• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus: Seorang Wanita 55 Tahun dengan Stroke Non Hemoragik

N/A
N/A
Anne Kristania Wijaya

Academic year: 2023

Membagikan "Laporan Kasus: Seorang Wanita 55 Tahun dengan Stroke Non Hemoragik"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

Menyelesaikan tugas membaca Laporan Kasus sebagai salah satu rangkaian tugas Program Magang Dokter Indonesia. Stroke yang disebabkan oleh infark (dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi, patologi atau bukti lain yang menunjukkan iskemia otak, sumsum tulang belakang atau retina) disebut stroke iskemik. Perdarahan intrakranial terjadi pada parenkim atau ventrikel otak tanpa adanya trauma sebelumnya, sedangkan perdarahan subarachnoid terjadi pada rongga subarachnoid (antara membran arachnoid dan pia mater).

Stroke iskemik mempunyai angka kejadian stroke trombotik dan 31% merupakan stroke emboli) dengan mortalitas pada stroke trombotik ± 37% dan stroke emboli ± 60%. Oleh karena itu, laporan kasus ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk meninjau kembali penatalaksanaan stroke secara komprehensif yang mencakup pengobatan stroke pra-rumah sakit, terapi definitif di rumah sakit dan rehabilitasi, sehingga pasien dapat kembali mandiri dan memiliki kualitas hidup yang baik, serta pencegahan sekunder stroke bagi orang pasca trauma. Penatalaksanaan komprehensif ini bertujuan untuk mengurangi angka kematian dan kecacatan sehingga efektivitas biaya dan kualitas hidup prima dapat tercapai.

Pasien dibawa keluarganya ke IGD RSUD ZUS dengan keluhan lemas tiba-tiba pada bagian tubuh kiri, tanpa demam dan trauma saat hendak ke kamar mandi malam hari di SMRS. Leher : JVP R+2cm, trakea tengah, simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening leher (-), distensi vena leher. Thorax: Bentuk dada normal, simetris, ekspansi dada kanan = kiri, retraksi interkostal (-), pernafasan abdominothoracic, pelebaran interkostal (-), pembesaran kelenjar getah bening aksila.

Regs bo: SIC 2 garis buritan kanan. Regs onder: SIC IV garis parasternal kanan. Link bo: SIC II garis sternal kiri.

Pemeriksaan Fungsi Sensorik Dalam batas normal

Pemeriksaan Refleks Fisiologis

Pemeriksaan Refleks Patologis

Pemeriksaan Fungsi Otonom Dalam batas normal

Pemeriksaan Fungsi Koordinasi Dalam batas normal

ASSESSMENT Scoring

PLAN

PROGNOSIS

DEFINISI

EPIDEMIOLOGI

kependudukan dan disabilitas; 1,6% tidak berubah; 4,3% memburuk.2 Penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, dengan profil 11,8% berusia di bawah 45 tahun, 54,2% berusia 45-64 tahun, dan 33,5% berusia di atas 65 tahun. 3 Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut yang berpotensi menimbulkan permasalahan baru dalam pembangunan kesehatan nasional di masa depan.

ETIOLOGI

FAKTOR RISIKO

Bagi pasien gagal ginjal kronik, obat antihipertensi yang digunakan adalah penghambat enzim pengubah angiotensin atau penghambat reseptor angiotensin. Penderita dislipidemia disarankan untuk melakukan penyesuaian gaya hidup dan mendapatkan obat penghambat HMG-CoA reduktase (statin), terutama pada pasien berisiko tinggi seperti riwayat penyakit jantung koroner dan diabetes. Pada fibrilasi atrium non-katup, pasien diketahui mengalami fibrilasi atrium dengan skor CHA2 DS2-VASc.

Pada pasien PFO, beberapa faktor seperti adanya shunt kanan ke kiri (RLS) saat istirahat, RLS saat Valsava, atau PFO disertai aneurisma septum arteri atau peningkatan mobilitas septum intra-arteri diketahui berhubungan dengan kriptogenik. stroke, dimana bentuk tersering adalah stroke emboli yang tidak diketahui asalnya (ESUS). Pemeriksaan penunjang ini digunakan untuk melihat mikroemboli berdasarkan penyuntikan mikroemboli secara intravena dengan campuran saline dan udara dengan perbandingan 1 cc udara : 9 cc saline atau pada pasien non diabetes dapatkah menggunakan glukosa. Pada pasien stroke/TIA dengan PFO yang belum mendapat antikoagulan, sebaiknya diberikan antiplatelet, namun bila pasien juga menderita emboli vena, sebaiknya diberikan antikoagulan sesuai karakteristik stroke.

