• Tidak ada hasil yang ditemukan

HALAMAN SAMPUL LAPORAN BESAR SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN DESA JATIKERTO KECAMATAN KROMENGAN KABUPATEN MALANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HALAMAN SAMPUL LAPORAN BESAR SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN DESA JATIKERTO KECAMATAN KROMENGAN KABUPATEN MALANG"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

HALAMAN SAMPUL

LAPORAN BESAR SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN DESA JATIKERTO KECAMATAN KROMENGAN KABUPATEN MALANG

OLEH :

KELAS A/ KELOMPOK A2

ASISTEN : ISTNAINI ZAKIYYAH DARAJAH

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

(2)

ii ANGGOTA KELOMPOK

LAPORAN BESAR SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN DS. JATIKERTO KEC. KROMENGAN KAB. MALANG

Disusun Oleh: Kelas A / Kelompok A2 Asisten : Istnaini Zakiyyah Darajah

Anggota:

Diah Nur Aisyah 125040201111043 Imtikhanna D. Winismari 125040201111053 Dinnar Kusumaningtyas 125040201111086 Febrina Dwi Hapsari 125040201111093 Indika Dwi Prasiwi 125040201111095 Dyka Wahyu Setiawan 125040201111100 Wisnu Agung Bhaskoro 125040201111110 Gilang Bayu Lesmana 125040201111115 Verayunita Febriyani 125040201111122 Amul Heksa Bajafitri 125040201111131 Maria Adelina 125040201111216 Priyanto Hermawan 125040201111232 Nur Alfiyana W.A. 125040201111233 M. Bayu Mario 125040201111238 Gusminanda Oktavia N. 125040207111001 Wahyu Setyaningsih 125040201111254 Achmad Firdaus A. 125040207111043

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

(3)

iii KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah, kami ucapkan kepada Allah SWT, karena atas bimbingan-Nya maka kami bisa menyelesaikan laporan akhir praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan tepat pada waktunya. Laporan akhir ini disusun untuk memenuhi tugas praktikum mata kuliah Survei Tanah dan Evaluasi Lahan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan penulisan laporan akhir ini. Kami juga menyadari bahwa dalam laporan akhir ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami mengaharpkan kritik dan saran demi sempurnya laporan akhir ini. Semoga laporan akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Malang, 30 Mei 2014

(4)

iv DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

ANGGOTA KELOMPOK ...ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL ... v DAFTAR GAMBAR ... vi BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan... 2 1.3 Manfaat ... 2

BAB II METODE PELAKSANAAN ... 3

2.1 Tempat dan Waktu ... 3

2.2 Alat dan Bahan ... 3

2.3 Persiapan Peta ... 5

2.4 Survei Tanah dan Kondisi Lahan ... 8

2.5 Tabulasi Data ... 15

2.6 Metode pelaksanaan kemampuan dan kesesuaian lahan... 16

BAB III KONDISI UMUM WILAYAH ... 17

3.1 Lokasi Survei ... 17

3.2 Proses Geomorfologi Jatikerto ... 17

3.3 Sebaran satuan peta tanah di Lokasi Survei... 18

3.4 Macam Penggunaan Lahan ... 19

3.5 Kondisi Sosial dan Ekonomi Jatikerto ... 20

BAB IV IDENTIFIKASI JENIS TANAH DI LOKASI SURVEI ... 22

4.1 Morfologi Tanah Setiap Satuan Peta Tanah ... 22

4.2 Klasifikasi Tanah ... 34

BAB V KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN ... 48

5.1. Kelas Kemampuan Lahan ... 48

5.2. Kelas Kesesuaian Lahan ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(5)

v DAFTAR TABEL

Tabel 1. Batas Topografi ... 31

Tabel 2. Kelas Kemampuan Lahan Titik Pengamatan A1(Komoditas Sengon) ... 48

Tabel 3. Kelas Kemampuan Lahan Titik Pengamatan A2 (Komoditas Sengon) ... 49

Tabel 4. Kelas Kemampuan Lahan Titik Pengamatan A3 (Komoditas Tebu) ... 50

Tabel 5. Kelas Kemampuan Lahan Titik Pengamatan A4 (Komoditas Sengon) ... 51

Tabel 6. Kelas Kemampuan Lahan Titik Pengamatan A5 (Komoditas Sengon) ... 52

Tabel 7. Kelas Kemampuan Lahan Titik Pengamatan A6 (Komoditas Tebu) ... 53

Tabel 8. Kelas Kemampuan Lahan Titik Pengamatan A7 (Komoditas Tebu) ... 54

Tabel 9. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Titik 1 (Komoditas Sengon) ... 55

Tabel 10. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Titik 2 (Komoditas Sengon)... 56

Tabel 11. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Titik 3 (Komoditas Tebu) ... 57

Tabel 12. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Titik 4 (Komoditas Sengon)... 58

Tabel 13. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Titik 5 (Komoditas Sengon)... 59

Tabel 14. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Titik 6 (Komoditas Tebu) ... 60

Tabel 15. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Titik 7 (Komoditas Tebu) ... 61

Tabel 16. Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Titik 1 (komoditas Sengon)... 62

Tabel 17. Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Titik 2 (komoditas sengon) ... 63

Tabel 18. Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Titik 3 (komoditas tebu) ... 65

Tabel 19. Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Titik 4 (komoditas Sengon)... 66

Tabel 20. Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Titik 5 (komoditas Sengon)... 67

Tabel 21. Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Titik 6 (komoditas Tebu) ... 68

(6)

vi DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Kelerengan... 6

Gambar 2. Sketsa Struktur Tanah ... 30

Gambar 3. Macam macam Batas Topografi ... 32

(7)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia termasuk suatu negara yang memiliki berbagai jenis tanah yang beragam serta tanah-tanah tersebut memiliki bahan induk yang berbeda-beda pula. Dengan kekayaan alam dan tanah yang begitu besar itu, maka seharusnya kita dapat memanfaatkan kekayaan yang ada dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, diperlukan suatu kegiatan survei tanah dan evaluasi lahan pada tanah-tanah yang berada di berbagai daerah di Indonesia tersebut.

Kegiatan survei tanah merupakan suatu kegiatan yang melakukan penelitian tanah di lapangan dan di laboratorium yang dilakukan secara sistematis dengan metode-metode tertentu, terhadap suatu daerah, yang ditunjang oleh informasi dari sumber-sumber lain yang relevan (SCSA, 1982). Sedangkan evaluasi lahan merupakan suatu kegiatan penilaian penampilan lahan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpreta si survei serta studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai penggunaan lahan yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976).

Pada fieldwork kali ini, kelompok kami melakukan tujuh titik pengamatan dengan cara melakukan penggalian tanah dan membuat minipid pada ketujuh titik tersebut di desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis tanah yang berada di desa Jatikerto, mengklasifikasikan tanah-tanah tersebut, mengelompokkan tanah-tanah yang mempunyai sifat dan karakteristik yang sama, serta nantinya kami dapat menyusun satuan peta tanah desa Jatikerto berdasarkan informasi-informasi yang telah didapatkan dari hasil fieldwork.

Pada penyusunan laporan ini, kami akan membahas mengenai seluruh kegiatan survei tanah di lapang, pengklasifikasian tanah, pengelompokkan tanah yang mempunyai sifat dan karakter yang sama, serta pembuatan satuan peta tanah. Seluruh kegiatan tersebut perlu dilakukan karena untuk mencapai tujuan kegiatan survei tanah dan evalusi lahan.

(8)

2 1.2 Tujuan

a. Untuk mengetahui tahap-tahap dalam melakukan kegiatan survei tanah dan evaluasi lahan

b. Untuk mengetahui persebaran tanah yang ada di wilayah Desa Jatikerto c. Untuk mengetahui penggunaan lahan di Desa Jatikerto

d. Untuk mengetahui kemampuan dan kesesuaian lahan di Desa Jatikerto 1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari praktikum ini, antara lain mahasiswa mampu memahami tahapan yang dilakukan dalam pelaksaan survei tanah dan evaluasi lahan, memahami persebaran tanah yang ada di wilayah Desa Jatikerto, penggunaan lahan dan kemampuan dan kesesuaian lahan di Desa Jatikerto

(9)

3 BAB II

METODE PELAKSANAAN 2.1 Tempat dan Waktu

Pelaksanaan fieldtrip Survei Tanah dan Evaluasi Lahan dilaksanakan di Desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang. Pelaksanaan survei dilakukan selama tiga hari yaitu pada tanggal 9, 10 dan 11 Mei 2014. Pelaksanaan dilakukan pada tanggal 10 Mei 2014 mulai pukul 06.30 WIB sampai selesai, terdapat 7 titik pengamatan dimana 6 diantaranya adalah minipit tanah dan sisanya merupakan singkapan. Pada hari selanjutnya dilakukan penentuan titik untuk pedon tipikal.

2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Alat

a. Alat Penggali 1) Cangkul

Digunakan untuk mencangkul (menggali) tanah untuk membuat minipit Sekop

Mempermudah dalam mencangkul dan mengambil tanah untuk membuat minipit

2) Bor tanah

Untuk mengambil sampel tanah yang lebih dalam dari minipit b. Deskripsi Tanah

1) Pisau Lapang

Digunakan untuk membuat batas horison tanah dan konsistensi tanah. 2) Buku “Munsell Colour Chart”

Digunakan untuk menentukan warna tanah. 3) Botol air

Sebagai tempat air yang digunakan untuk membasahi tanah dalam menentukan tekstur dan konsistensi tanah

4) Meteran jahit

Digunakan untuk mengukur kedalaman minipit dan ketebalan horison yang telah digali

(10)

4 5) Sabuk profil

Digunakan untuk menentukan batas ketebalan horizon. 6) Kartu Deskripsi Profil Tanah

Digunakan untuk mencatat data dari hasil survei tanah. 7) Papan dada

Digunakan sebagai tempat (alas) untuk mencatat data survei. 8) Alat tulis (bolpoin, kertas, pensil, penghapus, stipo, penggaris)

Digunakan untuk mencatat dan membuat laporan hasil survei. 9) Kamera

Digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan survei. c. Deskripsi Lokasi

1) Kompas

Digunakan untuk menentukan arah dalam mencari titik pengamatan. 2) GPS

Digunakan untuk mengetahui titik koordinat dan elevasi titik pengamatan. 3) Klinometer

Digunakan untuk menentukan besar kelerengan suatu tempat survei. d. Referensi Lapangan

1) Buku Keys to Soil Taxonomy (KTT)

Untuk menentukan jenis tanah, epipedon, dan endopedon yang berada di daerah survei.

2.2.2 Bahan 1) Air

Untuk pengamatan tekstur dan konsistensi tanah 2) Tanah

(11)

5 2.3 Persiapan Peta

2.3.1 Pembuatan Peta Kerja

2.3.2 Penentuan Titik Pengamatan Langkah Kerja Metode Grid Kaku

Scan peta analog menggunakan scanner

Atur resolusi peta dalam ukuran 300 dpi

Atur scan peta sehingga ada pertampalan di tiap bagian peta yang discan, gabung tiap bagian peta menjadi satu bagian utuh

Digitasi dengan menggunakan software ArcGis

Menentukan titik pengamatan

Menentukan jarak pengamatan secara teratur pada jarak tertentu untuk menghasilkan jalur segiempat seluruh daerah survei

(12)

6 Titik pengamatan harus memenuhi beberapa syarat berikut:

a. Berada jauh dari lokasi penimbunan sampah, tanah galian atau bekas bangunan, kuburan atau bahan bahan lainnya.

b. Berjarak lebih dari 40 meter dari pemukiman, pekarangan, jalan, saluran air dan bangunan lainnya.

c. Jauh dari pohon besar, agar perakaran tidak menyulitkan penggalian profil. d. Pada daerah lereng, profil dibuat searah lereng.

Gambar 1. Peta Kelerengan

Pembuatan Peta satuan peta tanah (Satuan Peta Tanah)

Menyiapkan peta dasar

Mengi dentifikasi taksa tanah pada setiap titik pengamatan

Memberikan kode taksa tanah pada setiap titik pengamatan

Deliniasi berdasarkan kelerengan

Tentukan satuan peta tanah (konsosiasi, inklusi, asosiasi, dan kompleks)

(13)

7 Pembuatan Peta Kemampuan Lahan

Pembuatan Peta Kesesuaian Lahan

Menyiapkan peta dasar

Mengidentifikasi morfologi tanah dan fisiografi lahan pada setiap titik pengamatan

Menentukan Kelas Kemampuan Lahan (KKL) pada setiap titik pengamatan

Mendeliniasi berdasarkan kelerengan

Menentukan Kelas Kemampuan Lahan (KKL) setiap SPL

Menyiapkan peta dasar

Mengidentifikasi tanah dan fisiografi lahan lahan pada setiap titik pengamatan

(14)

8 2.4 Survei Tanah dan Kondisi Lahan

2.4.1 Survei Tanah

2.4.1.1 Deskripsi Tanah

a. Diagram alir garis besar kegiatan di lapang :

Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan

Mengamati fisiografis lahan

Membuat profil dan singkapan

Menentukan batas horizon

Memasang sabuk profil dan meteran

Mengamati morfologi tanah : a. Tekstur d. Warna b. Struktur e. Pori c. Konsistensi f. Perakaran

Mencatat hasil pengamatan

(15)

9 b. Penentuan batas horizon

c. Pori

Mengamati warna yang berbeda dalam penampang vertikal tanah

Mengamati perbedaan horizon berdasarkan perbedaan konsistensi menggunakan pisau lapang

Membuat garis batas horison berdasarkan perbedaan yang ada

Memasang sabuk profil

Mengukur kedalaman tiap-tiap horison

Mencatat hasil yang diperoleh

Menilai banyaknya pori yang terdapat dalam minipit

dengan pengamatan visual dan mengacu pada tekstur tanah yang dominan

Menentukan proporsi pori makro, messo dan mikro

(16)

10 d. Perakaran

e. Warna

f. Pengamatan Struktur

Menilai banyaknya akar yang terdapat dalam minipit dengan pengamatan visual

Mengamati ukuran dan kedalaman akar

Mencatat hasil yang diperoleh

Mengambil sampel tanah pada tiap-tiap horison

Mencocokkan warna tanah dengan Munsell Colour Chart

Mencatat hasil yang diperoleh

Mengambil sampel tanah pada tiap-tiap horison

Membersihkan g umpalan tanah sedikit demi sedikit untuk mengetahui struktur aslinya

Menentukan struktur tanah dengan cara mencocokan hasil yang diperoleh dengan data karakteristik struktur tanah yang terdapat dalam survey kit

(17)

11 g. Pengamatan tekstur

g. Konsistensi

Mengambil sampel tanah pada tiap- tiap horison

Menetukan tekstur tanah dengan feeling method

Membasahi tanah dengan air sedikit demi sedikit hingga homogen

Menentukan tekstur

Mencatat hasil yang diperoleh

Mengambil sampel tanah pada tiap- tiap horison

a. Konsistensi lembab : tanpa diberi air

b. Konsistensi basah : tanah dibasahi dengan sedikit air

Menentukan a. Konsistensi lembab : gembur/teguh

b. Konsistensi basah : uji plastisitas dan kelekatan

(18)

12 2.4.1.2 Klasifikasi Tanah

Menentukan tanah organik atau tanah mineral

Menentukan Rezim kelembaban dan Rezim Suhu daerah survei

Menentukan horizon genetik berdasarkan buku Keys To Soil Taxonomy

Menentukan epipedon dan endopedon berdasarkan buku Keys To Soil Taxonomy

Menentukan Ordo, Sub Ordo, Group dan Great Group berdasarkan buku Keys To Soil Taxonomy

(19)

13 2.4.2 Kondisi Lahan

2.4.2.1 Pengamatan fisiografis lahan

Menentukan koordinat dan ketinggian lokasi pengamatan dengan GPS

Mengamati kemiringan lahan dengan klinometer

Melakukan pengamatan relief lahan

Mengamati dan menilai drainase secara kualitatif

Pengamatan permeabilitas tanah

Pengamatan sumber air dan pengelolaan air

Pengamatan genangan banjir

Pengamatan bahaya erosi

Pengamatan vegetasi

Menentukan jenis sistem penanganan lahan

(20)

14 2.4.2.2 Pengamatan Kemiringan Lereng

Menentukan objek pengamatan pada lereng atas atau bawah

Memperkirakan objek tersebut tingginya sama dengan pengamat

Satu mata melihat ke lensa pada Klinometer

Mata yang sebelah melihat ke objek yang dibidik

Memperhatikan angka yang terdapat dalam lensa Klinometer dalam satuan persen (%) pada sebelah kanan maupun satuan derajat (o) pada

sebelah kiri

(21)

15 2.4.2.3 Penggunaan GPS

2.5 Tabulasi Data

Menurut Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, (2008) dalam Wismanawati (2013) tabulasi adalah proses menempatkan data dalam bentuk tabel dengan cara membuat tabel yang berisikan data sesuai dengan kebutuhan analisis.

Menghidupkan dan biarkan selama 30 menit

Mengkalibrasi GPS dengan menekan Enter

Mengkuti instruksi pada layar GPS

Menekan Menu

Menekan page

Memilih Map

Menekan Enter hingga muncul segitiga yang menunjukkan titik kita

Mengumpulkan data survei

Memasukkan data ke tabel/sheet

Menginterpretasi data

(22)

16 2.6 Metode pelaksanaan kemampuan dan kesesuaian lahan

2.6.1 Metode pelaksanaan penilaian kelas kemampuan lahan

2.6.2 Metode pelaksanaan penilaian kelas kesesuaian lahan

Data hasil pengamatan fisiografi lahan dan morfologi tanah

Melakukan penyesuaian atau pencocokkan (matching) dengan metode USDA

Hasil kelas kemampuan lahan

Menginterpretasi hasil kelas kemampuan lahan

Data hasil pengamatan fisiografi lahan dan morfologi tanah

Melakukan penyesuaian atau pencocokkan (matching) dengan metode dari buku Hardjowigeno

Hasil kelas kesesuaian lahan

(23)

17 BAB III

KONDISI UMUM WILAYAH 3.1 Lokasi Survei

Survei tanah dilakukan di Desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang. Jatikerto adalah salah satu desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Kromengan. Luas kawasan Kecamatan Kromengan secara keseluruhan adalah sekitar 38,63 km2 atau sekitar 1,30% dari total luas Kabupaten Malang. Secara astronomis, Kecamatan Kromengan terletak di antara 1120 27’ 76” - 1120 32’ 31” BT dan 80 08’ 82” - 80 05’ 67” LS. Secara administratif, Kecamatan Kromengan berbatasan dengan Kecamatan Wonosari di sebelah utara, Kecamatan Kepanjen di sebelah timur, Kecamatan Sumberpucung di sebelah selatan dan Kabupaten Blitar di sebelah barat. Kecamatan Kromengan terbagi menjadi 6 wilayah desa, yaitu Jambuwer, Peniwen, Kromengan, Ngadirejo, Jatikerto, dan Slorok (Darmawan & Soemarno, 2000).

Kecamatan Kromengan termasuk wilayah dataran rendah dengan ketinggian tempat 220 - 400 m di atas permukaan laut. Jika dilihat dari letaknya secara topografis, daerah ini terletak di lereng bawah Gunung Pitrang. Daerah ini memiliki landform datar hingga bergelombang dengan kemiringan berkisar antara 0 - 60%. Suhu udara pada daerah ini berkisar antara 13 - 310C dengan curah hujan per tahun 1600 - 5000 mm (Darmawan & Soemarno, 2000).

3.2 Proses Geomorfologi Jatikerto

Berdasarkan penelitian Darmawan dan Soemarno (2000) dapat diketahui bahwa secara umum jenis tanah yang ada di Kecamatan Kromengan adalah Inceptisol dan Asosiasi Alfisol. Berdasarkan peta topografi, Kecamatan Kromengan termasuk dataran rendah dengan ketinggian 220 – 400 meter di atas permukaan laut. Jika dilihat dari topografinya, daerah ini terletak di lereng bawah Gunung Pitrang. Daerah ini memiliki landform datar hingga bergelombang dengan kemiringan berkisar antara 0 – 60%. Suhu udara pada daerah ini berkisar antara 13 – 310C dengan curah hujan per tahun 1600 – 5000 mm.

Proses geomorfologi yang terjadi di wilayah survei diduga dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik dari Gunung Pitrang dan Gunung Kawi beberapa juta tahun lalu karena

(24)

18 tidak ditemukan sumber yang menyebutkan waktu tepatnya kedua gunung ini erupsi untuk terakhir kali. Selain itu, terdapat sebuah sungai di dekat lokasi survei yang diduga aktivitasnya juga mempengaruhi proses geomorfologi karena aliran sungai dapat menimbulkan pengendapan material tanah. Kemiringan yang cukup curam di wilayah survei yang mencapai 60% juga diduga karena adanya pengaruh aktivitas lempeng bumi sehingga menciptakan patahan dan membentuk lereng.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Lestari dan Basuki (2012), diketahui bahwa jenis tanah yang ada di Desa Jatikerto dan sekitarnya adalah Alfisol. Menurut Tan dalam Wijanarko dkk (2007), Alfisol merupakan tanah yang telah berkembang dengan karakteristik profil tanah membentuk horison A/E/Bt/C pada daerah iklim basah dan biasanya terbentuk di bawah tegakan hutan berkayu keras. Alfisol adalah tanah-tanah di daerah yang mempunyai curah hujan cukup tinggi untuk menggerakkan lempung turun ke bawah dan membentuk horison argilik. Horison argilik merupakan horison atau lapisan tanah yang terbentuk akibat terjadinya akumulasi liat. Alfisol mempunyai kejenuhan basa tinggi (50%) dan umumnya merupakan tanah subur, tanah tersebut umumnya terbentuk di bawah berbagai hutan atau tertutup semak (Miller dan Doahue dalam Wijanarko dll, 2007). Alfisol memiliki ciri penting, yaitu: (a) perpindahan dan akumulasi liat di horison B membentuk horison argilik pada kedalaman 23-74 cm, (b) kemampuan memasok kation basa sedang hingga tinggi yang memberikan bukti hanya terjadi pelindian/pencucian sedang, (c) tersedianya air cukup untuk pertumbuhan tanaman selama tiga bulan atau lebih (Soil Survei Staff dalam Wijanarko dkk, 2007). Alfisol atau tanah Mediteran merupakan kelompok tanah merah yang disebabkan oleh kadar besi yang tinggi disertai kadar humus yang rendah (Wirjodiharjo dalam Wijanarko dkk, 2007). Warna tanah Alfisol pada lapisan atas sangat bervariasi dari coklat abu-abu sampai coklat kemerahan (Tan dalam Wijanarko dkk, 2007).

3.3 Sebaran satuan peta tanah di Lokasi Survei

Dari survei tanah yang dilakukan di Desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang ini, satuan peta tanah yang diketahui paling mendominasi adalah Typic Hapludalf. Typic Hapludalf merupakan tanah Alfisol dengan rejim kelembaban udic yang tidak memiliki penciri khusus. Penyebaran Alfisols di Indonesia menurut

(25)

19 Munir (1996) terdapat di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur dengan luas areal 12.749.000 hektar. Alfisols dapat terbentuk dari lapukan batu gamping, batuan plutonik, bahan vulkanik atau batuan sedimen. Penyebarannya terdapat pada "landform" karst, tektonik/struktural, atau volkan, yang biasanya pada topografi berombak, bergelombang sampai berbukit (Foth, 1993).

3.4 Macam Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan penyediaan air dan lahan yang diusahakan. Berdasarkan hal itu dikenal macam penggunaan lahan seperti sawah, tegalan, kebun, kebun campuran, ladang, perkebunan dan hutan. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi dan sebagainya (Arsyad, 2000) Selain itu terdapat juga penggunaan lahan berupa wanatani atau sering juga disebut agroforestry yaitu sebagai suatu istilah untuk sistem pengelolaan lahan dengan teknologi yang sepadan, dimana tanaman pohon (hutan) dengan sengaja diusahakan dalam unit pengelolaan lahan yang sama dengan tanaman pertanian dan/atau ternak pada saat bersamaan atau berurutan (Chundawat dan Gautam, 1993). Sistem wanatani sederhana adalah suatu sistem pertanian di mana pepohonan ditanam secara tumpang sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Sistem wanatani kompleks adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami. Penggunaan lahan di lokasi survey diantaranya didominasi oleh wanatani, perkebunan, serta pemukiman. Pada penggunaan lahan wanatani, tanaman utama yang diusahakan berupa sengon dengan tanaman hasil sampingan bervariasi seperti talas dan pisang. Pada penggunaan lahan perkebunan komoditas utama yang diusahakan berupa tanaman tebu. Penggunaan lahan nonpertanian yang ditemukan di lokasi survei berupa pemukiman penduduk.

Tipe penggunaan lahan digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu penggunaan lahan tunggal, penggunaan lahan ganda dan penggunaan lahan majemuk. Penggunaan lahan

(26)

20 untuk satu jenis tanaman saja pada satu area yang sama. Penggunaan lahan ganda adalah penggunaan lahan untuk lebih dari satu jenis sekaligus, dan tiap-tiap jenisnya membutuhkan input atau masukan yang berbeda, serta memberikan hasil yang berbeda-beda pula. Tipe penggunaan lahan majemuk adalah penggunaan lahan lebih dari satu jenis tanaman, akan tetapi masih dalam satu kesatuan (Mega, 2010). Dilihat dari tipe penggunaan lahannya, pada lokasi survei termasuk penggunaan lahan tunggal dan majemuk. Penggunaaan lahan tunggal terlihat pada perkebunan tebu yang diusahakan secara monokultur. Sedangkan penggunaan lahan majemuk ditemui pada lahan agroforestri yang ditanami dengan sistem tumpangsari.

3.5 Kondisi Sosial dan Ekonomi Jatikerto

Penduduk di Desa Jatikerto Kecamatan Kromengan Kabupaten Malang mayoritas memiliki mata pecaharian sebagai petani. Hal tersebut dikarenakan banyak lahan pertanian yang dapat dijumpai di sekitar wilayah survei. Selain bermata pencaharian sebagai petani, sebagian kecil penduduk setempat juga bekerja sebagai peternak, pegawai dan pedagang.

Komoditas yang ditanam petani di Desa Jatikerto untuk perkebunan adalah tanaman tebu karena lahan di wilayah tersebut telah bertahun-tahun ditanami dengan tebu dan menghasilkan produksi yang maksimal. Selain itu, petani tebu setempat telah bekerja sama dengan pabrik gula tertentu untuk menjual hasil tanaman tebu mereka sehingga petani tidak kesulitan dalam memasarkan hasilnya. Sedangkan komoditas wanatani yang dijumpai adalah sengon, pisang, dan talas. Komoditas utamanya yaitu sengon yang hasilnya dijual dalam bentuk kayu untuk bahan baku pembuatan perabot-perabot rumah tangga, sedangkan hasil sampingan dari agroforestri yang berupa pisang dan talas dikonsumsi sendiri karena jumlahnya yang tidak terlalu banyak.

Dilihat dari keadaan sosial penduduk yang bermukim di sekitar lokasi survei, memiliki hubugan yang sangat baik satu sama lain maupun dengan pemilik lahan setempat. Ditinjau dari hubunganya dengan pihak UB, sebagian warga diberikan lapangan pekerjaan untuk membantu mengelola lahan percobaan FP UB. Selain dengan pihak UB, mereka juga bekerja sama antar petani dalam penyelesaian masalah, gotong royong, serta salaing membantu dalam berbagai kesulitan. Para warga stempat juga ramah terhadap pendatang maupun mahasiswa yang melakukan penelitian di tempat tersebut.

(27)
(28)

22 BAB IV

IDENTIFIKASI JENIS TANAH DI LOKASI SURVEI

4.1 Morfologi Tanah Setiap Satuan Peta Tanah Satuan Peta Tanah 1

Satuan peta tanah 1 merupakan asosiasi typic dystrudepts, Typic Hapludalf dan humic dystrudepts. Warna didominasi hue 10YR dan value ≤3. Untuk kroma mencapai ≤4. Jadi untuk warna dominan coklat gelap. Tekstur berupa lempung dan semakin ke bawah menjadi liat. Jadi keseluruhan tanah di dalam satuan peta tanah ini telah terjadi akumulasi fraksi liat. Untuk struktur terjadi perkembangan dari gupal membulat menjadi gumpal bersudut akan tetapi kebanyakan dominan gumpal membulat. Konsistensi lembab gembur sampai teguh dan konsistensi basah mulai dari tidak lekat tidak plastis sampai ke lekat dan plastis.

Satuan Peta Tanah 2

satuan peta tanah 2 merupakan konsosiasi humic dystrudepts. Warna terdapat hue 10YR dan 7,5 YR dengan nilai value dan kroma <5. Untuk jenis tanah yang berwarna gelap, tekstur didominasi oleh fraksi liat mulai dari horison atas sampai bawah. Sedangkan pada tanah yang lebih terang memiliki bermacam tekstur seperti lempung berpasir, liat berdebu dan liat. Struktur tanah terjadi perkembangan sampai ke gumpal bersudut. Konsistensi lembab gembur sampai teguh dan konsistensi basah bervariasi untuk setiap titik survei mulai tidak lekat tidak plastis sampai agak lekat agak plastis.

Satuan Peta Tanah 3

Pada satuan peta tanah ini terdapat empat titik pengamatan yang ada didalamnya yaitu titik N3, O4, P3, dan P4. satuan peta tanah 3 ini merupakan asosiasi antara Humic Destrudepts dengan Typic Hapludalfs. Memiliki warna tanah dominan 10 YR dengan nilai Value 3 dan nilai kroma sama dengan 3 atau lebih. Tektur pada satuan peta tanah ini didominasi oleh tekstur lempung. Sedangkan untuk strukturnya didominasi oleh struktur gumpal bersudut serta keadaan konsistensi lembabnya didominasi oleh gembur dan untuk konsistensi basah di dominasi lekat dan sangat plastis.

Satuan peta tanah 4

Warna tanah yang mendominasi pedon-pedon pada satuan peta tanah 4 ini ialah warna tanah dengan 10YR, value yang mendominasi ialah dengan nilai 3, dengan kroma yang

(29)

23 beragam antara 2-3. Menurut Hardjowigeno (1987), Hubungan warna tanah dengan kandungan bahan organik di daerah tropika sering tidak sejalan dengan di daerah beriklim sedang (Amerika, Eropa). Tanah-tanah merah di Indonesia banyak yang mempunyai kandungan bahan organik lebih dari 1%, sama dengan kandungan bahan organik tanah hitam (Mollisol) daerah beriklim sedang.

Hanya ada 2 taksa tanah dalam satuan peta tanah 4 ini dengan sebaran tekstur pada titik kelas P titik 1 lempung liat berdebu pada lapisan atas (A), sedangkan lapisan bawahnya bertekstur lebih halus, liat berdebu. Sedangkan pada titik Q1, tekstur lapisan atas (A) adalah tekstur liat berdebu dan tekstur lapisan bawah (B) adalah tekstur liat. Perbedaan tekstur lapisan atas dan bawah dimana lapisan bawah memiliki tekstur yang lebih halus menunjukkan adanya perpindahan materi liat dari lapisan atas ke lapisan yang dibawahnya karena tercuci oleh air dalam proses pembentukan tanahnya. Menurut Hardjowigeno (1987), proses pembentukan tanah tersebut menyangkut beberapa hal termasuk salah satunya ialah pemindahan liat, bahan organik, Fe, Al, dari lapisan atas ke lapisan bawah.

Adapun struktur tanah yang mendominasi pada pedon-pedon satuan peta tanah 4 ini adalah tekstur gumpal membulat, namun di beberapa horison pada beberapa titik terdapat struktur yang sudah lebih berkembang menjadi gumpal bersudut. Adapula di beberapa titik yang memiliki struktur remah atau granular di lapisan atas, sementara lapisan bawah nya memiliki struktur gumpal membulat atau gumpal bersudut. Menurut Hardjowigeno (1987), tanah dengan struktur baik mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Struktur tanah yang baik adalah yang adalah yang membentuk membulat sehingga tidak dapat saling bersinggungan dan rapat. Akibatnya pori tanah banyak terbentuk.

Satuan peta tanah yang terbentuk dari sebaran taksa-taksa tanah yang telah diklasifikasikan pada satuan peta tanah 5 ini berupa konsosiasi tanah Typic Hapludalf. Dikatakan konsosiasi tanah karena hanya ada satu taksa tanah yang dominan dalam satu satuan peta tanah.

Satuan Peta Tanah 5

Karena hanya ada satu titik pengamatan pada titik ini, maka hanya ada satu pedon yang mewakili sifat seluruh pedon yang berada di satuan peta tanah 5.

(30)

24 Warna tanah yang mendominasi pedon-pedon pada satuan peta tanah 5 ini ialah warna tanah dengan 10YR, value yang mendominasi ialah dengan nilai 2, dengan kroma yang beragam antara 1-2. Menurut Hardjowigeno (1987), Hubungan warna tanah dengan kandungan bahan organik di daerah tropika sering tidak sejalan dengan di daerah beriklim sedang (Amerika, Eropa). Tanah-tanah merah di Indonesia banyak yang mempunyai kandungan bahan organik lebih dari 1%, sama dengan kandungan bahan organik tanah hitam (Mollisol) daerah beriklim sedang.

Hanya ada 1 taksa tanah dalam satuan peta tanah 5 ini dengan tekstur lempung berpasir pada lapisan atas (A), sedangkan lapisan bawahnya bertekstur lebih halus seiring bertambahnya kedalaman, yakni liat berpasir dan tekstur lapisan bawah liat. Perbedaan tekstur lapisan atas dan bawah dimana lapisan bawah memiliki tekstur yang lebih halus menunjukkan adanya perpindahan materi liat dari lapisan atas ke lapisan yang dibawahnya karena tercuci oleh air dalam proses pembentukan tanahnya. Menurut Hardjowigeno (1987), proses pembentukan tanah tersebut menyangkut beberapa hal termasuk salah satunya ialah pemindahan liat, bahan organik, Fe, Al, dari lapisan atas ke lapisan bawah.

Adapun struktur tanah yang ada pada satuan peta tanah 5 ini adalah tekstur remah di lapisan atas, dan gumpal di lapisan bawahnya. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan struktur tanah. Menurut Hardjowigeno (1987), tanah dengan struktur baik mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Struktur tanah yang baik adalah yang adalah yang membentuk membulat sehingga tidak dapat saling bersinggungan dan rapat. Akibatnya pori tanah banyak terbentuk.

Satuan peta tanah yang terbentuk dari sebaran taksa-taksa tanah yang telah diklasifikasikan pada satuan peta tanah 5 ini berupa konsosiasi tanah Humic Dystrudepts. Dikatakan konsosiasi tanah karena hanya ada satu taksa tanah yang dominan dalam satu satuan peta tanah, dalam ha ini ialah Humic Dystrudepts.

Satuan Peta Tanah6

Karena hanya ada satu titik pengamatan pada titik ini, maka hanya ada satu pedon yang mewakili sifat seluruh pedon yang berada di satuan peta tanah 6.

Warna tanah yang ada pada satuan peta tanah 6 ini ialah warna tanah dengan 10YR, value yang mendominasi ialah dengan nilai 3, dengan nilai kroma 4. Menurut Hardjowigeno (1987), Hubungan warna tanah dengan kandungan bahan organik di daerah tropika sering

(31)

25 tidak sejalan dengan di daerah beriklim sedang (Amerika, Eropa). Tanah-tanah merah di Indonesia banyak yang mempunyai kandungan bahan organik lebih dari 1%, sama dengan kandungan bahan organik tanah hitam (Mollisol) daerah beriklim sedang.

Hanya ada 1 taksa tanah dalam satuan peta tanah 6 ini dengan tekstur lempung liat berdebu pada semua lapisan, tidak ditemukan bukti adanya penimbunan liat di lapisan bawah. Menurut Hardjowigeno (1987), proses pembentukan tanah tersebut menyangkut beberapa hal termasuk salah satunya ialah pemindahan liat, bahan organik, Fe, Al, dari lapisan atas ke lapisan bawah.

Adapun struktur tanah yang ada pada satuan peta tanah 6 ini adalah tekstur granular di lapisan atas, dan gumpal membulat di lapisan bawahnya. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan struktur tanah. Menurut Hardjowigeno (1987), tanah dengan struktur baik mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Struktur tanah yang baik adalah yang adalah yang membentuk membulat sehingga tidak dapat saling bersinggungan dan rapat. Akibatnya pori tanah banyak terbentuk.

Satuan peta tanah yang terbentuk dari sebaran taksa-taksa tanah yang telah diklasifikasikan pada satuan peta tanah 6 ini berupa konsosiasi tanah Typic Hapludalf. Dikatakan konsosiasi tanah karena hanya ada satu taksa tanah yang dominan dalam satu satuan peta tanah, dalam ha ini ialah Typic Hapludalf.

Satuan Peta Tanah 7

Pada satuan peta tanah ini terdapat enam titik pengamatan yang ada didalamnya yaitu titik H3, I2, I4, J3, J4, dan K4. satuan peta tanah 7 merupakan satuan peta tanah kompleks antara Typic Destrudepts, Typic Hapludalfs dan Inceptic Hapludalfs. Memiliki warna tanah dominan 10 YR dengan nilai Value 4 dan nilai kroma sama dengan 2 atau lebih dengan tekstur lempung berliat dan berstruktur gumpal membulat. Konsistensi pada satuan peta tanah ini didominasi oleh konsistrnsi gembur pada keadaan lembab dan konsistensi basah memilki konsistensi yang agak lekat dan agak plastis.

Satuan Peta Tanah 8

Pada satuan peta tanah ini terdapat 14 titik yang ada didalamnya yaitu titik HI, H2, H4, I2, J2, J7, K1, K3, K7, K6, L1, L3, L4, dan L6. satuan peta tanah 8 merupakan satuan peta tanah kompleks antara Typic Destrudepts, Inceptic Hapludalfs dan Typic Hapludalfs. Memiliki warna tanah dominan 7.5 YR dengan nilai Value 2.5 dan nilai kroma sama dengan

(32)

26 2 atau lebih. Tektur didominasi oleh tekstur lempung berliat dan liat berdebu, sedangkan strukturnya didominasi oleh struktur gumpal membulat dan granuler. Sedangkan konsistensi pada keadaan lembab memiliki konsistensi gembur, dan pada keadaan abasah memilki konsistensi agak lekat dan agak plastis.

Satuan Peta Tanah 9

Tidak adanya data dari kelompok yang bersangkutan yang melakukan deskripsi tanah di titik ini membuat kami tidak bisa menentukan sebaran morfologi dalam satuan peta tanah 9. Satuan Peta Tanah 10

Karena hanya ada satu titik pengamatan pada titik ini, maka hanya ada satu pedon yang mewakili sifat seluruh pedon yang berada di satuan peta tanah 10.

Warna tanah yang ada pada satuan peta tanah 10 ini ialah warna tanah dengan 10YR, value yang mendominasi ialah dengan nilai 3, dengan nilai kroma 4. Menurut Hardjowigeno (1987), Hubungan warna tanah dengan kandungan bahan organik di daerah tropika sering tidak sejalan dengan di daerah beriklim sedang (Amerika, Eropa). Tanah-tanah merah di Indonesia banyak yang mempunyai kandungan bahan organik lebih dari 1%, sama dengan kandungan bahan organik tanah hitam (Mollisol) daerah beriklim sedang.

Hanya ada 1 taksa tanah dalam satuan peta tanah 10 ini dengan tekstur lempung liat berdebu pada semua lapisan, tidak ditemukan bukti adanya penimbunan liat di lapisan bawah. Menurut Hardjowigeno (1987), proses pembentukan tanah tersebut menyangkut beberapa hal termasuk salah satunya ialah pemindahan liat, bahan organik, Fe, Al, dari lapisan atas ke lapisan bawah.

Adapun struktur tanah yang ada pada satuan peta tanah 10 ini adalah tekstur granular di lapisan atas, dan gumpal membulat di lapisan bawahnya. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan struktur tanah. Menurut Hardjowigeno (1987), tanah dengan struktur baik mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Struktur tanah yang baik adalah yang adalah yang membentuk membulat sehingga tidak dapat saling bersinggungan dan rapat. Akibatnya pori tanah banyak terbentuk.

Satuan peta tanah yang terbentuk dari sebaran taksa-taksa tanah yang telah diklasifikasikan pada satuan peta tanah 10 ini berupa konsosiasi tanah Typic Dystrudepts. Dikatakan konsosiasi tanah karena hanya ada satu taksa tanah yang dominan dalam satu satuan peta tanah, dalam ha ini ialah Typic Dystrudepts.

(33)

27 Satuan Peta Tanah 11

Warna tanah yang mendominasi pedon-pedon pada satuan peta tanah 11 ini ialah warna tanah dengan 10YR, value yang mendominasi ialah dengan nilai 3, dengan kroma yang beragam antara 1-4. Menurut Hardjowigeno (1987), Hubungan warna tanah dengan kandungan bahan organik di daerah tropika sering tidak sejalan dengan di daerah beriklim sedang (Amerika, Eropa). Tanah-tanah merah di Indonesia banyak yang mempunyai kandungan bahan organik lebih dari 1%, sama dengan kandungan bahan organik tanah hitam (Mollisol) daerah beriklim sedang.

Sebaran tekstur tanah pada pedon-pedon satuan peta tanah 11 ini adalah lempung liat berdebu, lempung liat berpasir, atau lebih kasar pada horison bagian atas (permukaan/Ap), dan memiliki tekstur lempung berpasir, lempung berliat, liat berpasir, liat berdebu atau lebih halus. Tekstur lapisan atas yang lebih kasar daripada tekstur lapisan bawah membuktikan adanya alterasi (perpindahan material) berupa liat ke lapisan yang dibawahnya karena pencucian oleh air yang bergerak mengikuti arah gravitasi (menuju pusat bumi). Menurut Hardjowigeno (1987), proses pembentukan tanah tersebut menyangkut beberapa hal termasuk salah satunya ialah pemindahan liat, bahan organik, Fe, Al, dari lapisan atas ke lapisan bawah.

Adapun struktur tanah yang mendominasi pada pedon-pedon satuan peta tanah 11 ini adalah tekstur gumpal membulat, namun di beberapa horison pada beberapa titik terdapat struktur yang sudah lebih berkembang menjadi gumpal bersudut. Adapula di beberapa titik yang memiliki struktur remah atau granular di lapisan atas, sementara lapisan bawah nya memiliki struktur gumpal membulat atau gumpal bersudut. Menurut Hardjowigeno (1987), tanah dengan struktur baik mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Struktur tanah yang baik adalah yang adalah yang membentuk membulat sehingga tidak dapat saling bersinggungan dan rapat. Akibatnya pori tanah banyak terbentuk.

Satuan peta tanah yang terbentuk dari sebaran taksa-taksa tanah yang telah diklasifikasikan pada satuan peta tanah 11 ini berupa kompleks tanah Typic Hapludalf-Typic Dystrudept-Humic Dystrudept dan Inceptic Hapludalf. Dikatakan kompleks tanah karena sebaran tanah dari masing-masing taksa yang telah disebutkan di atas menyebar tidak membentuk pola tertentu dan tidak bisa diduga persebarannya.

(34)

28 Satuan Peta Tanah 12

satuan peta tanah 12 merupakan asosiasi Humic Dystrudepts dan Humic Pachic Dystrudepts. Memiliki warna dominan 7,5 YR dengan nilai value dan croma sama dengan 3 atau kurang. Untuk struktur tanahnya yang paling dominan gumpal membulat dan gumpal bersudut. Konsistensi lembabnya lebih dominan gembur dan teguh serta konsistensi basahnya agak lekat dan agak palstis. Keadaan teksturnya yang dominan adalah liat berdebu dan liat berpasir. Lalu persebaran pori yang dominan adalah pori messo dengan jumlah yang sedang.

Satuan Peta Tanah 13

satuan peta tanah 13 merupakan asosiasi Typic Hapludalf dan Humic Dystrudepts. Memiliki warna tanah Dominan 10 YR dengan nilai Value dan nilai kroma sama dengan 3 atau kurang. Namun pada bagian horizonnya yang paling bawah memiliki warna tanah yang lebih cerah dibandingkan horizon diatasnya. Itu artinya terjadi perkembangan warna tanah yang awalnya berwarna gelap menjadi berwarna agak terang. Kemudian untuk struktur tanahnya sendiri lebih dominan gumpal membulat dibandingkan gumpal besudut. Keadaan konsistensinya dominan gembur agak lekat dan agak plastis. Tekstur tanahnya lebih dominan liat berdebu dan persebaran pori messo cukup merata .

Satuan Peta Tanah 14

satuan peta tanah 14 merupakan konsosiasi Typic Dystrudepts. Memiliki warna tanah dominan 10 YR dengan nilai Value dan Kroma sama dengan atau kurang dari 3 dan memiiki struktur dominan gumpal bersudut. Kemudian untuk jumlah pori mikro, pori messo, dan pori makro jumlahnya sedang. Sedangkan keadaan teksturnya dari tiap horizon semakin kebawah teksturnya semakin kasar, dari yang awalnya liat berpasir menjadi lempung liat berpasir. Hal yang sama juga terjadi pada keadaan konsistensinya semakin kebawah keadaanya semakin rendah.

Satuan Peta Tanah 15

satuan peta tanah 15 merupakan konsosiasi Typic Dystrudepts. Memiliki warna tanah dominan 10 YR dengan nilai value dan Kroma sama dengan atau kurang dari 3 pada lapisan atas dan lapisan bawah. Lalu struktur tanah yang dominan adalah gumpal bersudut dan keadaan konsistensinya dominan agak plastis dan agak lekat dari lapisan atas hingga ke lapisan bawah. Namun dari lapisan atas hingga ke lapisan bawah konsistensi lembabnya

(35)

29 semakin berkembang menjadi yang awalnya gembur menjadi teguh. Tekstur yang dominan adalah lempung. Kemudian untuk jumlah pori mikro, pori messo, dan pori makro jumlahnya sedang.

Satuan Peta Tanah 16

satuan peta tanah 16 merupakan konsosiasi Typic Hapludalf. Terdapat satutitik survei yang didominasi warna tanah coklat gelap dengan keadaan tekstur bagian atas lempung berdebu dan berkembang sampai ke bawah menjadi liat. Berarti telah terjadi akumulasi liat. Struktur mengalami perkembangan mulai dari remah sampai menjadi gumpal membulat lalu gumpal bersudut. Keadaan konsistensi dari bagian atas yang mulanya tidak lekat dan tidak plastis, semakin ke bawah menjadi lekat dan plastis.

Satuan Peta Tanah 17

satuan peta tanah 17 merupakan konsosiasi Typic Hapludalf inklusi Typic Dystrudepts. Karena pada satuan peta tanah ini banyak tersebar tanah Typic Hapludalf dan sedikit untuk persebaran tanah Typic Dystrudepts. Didalam satuan peta tanah ini, warna tanah yang dominan adalah 10 YR dengan nilai Value dan Kroma sama dengan 3 atau kurang. Jadi secara keseluruhan warna tanah di satuan peta tanah umumnya gelap. Menurut Balai Penelitian Tanah (2004) Warna mencerminkan beberapa sifat tanah tertentu, kandungan bahan organik tinggi menimbulkan warna gelap. Tanah dengan drainase jelek atau sering jenuh air berwarna kelabu. Tanah yang mengalami dehidratasi senyawaan besi berwarna merah. Untuk struktur tanahnya dominan gumpal membulat dan gumpal bersudut. Struktur Gumpal bersudut memiliki ciri-ciri mempunyai sudut pada bidang rata apabila strukturnya dan gumpal membulat memiliki sudut yang membulat. Menurut Balai Penelitian Tanah (2004) menyatakan bahwa gumpal bersudut (angular blocky) jika bidang muka saling memotong dengan sudut lancip, dan gumpal agak membulat (subangular blocky) jika bidang muka yang saling berpotongan mempunyai sudut membulat. Sedangkan menurut Rayes (2006) menyatakan bahwa struktur gumpal bersudut adalah struktur tanah yang berbentuk kubus, polihedran atau steroidal, ketiga sumbu panjangnya hampis sama, bidang rata dengan sudut tajam dan struktur tanah gumpal membulat yaitu struktur tanah yang serupa dengan gumpal bersudut, tetapi banyak bidang dan sudut yang membulat.

(36)

30 Berikut ini adalah sketsa struktur tanah menurut (Schoeneberger et.al, 2002)

Gambar 2. Sketsa Struktur Tanah

Kemudian untuk konsistensinya pada satuan peta tanah 17 dominan agak plastis dan agak lekat pada horizon bagian atas dan kemudian pada bagian horizon di bawahnya konsistensinya (basah) lebih plastis dan lebih lekat sedangkan konsistensi lembabnya dominan gembur.Hal tersebut di buktikan saat penentuan konsistensi (basah) saat di lapang dimana pada konsistensi agak lekat ciri-cirinya tanah tertanggal pada salah satu jari dan konsistensi agak plastis ciri-cirinya tanah dapat dibentuk tetapi masih mudah rusak bentuknya. Hal tersebut sesuai dengan Badan Penelitian Tanah (2004) bahwa konsistensi agak lekat memiliki ciri setelah ditekan, massa tanah ada yang tertinggal sedangkan konsistensi agak plastis memiliki ciri dapat dibentuk, dipegang pada ujungnya masih dapat terbentuk, tetapi bila tebalnya dibuat 4 mm bentuk tersebut akan hancur. Pernyataan yang sama juga katakana oleh Rayes (2006) bahwa konsistensi agak lekat memiliki ciri agak menempel pada jari sedangkan konsistensi agak plastis memiliki ciri dapat dibentuk gelintir tapi mudah berubah bentuk. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa semakin ke bawah pada horizon yang lebih dalam, konsistensinya semakin lekat dan semakin plastis. Hal tersebut dapat diindikasikan bahwa terjadi akumulasi liat dan dari persebaran taksa tanahnya

(37)

31 banyak yang tergolong ordo tanah Alfisol yang mempunyai sub grup Typic Hapludalf pada satuan peta tanah tersebut. Tanah alfisol merupakan tanah-tanah di daerah yang mempunyai curah hujan cukup tinggi untuk menggerakkan lempung turun ke bawah dan membentuk horizon argilik dan horison argilik merupakan horison atau lapisan tanah yang terbentuk akibat terjadi akumulasi liat (Wijanarko et.al, 2007).

Untuk tekstur tanahnya pada satuan peta tanah 17, yang paling dominan adalah tekstur liat berpasir. Saat penentuan tekstur di lapang, tektur tanah liat berpasir dengan metode feeling ciri cirinya rasa licin agak kasar, dan dapat membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipijit, mudah digulung. Hal tersebut sesuai menurut Rayes (2006) bahwa tekstur tanah liat berpasir memiliki ciri dapat membentuk bola dan pita yang rasanya kasar dan sangat lekat.Menurut Balai Penelitian Tanah (2004) menyatakan bahwa tekstur tanah liat berpasir memiliki rasa licin agak kasar, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipijit, mudah digulung, serta melekat sekali.

Untuk batas topografi pada satuan peta tanah 17, yang dominan adalah batas topografi rata dan batas topografi berombak.Ciri-ciri batas topografi berombak pada saat dilapang adalah terdapat bagian cekungan yang lebih lebar dan kemudian ciri ciri batas topografi rata adalah datar dan sedikit ada yang tidak teratur.Hal tersebut sesuai dengan Rayes (2006) bahwa batas topografi berombak ciri-cirinya bagian cekungan lebih lebar dari kedalamannya dan batas topografi rata memiliki ciri datar dengan tanpa atau terdapat sedikit kenampakan yang tidak beraturan.

Macam-macam batas topografi berdasarkan Rayes (2006) Tabel 1. Batas Topografi

Rata ( R ) Batas Horizon datar dengan tanpa atau terdapat sedikit kenampakan yang tidak beraturan.

Berombak ( O) Batas berombah dengan bagian cekungan lebih lebar dari kedalamannya

Tidak Beraturan

( T ) Batas dengan bagian cekungan lebih dalam dari lebarnya

Terputus ( A) Satu atau kedua horizon/lapisan dipisahkan oleh batas yang tidak bersambung dan batas terputus

(38)

32 Gambar 3. Macam macam Batas Topografi

Sedangkan untuk batas horizon, yang dominan adalah batas horizon jelas dan baur. Menurut Rayes (2006) menyatakan bahwa batas horizon ketentuannya sebagai berikut

Gambar 4. Batas horizon Satuan Peta Tanah 18

satuan peta tanah 18 merupakan konsosiasi Typic Hapludalf. Pada satuan peta tanah ini memiliki jumlah titik pengamatan 4. Pada 2 titikpengamatan didapatkan sebaran horison tanah yang memiliki nilai hue 10 YR dengan nilai kroma dan value ≤3. Warna dari tanah ini coklat tua dan dari horison atas sampai ke bawah memiliki struktur gumpal membulat. Warna pada kebanyakan tanah ini yaitu coklat kehitaman sampai coklat tua. Hal tersebut menandakan bahwa tanah tersebut kaya akan kandungan bahan organik. Tanah yang diamati berada pada suatu lahan dengan banyak tanaman yang tumbuh disekitarnya yang

(39)

33 memberikan kandungan bahan organic.Menurut Balai Penelitian Tanah (2004), warna mencerminkan beberapa sifat tanah tertentu, kandungan bahan organik tinggi menimbulkan warna gelap. Tanah dengan drainase jelek atau sering jenuh air berwarna kelabu. Untuk struktur tanahnya dominan gumpal membulat dan gumpal bersudut. Struktur Gumpal bersudut memiliki ciri-ciri mempunyai sudut pada bidang rata apabila strukturnya dan gumpal membulat memiliki sudut yang membulat.Tekstur tanah semakin ke bawah semakin kasar karena dijumpai jenis tekstur lempung berliat yang kemudian semakin kebawah menjadi tekstur lempung berpasir. Untuk keadaan pori tanah didominasi oleh jumlah pori sedang dan ukuran pori yang lebih halus.

Pada titik pengamatan ketiga juga didapatkan coklat kehitaman. Untuk keadaan konsistensi berupa gembur, dan konsistensi dari keadaan tidak lekat menjadi agak lekat serta dari konsistensi tidak plastis menjadi plastis. Hal ini menandakan telah terjadi akumulasi liat pada lapisan tanah yang semakin ke bawah.Titik keempat memiliki warna dengan hue 10 YR dengan kroma dan value ≤3. Didominasi oleh tekstur lempung liat berpasir dengan terjadi perkembangan strutur dari gumpal membulat menjadi gumpal bersudut dan dari tingkat gembur menjadi teguh. Untuk perkembangan tanah bias dipengaruhi oleh waktu, topografi, iklim, bahan induk dan juga vegetasi. Keadaan konsistensi agak lekat agak plastis. Badan Penelitian Tanah (2004) menyatakan bahwa konsistensi agak lekat memiliki ciri setelah ditekan, massa tanah ada yang tertinggal sedangkan konsistensi agak plastis memiliki ciri dapat dibentuk, dipegang pada ujungnya masih dapat terbentuk. Rayes (2006) juga menyatakan bahwa konsistensi agak lekat memiliki ciri agak menempel pada jari sedangkan konsistensi agak plastis memiliki ciri dapat dibentuk gelintir tapi mudah berubah bentuk.Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa semakin ke bawah pada horizon yang lebih dalam, konsistensinya semakin lekat dan semakin plastis.Pada kegiatan pengamatan, untuk pengamatan konsistensi memang dirasakan keadaan konsistensinya agak lekat karena ada tanah yang tertinggal setelah dilekatkan dan masih mudah untuk dipisahkan.

Satuan Peta Tanah 19

Keadaan satuan peta tanah ke 19 berupa konsosiasi Typic Hapludalf. Hal itu dikarenakan dalam satuan peta tanah tersebut hanya terdapat satu titik pengamatan dan itu Typic Hapludalf. Pada satuan peta tanah ini memiliki dominasi warna tanah coklat tua pada semua horison. Menurut Balai Penelitian Tanah (2004), warna tanah merupakan ciri tanah paling

(40)

34 mudahditentukan di lapangan.Warna mencerminkan beberapa sifat tanah tertentu. Kandungan bahan organik tinggi menimbulkan warna gelap. Tanahdengan drainase jelek atau sering jenuh air berwarna kelabu. Warna coklat tua pada tanah tersebut menandakan banyak terdapat kandungan dari bahan organic dalam tanah. Memiliki fraksi pasir, juga pada semua horisonnya dimana pada horison atas bertekstur liat berpasir dan horison di bawahnya semua bertekstur lempung berpasir. Tekstur yang paling dominan pada satuan peta tanah ini ialah lempung berpasir. Banyaknya pasir yang ada pada horison tanah ini bisa berasal dari material yang dikeluarkan oleh pegunungan yang ada di sekitar lokasi survei. Struktur pada tanah ini dominan gumpal membulat dengan jumlah pori kasar, sedang dan halus yang banyak. Semakin ke bawah, tanah memiliki ukuran struktur yang semakin besar, mulai dari ukuran <5 mm menjadi 5-10 mm ukuran struktur. Jadi, struktur tanah ini mengalami perkembangan.Untuk konsistensi lembab sangat gembur sampai ke gembur dan pada konsistensi basah mulai dari lekat dan agak plastis sampai sangat plastis.

Satuan Peta Tanah 20

Pada satuan peta tanah ini terdapat dua titik yang ada didalamnya yaitu titik I1 dan J1. satuan peta tanah 20 merupakan asosiasi Typic Destrudepts dan Inseptic Hapludalfs. Memiliki warna tanah Dominan 10 YR dengan nilai value dan nilai kroma sama dengan 3 atau lebih. Kemudian untuk struktur tanahnya sendiri dominasi gumpal membulat, serta keadaan konsistensi lembabnya dominan gembur dan konsistensi basah cenderung agak lekat dan agak plastis. Tekstur tanahnya lebih dominan lempung berliat dan persebaran pori messo cukup merata .

4.2 Klasifikasi Tanah

Diduga rezim suhu tanah yang ditemukan pada daerah Jatikerto termasuk Isohiperthermik, karena suhu tanah yang kami gali dengan suhu lingkungan terasa tidak berbeda jauh. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kuswanto (2012) di tempat yang sama, suhu rata-rata tahunan di Jatikerto mencapai 27o C. Kami tidak bisa memastikan rezim suhu tanah sesuai prosedur karena keterbatasan alat yang kami miliki, dimana seharusnya rezim suhu didapatkan dari suhu tanah yang berada pada kedalaman kurang lebih 50 cm, namun hanya dari sini kami dapat menduga rezim suhu tanah pada titik pengamatan. Menurut Soil Survei Staff (1998), tanah dengan rezim suhu isohiperthermik memiliki suhu

(41)

35 tanah tahunan rata-rata (diukur pada kedalaman 50 cm dari permukaan tanah) 22o C atau lebih tinggi, namun perbedaan antara rata-rata suhu tanah pada musim panas (musim kemarau) dan musim dingin (musim hujan) tidak mencapai 6oC.

Dari 7 titik pengamatan dimana kami melakukan survei, kami mengklasifikasikan tanah-tanah itu ke sub-grup Typic Hapludalf (semua, tanpa terkecuali), dengan Horizon penciri utama Argilik, dengan alasan ditemukannya horizon akumulasi liat pada semua titik. Hal ini terbukti dengan bertambahnya fraksi liat seiring bertambahnya kedalaman tanah pada semua titik.

Titik 1

 Epipedon

Epipedon pada titik ke 1, kita klasifikasikan ke dalam epipedon Umbrik. Hal tersebut dibuktikan dengan warna tanah 10 YR 3/1, struktur gumpal membulat berukuran < 5 mm, dan memiliki pH tanah 6 sehingga Kejenuhan Basanya < 50%. Kejenuhan basa erat hubungannya dengan pH tanah, dimana tanah-tanah dengan pH rendah umumnya mempunyai kejenuhan basa rendah, sedang tanah-tanah dengan pH yang tinggi mempunyai kejenuhan basa yang tinggi pula (Hardjowigeno, 1989). Sesuai dengan pernyataaan Soil Survei Staff (1998) bahwa sifat – sifat tanah Umbrik adalah memiliki unit struktur dengan diameter 30 cm atau kurang, warna dengan value warna 3 atau kurang jika lembab, warna dengan kroma 3 atau kurang.

 Endopedon

Endopedon pada titik ke 1, kita klasifikasikan ke dalam endopedon Argilik. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya adanya horizon Bt pada kedalaman 42-90 cm. horizon Bt adalah menunjukkan suatu akumulasi liat silikat, yaitu yang terbentuk di dalam suatu Horizon dan selanjutnya mengalami translokasi di dalam Horizon tersebut, ataupun yang telah dipindahan ke dalam Horizon tersebut oleh proses iluviasi, atau terbentuk oleh kedua proses tersebut (Badan Penelitian Tanah, 2004). Hal tersebut terbukti dengan pada horizon B memiliki tekstur tanah lempung berpasir dan pada horizon di bawahnya memiliki tekstur tanah lempung liat berpasir. Jadi, itu tandanya terdapat translokasi liat diantara dua horizon tersebut. Menurut Soil Survey Staff (1998) menyatakan bahwa salah satu syarat horizon argilik adalah terdapat bukti adanya iluviasi liat salah satunya adanya liat yang terorietasi menghubungkan butir-butir pasir.

(42)

36  Ordo

Untuk pengklasifikasian ordo pada titik 1, kami klasifikasikan kedalam ordo Alfisol. Hal ini dikarenakan terdapat horizon argilik dimana horizon argilik merupakan horizon dengan ciri-ciri terdapat akumulasi liat. Menurut Soil Survei Staff (1998) tanah dengan ordo alfisol merupakan tanah yangh tidak mempunyai plagen yang memiliki salah satu sifat berikut yaitu horizon argilik, kandik, atau natrik

 Sub ordo

Untuk pengklasifikasian subordo pada titik 1, kami klasifikasikan kedalam sub ordo Udalf. Hal ini dikarenakan memiliki rezim lengas udik dan rezim suhu isohipertermik. Seperti yang kita ketahui, curah hujan per tahun yang kita dapat dari BMKG Karang Ploso dari bulan April 2013 – April 2014 untuk daerah Kecamatan Kromengan adalah > 2200 mm/tahun. Hal itu mengindikasikan bahwa kemungkinan besar daerah tersebut tidak kering selama 90 hari kumulatif. Menurut Soil Survei Staff (1998) menyatakan bahwa rezim kelembaban udik memiliki ciri penampang control kelembaban tanah tidak kering selama 90 kumulatif hari dalam tahun-tahun normal.

 Great Group

Untuk pengklasifikasian great group pada titik 1, kami mengklasifikasikan ke dalam great group Hapludalf. Hal tersebut disebabkan karena tidak mempunyai ciri khusus seperti Udalf lain seperti Glossudalf yang memliki horizon glosik, fragiudalf yang memiliki fragipan, dan udalf-udalf yang ada pada Kunci Taksonomi Tanah lainnya  Subgroup

Untuk pengklasifikasian sub group pada titik 1, kami mengklasifikasikan ke dalam sub group Typic Hapludalf. Hal tersebut dikarenakan Hapludalf tersebut tidak memiliki penciri khusus yang ada di dalam buku Kunci Taksonomi Tanah yang membahas tentang Hapludalf beserta ciri khususnya.

Titik 2

 Epipedon

Epipedon pada titik ke 2, kita klasifikasikan ke dalam epipedon Umbrik. Hal tersebut dibuktikan dengan warna tanah 10 YR 2/1, struktur gumpal membulat berukuran 5 – 10 mm, dan memiliki pH tanah 7, namun warna pada kertas pH Universalnya condong ke

(43)

37 angka 6 sehingga Kejenuhan Basanya < 50%. Kejenuhan basa erat hubungannya denga n pH tanah. pada tanah berpH tinggi, nilai KB lebih besar daripada tanah ber pH rendah (Bailey, et al. , 1986). Sesuai dengan pernyataaan Soil Survey Staff (1998) bahwa sifat-sifat tanah Umbrik adalah memiliki unti struktur dengan diameter 30 cm atau kurang, warna dengan value warna 3 atau kurang jika lembab, warna dengan kroma 3 atau kurang.

 Endopedon

Endopedon pada titik ke 2 kita klasifikasikan ke dalam endopedon Argilik. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya adanya horizon Bt pada kedalaman 33-90 cm. Horizon Bt adalah menunjukkan suatu akumulasi liat silikat, yaitu yang terbentuk di dalam suatu Horizon dan selanjutnya mengalami translokasi di dalam horizon tersebut, ataupun yang telah dipindahan ke dalam horizon tersebut oleh proses iluviasi, atau terbentuk oleh kedua proses tersebut (Badan Penelitian Tanah, 2004). Hal tersebut terbukti dengan pada horizon A memiliki konsistensi sangat lekat dan tidak plastis dan pada horizon dibawahnya konsistensinya berubah menjadi sangat lekat dan sangat plastis. Menurut Hanafiah (2007) karateristik tekstur liat mempunyai sifat lekat yang tinggi sehingga bila sangat plastis. Jadi itu tandanya terdapat akumulasi liat diantara dua horizon tersebut yang pada awalnya horizon A tidak plastis kemudian saat horizon dibawahnya konsistensinya menjadi sangat plastis. Menurut Soil Surfey Staff (1998) menyatakan bahwa salah satu syarat horizon argilik adalah terdapat bukti adanya iluviasi liat

 Ordo

Untuk pengklasifikasian ordo pada titik 2, kami klasifikasikan kedalam ordo Alfisol. Hal ini dikarenakan terdapat horizon argilik dimana horizon argilik merupakan horizon dengan ciri-ciri terdapat akumulasi liat. Menurut Soil Survei Staff (1998) tanah dengan ordo alfisol merupakan tanah yangh tidak mempunyai plaggen yang memiliki salah satu sifat berikut yaitu horizon argilik, kandik, atau natrik

 Subordo

Untuk pengklasifikasian sub ordo pada titik 1, kami klasifikasikan kedalam sub ordo Udalf. Hal ini dikarenakan memiliki rezim lengas udik dan rezim suhu isohipertermik. Seperti yang kita ketahui, curah hujan per tahun yang kita dapat dari BMKG Karangploso

(44)

38 dari bulan April 2013 – April 2014 untuk daerah Kecamatan Kromengan adalah > 2200 mm/tahun. Hal itu mengindikasikan bahwa kemungkinan besar daerah tersebut tidak kering selama 90 hari kumulatif. Selain itu juga, didaerah Jatikerto terdapat kabut pagi hari. Menurut Soil Survei Staff (1998) menyatakan bahwa rezim kelembaban udik memiliki ciri penampang control kelembaban tanah tidak kering selama 90 kumulatif hari dalam tahun-tahun normal dan disertai musim panas yang sejuk dan berkabut.

 Great Group

Untuk pengklasifikasian great group pada titik 1, kami mengklasifikasikan ke dalam great group Hapludalf. Hal tersebut disebabkan karena tidak mempunyai ciri khusus seperti Udalf lain yang ada pada Kunci Taksonomi Tanah.

 Subgroup

Untuk pengklasifikasian sub group pada titik 2, kami mengklasifikasikan ke dalam sub group Typic Hapludalf. Hal tersebut dikarenakan Hapludalf tersebut tidak memiliki penciri khusus yang ada di dalam buku Kunci Taksonomi Tanah yang membahas tentang Hapludalf beserta ciri khususnya.

Titik 3

 Epipedon

Epipedon molik karena memiliki pH tanah 7. PH tersebut didapat dengan menggunakan indikator universal sehingga pH yang didapatkan tidak akurat. Namun warna pada pH universal cenderung berada di pH 7 dan 8. Selain itu, horizon A memiliki warna gelap (10 YR 2/2) sampai kedalaman 30 cm. Tanah ini juga memenuhi syarat molik yaitu epipedon tergolong lembab selama 90 hari atau lebih secara kumulatif.  Endopedon

Endopedon argilik karena ditemukan adanya akumulasi liat pada perkembangan horisonnya, selain pada horizon endopedonnya memiliki tekstur berlempung kasar dan berlempung halus. Struktur gumpal dengan diameter 5-20 mm, dan keadaan konsistensi yang semakin ke bawah semakin plastis.

(45)

39  Ordo

Ordo alfisol karena memiliki horison argilik. Hardjowigeno (1987) menyatakan bahwa tanah alfisol tanah-tanah yang dicirikan dengan adanya penimbunan di horison bawah. Fraksi tanah liat yang didapat berasal dari pencucian horison di atasnya.

 Subordo

Sub ordo udalf karena memiliki ordo alfisol dengan rezim kelembapan udik. Rezim kelembapan udik dicirikan dengan keadaan tanah di lapang yang tidak pernah kering selama 90 hari kumulatif. Hal tersebut dibuktikan dengan keadaan tanah yang masih lembab ketika digali serta dari peta iklim mengenai sebaran curah hujan di Jawa Timur, dan juga terdapat kabut di daerah tersebut. Data curah BMKG karangploso satu tahun terakhir (2013-2014) menunjukkan tidak adanya bulan kering yang mencapai 3 bulan atau lebih (90 hari atau lebih) pada daerah Jatikerto.

 Great Group

Great-group hapludalf karena tidak terdapat penciri khusus atau merupakan udalf yang lain (tidak memiliki horison natrik untuk memenuhi syarat untuk Great Group Natrudalf, tidak memiliki horison glosik untuk memenuhi syarat klasifikasi Ferrudalf, Fraglossudalf, dan Glossudalf, tidak memenuhi syarat Kandiudalf dan Kanhapludalf karena tidak mempunyai horison kandik, tidak memenuhi syarat klasifikasi Paleudalf karena nilai hue tidak memenuhi).

 Subgroup

Sub-grup Typic Hapludalf karena tidak terdapat penciri khusus (merupakan sub-grup tanah yang lain).

Titik 4

 Epipedon

Epipedon molik karena memiliki pH tanah 7. PH tersebut didapat dengan menggunakan indikator universal sehingga pH yang didapatkan tidak akurat. Namun warna pada pH universal cenderung berada di pH 7 dan 8. Selain itu, horizon A memiliki warna coklat kegelapan (10 YR3/1) sampai kedalaman 52 cm. Tanah ini juga memenuhi syarat molik yaitu epipedon tergolong lembab selama 90 hari atau lebih secara kumulatif.

(46)

40  Endopedon

Endopedon argilik karena struktur gumpal dengan diameter 5-10 mm dan keadaan konsistensi yang sangat plastis. Menurut Hardjowigeno (1987), tanah liat memiliki sifat mudah untuk dibuat cincin dan hal tersebut berhubungan dengan plastisitas. Semakin plastis maka semakin mudah dibuat cincin dan hal tersebut menandakan pada horison yang diamati memiliki kandungan liat yang lebih tinggi.

 Ordo

Ordo alfisol karena memiliki horison argilik. Menurut Soil Survey Staff (1998), tanah alfisol adalah tanah yang tidak memiliki epipedon plagen dan memiliki horison argilik.  Subordo

Sub ordo udalf karena memiliki ordo alfisol dengan rezim kelembapan udik. Rezim kelembapan udik dicirikan dengan keadaan tanah di lapang yang tidak pernah kering selama 90 hari kumulatif. Hal tersebut dibuktikan dengan keadaan tanah yang masih lembab ketika digali serta dari peta iklim mengenai sebaran curah hujan di Jawa Timur, dan juga terdapat kabut di daerah tersebut.

 Great Group

Great-group hapludalf karena tidak terdapat penciri khusus atau merupakan udalf yang lain (tidak memiliki horison natrik untuk memenuhi syarat untuk Great Group Natrudalf, tidak memiliki horison glosik untuk memenuhi syarat klasifikasi Ferrudalf, Fraglossudalf, dan Glossudalf, tidak memenuhi syarat Kandiudalf dan Kanhapludalf karena tidak mempunyai horison kandik, tidak memenuhi syarat klasifikasi Paleudalf karena nilai hue tidak memenuhi).

 Subgroup

Sub-grup Typic Hapludalf karena tidak terdapat penciri khusus (merupakan sub-grup tanah yang lain).

Titik 5  Epipedon

Horison penciri permukaan pada titik pengamatan ke-5 kami klasifikasikan ke dalam epipedon Umbrik, karena horison bagian atas profil berwarna 10YR 2/2 saat lembab. Menurut Soil Survey Staff (1998), salah satu penciri horison Umbrik ialah horizon yang memiliki value sama dengan atau kurang dari 3 saat lembab dan kroma sama dengan atau

Gambar

Gambar 1. Peta Kelerengan
Gambar 2. Sketsa Struktur Tanah
Gambar 4. Batas horizon
Tabel 2. Kelas Kemampuan Lahan Titik Pengamatan A1(Komoditas Sengon)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul penelitian adalah Survei dan Pemetaan Bentuk Lahan Semidetil di Kecamatan Darmaga dan Sekitamya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kegiatan ini merupakan salah

Judul Penelitian : EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA LAHAN PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) KELOMPOK TANI TANI MAKMUR DESA SINAR MULYA

Penelitian yang berjudul “Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cengkeh ( Eugenia aromatica L. ) di Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten” ini bertujuan untuk : (1)

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “ EVALUASI KEKRITISAN LAHAN BERDASARKAN KERUSAKAN TANAH DI KECAMATAN MANDING, KABUPATEN SUMENEP

Hermawan Kurnia (0905101060002) – Evaluasi Kriteria Kesesuaian Lahan Komoditi Kakao (Theobroma cacao L.) di Desa Lutueng Kecamatan Mane Kabupaten Pidie, dibawah bimbingan

Dengan ini nama saya, R Budiono NIM: H0213035 Program Studi Ilmu Tanah menyatakan bahwa dalam skripsi saya yang berjudul “ Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Lada

Hasil survei contoh tanah sawah dengan luas 322 Ha dan hasil analisisa P- potensial tanah yang dapat dilihat pada Tabel 4, diperoleh lahan sawah berstatus P-potensial

Evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas Kayu Putih ( Melaleuca leucadendra ) dilakukan terhadap peta satuan lahan dengan skala 1:100.000. Evaluasi kesesuaian lahan