali ini dilakukan menggunakan pendekatan sintetik, yaitu dengan menggunakan metode grid kaku.

Penggunaan pendekatan sintetik didasarkan pada bentuk fisiografi lahan UB Forest yang berada pada lereng gunung Arjuno dengan vegetasi berupa pohon pinus dan kopi, serta beberapa tanaman hortikultura. Dari petunjuk eksternal ini, kemudian dilakukan pengelompokkan titik pengamatan.

2.4 Metode Pengamatan Tanah (Profil/Minipit/Bor)

Pengamatan tanah di lapangan bertujuan untuk memperoleh data sifat-sifat morfologi tanah dan penyebarannya.Berdasarkan jenis data sifat-sifat morfologi

(11)

yang ingin diketahui, pengamatan tanah dapat dilakukan melalui pengamatan minipit dan pemboran. Pada pengamatan minipit, akan diperoleh data sifat-sifat morfologi tanah bagian atas namun kurang lengkap bila dibandingkan dengan data dari penampang/profil, karena lapisan bawah tidak bisa diamati. Pengamatan minipit diperlukan apabila dalam kondisi tertentu tidak memungkinkan dibuat profil tanah, misalnya tanah basah atau pasir yang tidak memungkinkan untuk digali lebih dalam. Untuk mengamati lapisan yang lebih dalam, dilakukan pemboran terutama untuk mencapai kedalaman control section yang disyaratkan dalam penetapan klasifikasi tanah-tanah tertentu.

Pengamatan melalui minipit dibuat seperti profil tanah, namun ukurannya lebih kecil dan lebih dangkal. Tujuannya untuk mendapatkan data sifat-sifat morfologi horizon penciri (lapisan bawah) dan untuk mengetahui penyebaran variasi sifat-sifat tanah pada suatu daerah yang dipetakan. Hal pertama yang dilakukan adalah pembuatan lubang pengamatan yang berukuran kurang lebih 40 cm x 40 cm dan kedalaman 50 cm pada setiap titik pengamatan. Tanah yang akan diamati selanjutnya di papras agar menjadi lebih rata dan memudahkan dalam pembuatan batas horizon berdasarkan pada perbedaan ke nampakkan pada penampang tanah contohnya warna tanah dan dapat juga dengan melakukan penusukan tanah dengan pisau lapang untuk membedakan tanah berdasarkan konsistensinya. Setelah itu dilakukan pemasangan sabuk profil untuk dokumentasi dan pengukuran ketebalan masing-masing horizon dengan menggunakan meteran.

Selanjutnya dilakukan deskripsi tanah dan pencatatan hasil pengamatan kedalam form pengamatan minipit.

Pengamatan melalui pemboran diperlukan apabila ingin memperoleh data sifat-sifat morfologi tanah secara terbatas, pengecekan batas satuan peta tanah, dan penyebaran tanahnya. Dalam pengamatan pemboran terdapat sifat-sifat morfologi yang tidak dapat dideskripsi, misalnya struktur tanah, pori-pori tanah, batas horizon, sebab tanah yang terambil oleh bor kondisinya sudah terganggu atau tertekan (bukan merupakan profil utuh). Sifat tanah yang diamati: tekstur, warna, konsistensi, adanya konkresi, kerikil dan karatan. Pemboran dilakukan juga pada profil minipit untuk mengetahui lapisan-lapisan tanah di bawahnya. Bor tanah mineral yang lazim digunakan adalah tipe Belgia dengan panjang 1,20 meter.

(12)

Mengebor tanah di dalam minipit dengan mata bor 20 cm Melakukan pengeboran tanah sebanyak 6 kali hingga kedalaman 120 cm. Lalu dilanjutkan dengan pengambilan tanah yang berada di dalam mata bor dengan menggunakan pisau lapang. Selanjutnya, tanah hasil pengeboran disusun secara vertikal sesuai dengan urutan pengeboran. Tahapan selanjutnya adalah membedakan warna tanah tan mengukur panjangnya dan melakukan deskripsi tanah yang hasilnya di masukan ke dalam form morfologi.

2.5 Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah adalah ilmu yang mempelajari cara-cara membedakan sifat- sifat tanah satu sama lain, dan mengelompokkan tanah kedalam kelas-kelas tertentu berdasarkan atas kesamaan sifat yang dimiliki (Panjaitan et al., 2015). Informasi tentang klasifikasi tanah dapat diperoleh melalui survei tanah. Tahap ini bertujuan mengorelasikan tanah di daerah tertentu dengan tanah tanah di tempat lain dan juga untuk membakukan pemetaan dalam setiap daerah yang disurvei.

Klasifikasi tanah memerlukan data deskripsi minipit dan atau profil tanah disertai data iklim seperti rezim lengas tanah dan rezim suhu tanah. harus diperoleh terlebih dahulu. Kemudian dengan mengacu pada buku Keys to Soil Taxonomy, dapat dilakukan klasifikasi tanah mulai dari kategori ordo hingga seri, tergantung dari tujuan survei atau macam peta tanah yang akan dibuat. Klasifikasi tanah final dilakukan setelah memperoleh data hasil analisis laboratorium dari contoh-contoh tanah yang diambil dari pedon pewakil.

Tanah yang telah diperoleh klasifikasi tanah final, akan dijabarkan melalui taksonomi tanah. Sistem Taksonomi Tanah USDA memiliki 6 kategori yang tersusun secara berhirarki, yaitu ordo (order), sub-ordo (sub-order), Grup (great- group), Sub-grup (sub-group), Famili (family) dan seri. Kategori tersebut diurutkan dari kategori tertinggi (ordo) ke kategori terendah (seri), uraian mengenai sifat-sifat tanah semakin detil.

1. Epipedon

Epipedon merupakan horizon permukaan (tidak sama dengan horizon A), dapat mencakup seluruh horizon A atau lebih tipis dari horizon A. Kadang-kadang juga termasuk sebagian atau seluruh horizon B (jika horizon B berwarna gelap yaitu

(13)

value ≤ 3, tidak masif dan kandungan C-organik memenuhi kriteria epipedon mollik).

Beberapa epipedon yang penting dan umum ditemukan di Indonesia adalah mollik, umbrik dan ochrik. Tanah organik (gambut) juga dijumpai epipedon histik.

Sedangkan di daerah volkan, kemungkinan dijumpai melanik. Ringkasan sifat masing-masing epipedon dikemukakan di bawah ini.

a. Epipedon mollik

b. Epipedon umbrik, sama seperti epipedon mollik, kecuali nilai kejenuhan basa (dengan NH4OAc) <50%.

c. Epipedon okrik

d. Epipedon histik, horizon permukaan yang jenuh air > 30 hari dan tereduksi, tersusun dari bahan organik dengan tebal20 - 60 cm.

e. Epipedon mekanik, horizon yangmemiliki sifat tanah andik tebal > 30 cm, berwarna gelap (value dan chroma < 2 ), indeks melanik < 1,70 pada seluruh ketebalan, kandungan C-organik > 6%.

f. Epipedon anthropik, horizon permukaan yang memiliki sifat seperti epipedon mollik, tetapi kadar P larut dalam asam sitrat > 1.500 ppm.

g. Epipedon folistik, lapisan pennukaan yang terdiri atas bahan organik dengan tebal > 2O cm (bahan organik kasar) atau ≥ 15% (bahan organik sedang atau halus).

h. Epipedon plaggen, horizon permukaan berwarna gelap dengan tebal > 50 cm sebagai akibat dipupuk dengan pupuk organik seeara terus-menerus selama bertahun-tahun.

2. Horizon Bawah Penciri

Berikut ini disajikan sifat-sifat penting beberapa horizon bawah yang umum dijumpai di Indonesia.

a. Horizon argilik

b. Horizon Kambik, merupakan horizon yang menunjukkan indikasi yang lemah tentang adanya argilik atau spodik, tetapi tidak memenuhi syarat untuk kedua horizon tersebut.

(14)

c. Horizon Kandik, seperti horizon argilik tetapi KTK efektif jumlah basa yang diekstraksi dengan NH4OAc pH 7 + Al dapat ditukar yang diekstraksi dengan 1N KCI) < 12 cmol (+) /kg liat dan KTK dengan NH4OAc pH 7 < 16 cmol (+) /kg liat.

d. Horizon Kalsik, mempunyai tebal > 15 cm, mengandung CaCO3 setara> 15%.

e. Horizon Oksik, merupakan horizon yang terdapat pada tanah-tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut.

f. Horizon Gipsik, horizon yang banyak mengandung gipsum (CaSO4), minimal 5% lebih tinggi dari horizon dibawahnya, tebal > 15 cm.

g. Horizon Petrokalsik,horizon kalsik yang mengeras.

3. Ordo Tanah

Ordo tanah dibedakan berdasarkan ada tidaknya serta jenis horizon penciri (diagnostic horizon) atau sifat-sifat tanah lain yang merupakan hasil dari proses pembentukan tanah. Berdasarkan morfologi horizon-horizon penciri dan sifat-sifai penciri lainnya, tanah di permukaan bumi ini dapat dikelompokkan kedalam 12 ordo.

4. Subordo Tanah

Subordo tanah merupakan pembagian lebih lanjut dari ordo yang didasarkan pada keseragaman genetik yang lebih besar. Faktor pencirinya adalah sebagai berikut:

a. Faktor-faktor penting yang berpengaruh terhadap genesis tanah dan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, seperti pengaruh lengas tanah sebagai akibat iklim yang berbeda, misalnya: Udalf, Xeroll dan lain-lain; besarnya pengaruh air seperti Aquept, Aquent dan lain-lain.

b. Sifat-sifat tanah yang sangat menonjol dalam ordo, seperti Psamments (Entisol yang sangat terpasir).

5. Grup Tanah (Great group)

Grup atau great group merupakan pembagian lebih lanjut dari sub-ordo dan dibedakan berdasarkan kriteria sebagai berikut;

a. Persamaan dalam susunan dan tingkat perkembangan horizon, atau sifat penciri tanah yang lain pada horizon yang tidak terlalu dalam dari permukaan, karena

(15)

lebih mencerminkan proses pembentukan tanah, misalnya Plinthaquept, Fragiudalf.

b. Persamaan dalam rezim suhu atau rezim lengas tanah, misalnya Epiaquept, Udifluvent.

c. Persamaan dalam niai kejenuhan basa, misalnya Dystrudept, Eutrudox dan lain- lain.

6. Subgrup Tanah

Subgrup merupakan pembagian lebih lanjut dari Grup dan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

a. Subgrup typic, merupakan konsep dasar dari great-group, sehingga mempunyai- sifat yang tidak menyimpang dari great-group-nya atau tidak menunjukkan adanya sifat-sifat tambahan yang nyata selain sifat-sifat dasar yang dimiliki great-group-nya. Misalnya Typic Eutrudepts, Typic Fragiudult.

b. Subgroup intergrade. selain mempunyai sifat-sifat dasar great-group-nya, subgroup ini memiliki sifat-sifat lain yang terdapat pada ordo, sub-ordo atau greatgrup lain, sehingga merupakan sifat peralihan dari jenis-jenis tanah tersebut seperti jenis-jenis horizon atau sifat-sifat tanah yang digunakan sebagai penciri pada kategori lain. Misalnya Andic Dystrudept (memiliki beberapa sifat Andisol, tetapi memperlihatkan sifat penciri Dystrudept), Mollic Hapludalf, Plinthic Haplustox Vertic Torrifluvent, Fluvaquentic Humaquept dan lain-lain.

Subgroup extragrade. Selain memiliki sifat-sifat dasar great-group nya, subgroup ini memiliki sifat-sifat lain yang tidak dimiliki oleh taksa tanah lain, misalnya Lithic Hapludalf, Humulic Humaquepts.

2.6 Evaluasi Lahan 2.6.1 Metode Analisis Kemampuan Lahan

Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan dapat menyebabkan terjadinya degradasi kesuburan tanah melalui erosi dan penggunaan lahan secara terus menerus. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu mengelola lahan sesuai dengan kemampuan lahannya.

Hartarto (2017) menjelaskan terdapat beberapa parameter yang digunakan dalam mengklasifikasikan kemampuan lahan, antara lain kemiringan lereng, kondisi drainase, permeabilitas tanah, jenis tanah, tekstur, kedalaman tanah, dan data erosi.

(16)

Kemampuan penggunaan suatu lahan dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa sistem. Sistem klasifikasi kemampuan lahan yang banyak digunakan adalah sistem USDA (United States Departement of Agriculture) yang dikemukakan oleh Klingebiel dan Montgomery (1973) (Suyana dan Endang, 2014).

Menurut sistem ini lahan dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu kelas, sub- kelas, dan satuan pengelolaan (management unit). Penggolongan ke dalam kelas, sub-kelas dan unit/satuan pengelolaan didasarkan atas kemampuan lahan tersebut untuk memproduksi pertanian secara umum, tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang. Pengelompokan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat yang meliputi iklim, lereng, bahaya erosi, erosi yang telah terjadi, kedalaman tanah,tekstur tanah, permeabilitas, dan drainase.

Kelas kemampuan merupakan kelompok unit lahan yang memiliki tingkat pembatas atau penghambat yang sama jika digunakan untuk pertanian secara umum. (Suyana dan Endang, 2014). Sitohang et al. (2013) menuturkan bahwa terdapat delapan kelas kemampuan lahan yang dituliskan menggunakan angka romawi. Tanah pada kelas I-IV merupakan tanah atau lahan yang sesuai digunakan untuk tanaman pertanian (baik semusim maupun tahunan) serta padang rumput dan hutan. Tanah pada kelas V-VII hanya sesuai untuk vegetasi alami seperti padang rumput dan pohon-pohon. Sedangkan, tanah pada kelas VIII harus dibiarkan dalam keadaan alami. Dengan demikian, semakin tinggi kelasnya (semakin besar angka kelas) semakin rendah kualitas lahannya.

Metode yang digunakan dalam mengklasifikasikan kemampuan lahan adalah mencocokkan faktor yang mempengaruhi kemampuan lahan berdasarkan faktor penghambat yaitu faktor erosi (e), kelebihan air (w), pembatas perkembangan akar tanaman (s) dan pembatas iklim (c) dengan buku panduan “Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan” yang ditulis oleh Dr.Ir.M.Luthfi Rayes, M.Sc. Setiap faktor penghambat disesuaikan dengan kode yang telah ada kemudian ditentukan kelas pada setiap faktor penghambat tersebut. Selanjutnya penentuan kelas berdasarkan faktor penghambatnya, tanah pada kelas I sampai IV adalah tanah atau lahan yang sesuai untuk tanaman pertanian (tanaman semusim atau tahunan), pada kelas V sampai VII tidak sesuai untuk pertanian melainkan sesuai untuk pepohonan atau vegetasi alami pada batasan tertentu tanah pada kelas V dan VI sangat

(17)

menguntungkan untuk tanaman tertentu misalnya tanaman hortikultura asalkan disertai dengan manajemen dan pengolahan yang tepat. Setelah itu, menentukan kelas terendah sebagai kelas kemampuan lahan dan menentukan sub kelas kemampuan lahan berdasarkan faktor pembatasnya.

2.6.2 Metode Analisi Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu, seperti lahan yang digunakan untuk irigasi pertanian, atau yang terdiri dari iklim, topografi, tanah, dan lain-lain. Menurut Pradana et al., (2013) kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk tipe penggunaan lahan (jenis tanaman dan tingkat pengelolaan) tertentu. Kelas kesesuaian suatu areal dapat berbeda tergantung dari tipe penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan. Ada beberapa karakteristik yang digunakan pada penyusun evaluasi lahan, yaitu temperatur udaha, curah hujan, kelembaban udara, drainase tanah, tekstur tanah, kedalaman efektif tanah, KTK liat, keasaman tanah (pH), C-organik, kelerengan, bahaya erosi dan genangan. Klasifikasi yang biasa dalam evaluasi kesesuaian lahan adalah metode FAO (Pradana et al., 2013). Kerangka dari sistem klasifikasi kesesuaian lahannya dibagi menjadi empat kategori, yaitu:

a. Order : keadaan kesesuaian secara global.

b. Kelas : keadaan tingkatan kesesuaian lahan dalam order. Kesesuaian pada tingkat kelas menggunakan tiga kelas pada order S dan dua kelas untuk order N

c. Sub-kelas : keadaan tingkatan dalam kelas didasarkan pada jenis pembatas atau macam berpengaruh dalam pengolahannya.

d. Unit : keadaan tingkatan dalam sub-kelas didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannnya.

Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S = Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N = Not Suitable) (H. Sastrohartono, 2011). Sedangkan pada tingkat kelas, lahan yang tergolong dalam order S atau sesuai digolongkan lagi menjadi tigas kelas (Pradana et al., 2013), yaitu:

a. Kelas S1 : Sangat sesuai. Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas

(18)

bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.

b. Kelas S2 : Cukup sesuai. Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.

c. Kelas S3 : Sesuai marginal. Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta.

d. Kelas N : tidak sesuai. Lahan yang karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi.

Menurut Utubulang, et al. (2015) Pada tingkat sub kelas Subkelas dibedakan berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan (sifat sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang menjadi faktor pembatas terberat, misal Subkelas S3rc, sesuai marginal dengan pembatas kondisi perakaran (rc = rooting condition). Sedangkan pada tingkat unit Unit didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Contoh kelas S3rc1 dan S3rc2, keduanya mempunyai kelas dan subkelas yang sama dengan faktor penghambat sama yaitu kondisi perakaran terutama faktor kedalaman efektif tanah, yang dibedakan ke dalam unit 1 dan unit 2. Unit 1 kedalaman efektif sedang (50-75 cm), dan Unit 2 kedalaman efektif dangkal (<50 cm).

(19)

Tabel 3. Kriteria Kesesuaian Lahan Persyaratan penggunaan /

Karakteristik lahan

Kelas kesesuaian lahan

S1 S2 S3 N

Temperatur (tc) Ketersediaan air (wa) Ketersediaan oksigen (oa) Media perakaran (rc) Gambut

Retensi hara (nr) Hara tersedia (na) Toksisitas (xc) Sodisitas (xn) Bahaya sulfidik (xs) Bahaya erosi (eh)

Bahaya banjir / genangan pada masa tanam (fh) Penyiapan lahan (lp)

Berdasarkan pada tabel kesesuaian lahan persyaratan penggunaan karakteristik lahan antara lain Temperature (tc) yang terdiri dari temperature rata- rata tahunan (oC). Ketersediaan air (wa) terdiri dari curah hujan tahunan (mm/th) dan jumlah bulan basa (>200mm/bl). Ketersediaan oksigen (oa) yang terdiri dari drainase. Media perakaran (rc) terdiri dari tekstur, bahan kasar(%) dan kedalaman tanah(cm). Gambut terdiri dari ketebalan (cm) dan kematangan. Retensi hara (nr) terdiri dari KTK tanah (cmol/kg), kejenuhan basa(%), pH H2O dan C-Organik(%).

Hara tersedia (na) terdiri dari N total(%), P2O5 (mg/100g) dan K2O (mg/100g).

Toksisitas (xc) terdiri dari salinitas (dS/m). Sodisitas (xn) terdiri dari alkalinitas/ESP (%). Bahaya sulfidik (xs) terdiri dari kedalaman sulfidik (cm).

Bahaya erosi (eh) terdiri dari lereng (%) dan bahaya erosi. Bahaya banjir / genangan pada masa tanam (fh) terdiri dari tinggi (cm) dan lama (hari), dan yang terakhir Penyiapan lahan (lp) terdiri dari batuan di permukaan (%) dan singkapan batuan (%).

(20)

III. KONDISI UMUM WILAYAH 3.1 Lokasi, Administrasi Wilayah

Survei dilakukan diwilayah Dusun Sumbersari, Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Secara geografis terletak pada 112°35’06’’-112°37’53” BT dan 7°55’14”-7°52’27” LS. Secara topografi Desa Tawangargo berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Batas administrasi Desa Tawangargo, sebelah Utara berbatasan dengan hutan milik Perhutani, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Giripurno Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pendem, Kecamatan Junrejo Kota Batu, serta batas Timur adalah Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Dengan curah hujan rata-rata pertahun sebesar 1595 mm, dan keadaan suhu rata-rata 22°C -24°C (BMKG Karangploso, 2016).

Menurut Badan Statistika Malang (2014), Jumlah penduduk Desa Tawangargo adalah 9.800 jiwa. Secara umum mata pencahariannya adalah sebagai petani, peternak, dan buruh tani. Dengan pekerjaan masyarakat sekitar yang demikian, sehingga UB Forest ditanami berbagai vegetasi. Vegetasi yang ditanam terdiri dari tanaman tahunan dan semusim. Jenis tanaman yang terdapat pada hutan produksi didominasi dengan pohon pinus, selain itu terdapat juga tanaman kopi, wortel, sawi, dan jenis sayuran lainnya.

3.2 Fisiografi Lahan

Berdasarkan hasil dari kegiatan fieldwork yang telah dilakukan di Desa Tawangargo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang dapat diketahui bahwa kawasan UB Forest dimanfaatkan sebagai hutan produksi dengan pinus sebagai vegetasi utamanya lalu kopi dan talas sebagai tanaman yang ternaungi oleh pinus.

Sebagian lahan juga digunakan untuk budidaya tanaman holtikultura. Fisiografi atau wujud lahan dari UB Forest merupakan landform vulkanik dengan bahan induk vulkanik atau berasal dari letusan gunung berapi dan formasi geologi QVAW. Daerah yang digunakan untuk kegiatan fieldwork berada pada ketinggian sekitar mulai dari 1200 mdpl. Lokasi fieldwork yang berada pada lereng Gunung Arjuno ini memiliki kelerengan rata-rata 30%, dengan kondisi lereng yang tidak begitu curam. Tingkat erosi pada daerah fieldtrip tergolong rendah dengan bahaya

(21)

erosi ringan. Berdasarkan titik pengamatan, pada titik A1.1, A1.2, dan A1.6 memiliki relief makro bergelombang sedangkan pada titik A1.3 dan A1.5 berbukit, dan titik A1.4 berombak agak bergelombang. Relief mikro yang terlihat pada setiap titik yaitu teras. Rata-rata kelerengan yang ditemukan dari keenam titik adalah 25,6%. Erosi yang dijumpai merupakan erosi percik dengan bahaya erosi ringan untuk kelima titik kecuali pada titik A1.5 bahaya erosi tergolong cukup.

Penggunaan lahan dari keenam titik yang diamati termasuk ke dalam agroforestri dengan vegetasi pinus, kopi, jagung, dan bunga kol.

3.3 Karakteristik Tanah

Pada survei yang dilakukan di daerah UB Forest di dapatkan karakteristik tanah sebagai berikut:

3.3.1 Titik 1

Tabel 4. Karakteristik Tanah Titik A1.1

Titik Horizon Kedalaman Tekstur Struktur Warna Konsistensi lembab

Pori

A1.1

A 0-15/29 cm Lempung Granular

10 YR

2/1 Gembur Makro

Bw1

15/29-50 cm

Lempung liat berdebu

Gumpal Membulat

10 YR

3/2 Gembur Makro

Bw2 50-116 cm

Lempung liat berdebu

Gumpal Membulat

10 YR

3/2 Gembur Bw3

116-130 cm

Lempung Berliat

Gumpal Membulat

10 YR

3/4 Teguh Bw4

130-170 cm

Lempung Berliat

Gumpal Membulat

10 YR

3/4 Teguh

Hasil pengamatan yang kami lakukan pada titik 1 menggunakan metode minipit mendapatkan 5 horizon tanah. Tekstur tanah yang ditemukan pada ketiga horizon berbeda, pada horizon pertama mendapatkan tekstur tanah lempung, pada horizon kedua dan ketiga mendapatkan tekstur tanah lempung berliat dan pada horizon keempat dan kelima mendapatkan tekstur tanah liat. Struktur tanah pada kelima horizon yang kita dapatkan adalah granular pada horizon pertama dan gumpal membulat pada horizon kedua sampai horizon kelima. Warna yang didapat pada kelima horizon berbeda, mulai dari horizon pertama hingga kelima kami mendapatkan warna (10 YR 2/1), (10 YR 3/2), (10 YR 3/2), (10 YR 3/4) (10 YR 3/4). Konsistensi lembab pada kelima horizon didapatkan hasil yang berbeda yaitu pada horizon pertama sampai ketiga memiliki konsistensi gembur dan pada horizon

(22)

ke empat dan kelima memiliki konsistensi teguh. Sedangkan konsistensi basah pada horizon pertama didapatkan agak lekat, pada horizon kedua dan ketiga didapatkan hasil agak lekat dan agak plastis, pada horizon keempat didapatkan hasil lekat agak plastis dan pad horizon kelima didapatkan hasil lekat sangat plastis. Pada kelima horizon didapatakan batas horizon yang jelas dan lereng makro yang terputus.

Porositas tanah dikelima horizon didapatkan hasil yang sama yaitu pori makro.

Perakaran hanya didapatkan pada horizon pertama yaitu berjumlah biasa dan berukuran halus dan horizon kedua didapatkan hasil yaitu berjumlah sedikit dan berukuran halus.

3.3.2 Titik 2

Tabel 5. Karakteristik Tanah Titik A1.2

Titik Horizon Kedalaman Tekstur Struktur Warna Konsistensi lembab

Pori

A1.2

A1 0-50 cm Lempung

Granular, halus

10 YR

2/1 Gembur Makro A2 50-75 cm Lempung

Granular, halus

10 YR

2/2 Gembur Makro Bw1 75-145 cm

Lempung berliat

10 YR

2/2 Gembur

Bw2

145-170 cm

Lempung liat berdebu

10 YR

3/3 Teguh

Hasil pengamatan yang kami lakukan pada titik 2 menggunakan metode minipit mendapatkan 4 horizon tanah. Tekstur tanah yang ditemukan pada keempat horizon berbeda, pada horizon pertama, kedua dan ketiga didapatkan tekstur tanah lempung berliat dan pada horizon keempat didapatkan tekstur tanah lempung berdebu. Struktur tanah pada keempat horizon sama yaitu granular berukuran halus.

Warna yang didapat pada keempat horizon berbeda mulai dari horizon pertama sampai horizon keempat yaitu (10 YR 2/1), (10 YR 2/2) dan (10 YR 2/2), (10 YR 3/3). Konsistensi lembab pada keempat horizon didapatkan hasil yang berbeda yaitu pada horizon pertama, kedua dan ketiga konsistensinya gembu, dan pada horizon ke empat didapatakan konsistensinya teguh. Sedangkan konsistensi basah pada keempat horizon berbeda pada horizon pertama dan kedua didapatkan hasil agak lekat dan aak plastis, horizon ketiga didapatkan gasil yaitu lekat dan agak plastis sedangkan pada horizon keempat didapatkan hasil lekat dan sangat plastis. Pada keempat horizon didapatakan batas horizon yang jelas dan lereng makro yang rata.

Perakaran pada horizon pertama banyak dan horizon kedua yaitu biasa.

(23)

3.3.3 Titik 3

Tabel 6. Karakteristik Tanah Titik A1.3

Titik Horizon Kedalaman Tekstur Struktur Warna Konsistensi lembab

Pori

A1.3

Ap 0-12 cm Lempung Granular

10YR 2/1

Sangat

Gembur Makro A 12-50 cm Lempung

Gumpal Membulat

10 YR

2/2 Gembur Makro Bw1 50-90 cm

Lempung berliat

10 YR

3/4 Teguh

Bw2 90-130 cm

Lempung liat berdebu

10 YR

3/6 Teguh

Hasil pengamatan yang kami lakukan pada titik 3 menggunakan metode minipit mendapatkan 4 horizon tanah. Tekstur tanah yang ditemukan pada keempat horizon sama yaitu liat berdebu. Struktur tanah pada keempat horizon yang kita dapatkan adalah granular dan gumpal membulat. Warna yang didapat pada keempat horizon berbeda, mulai dari horizon pertama hingga keempat kami mendapatkan warna (7,5 YR 5/2), (7,5 YR 3/3), (10 YR 3/4) (10 YR 3/6). Konsistensi lembab pada kedua horizon didapatkan hasil yang berbeda yaitu pada horizon pertama sangat gembur, horizon kedua gembur sedangkan horizon ketiga dan keempat adalah teguh. Sedangkan konsistensi basah pada horizon pertama yaitu agak lekat dan agak plastis, horizon kedua dan ketiga didapatkan hasil yaitu lekat dan agak plastis dan pada horizon keempat didapatkan hasil teguh, lekat dan sangat plastis.

Pada keempat horizon didapatakan batas horizon yang jelas dan lereng makro yang rata. Perakaran pada keempat didapatkan pada horizon pertama dan kedua yaitu jumlahnya sedikit dan berukuran halus.

(24)

3.3.4 Titik 4

Tabel 7. Karakteristik Tanah Titik A1.4

Titik Horizon Kedalaman Tekstur Struktur Warna Konsistensi lembab

Pori

A1.4

A1 0-10/13

Lempung Berliat

Granular, Sangat Halus

10YR 2/1

Sangat

Gembur Makro

A2 10/13-68

Lempung Berliat

Gumpal Membulat, Sedang

10YR

2/1 Gembur Makro

Bw1 68-81

Lempung Liat Berdebu

Gumpal Membulat, Sedang

10YR

2/1 Gembur

Bw2 81-93

Lempung Liat Berdebu

10YR

3/1 Gembur

Bw3 93-130

Lempung Liat Berdebu

10YR

3/1 Teguh

Hasil pengamatan yang kami lakukan pada titik 4 menggunakan metode minipit mendapatkan 5 horizon tanah. Tekstur tanah yang ditemukan pada kelima horizon berbeda yaitu pada horizon pertama dan kedua memiliki tekstur lempung berliat, pada horizon ketiga hingga horizon kelima memiliki tekstur lempung liat berdebu. Struktur tanah pada kelima horizon yang kita dapatkan berbeda pada horizon pertama memiliki struktur tanah granular, pada horizon kedua dan ketiga memiliki struktur tanah gumpal membulat,. Warna yang didapat pada kelima horizon berbeda, mulai dari horizon pertama hingga kelima kami mendapatkan warna (10 YR 2/1), (10 YR 2/1), (10 YR 2/1), (10 YR 3/1) dan (10 YR 3/1).

Konsistensi lembab pada kelima horizon didapatkan hasil yang berbeda yaitu pada horizon pertama sangat gembur, pada horizon kedua hingga horizon keempat gembur dan pada horizon kelima teguh. Sedangkan untuk kelekatannya pada horizon pertama hingga ketiga didapatkan hasil yang sama yaitu agak lekat, pada horizon keempat yaitu lekat dan pada horizon kelima yaitu sangat lekat. Pada kelima horizon didapatakan batas horizon yang jelas dan lereng makro yang berombak agak bergelombang. Porositas tanah pada kelima horizon didapatkan hasil yang sama yaitu pori makro. Perakaran pada horizon pertama jumlahnya banyak dan berukuran halus, pada horizon kedua dan ketiga perakaran jumlahnya sedikit dan berukuran halus.

(25)

3.3.5 Titik 5

Tabel 8. Karakteristik Tanah Titik A1.5

Titik Horizon Kedalaman Tekstur Struktur Warna Konsistensi lembab

Pori

A1.5

A1 0-8/10

Lempung Berdebu

Gumpal Membulat

10YR

2/1 Gembur Makro A2

8/10- 28/32

Lempung Berdebu

Gumpal Membulat

10 YR

2/2 Gembur Makro

Bw1 28/32-68

Lempung Berliat

10 YR

3/4 Gembur

Bw2 68-130

Lempung Berliat

10 YR

3/6 Gembur

Hasil pengamatan yang kami lakukan pada titik 5 menggunakan metode minipit mendapatkan 4 horizon tanah. Tekstur tanah yang ditemukan pada keempat horizon berbeda, pada horizon pertama dan kedua memiliki tekstur tanah lempung berdebu dan pada horizon ketiga dan keempat memiliki tekstur tanah lempung berliat. Struktur tanah pada keempat horizon yang kita dapatkan adalah gumpal membulat. Warna yang didapat pada keempat horizon berbeda, mulai dari horizon pertama hingga keempat memiliki warna (10 YR 2/1), (10 YR 2/2), (10 YR 3/3) dan (10 YR 3/4). Konsistensi lembab pada keempat horizon didapatkan hasil yang sama yaitu gembur. Sedangkan untuk kelekatannya pada horizon pertama hingga horizon ketiga yaitu agak lekat dan pada horizon keempat yaitu lekat. Pada keempat horizon didapatakan batas horizon yang nyata dan lereng makro yang berbukit.

Porositas tanah pada keempat horizon didapatkan hasil yang sama yaitu pori makro.

Perakaran pada horizon pertama jumlahnya banyak dan berukuran halus, pada horizon kedua jumlahnya sedang dan berukuran halus.

3.3.3 Titik 6

Tabel 9. Karakteristik Tanah Titik A1.6

Titik Horizon Kedalaman Tekstur Struktur Warna Konsistensi lembab

Pori

A1.6

A 0-21/30 Lempung Granular

10 YR

2/1 Gembur Makro Bw1

21/30- 33/40

Lempung Berliat

Gumpal Membulat

10 YR

3/3 Gembur Makro Bw2 33/40-90

Lempung Berliat

10 YR

3/4 Gembur Bw3 90-130

Lempung Berliat

10 YR

3/6 Teguh

Hasil pengamatan yang kami lakukan pada titik 6 menggunakan metode minipit mendapatkan 4 horizon tanah. Tekstur tanah yang ditemukan pada keempat horizon berbeda, pada horizon pertama mendapatkan tekstur tanah lempung dan

(26)

pada horizon kedua hingga horizon keempat mendapatkan tekstur tanah lempung berliat. Struktur tanah pada keempat horizon yang kita dapatkan adalah granular dan gumpal membulat. Warna yang didapat pada keempat horizon berbeda, mulai dari horizon pertama hingga keempat kami mendapatkan warna (10 YR 2/1), (10 YR 3/3), (10 YR 3/4) dan (10 YR 3/6). Konsistensi lembab pada keempat horizon didapatkan hasil yang berbeda yaitu gembur pada horizon pertama hingga horizon ketiga dan teguh pada horizon keempat. Sedangkan kelekatannya pada horizon pertama dan ketiga yaitu agak lekat dan pada horizon keempat sangat lekat. Pada keempat horizon didapatakan batas horizon yang jelas dan angsur, relif makro yang bergelombang. Porositas tanah pada keempat horizon didapatkan hasil yang sama yaitu pori makro. Perakaran pada horizon pertama jumlahnya banyak dan berukuran halus, pada horizon kedua jumlahnya sedang dan berukuran halus.

3.4 Penggunaan Lahan

UB Forest merupakan hutan pendidikan yang terletak dikawasan lereng Gunung Arjuno, tepatnya di Dusun Sumbersari, Desa Tawang Argo, Karangploso, Kabupaten Malang pada ketinggian kurang lebih 1200 meter diatas permukaan laut.

UB Forest terdiri atas hutan produksi dan konservasi dengan luasan 554 hektar.

Hutan produksi didominasi oleh tanaman pinus, selain itu terdapat tanaman yang diusahakan oleh masyarakat setempat seperti: tanaman kopi, wortel, sawi, dan jenis tanaman sayuran lain. Penggunaan lahan dominan berupa agroforestri yang didominasi oleh tanaman pinus.

Berdasarkan kegiatan survei tanah dan evaluasi lahan yang telah dilakukan di UB Forest Karangploso, Malang dengan total pengamatan mencapai 6 titik, terdapat penggunaan lahan yang sama yaitu agroforestri dengan vegetasi yang berbeda pada beberapa titik. Penggunaan lahan pada titik pertama dengan jenis vegetasi yang dominan adalah tanaman pinus dan kopi. Lalu penggunaan lahan pada titik kedua jenis vegetasi yang dominan adalah tanaman pinus. Pada titik ketiga, penggunaan lahan agroforestri dengan vegetasi yang dominan adalah tanaman pinus dan jagung. Selanjutnya pada titik keempat, penggunaan lahannya agroforestri dengan vegetasi tanaman pinus. Penggunaan lahan agroforestri pada titik kelima dengan vegetasi yang dominan yaitu tanaman pinus, kopi, dan bunga

(27)

kol. Pada titik terakhir penggunaan lahan agroforestri dominan dengan vegetasi tanaman pinus dan kopi.

3.5 Sebaran SPT di Lokasi Survei Tabel 10. Sebaran SPT

Sub Grup Kelas Persebaran titik

Typic Humudepts A1 1,2,3,4,5,6

A2 1,2,3,4,5,6

B1 1,2,3,4,5,6

B2 1,2,3,4,5,6

C1 1,2,3,4,5,6

C2 1,2,3,4,5,6

D1 1,2,3,4,5,6

D2 1,2,3,4,5,6

E 1,2,3,4,5,6

F1 1,2,3,4,5,6

F2 1,2,3,4,5,6

G1 1,2,3,4,5,6

G2 1,2,3,4,5,6

H1 1,2,3,4,5,6

H2 1,2,3,4,5,6

I1 1,2,3,4,5,6

I2 1,2,3,4,5,6

J1 1,2,3,4

J2 1,2,3,4,5,6

K1 1,2,3,4,5,6

K2 1,2,3,4,5

L1 1,2,3,4,5,6

L2 1,2,3,4,5,6

M1 1,2,3,4,5,6

M2 1,2,3,4,5,6

Typic Dystrudepts J1 5,6

K2 6

Dari pengamatan yang dilakukan dilereng gunung arjuno, didapatkan SPT (Satuan Peta Tanah) seperti yang ada diatas diperoleh dari seluruh angkatan yang berjumlah 25 kelompok y terdiri dari kurang lebih 150 titik pengamatan di dapatkan SPT (Satuan Peta Tanah) dari 2 sub grup diantaranya: Typic Humudepts dan Typic Dystrudepts, yang mana merupakan konsosiasi dengan perbandingan Typic Humudepts 98% dan Typic Dystrudepts 2%. Konsosiasi terbentuk bila dalam unit lahan sebagai wadah satuan peta tanah didominasi oleh satu jenis tanah dan jenis tanah lainnya hanya sebagai inklusi (< 10%) (Mulyono et al., 2011)

.

(28)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi Tanah

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi tanah pada fieldwork 2. Berikut adalah data identifikasi morfologi tanah yang disajikan pada tabel 11.

Tabel 11. Morfologi Tanah Titik A1.1-A1.6 Kode

Pedon

Nama Horizon

Kedalam

an (cm) Warna Kelas

Tekstur Struktur Konsistens

i Pori

1.1 A 0-15/29 10 YR 2/1

Hitam

Lempung Granular G,AL,P Makro

Bw1 15/29-50 10 YR 3/2 Coklat Sangat

gelap

Lempung liat berdebu

Gumpal membulat

G,AL,AP Makro

Bw2 50-116 10 YR 3/2 Coklat sangat

gelap

Lempung liat berdebu

G,AL,AP

Bw3 116-130 10 YR 3/4 Coklat gelap

kekuningan

Lempung berliat

T,L,AP

Bw4 130-170 10 YR 3/4 Coklat gelap

kekuningan

Lempung berliat

T,L,P

1.2 A1.1 0-50 10 YR 2/1

Hitam

Lempung Granular G,AL,AP Makro

A1.2 50-75 10 YR 2/2 Hitam

Lempung Granular G,AL,AP

Bw1 75-145 10 YR 3/3 Cokelat

Lempung berliat

G,L,AP

Bw2 145-170 10 YR 3/3 Cokelat

Lempung liar berdebu

T,L,P

1.3 Ap 0-12 10 YR 2/1

Hitam

Lempung berliat

Granular SG,AL,AP Makro

A 12-50 10 YR 2/2

Cokelat

Liat berdebu

Gumpal membulat

G,AL,AP Makro

Bw1 50-90 10 YR 3/4 cokelat gelap

kekuningan

Liat berdebu

T,L,SP

Bw2 90-130 10 YR 3/6 cokelat

gelap kekuningan

Liat berdebu

T,L,SP

(29)

1.4 A1.1 0-10/13 10 YR 2/1 Hitam

Lempung Berliat

Granular SG,AL,AP Makro

A1.2 10/13-68 10 YR 2/1 Hitam

Lempung berliat

Gumpal membulat

G,AL,AP Makro

Bw1 68-81 10 YR 2/2 Coklat sangat

gelap

Lempung liat berdebu

G,L,AP

Bw2 81-93 10 YR 3/1 Abu-abu

Lempung liat berdebu

G,L,AP

Bw3 93-130 10 YR 3/4 Cokelat

gelap kekuningan

liat T, SL, SP

1.5

A1.1 0-8/10 10 YR 2/1 Hitam

Lempung berdebu

Gumpal membulat

G,AL,AP Makro

A1.2 8/10-28/32 10 YR 2/2 Hitam

Lempung berdebu

Gumpal membulat

G,AL,AP Makro

Bw1 28/32-68 10 YR 3/3 Coklat

Lempung berliat

G,AL,AP

Bw2 68-130 10 YR 3/4 Coklat

Lempung berliat

G,L,P

1.6 A 0-21/30 10 YR 2/1

Hitam

Lempung berliat

Granular G,AL,AP Makro

Bw1 21/30-33/40 10 YR 3/3 Coklat Tua

Lempung berliat

Gumpal membulat

G,AL,AP Makro

Bw2 33/40-90 10 YR 3/4 Coklat gelap

kekuningan

Lempung berliat

G,AL,AP

Bw3 90-130 10 YR 3/6 Coklat gelap

kekunigan

Lempung berliat

T,SL,P

Dari data pengamatan morfologi tanah diatas didapatkan hasil identifikasi horizon, kedalaman tiap horizon, warna, kelas tekstur, struktur, konsistensi, dan pori. Pada titik 1 didapatkan 5 horizon yaitu A, Bw1, Bw2, Bw3, dan Bw4. Horizon A memiliki kedalaman 0-15/29 cm dengan warna horizon hitam 10 YR 2/1, tekstur lempung, struktur granular, konsistensi lembab gembur, dan konsistensi basah agak lekat, dan plastis, dan pori makro. Horizon Bw1 memiliki kedalaman 15/29-50 cm

(30)

dengan warna coklat sangat gelap 10 YR 3/2, tekstur lempung liat berdebu, struktur gumpal membulat, dengan konsistensi basah gembur, dan konsistensi basah agak lekat, agak plastis. Horizon Bw2 memiliki kedalaman 50-116 cm, dengan warna coklat sangat gelap 10 YR 3/2, tekstur lempung berliat, struktur gumpal membulat, pada konsistensi lembab gembur, konsistensi basah agak lekat dan agak plastis.

Horizon Bw3 memiliki kedalaman 116-130cm, warna coklat gelap kekuningan 10 YR 3/4, tekstur lempung berliat, struktur gumpal membulat, dengan konsistensi lembab teguh, konsistensi lembab lekat dan agak plastis. Horizon Bw4 memiliki kedalaman 130-170cm, warna coklat gelap kekuningan 10 YR 3/4, tekstur lempung berliat, struktur gumpal membulat, konsistesi lembab teguh, konsistensi basah lekat dan plastis.

Pada titik kedua ini diperoleh empat horizon warna dengan kedalaman sampai 170 cm. Horizon A1 berwarna hitam 10 YR 2/1 dengan tekstur lempung, strukturnya granular, berkonsistensi gembur, agak lekat dan agak plastis, dan berpori makro. Horizon A2 memiliki warna hitam 10 YR 2/2 dengan tekstur lempung, struktur granular, konsistensinya granular, agak lekat dan agak plastis, dan berpori makro. Pada horizon Bw1 berwarna cokelat 10 YR 2/2 dengan tekstur lempung berliat, konsistensi granular, lekat dan agak plastis makro. Pada horizon Bw2 memiliki warna cokelat 10 YR 3/3 dengan tekstur lempung liat berdebu, konsistensi teguh, liat dan plastis..

Pada titik ketiga horizon Ap terletak pada kedalaman 0-12 cm berwarna hitam 10 YR 2/1 dengan tekstur lempung, struktur granular, konsistensi lembab sangat gembur, dan kondisi basah agak plastis dan agak lekat, serta berpori makro. Horizon A pada kedalaman 12-50 cm hitam 10 YR 2/1 dengan tekstur liat berdebu, struktur gumpal membulat, gembur, agak plastis dan agak lekat, dan berpori makro. Pada horizon Bw1 yaitu kedalaman 50-90 cm berwarna cokelat gelap kekuningan bertekstur liat berdebu, dengan kodisi lembab gembur dan kondisi basah sangat plastis. Serta pada horizon Bw2 memiliki warna cokelat gelap kekuningan 10 YR 3/6 pada kedalaman 90-130 cm dengan tekstur liat berdebu, teguh, lekat dan sangat plastis, dan berpori makro.

Pada titik pengamatan keempat terdapat lima horizon. Horizon A1 memiliki warna hitam 10 YR 2/1 kedalaman 0-130cm dengan tekstur lempung berliat,

(31)

struktur granular, konsistensi lembab sangat gembur, konsitensi basah agak plastis dan agak liat dengan pori makro. Horizon A2 memiliki warna hitam 10 YR 2/1 dengan tekstur lempung liat berdebu, struktur gumpal membulat, konsistensi lembab gembur, konsistensi basah agak lekat dan agak plastis, dan berpori makro.

Horizon Bw1 berwarna coklat sangat gelap 10 YR 3/1 dengan tekstur lempung liat berdebu, gembur, agak lekat dan agak plastis. Horizon Bw2 berwarna abu-abu 10 YR 3/1 dengan tekstur lempung liat berdebu, konsisrensi lembab gembur, konsistensi basah lekat, dan agak plastis. Horizon Bw3 memiliki warna coklat gelap kekuningan dengan tekstur lempung liar berdebu, konsistensi lembab teguh, konsistensi basah sangat lekat dan sangat plastis.

Pada titik pengamatan kelima didapatkan hasil identifikasi horizon, kedalaman tiap horizon, warna, kelas tekstur, struktur, konsistensi, dan berpori.

Pada titik 1 didapatkan 4 horizon yaitu A1, A2, Bw1, dan Bw2. Horizon A memiliki kedalaman 0-8/10 cm dengan warna horizon hitam 10 YR 2/1, tekstur lempung berdebu, struktur gumpal membulat, konsistensi lembab gembur, dan konsistensi basah agak lekat, dan agak plastis, dan berpori makro. Horizon A2 memiliki kedalaman 8/10-28/32cm cm dengan Hitam 10 YR 2/2, tekstur lempung berdebu, struktur gumpal membulat, dengan konsistensi basah gembur, dan konsistensi basah agak lekat, agak plastis, dan berpori makro. Horizon Bw1 memiliki kedalaman 28/32-68 cm warna coklat, tekstur lempung berliat, struktur gumpal membulat, pada konsistensi lembab gembur, konsistensi basah agak lekat dan agak plastis, dan berpori makro. Horizon Bw2 memiliki kedalaman 116-130cm, warna coklat gelap kekuningan 10 YR 3/4, tekstur lempung berliat, struktur gumpal membulat, dengan konsistensi lembab gembur, konsistensi basah lekat dan agak plastis.

Pada titik keenam didapatkan hasil identifikasi tiap horizon, warna, kelas tekstur, struktur, konsistensi, dan pori. Pada titik 1 didapatkan 4 horizon yaitu A, Bw1, Bw2, dan Bw3. Horizon A memiliki kedalaman 0-21/30 cm dengan warna horizon hitam 10 YR 2/1, tekstur lempung, struktur gumpal membulat, konsistensi lembab gembur, dan konsistensi basah agak lekat, dan agak plastis, dan berpori makro. Horizon Bw1 memiliki kedalaman 21/30-33/40 cm dengan warna coklat tua 10 YR 3/3, tekstur lempung berliat, struktur gumpal membulat, dengan konsistensi

(32)

lembab gembur, dan konsistensi basah agak lekat, agak plastis, dan berpori makro.

Horizon Bw2 memiliki kedalaman 33/40-90 cm warna coklat gelap kekuningan, tekstur lempung berliat, struktur gumpal membulat, pada konsistensi lembab gembur, konsistensi basah agak lekat dan agak plastis, memiliki dan berpori makro.

Horizon Bw3 memiliki kedalaman 90-130cm, warna coklat gelap kekuningan 10 YR 3/6, tekstur lempung berliat, struktur gumpal membulat, dengan konsistensi lembab teguh, konsistensi basah sangat lekat dan plastis.

Pada lahan di sekitar lereng gunung rata-rata memiliki warna tanah hitam pada lapisan atas dan memiliki horizon A. Hal ini sesuai dengan pendapat Ridwandi et al (2013) , warna tanah lapisan atas pada kawasan lereng gunung memiliki warna gelap, dengan struktur umum remah dan konsistensi gembur atau sangat gembur, kemudian warna tanah akan semakin terang dengan bertambahnya kedalaman tanah. Menurut Mediranto (2014) semakin dalam lapisan, konsistensi akan semakin meningkat menjadi lekat, plastis, dan sangat teguh, hal ini terbukti dengan beberapa titik yang diamati bahwa semakin dalam pengeboran ditemukan tanah dengan konsistensi yang lekat, plastis, dan sangat teguh.

4.2 Klasifikasi Tanah 4.2.1 Epipedon dan Endopedon

Berikut data epipedon dan endopedon pada titik pengamatan A1.1 sampai A1.6.

Tabel 12. Epipedon dan Endopedon Titik A1.1-A1.6

Titik Pengamatan Epipedon Endopedon

A1.1 Umbrik Kambik

A1.2 Umbrik Kambik

A1.3 Umbrik Kambik

A1.4 Umbrik Kambik

A1.5 Umbrik Kambik

A1.6 Umbrik Kambik

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada titik pengamatan A1.1 sampai A1.6 memiliki epipedon dan endopedon yang sama yaitu epipedon umbrik serta endopedon kambik. Epipedon sendiri adalah horizon permukaan yang dapat mencangkup keseluruan horizon A atau lebih tipis dari horizon A. Menurut Erizal (2017), bahwa epipedon merupakan horizon permukaan (horizon A), atau lebih tipis dari horizon A, tetapi dapat juga meliputi horizon B. Epipedon yang ditemukan pada titik pengamatan A1.1 sampai A1.6 adalah epipdeon umbrik yang ditandai

(33)

dengan susunan bahan tanah mineral bagian atas setebal 18 cm atau keseluruan tanah mineral, serta memiliki warna dominan dengan kroma, lembab, 3 atau kurang.

Tanah yang berdapat di UB Forest, memiliki epipedon umbrik karena epipedon umbrik memiliki nilai KB <50%, hal ini didukung dengan keadaan geologi QVAW yang tersusun oleh breksi gunung api, lava, breksi tufan, tuf yang cenderung bersifat masam sehingga kemungkinan mempunya pH rendah dan KB rendah. Menurut Sutono et al. (2017) tanah yang terkena atau tercampur abu vulkanik (aktifitas gunung berapi) memiliki pH yang bersifat agak masam dan memiliki kadar unsur hara dalam air seperti K, Ca, dan Mg yang cukup baik. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Mey (2009), bahwa epipedon umbrik, merupakan tanah yang berada pada lapisan permukaan yang memiliki sifat cenderung tebal, berwarna gelap, struktur pejal, mengandung bahan organik > 1% dan KB < 50%.

Selain epipedon umbrik ditemukan juga endopedon kambik. Endopedon adalah horizon yang terbentuk di bawah permukaan tanah. Horizon yang tersusun dari bahan tanah mineral yang tersingkap pada permukaan, karena tanah terpotong erosi. Sebagian dari singkapan horizon dianggap sebagai horizon B. Menurut Erizal (2017) endopedon merupakan horizon yang berada pada bawah permukaan tanah.

Endopedon yang terdapat pada titik pengamatan adalah horizon kambik yang ditandai dengan adanya alterasi fisik. Alterasi adalah perubahan komposisi mineralogy batuan yang disebabkan oleh perubahan suhu dan tekanan yang tinggi.

Alterasi yang terjadi dapat berupa alterasi fisika, kimia ataupun minerologi (Lihawa, 2017). Alterasi fisik yang terjadi seperti perubahan liat tanah, struktur tanah, dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mey (2009), bahwa horizon kambik ditandai dengan adanya alterasi fisik seperti peningkatan kandungan liat dan perubahan struktur tanah. Serta horizon kambik berasal dari tanah-tanah yang ada pada daerah yang baru dan atau sementara berkembang.

4.2.2 Ordo-Sub Grup

Berikut merupakan data klasifikasi tanah yang terdapat pada titik pengamatan A1.1 sampai A1.6.

Gambar

Tabel 2. Bahan
Tabel 3. Kriteria Kesesuaian Lahan  Persyaratan penggunaan /
Tabel 4. Karakteristik Tanah Titik A1.1
Tabel 5. Karakteristik Tanah Titik A1.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Laporan praktikum mekanika tanah untuk memenuhi tugas dosen dan menambah pengetahuan dan

Tutupan lahan hutan produksi pinus yang ditumpangsari dengan tanaman semusim dengan kerapatan tajuk yang renggang menyebabkan infiltrasi tanah menjadi lebih rendah dari tutupan lahan

Laporan akhir praktikum agribisnis dan kewirausahaan dan melaksanakan praktikum dengan lancar dengan tepat pada

Laporan akhir praktikum farmakognosi tentang susut

Laporan akhir praktikum modul 1 praktikum metode gayaberat dan

Laporan akhir praktikum mata kuliah Biokimia yang disusun oleh Roger

Laporan akhir praktikum gambar teknik yang disusun oleh kelompok 5 dalam rangka memenuhi syarat memperoleh nilai

Laporan ini membahas survei sanitasi tempat-tempat umum sebagai bagian dari praktikum mata kuliah Sanitasi Pemukiman di Poltekkes Kemenkes