CEA profilaksis dapat dilakukan pada pasien dengan stenosis arteri karotis asimtomatik dengan seleksi yang ketat (angiografi minimal 60%, USG Doppler minimal 70%). Pemasangan stent arteri karotis profilaksis pada pasien dengan stenosis karotis asimtomatik dapat dipertimbangkan dengan seleksi yang ketat (bruits, angiografi ≥60%, USG Doppler ≥70% atau angiografi tomografi komputer (CTA) ≥80% atau angiografi resonansi magnetik (MRA) jika stenosis pada USG adalah antara 50-69%). Manfaat pemasangan stent arteri karotis (CAS) sebagai pengganti CEA pada pasien tanpa gejala yang berisiko tinggi untuk menjalani pembedahan masih belum jelas.

Terapi transfusi (yang ditujukan untuk menurunkan HbS dari >90% menjadi <30%) berguna untuk mengurangi risiko stroke pada anak-anak yang berisiko. Orang dewasa dengan SCD harus dinilai faktor risiko strokenya dan ditangani dengan tepat sesuai pedoman umum. Terapi penggantian hormon (estrogen dengan atau tanpa progestin) tidak dibenarkan sebagai pencegahan primer stroke pada pasien pascamenopause.

Kontrasepsi oral mungkin berbahaya pada pasien dengan faktor risiko tambahan seperti merokok dan riwayat kejadian tromboemboli. Mereka yang tetap memilih menggunakan kontrasepsi oral, meskipun dapat meningkatkan risiko, harus ditangani secara agresif untuk mengetahui faktor risiko stroke yang ada. Pada individu yang kelebihan berat badan dan obesitas, penurunan berat badan dinilai cukup beralasan untuk menurunkan risiko stroke.

DIAGNOSIS

PENCEGAHAN

Pada penderita hipertensi, asupan natrium yang dianjurkan adalah <2,3 g/hari dan asupan kalium >4,7 g/hari. Stroke hemoragik biasanya terjadi saat beraktivitas, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun, dan penyebab tersering adalah hipertensi yang tidak terkontrol, serta sakit kepala dan muntah.

Kelemahan pada salah satu bagian tubuh muncul secara tiba-tiba, tanpa didahului oleh demam dan trauma, merupakan keluhan khas yang sering dijumpai pada pasien stroke. Faktor risiko stroke secara umum dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat diubah termasuk usia, dengan pasien berusia di atas 55 tahun dua kali lebih mungkin terkena stroke.

Selain itu, riwayat stroke sebelumnya yang dimiliki pasien juga meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke berulang pada pasien. Pasien juga mempunyai riwayat hipertensi yang tidak diobati secara teratur dimana tekanan darah tinggi dapat merusak pembuluh darah arteri yang menyuplai darah ke otak, riwayat hipertensi ini juga ditemukan pada kakak laki-laki dan ibu pasien. Dalam penelitian penunjang laboratorium, pasien ditemukan mengalami hiperkolesterolemia sebesar 257 mg/dL, dimana kadar kolesterol tinggi merupakan faktor risiko stroke.

Untuk memastikan diagnosis stroke, idealnya dilakukan CT scan untuk membedakan jenis stroke hemoragik dan non-hemoragik. Namun karena pemeriksaan CT scan tidak dapat dilakukan di semua area, maka diagnosis stroke berdasarkan etiologi dapat dibantu dengan skor antara lain skor Hasanudin, algoritma Gadjah Mada, dan Skor Stroke Siriraj. Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang menunjukkan bahwa diagnosis awal pasien ini adalah stroke nonhemoragik.

Hal ini dikarenakan pasien mempunyai riwayat penyakit stroke dengan beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi kondisi pasien. Gejala dapat ditemukan pada anamnesis, terutama kelemahan mendadak pada salah satu sisi tubuh, yang tidak diawali dengan demam atau trauma. Prognosis pasien ini patut dipertanyakan, hal ini dikarenakan pasien mempunyai riwayat penyakit stroke dengan beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kondisi pasien.

Gambar

Tabel Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark Berdasarkan Tandanya.
Tabel Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis
Tabel Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik
Tabel Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

SKA yang merupakan keadaan gawat darurat dari Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang terdiri dari: infark miokard akut dengan elevasi segment ST (STEMI), infark miokard akut

Berdasarkan analisis data pada penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan kadar SGOT pada pasien ST-Elevasi Miokard Infark (STEMI) dan

melaporkan bahwa pasien dengan infark miokard akut (IMA) dengan segmen ST elevasi. (STEMI) yang menjalani PCI primer, peningkatan kadar RDW saat

Diagnosis ST elevation myocardial infarction (STEMI) dapat ditegakkan apabila didapatkan adanya nyeri dada khas infark yang terjadi pada saat istirahat selama &gt; 20 menit,

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi

Kesimpulan:Tidak terdapat perbedaan yang signifikan ratio de ritis (SGOT/SGPT) dengan troponin I pada pasien infark miokard elevasi ST (STEMI) dengan elevasi non segmen ST

ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI) merupakan suatu kondisi yang terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses