• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN PENELITIAN DASAR KEILMUAN (PDK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN PENELITIAN DASAR KEILMUAN (PDK)"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PENELITIAN DASAR KEILMUAN (PDK)

NILAI KARAKTER PADA NASKAH WAWACAN SAMUN: KAJIAN STRUKTURAL

Tim Pengusul:

Trie Utari Dewi, S.S., M.Hum. (0321079001) Syarif Hidayatullah, M.Pd. (0302088802) Nur Aini Puspitasari, M.Pd. (0311028402)

Nomor Surat Kontrak Penelitian: 201/F.03.07/2020 Nilai Kontrak: Rp 8.000.000,-

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR HAMKA

2021

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENELITIAN DASAR KEILMUAN (PDK) Judul Penelitian

Nilai Karakter Pada Naskah Wawacan Samun: Kajian Struktural) Jenis Penelitian : PENELITIAN DASAR KEILMUAN (PDK) Ketua Peneliti :Trie Utari Dewi, S.S., M.Hum

Link Profil simakip :http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/1088

Contoh link: http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/978 Fakultas : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Anggota Peneliti :Syarif Hidayatullah, M.Pd

Link Profil simakip :http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/986

Contoh link: http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/978

Anggota Peneliti :Nur Aini Puspitasari, M.Pd

Link Profil simakip :http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/840

Contoh link: http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/978

Waktu Penelitian : 6 Bulan Luaran Penelitian

Luaran Wajib :Jurnal Nasional Terakreditasi Sinta 3 Status Luaran Wajib : In Review

Luaran Tambahan :Prosiding Status Luaran Tambahan:Submitted

Mengetahui, Jakarta, 18 Maret 2021

Ketua Program Studi Ketua Peneliti

Dr. Prima Gusti Yanti, M.Hum Trie Utari Dewi, S.S., M.Hum

NIDN. 0007086601 NIDN.0321079001

Menyetujui,

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Ketua Lemlitbang UHAMKA

Dr. Desvian Bandarsyah, M.Pd Prof. Dr. Suswandari, M.Pd

NIDN.0317126903 NIDN. 0020116601

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Naskah merupakan warisan budaya bangsa yang harus dirawat dan dipelihara. Salah satu cara untuk memelihara teks naskah yaitu dengan mengungkap isi kandungan yang terdapat di dalamnya. Pada naskah wawacan Samun belum terungkap nilai kandungan yang terdapat di dalamnya. Untuk itu, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengungkap nilai karakter yang terdapat di dalamnya agar dapat dijadikan pedoman kehidupan bagi generasi penerus bangsa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif analisis dengan pendekatan struktural dengan teori naratif A.J. Greimas. Penelitian ini diawali dengan mengidentifikasi struktur aktan pada cerita Wawacan Samun, dilanjutkandengan menyusun model fungsional untuk melihat pergerakan cerita dari awal hingga akhir. Adapun teknik analisis yang digunakan adalah dengan teknik simtak dan catat. Hasil analisis yang diperoleh pada naskah Wawacan Samun memiliki lima skema aktan dan model fungsional yang terdiri dari tahap situasi awal, tahap transformasi, dan tahap situasi akhir. Nilai karakter yang terdapat dalam naskah Wawacan Samun antara lain adalah 1) Bertanggung Jawab; 2) Amanah dan Jujur; 3) Hormat dan Santun; 4) Kasih Sayang dan Peduli; 5) Kerja Keras dan Pantang Menyerah; 6) Adil dan Kepemimpinan; 7) Baik dan Rendah Hati; serta 8) Toleran.

Nilai karakter yang terdapat dalam wawacan Samun dapat dijadikan pedoman hidup bagi generasi muda saat ini.

Kata Kunci : Nilai Karakter, Naskah Wawacan Samun, Struktural

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ………. i

HALAMAN PENGESAHAN………... ii

SURAT KONTRAK PENELITIAN………... iii

ABSTRAK………... v

DAFTAR ISI……….. vi

BAB 1. PENDAHULUAN………. 1

1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Identifikasi Masalah……….. 2

1.3 Tujuan Khusus Penelitian………. 2

1.4 Urgensi Penelitian……… 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA……….... 3

BAB 3. METODE PENELITIAN ………. 6

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 8

4.1 Hasil……….. 8

4.2 Pembahasan……….. 9

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN………. 29

5.1 Kesimpulan……… 29

5.2 Saran……….. 29

BAB 6 LUARAN YANG DICAPAI ………. 30

BAB 7 RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEKSI HILIRISASI………. 32

7.1 Hasil Penelitian……….. 33 7.2 Rencana Tindak Lanjut………. 33

LAMPIRAN……… 34

(7)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Naskah merupakan warisan budaya tulis yang harus dilestarikan baik fisiknya maupun teksnya. Upaya pelestarian fisik naskah telah dilakukan oleh lembaga yang menyimpan atau mengumpulkan naskah Nusantara seperti perpustakaan dan museum. Adapun penyelamatan naskah dalam bentuk teks adalah dengan cara mengungkap isi kandungan yang terdapat di dalamnya. Namun, untuk dapat mengetahui isi kandungan dalam naskah tidaklah mudah.

Untuk mengetahui isi kandungan dalam naaskah, peneliti harus mengetahui bahasa dan aksara yang digunakan pada naskah tersebut. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh (Dewi, 2016) bahwa pembaca tidak mengerti isi naskah karena terkendala dalam memahami aksara dan bahasa yang terdapat dalam naskah.

Adapun isi kandungan dalam naskah Nusantara sangatlah beragam, salah satunya adalah nilai karakter yang terdapat dalam naskah. Penelitian terhadap nilai karakter pada naskah banyak dilakukan oleh para peneliti dikarenakan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan di sepeprti mengetahui cara mendidik anak agar memiliki kepribadian yang baik (Fitriani, dkk, 2019). Mengungkap nilai karakter dalam naskah juga dapat dilihat dari gambar-gambar atau iluminasi yang memiliki simbol-simbol atau makna tertentu tentang karakter seorang pemimpin yang harus memiliki kesucian hati, kerendahan hati, berani, berwibawa, dan disegani oleh rakyat serta religius(Ekowati, dkk, 2017). Selain itu, dengan diungkapnya nilai karakter pada naskah, maka dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pembelajaran sastra yang dapat memberikakn contoh dan penanaman nilai karakter pada siswa (Supriyono, dkk, 2018).

Penelitian-penelitian relevan tersebut menunjukkan bahwa analisis nilai karakter pada naskah merupakan penelitian yang penting dilakukan, mengingat kondisi moral masyarakat saat ini yang semakin mengkhawatirkan. Menurunnya moral masyarakat dan krisis sosok kepemimpinan saat ini juga menjadi alasan bagi peneliti untuk melakukan penelitian terkait nilai karakter yang terdapat dalam naskah. Hal ini bertujuan untuk memelihara teks naskah dengan mengungkapkan isi kandungan yang terdapat di dalamnya sekaligus mengenalkan budaya bangsa serta mewariskan kepada generasi penerus terkait karakter bangsa yang sesungguhnya agar dapat dijadikan pedoman hidup.

(8)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan larat belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalah dalam penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana struktur dalam naskah Wawacan Samun?

2. Bagaimana isi kandungan nilai karakter yang terdapat dalam naskah Wawacan Samun?

1.3 Tujuan Khusus Penelitian

Tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui struktur serta nilai karakter yang terdapat dalam naskah Wawacan Samun.

1.4 Urgensi Penelitian

Penelitian ini sangat penting dilakukan sebagai bentuk upaya dalam memberikan contoh kepada pembaca sebagai bentuk contoh nilai karakter bagi generasi penerus bangsa. Hal ini dikarenakan, naskah merupakan salah satu warisan budaya bangsa yang seharusnya dapat terungkap isi dan pesan yang terkandung di dalamnya agar dapat dijadikan pembelajaran.

Mengingat masyarakat generasi muda yang kurang tertarik dalam membaca naskah kuno.

Untuk itu pentingnya dilakukan analisis terhadap isi kandungan dalam naskah lama.

(9)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Naskah kuno atau biasa dikenal dengan manuskrip adalah dokumen kuno yang tertulis atau ditulis tangan, berisi fakta dan bukti tentang pengetahuan maupun adat istiadat pada masa lampau (Bahar, 2015; Latiar, 2018). Wawacan Samun merupakan salah satu manuskrip dari koleksi naskah yang terdapat di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) dengan nomor koleksi SD 187. Naskah yang merupakan warisan budaya bangsa ini sudah selayaknya dijaga baik secara fisik naskah maupun teks. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Primadesi (2010 dalam Latiar, 2018) bahwa terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan dalam pelestarian naskah kuno, yaitu pendekatan terhadap fisik naskah dan pendekatan terhadap teks atau isi dalam naskah. Dengan menjaga dan mengkaji naskah sebagai warisan bangsa, maka secara tidak langsung kita telah melestarikan dan mengenalkan warisan budaya bangsa kepada masyarakat luas dengan cara mengungkap isi kandungan yang terdapat dalam naskah.

Penelitian terhadap wawacan bukanlah suatu hal yang baru. Selain analisis terhadap struktur pada wawacan tersebut, terdapat pula nilai-nilai lainnya seperti nilai dan nilai etnopedagogik pada naskah Wawacan Simbar Kancana. Dalam penelitian tersebut terungkap adanya tujuh unsur budaya dan empat catur jati diri insan yang merupakan nilai etnopedagogik (Ropiah, 2015). Nilai budaya yang terkandung dalam wawacan juga terdapat pada naskah Sunda seperti Wawacan Sulanjana, Wawacan Nabi Yusuf, Wawacan Muslimin Muslimat, serta Wawacan Raden Kuda Gambar Sari (Ruhaliah, 2012). Hal tersebut menunjukkan bahwa wawacan memiliki peranan dalam kehidupan masyarakat. Peranan naskah wawacan dalam kehidupan pernah dilakukan oleh Reisa Rizkia Fauziah dalam skripsinya yang berjudul Peranan Naskah Wawacan Dalam Kehidupan Masyarakat Sunda

“Studi Kasus: Ieu Wawacan Papatah Pranata Ka Caroge” pada tahun 2019. Hasil dari penelitian tersebut mengungkapkan bahwa naskah wawacan yang berjudul Ieu Wawacan Papatah Pranata ka Caroge mengajarkan ajaran-ajaran Islam kepada kaum lelaki dan perempuan dalalm memilih jodoh dan membina rumah tangga yang sakinah. Sebagaimana isinya, wawacan memiliki peranan dalam menyebarkan Islam ke seluruh lapisan masyarakat Sunda (Fauziah, 2019). Hal ini menunjukkan bahwa pelestarian naskah kuno merupakan subjek penting bagi para ilmuwan maupun berbagai jenis institusi (Latiar, 2018).

(10)

Upaya penyelamatan terhadap teks naskah wawacan Samun telah dilakukan oleh Munawar Holil pada tahun 2018 dengan Judul Aksaran dan Terjemahan Teks Wawacan Samun Jillid 1. hal serupa juga dilakukan oleh Irna Kayati Dewi dengan judul Wawacan Samun, Salah Satu Cerita dalam Kesenian Gaok di Daerah Majalengka: Edisi Teks dan Terjemahan. Kedua penelitian tersebut mengungkap kesalahan terhadap isi teks serta hasil suntingan dan terjemahannya (Holil, Dewi, 2012). Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti struktur dan mengungkap nilai karakter yang terdapat dalam naskah wawacan Samun. Dengan diungkapnya nilai karakter pada naskah wawacan Samun, dengan begitu akan memudahkan pembaca dalam memahami isi kandungan dalam naskah secara langsung, serta menjadikannya pedoman dalam kehidupan. Sehingga pembaca dapat mengetahui warisan budaya bangsa dan mengenal karakter bangsa yang sesungguhnya.

Untuk dapat mengungkap isi kandungan dalam naskah, maka peneliti menggunakan pendekatan struktural. Analisis struktur merupakan langkah awal dalam proses analisis.

Tanpa analisis struktur maka keutuhan makna instrinsik tidak akan terungkap (Teeuw dalam Wahyono, 2016). Robert Stanton membagi karya sastra menjadi dua, yaitu fakta cerita dan sarana cerita. Fakta cerita terdiri dari alur, tokoh, latar, dan tema. Sedangkan sarana cerita terdiri dari judul, sudut pandang, gaya bahasa dan nada, simbolisme, dan ironi (Stanton, 2012 dalam Sulistianingsih, 2016)

Roadmap Penelitian

Penelitian tentang nilai karakter dan kajian terhadap karya sastra lama atau naskah kuno sudah dilakukan oleh peneliti sejak tahun 2018 dengan judul “Pembelajaran Filologi Sebagai Salah Satu Upaya Dalam Mengungkap dan Membangun Karakter Suatu Bangsa”

yang terbit pada jurnal Kaganga Vol. 1, No. 1 2018. Pada penelitian berikutnya di tahun 2019 peneliti juga telah meneliti karya sastra lama berupa naskah kuno dengan judul “Study of Religious Aspect in Ghulam Hicays: Heurmeneutic Perspective” yang telah terbit pada Proceedings of the International Conference On Education, Language and Society (ICELS 2019) dan terindeks scopus. Pada tahun ini peneliti akan melakukan penelitian terkait dengan nilai karakter pada naskah Wawacan Samun sebagaimana roadmap penelitian berikut:

(11)
(12)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa penelitian kualitatif deksriptif. Sumber data penelitian ini adalah naskah yang sudah di tranlitersi dan diterjemahkan oleh Munawar Holil dalam bentuk buku yang berjudul Alih Aksara dan Terjemahan Teks Wawacan Samun Jilid 1. Naskah asli Teks Wawacan Samun terdapat di Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan nomor koleksi SD. 187. Teknik studi pustaka digunakan dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data yang bersumber dari buku utama sebagai objek kajian penelitian serta naskah aslinya, dan sumber lainnya berupa buku-buku atau jurnal dan karya ilmiah lainnya sebagai sumber referensi yang mendukung penelitian. Adapun teknik analisis yang digunakan yaitu dengan teknik simak dan catat.

Peneliti membaca dan menyimak baik-baik isi dari naskah Wawacan Samun dan mencatat poin-poin terkait dengan identifikasi masalah dan tujuan penelitian. Tahap yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan mengumpulkan sumber referensi terkait penelitian relevan melalui artikel pada jurnal-jurnal. Berikutnya peneliti mengumpulkan data dengan mencermati isi naskah Wawacan Samun yang telah dialihaksarakan dan diterjemahkan oleh Munawar Holil dengan judul “Alih Aksara dan Terjemahan Teks Wawacan Samun Jilid 1”.

Penulis juga memperhatikah teks aslinya pada naskah Wawacan Samun yang terdapat pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan nomor koleksi SD. 187. Selanjutnya, peneliti mengidentifikasi dan menganalisis data-data yang diperoleh sesuai dengan identifikasi masalah penelitian.

(13)

Diagram Alir Penelitian

Penelitian dimulai dari identifikasi masalah, yaitu terkait dengan struktur dan nilai karakter pada naskah Wawacan Samun, lalu dilanjutkan dengan pencarian sumber referensi dari penelitan yang relevan. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data terhadap objek kajian penelitian. Setelah data terkumpul, data diidentifikasikan sesuai dengan rumusan masalah dan dianalisis. Setelah data dianalisis, dilakukan uji keabsahan dengan cara pengecekan ulang agar tidak terjadi kesalahan dalam identifikasi dan analisis data. Hasil temuan sesuai dengan identifikasi dan tujuan penelitian.

(14)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat lima skema aktan dalam naskah WS dengan tokoh laki-laki berfungsi sebagai aktan yang menggerakkan cerita dalam teks naskah WS. Aktan-aktan tokoh laki-laki selalu hadir di setiap skema pada cerita ini.

Samun yang iri dengan Gandasari karena lebih disayang oleh orang tuanya membuat ia berniat untuk menyingkirikan Gandasari dari rumahnya. Hal ini tergambarkan pada skema pertama, saat Samun melakukan kejahatan dengan memfitnah dan mengusir Gandasari dari rumah. Oleh karena itu, Gandasari berkeinginan untuk mencari kakaknya, Gandawerdaya, dan menjadi subjek pada skema ke tiga. Dalam perjalanan untuk bertemu kakaknya, Gandasari menghadapi banyak kejadian. Salah satunya ialah ketika ia bertemu kembali dengan Samun dan dan hendak membantunya menyelamatkan putri raja. Ketika Gandasari berhasil menyelamatkan putri raja, ia dijebak oleh Samun dan didorong ke sumur. Samun berbohong kepada raja, dan berkata bahwa ia yang telah berhasil menyelamatkan putri dari raksasa. Namun ternyata, Gandasari berhasil menyelamatkan diri dan membuktikan kepada raja bahwa ialah yang telah menyelamatkan putri raja. Lalu ia mengalahkan Samun di hadapan raja dan berhasil menjadi raja dengan menikahi putri yang telah diselamatkannya.

Hingga akhirnya ketika Gandawerdaya mengalami permasalahan pada kerajaannya, Gandasari dapat bertemu dengan kakaknya. Gandasari berhasil menolong dan menyelamatkan kerajaan Gandawerdaya dari ancaman raja Nurselan yang ingin merebut istrinya dan mengalahkan kerajaannya. Dengan demikian, baik secara struktur maupun isi cerita dalam naskah WS menunjukkan bahwa sikap dan perilaku baik seseorang mampu mewujudkan apa yang diinginkannya dan menjadikannya sebagai pemimpin besar, serta mampu mengalahkan segala bentuk kejahatan.

Adapun model fungsional pada naskah WS menunjukkan bahwa cerita dalam naskah WS bergerak dari situasi awal hingga situasi akhir walaupun cerita dalam teks tersebut memiliki alur campuran dan episode yang beragam.

Analisis nilai karakter yang terdapat pada naskah Wawacan Samun dapat dilihat dari kata-kata maupun tindakan/perilaku para tokoh, baik tersurat maupun tersirat. Hasil temuan dan analisis terhadap nilai karakter dalam naskah Wawacan Samun Samun antara lain adalah 1) Bertanggung Jawab; 2) Amanah dan Jujur; 3) Hormat dan Santun; 4) Kasih Sayang,

(15)

Peduli, dan Kerjasama; 5) Percaya Diri, Kreatif, Kerja Keras, dan Pantang Menyerah; 6) Adil dan Kepemimpinan; 7) Baik dan Rendah Hati; serta 8) Toleran.

4.2 Pembahasan

Analisis Struktural Pada Naskah Wawacan Samun Skema 1

Skema pertama diambil dari pupuh Pupuh 2 Kinanti, Pupuh 3 Gambu, dan Pupuh 10 Durma yang menceritakan tentang kepergian Gandasari dari rumah Bapak Samun. Pada skema ini, yang bertindak sebagai pengirim adalah keinginan Samun untuk menyingkirkan Gandasari, sedangkan subjeknya adalah Samun. Samun sengaja mengerjai Gandasari ketika di hutan dan memfitnahnya di hadapan ibu Samun agar dapat mengusirnya dari rumah.

Kata si Samun, “Iya memikul Kehabisan oleh si malas, Oleh saya disuruh pergi,

Jangan memelihara orang malas,

Biarlah sendirian supaya tenanng”. (Pupuh 3, Gambuh, bait ke 5)

Penerima dalam skema ini adalah Gandasari dan Ibu Samun. Fitnah yang dilakukan oleh Samun membuat Gandasari terusir dari rumah Bapak Samun. Dan akibat kebergian Gandasari, Ibu Samun menjadi sedih dan khawatir. Dan objek dalam skema ini adalah kepergian Gandasari.

Si Samun sedang bicara begitu, Gandasari datang memikul, Si Samun lalu berkata,

“Asep sekarang kata ibu, Janganlah menginjak golodok.

Kasarnya raden diusir”. (Pupuh 3, Gambuh, bait ke 6-7) Mau bertanya ambu Samun,

“Mana raden Gandasari, Kok tadi seperti memikul”.

Si Samun segera bicara.

….

Ambu Samun menangis histeris,

Lalu turun hendak menyusul, (Pupuh 3, Gambuh, bait ke 9-10)

Penolong dalam skema ini adalah perintah ibu Samun agar Gandasari dan Samun memperbaiki rumah. Hal ini menjadi kesempatan Samun untuk mengajak Gandasari ke hutan mencari kayu dan mengerjai Gandasari. Setelah itu ia pulang terlebih dahulu dan memfitnah Gandasari di hadapan ibunya.

Ibu Samun lalu berujar,

“Coba asep sekarang,

Dengan si Samun sambil bermain,

(16)

Perbaiki rumah ini, (Pupuh 2, KINANTI, bait ke 12)

Adapun penentang dalam skema ini adalah Bapak Samun. Setelah pulang dari laut, Bapak Samun sangat marah kepada Samun ketika mengetahui Gandasari pergi dari rumah.

Lalu Samun diancam oleh bapaknya agar dapat menemukan Gandasari.

Oleh Bapaknya si Samun dilempari, Bapaknya sangat kejam,

Kamu jangan dating,

Kalau asep tidak terbawa, (Pupuh 10, DURMA, bait ke dua)

Skema 2

Skema dua diambil dari Pupuh 5 Sinom dan Pupuh 6 Magatru, yang menceritakan tentang Raja Darmis yang ingin menyembuhkan Putri Satiawati dari penyakitnya. Keinginan Raja Darmis tersebut bertindak sebagai pengirim dalam skema ini.

Ucap kanjeng Raja,

“Paman diundang oleh kami, Mau minta toat aku,

Tolong sebutkan anakku, Penyakitnya tidak sadar, Tiba-tiba saja tadi malam, Tidak bisa diobati,

Begitu kesusahan kami”. (Pupuh 5, SINOM, bait ke 9)

Objek dalam skema ini adalah Gandawerdaya. Gandawerdaya merupakan pria tampan yang ada dalam mimpi putri Satiawati sehingga membuatnya tidak sadarkan diri dan menjadi sakit. Sedangkan subjek dalam skema ini adalah Raja Darmis yang memerintahkan Raden Patih untuk menemukan Gandawerdaya. Penolong dalam skema ini adalah Ki Nujum/embah Raidin dan Raden Patih. Ki Nujum merupakan orang pintar yang memberitahu penyebab dari penyakitnya putri Satiawati. Adapun Ki Patih merupakan orang yang berhasil membantu raja membawa Gandawerdaya. Penerima dari skema ini adalah Gandawerdaya dan Nakhoda.

Gandawerdaya merupakan anak angkat dari Nakhoda. Patih menyampaikan maksud dan tujuannya datang ke rumah Nakhoda untuk membawa Gandawerdaya ke hadapan raja sebagaimana perintah raja. Untuk itu, Nakhoda bersama Gandawerdaya berangkat untuk menghadap raja.

“Nun gusti putra turunan, Itu yang sangat tampan,

Pengirim Objek Penerima

Penolong Subjek Penentang

Keinginan Samun menyingkirkan Gandasari

Kepergian Gandasari Gandasari & Ibu Samun

Perintah Ibu Samun Samun Bapak Samun

(17)

Anak pungut Ki Nakhoda, Tampan tak ada tanding, Silakan sekarang gusti, Segera menyuruh memanggil, Sebab jodoh agan puteri, Karena tanda-tandanya datang,

Silahkan saja putri gusti nanti sehat”. (Pupuh 5, SINOM, bait ke 12) Raden patih segera memecut kudanya,

Sampai ke rumah nakhoda, (bait ke 3) Kakang dipanggil ke Negara,

Kanjeng raja menunggu. (bait ke 10) Dan ini putra kakang jangan ketinggalan,

Oleh rayi harus dibawa”. (Pupuh 6, MAGATRU, bait ke 11)

Tidak ada penentang dalam skema ini, karena setelah Gandawerdaya menemui raja, ia bersedia untuk menikahi putri Satiawati.

Skema 3

Skema tiga diambil dari Pupuh 8 Asmarandana, Pupuh 15 Asmarandana, Pupuh 25 Sinom, Pupuh 27 Kasmarandana, Pupuh 28 Kasmaran, dan Pupuh 30 Magatru yang menceritakan pencarian Gandawerdaya oleh Gandasari. Pada skema ini yang berindak sebagai pengirim adalah keinginan Gandasari untuk mencari Gandawerdaya. Awal mulanya, Gandasari terpisah oleh Gandawerdaya karena Gandasari diangkat anak oleh bapak Samun, sedangkan Gandawerdaya diangkat anak oleh Nakhoda. Ketika Gandasari diusir oleh Samun, ia hendak mencari kakaknya, Gandawerdaya. Pencarian Gandasari terhadap Gandawerdaya inilah yang menjadi objek dalam skema ini. Adapun subjek dalam skema ini adalah Gandasari yang berusaha untuk bertemu dengan Gandawerdaya.

“Adapun engkang awalnya nyai,

Hendak mencari saudara. (Pupuh 8, Asmarandana, bait ke 16) Nyai sekarang ini engkang,

Pamit mau mencari saudara,

Ingin bertemu sudah lama. (Pupuh 15, Asmarandana, bait ke 19)

Penerima dari skema ini adalah Gandawerdaya dan Dewi Asmaya. Dalam perjalanan mencari Gandawerdaya, Gandasari justru menikah dengan Dewi Asmaya karena ia berhasil menyelamatkan Dewi Asmaya dari raksasa yang menculiknya. Setelah menikah dengan Dewi Asmaya, barulah ia bertemu dengan Gandawerdaya.

Putri kepada ayahnya berkata itu Raden Gandasari, Yang mengambilku dari Gua,

Pengirim Objek Penerima

Penolong Subjek

Keinginan Raja Darmis untuk menyembuhkan putrinya

Gandawerdaya

Gandawerdaya dan Nakhoda

Ki Nujum/embah Raidin dan Raden Patih

Raja Darmis

(18)

Ya itu saya tidak lupa, (Pupuh 25, Sinom, bait ke 8) Gandasari dari kuda lalu turun,

Kakaknya sudah kelihatan, Gandawerdaya lalu memburu, Gandasari memburu juga,

Sudah bertemu langsung berpelukan. (Pupuh 30, Magatru, bait ke 13)

Pertemuan antara Gandasari dengan Gandawerdaya karena mimpi dari Setiawati tentang perang yang akan terjadi. Mimpi tersebut diberitahukan ke embah nujum Sidik agar dapat diketahui cara mengatasinya. Dan Nujum Sidik menyampaikan bahwa yang dapat menolong kerajaan Gandawerdaya dari perang adalah adiknya sendiri, yaitu Gandasari, Raja Negara Minambar. Maka yang bertindak sebagai penolong dari skema ini adalah mimpi Putri Setiawati dan embah Nujum Sidik.

Istrinya Setiawati,

Sedang tidur Setia bermimpi,

Bermimpi Negara kebakaran, Api menyentuh tanah,

Lalu hujan besar menyiram. (Pupuh 27, Kasmarandana, bait ke 14 dan 15) Siapa yang bakal mengalahkan,

Dan siapa lagi namanya, Menjawab lagi Ki Nujum,

Menurut saya adik gusti, Tinggal di Negara Minambar, Menjadi raja baru saja,

Yang dapat adik gusti,

Sebab sakti mandraguna, (Pupuh 28, Kasmaran, bait ke 8 sampai 10)

Dalam skema ini tidak terdapat penentang karena upaya Gandasari untuk dapat pergi ke kerajaan Gandawerdaya didukung oleh istrinya dan mertuanya.

Skema 4

Skema empat diambil dari Pupuh 16 Kinanti, Pupuh 19 Pangkur, Pupuh 20 Durma, Pupuh 21 Kinanti, Pupuh 22 Magatru, dan Pupuh 25 Sinom, yang menceritakan tentang upaya penyelamatan Dewi Asmaya. Raja Mangkurat menyebarkan sayembara bagi siapa yang mampu menghadapi raksasa dan menyelamatkan Dewi Asmaya, maka akan dinikahkan

Pengirim Objek Penerima

Penolong Subjek

Keinginan mencari Gandawerdaya

Pencarian Gandawerdaya Gandawerdaya dan

Dewi Asmaya

mimpi Putri Setiawati dan

embah Nujum Sidik Gandasari

(19)

dengan putrinya tersebut. Pada skema ini yang bertindak sebagai pengirim adalah keinginan untuk mendapatkan anak raja.

Gusti sedang sayembara,

Ayo pergi akang barangkali berani, Barangkali mendapat anak raja,

Tentu punya putri cantik. (Pupuh 16, Kinanti, bait ke 15)

Istri Samun yang mendengar sayembara raja menyuruh Samun untuk mengikuti sayembara tersebut karena merasa tidak kuat melayani Samun karena perilakunya yang malas dan banyak keinginannya. Pada skema ini yang bertindak sebagai subjek adalah Samun. Ia menuruti keinginan istrinya untuk mengikuti sayembara dan mendapatkan putri raja. Untuk mendapatkan putri raja, ia harus berhasil mengalahkan raksasa dan menyelamatkan putri Asmaya. Samun ditemani Gandasari berupaya menyelamatkan putri raja. Penerima pada skema ini adalah Putri Asmaya dan gandasari. Putri Asmaya adalah putri raja yang ingin didapatkan oleh Samun, namun pada akhirnya yang berhasil mendapatkan putri Asmaya adalah Gandasari. Putri Asmaya juga merupakan objek pada skema ini.

Si Samun sedang bimbang hati, Kalau Gandasari tidak ada,

Putri tentu milik aku, (Pupuh 21, Kinanti, bait ke 10)

Penolong pada skema ini adalah . Gandasari membantu Samun melawan raksasa yang menculik putri raja. Namun ketika Gandasari telah berhasil menyelamatkan putri raja. Ia dijebak oleh Samun, dan Samun membohongi utusan raja yang menunggu di pinggir gunung, seakan-akan ia yang telah berhasil menyelamatkan putri dan mengalahkan raksasa. Padahal yang sebenarnya telah berhasil mengalahkan raksasa dan menyelamatkan putri Asmaya adalah Gandasari. Namun ketika akan perjalanan pulang, Samun menjebak Gandasari dan menjatuhkannya ke dalam sumur. Ketika bertemu raja, Samun berbohong dan menceritakan bahwa adiknya, Gandasari, telah dimakan oleh raksasa, dan ia berhasil membunuh raksasa.

Badik kecil ditusukkan kepada raksasa, Ngagerung lalu mati,

Matinya bugigig,

Gandasari lalu pergi, (Pupuh 20, Durma, bait ke 16)

Didorong oleh si Samun, Kaget hati Gandasari, Melayang jatuh ke bawah, Ilmunya semua lupa,

Sebab kaget hatinya, (Pupuh 21, Kinanti, bait ke 15) Dikisahkan yang menunggu,

Yang menunggu empat saksi, Pada kaget putri dapat, Mengapa Samun terlalu,

Yang gagah perkasa, (Pupuh 21, Kinanti, bait ke 17)

(20)

Raksasa sedang mengunyah adik saya, Saya dari belakang lalu menyodok, Dua tiga kali,

Sekali raksasa itu mati. (Pupuh 22, MAGATRU, bait ke 9)

Penentang dari skema ini adalah . Ketika Samun melihat jejak kaki raksasa, ia merasa ketakutan hingga terkencing-kencing dan mengajak Gandasari untuk kembali pulang. Namun Gandasari menolak dan tetap melanjutkan untuk menyelamatkan putri raja dari raksasa.

Raksasa yang marah melihat Gandasari, mencoba untuk membunuh Gandasari. Namun Gandasari berhasil mengalahkan raksasa. Karena Samun telah menjebak Gandasari, akhirnya ia menantang Samun untuk membuktikan kepada raja bahwa ialah yang sebenarnya berhasil mengalahkan raksasa, sehingga sepantasnya ia yang menikah dengan putri raja.

Si Samun sudah melihat jejak,

Gemeteran sambbil terkencing-kencing,

Samun bersikukuh mengajak pulang,

Gandasari terus saja maju, (Pupuh 19, Pangkur, bait ke 17 dan 18) Raksasa marah lalu terbang mengangkasa,

Gandasari terlihat lagi,

Disabet oleh raksasa, (Pupuh 20, Durma, bait ke 11) Gandasari melambaikan tangan,

Serta sambil berkata, Akang jangan dicari, Cepat lihat ini aku,

Cepat ayo tusuk lagi, (bait ke 7) Raden patih lalu berkata, Coba asep gandasari,

Samun lawan dengan sungguh-sungguh, (bait ke 12) Si samun hendak melarikan diri,

Ditangkap oleh Gandasari,

Dilemparkan saja si Samun,

Jatuhnya ke tengah lautan, (Pupuh 25, SINOM, bait ke 13)

Skema 5

Skema lima diambil dari Pupuh 31 Dangdanggula, Pupuh 32 Pangkur, Pupuh 37 Sinom, Pupuh 38 Kinanti, dan Pupuh 42 Durma yang menceritakan tentang penculikan nyi Setiawati oleh Raja Nurselan. Pada skema ini yang bertindak sebagai pengirim adalah ingatan raja Nurselan yang telah melamar putri raja Darmis saat usia tujuh bulan. Dan saat ini ia ingin

Pengirim Objek Penerima

Penolong Subjek Penentang

keinginan mendapat anak raja

Gandasari dan kebohongan Samun

Putri Asmaya

Samun

Putri Asmaya dan Gandasari

ketakutan Samun, Raksasa dan Gandasari

(21)

menikahi nyi Satiawati yang sudah besar. Saat hendak menculik nyi Satiawati, di istana Raja Darmis ada Putri Asmaya. Raja Nurselan tidak tahu mana yang merupakan nyi Satiawati, sehingga keduanya diculik oleh Raja Nurselan. Penerima dalam skema ini adalah Nyi Satiawati dan Putri Asmaya.

Sudah nyawenan dengan uang seketi, Anak raja umur tujuh bulan,

Sekarang barangkali sudah besar, (Pupuh 31, Dangdanggula, bait ke 6) kedua patih masuk,

Klo kakang tidak tahu, Sama juga nagusnya, Ini dua bawa rayi,

… (bait ke 7)

Putri dua sudah dibawa, Keluar oleh tukang maling,

Lalu terbang keduanya (Pupuh 37, Sinom, bait ke 8)

Subjek dalam skema ini adalah Raja Nurselan. Ia berusaha untuk memperistri Nyi Satiawati dengan menculiknya dari Raja Darmis dan Gandawerdaya. Objek dari skema ini adalah Nyi Satiawati, anak Raja Darmis yang telah dilamar oleh Raja Nurselam saat masih kecil.

Penolong dalam skema ini adalah kekuatan Raja Nurselan dan para raja dua puluh lima negara. Adapun penentang dalam skema ini adalah Raja Darmis, Gandawerdaya, Gandasari, dan Bangbang Kalana (putra Gandasari dari Dewi Pertiwi). Raja Darmis menolak putrinya dibawa oleh Singasakti karena Nyi Satiawati sudah menikah dengan Gandawerdaya.

mereka berusaha untuk menyelamatkan Nyi Satiawati dan Putri Asmaya dari penculikan yang dilakukan oleh Raja Nurselan.

Nama Raja Nurselan, Raja bisa terbang,

Yang kuasai dua puluh lima Negara, (Pupuh 31, Dangdanggula, bait ke 2 dan 3) Lalu berkata kanjeng Raja Darmis,

Tidak akan menghadap raja, Sudah tentu itu putri,

Sebab sudah bersuami, (Pupuh 31, Dangdanggula, bait ke 11) Gandasari kemudian turun,

Dengan kakaknya mengendarai kuda,

Menabuh tambur hendak berangkat. (Pupuh 32, Pangkur, bait ke 22) Diceritakan Bangbang Kalana,

Sudah datang ke dalam rumah. (bait ke 28) Bangbang berkata dalam hati,

Yang mana ya nyai putri,

Istri ayah yang mana, (bait ke 30)

(22)

Bawa saja semua olehku,

Anak itu kemudian mengambil kasang,

Putri 71 diambil dengan kasang, (Pupuh 38, Kinanti, bait ke 31) Aku Bangbang Kalana,

Aku putra Gandasari, Yang membuatku berani,

Sebab kamu hendak mencuri. (Pupuh 42, Durma, bait ke 2)

Skema Model Fungsional dalam Naskah Wawacan Samun

Skema fungsional merupakan skema yang memperlihatkan pergerakan suatu cerita dari awal hingga akhir. Skema fungsional dibagi menjadi tiga tahap, yaitu situasi awal, transformasi (terdiri dari tahap kecakapan, tahap utama, dan tahap kegemilangan), dan situasi akhir. Dengan skema ini, akan membantu pembaca Wawacan Samun dalam melihat urutan cerita yang sebenarnya.

Situasi Awal

Situasi awal merupakan kondisi tentang adanya keingnan terhadap sesuatu. Dalam Naskah Wawacan Samun, situasi awal ditunjukkan oleh adanya keinginan Gandasari untuk mencari Gandawerdaya. Karena sudah lama terpisah oleh kakaknya, Gandasari ingin bertemu dengan kakanya, Gandawerdaya. Cerita ini terdapat pada pupuh 8 dan 15 dalam wawacan ini.

Transformasi

Tahap kecakapan merupakan keberangkatan subjek dan munculnya penentang serta penolong. Pada wawacan ini, tahap kecakapan ditunjukkan upaya penyelamatan putri raja yang terdapat pada pupuh 19 sampai 21 dan pupuh 31 sampai 42.

Tahap utama merupakan pergeseran ruang dan waktu di mana pahlawan berhasil mengatasi tantangan dan melakukan kembali perjalanan. Tahap ini ditunjukkan dengan kedatangan Gandasari ke istana raja untuk menunjukkan kebenaran yang terdapat pada pupuh 25.

Tahap kegemilangan merupakan munculnya pahlawan asli dan terbongkarnya tabir serta hukuman bagi pahlawan palsu. Pada wawacan ini, tahap kegemilangan ditandai dengan

Pengirim Objek Penerima

Penolong Subjek Penentang

Ingatan lamaran Raja Nurselan

Raja Nurselan

Nyi Satiawati Nyi Satiawati dan

Putri Asmaya

kekuatan Raja Nurselan dan para raja 25 negara

Raja Darmis, Gandawerdaya, Gandasari, dan Bangbang Kalana

(23)

keberhasilan Gandasari membongkar kebohongan Samun dan mengalahkannya di hadapan raja. Cerita ini terdapat pada pupuh 26 pada wawacan Samun.

Situasi Akhir

Situasi akhir pada naskah Wawacan Samun yaitu ketika Gandasari berhasil bertemu dengan Gandawerdaya dan berhasil membantu menyelamatkan kerajaannya dari serangan raja Nurselan. Cerita ini terdapat pada pupuh 30 dan pupuh 42 dalam naskaw Wawacan Samun.

Nilai Karakter Dalam Naskah Wawacan Samun Karakter Bertanggungjawab

Nilai karakter bertanggung jawab terdapat pada pupuh 8, bait ke 22, baris ke lima hingga ke enam sebagai berikut:

Nyi putri ngalahir deui, nyi putri berkata lagi, Sim kuring mananggung saya bertanggung jawab.

Dalam kutipan tersebut menggambarkan ketika Gandasari dipersilahkan masuk ke dalam rumah putri, namun Gandasari khawatir akan terjadi sesuatu. Akan tetapi, putri meyakinkan kepada Gandasari bawa tidak akan terjadi apa-apa. Dan ia akan bertanggung jawab apabila terjadi sesuatu. Sikap tersebut menunjukkan karakter bahwa putri adalah seorang yang bertanggung jawab.

Selain itu, karakter bertanggung jawab juga terdapat pada Pupuh 15, bait ke 5, baris ketiga hingga ke empat sebagai berikut:

Ku abdi dirontok baé, oleh saya diterjang saja, Sareng ku mantra duaan, dengan mantra berdua,

Pada kutipan di atas menceritakan tentang kejadian melawan raksasa, di mana banyak abdi/prajuritnya yang dimakan oleh raksasa. Oleh karena itu patih langsung turun tangan menyerang raksasa bersama mantra. Sikap tersebut menunjukkan karakter tanggung jawab pada diri patih, bahwa sebagai seorang pemimpin tidak hanya sekedar memberikan perintah saja, namun juga bertanggung jawab turut andil dalam menyelamatkan prajuritnya.

Karakter Amanah dan Jujur;

Nilai karakter Amanah dalam naskah WS terdapat dalam pupuh 2, pada bait ke 9, baris ke empat hingga ke lima sebagai berikut:

Dipercaya éta ku aki, dipercaya oleh si kakek, Gandasari langkung pertéla, Gandasari sangat paham,

(24)

Kana piwurukna aki. Pada petuahnya kakek.

Pada kutipan tersebut menunjukkan karakter amanah/dapat dipercaya pada diri Gandasari karena ia dipercaya oleh kakek Samun. Hal ini dikarenakan Gandasari adalah anak yang baik dan selalu mendengarkan nasehat yang diberikan oleh kakek. Oleh sebab itu Gandasari lebih dipercaya oleh kakek dari pada Samun.

Sedangkan nilai karakter jujur dalam naskah WS terdapat dalam beberapa pupuh, antara lain adalah:

Pada pupuh 5, bait ke 11, baris pertama dan kedua tentang Ki Nujum yang berusaha menyampaikan penyakit putri raja yang sebenarnya, sebagaimana yang terdapat dalam kutipan berikut:

Cék nujum, “Mun abdi salah, Kata Nujum, “Kalau saya salah, Manga potong beuteung abdi”. Silahkan potong perut saya”.

Dalam kisah ini menggambarkan kejujuran Ki Nujum terhadap apa yang ia ketahui tentang penyakit putri Satiawati kepada raja. Sehingga ia berani bertaruh, jika yang dikatakannya salah, maka ia rela perutnya untuk dipotong.

Selanjutnya pada pupuh 8, bait 16 hingga 41 yang menceritakan tentang kejujuran Gandasari dan Nyi Pertiwi. Gandasari menyampaikan tentang kondisinya yang hendak mencari saudaranya hingga ia tersesat di hutan, sedangkan Nyi Pertiwi jujur kepada Gandasari bahwa ia adalah seorang anak dari raja Jin. Ia tidak ragu menyampaikan hal tersebut kepada Gandasari walaupun Gandasari adalah seorang manusia. Hal ini menunjukkan bahwa Nyi Pertiwi adalah sosok yang memiliki karakter jujur dalam dirinya.

Karakter jujur juga terdapat pada pupuh 9, bait ke tujuh hingga ke Sembilan. Dalam bait tersebut menceritakan tentang Nyi Pertiwi yang awalnya ketakutan ketika ayahnya datang ke rumah. Bahkan ia sampai menangis khawatir ayahnya marah karena ia telah membawa manusia ke rumahnya. Namun ketika ayahnya bertanya kenapa ia menangis, Nyi Puteri berkata jujur pada ayahnya bahwa ia telah membawa seorang manusia ke rumahnya dan menceritakan dengan sejujurnya alasan ia membawa Gandasari ke rumahnya. Sikap terus terang yang disampaikan oleh Nyi Puteri kepada ayahnya tersebut merupakan karakter jujur, walaupun pada awalnya ia sempat khawatir ayahnya marah, namun ia tetap berkata jujur kepada ayahnya.

Selain itu, karakter jujur terdapat pada pupuh 21,bait pertama hingga ketiga yang menceritakan pertemuan Dewi Ismaya dengan Gandasari. Lalu Dewi Ismaya menanyakan tentang siapa sebenarnya Gandasari, dan Gandasaripun menjawabnya dengan jujur dari awal hingga akhir. Kejujuran latar belakang diri Gandasari kepada Dewi Ismaya merupakan

(25)

karakter jujur yang dimiliki oleh Gandasari. Hingga akhirnya Dewi Ismaya justru merasa iba dengan cerita jujur yang disampaikan oleh Gandasari.

Berikutnya, Pada pupuh 26, bait ke 2, baris kedua hingga ke empat, karakter jujur terdapat pada kutipan berikut:

Gandasari miunjuk lampahna, Gandasari menceritakan perjalanannya, Ti awitna dicarios, sejak awal diceritakan,

Taya pisan nu kalangkung, tidak ada yang terlewat sedikitpun

Pada kutipan tersebut menceritakan tentang Gandasari yang sedang menceritakan tentang perjalanan hidupnya kepada raja tanpa ada yang dilebih-lebihkan ataupun dikurangi.

Ia menyampaikan cerita apa adanya tentang dirinya. Hal tersebut menunjukkan karakter jujur pada diri Gandasari sehingga membuat orang yang mendengar ceritanya merasa iba.

Adapun nilai karakter amanah dan jujur dapat terlihat pada kutipan di pupuh 6, bait 10 baris pertama hingga kelima sebagai berikut:

radén patih ngawalon barina imut, Raden patih menjawab sambil tersenyum,

“Saterangna ieu rayi, “Setahu saya,

Diutus ku kangjeng ratu, diutus oleh kanjeng raja, Kakang disaur ka nagri, kakang dipanggil ke Negara, Kangjeng raja ngantos, kanjeng raja menunggu.

Karakter amanah pada kutipan tersebut terlihat dari pesan yang disampaikan oleh patih kepada Ki nakhoda sesuai dengan pesan yang disampaikan oleh raja. Sedangkan karakter jujur terlihat dari jawaban yang disampaikan oleh raden patih sesuai dengan maksud dan tujuannya untuk menemui nakhoda dan Gandawerdaya.

Selanjutnya, nilai karakter amanah dan jujur juga terdapat dalam pupuh 19, pada bait ke 2 dan bait ke 10. Pada bait kedua menceritakan tentang perintah raja kepada patih untuk mencari orang yang berani melawan raksasa. Sesuai dengan perintahnya tersebut, patih berhasil menemukan orang yang diminta. Hal tersebut menunjukkan bahwa patih memiliki karakter amanah dalam menjalankan perintah raja. Sedangkan pada bait ke sepuluh menceritakan tentang Santana yang dipercaya oleh patih unttk mengikuti Samun. Santana yang diperintahkan merupakan orang-orang terpercaya dan tidak pernah berbohong. Hal tersebut menunjukkan nilai karakter jujur yang terdapat pada diri Santana.

Karakter Hormat dan Santun

Nilai karakter hormat dalam Naskah WS terdapat pada beberapa pupuh, antara lain adalah:

Pada pupuh 5, bait ke 13, baris ke delapan sebagai berikut,

Patih nyembah lajeng mulih, Patih menyembah lalu pulang

(26)

Dalam kutipan tersebut, kata “menyembah” merupakan tanda penghormatan yang dilakukan patih kepada raja. Dengan kata lain, Patih memiliki karakter hormat kepada raja.

Selain itu, karakter hormat juga terdapat dalam pupuh 6, yang ditunjukkan oleh sikap beberapa tokoh dalam naskah WS yaitu sikap yang ditunjukkan oleh Gandawerdaya dan Ki Nakhoda terhadap raden patih. Ketika menemui raden patih, Gandawerdaya duduk dengan hormat ketika diminta oleh patih untuk menemaninya minum kopi. Sikap tersebut menandakan bahwa Gandawerdaya merupakan pemuda yang memiliki karakter hormat kepada yang lebih tua. Begitupun dengan Ki nakhoda yang turut serta duduk menghormati patih sebagai tamu di rumahnya. Ki Nakhoda selain memiliki karakter hormat kepada orang lain juga memiliki karakter santun terhadap orang lain. Hal ini ditunjukkan oleh sikap Ki Nakhoda ketika menyambut raden patih dengan baik dan ramah. Menyambut tamu dengan baik dan ramah merupakan sikap yang santun terhadap seseorang yang dating berkunjung.

Selanjutnya, nilai karakter hormat juga terdapat pada pupuh 12, bait 12, baris ke delapan hingga ke Sembilan sebagai berikut:

Radén patih pék nyembah, raden patih lalu menyembah, Lajeng indit ti payun gusti, kemudian pergi dari hadapan raja,

Dalam kutipan tersebut, kata “menyembah” yang dilakukan oleh patih, pada zaman dahulu merupakan sikap hormat seorang bawahan kepada atasan. Dalam cerita ini adalah sikap hormat patih kepada raja.

Lalu pada pupuh 17, bait ke 12 dan 13. Pada bait tersebut menceritakan tentang sikap Samun yang menghormati kedatangan Gandasari di rumahnya dengan cara menyembelih ayam. Gandasari pun terus dihormati dengan disajikan makanan terus menerus. Sikap tersebut merupakan karakter hormat kepada tamu yang datang ke rumah dengan menyajikan makanan yang baik.

Pupuh 28, bait ke 22 baris ke empat dan lima, serta bait 23, baris pertama dan kedua, nilai karakter hormat terdapat dalam kutipan sebagai berikut:

Nun rama kuring pamitan, nun rama, saya pamitan

Bade mangkat ka Bantar Emas mau berangkat ke Bantar Emas, Sareng nuhunkeun paidin, serta memohon izin, Bade mangkat sadayana, mau berangkat semuanya,

Pada kutipan di atas menceritakan tentang Gandasari yang ingin pergi menemui kakaknya, Gandawerdaya di kerajaan Bantar Emas. Sebelum berangkat ia hendak berpamitan kepada mertuanya dan meminta izin untuk pergi bersama istrinya Dewi Ismaya. Sikap Gandasari yang berpamitan dan meminta izin sebelum pergi merupakan karakter hormat kepada orang tua.

(27)

Berikutnya, karakter hormat juga terdapat pada pupuh 30, bait ke 25, baris pertama dan kedua:

Gandasari ke Raja Darmis seug munjung, Gandasari kepada Raja Darmis lalu menghormat,

Gandasari sareng putri, Gandasari dengan putri,

Geus munjungan ahli nujum, setelah menghormat ahli nujum,

Pada kutipan tersebut tergambarkan karakter hormat pada diri Gandasari dan istrinya.

Di mana ia sebagai tamu di kerajaan Bantar Emas menghormati tuan rumah, yaitu Raja Darmis dan ahli nujum.

Selain itu, karakter hormat juga terdapat pada pupuh 11, bait 15, baris ke empat hingga ke enam:

Amit rék mandi ka jamban, pamit hendak mandi ke jamban, Kana taman sabagénda, ke taman sabagenda,

Neda idin rama ibu, mohon izin ayah ibu,

Dalam kutipan tersebut menceritakan tentang Asmayawati yang pamit kepada ke dua orang tuanya ketika ingin pergi mandi ke taman Sabagenda. Sikap izin sebelum pergi tersebut menunjukkan karakter santun pada diri Asmayawati terhadap orang tuanya.

Adapun nilai karakter santun terdapat pada pupuh 15, bait ke 8, baris ketiga:

Eukeur geulis hadé omong, sudahlah cantik, santun bicara.

Kutipan tersebut merupakan pujian yang diberikan oleh Gandasari kepada istrinya.

Pujian tersebut merupakan ungkapan atas sikap santun nyai putri dalam bertutur kata. Dengan begitu, kalimat tersebut merupakan gambaran atas karakter putri nyai yang santun dalam berbicara.

Karakter Kasih Sayang, Peduli, dan Kerjasama

Nilai karakter kasih sayang pada naskah WS terdapat pada beberapa pupuh, antara lain yaitu:

Pupuh 1, bait ke 6 baris pertama dan kedua:

Ramana kalangkung asih, Ayahnya teramat sayang Ka éta putra nu dua, kepada kedua putranya Serta, bait ke 7 baris, ke enam dan ke tujuh sebagai berikut:

asihna kalangkung-langkung, teramat sangat kasihnya, ka éta putra nu dua. Kepada kedua putranya.

Pada bait ke enam dan ke tujuh tersebut menunjukkan rasa kasih seorang ayah pada anaknya, yaitu kasih sayang patih kepada anaknya bernama Gandawerdaya dan Gandasari.

Karakter kasih sayang juga ditunjukkan oleh ibu dari Gandawerdaya dan Gandasari yang terlihat pada kutipan di bait ke 9 baris satu sampai tiga, sebagai berikut:

Dibawa ameng k acai, di bawa main ke air,

(28)

Ku éta dua ibuna, keduanya oleh ibunya, Langkung-langkung welasna téh, teramat sayang

Bait di atas menunjukkan karakter kasih sayang seorang ibu kepada anaknya dengan membawanya bermain ke pantai. Di mana dalam bahasa sunda kata “air” dapat mengacu pada pantai.

Karakter kasih sayang tidak hanya ditunjukkan oleh kedua orang tua Gandawerdaya dan Gandasari, tetapi juga pada orang yang melihat wajah keduanya, seperti yang ditunjukkan oleh nakhoda dan tukang mayang. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan pada bait ke 11, baris ke lima sampai tujuh sebagai berikut:

“ieu murangkalih saha, “Ini anak siapa,

Kaula wélas kalangkung, aku teramat saying,

Ujang hayu eujeung mamang”. Ayo ujang dengan mamang”.

Pada bait tersebut menceritakan tentang Ki nakhoda dan tukang mayang yang menemukan Gandawerdaya dan Gandasari menangis, sehingga timbul rasa kasih sayangnya dan membujuk Gandawerdaya dan Gandasari agar mau ikut bersama mereka.

Selain itu, karakter kasih sayang juga terdapat pada bait ke 16 baris pertama sampai baris ketiga sebagai berikut,

Gancang dipangku ku nini, Segera dipangku oleh nenek,

Murangkalih diciuman, anak itu diciumi,

Ku bawaning tina atoh, karena begitu senangnya,

Sikap memangku dan mencium yang dilakukan oleh nenek pada Gandawerdaya dan Gandasari menunjukkan karakter kasih sayang walaupun Gandawerdaya dan Gandasari bukan merupakan anak ataupun cucunya.

Nilai karakter kasih sayang lainnya juga terdapat pada pupuh 2, yang ditunjukkan oleh Kakek Samun kepada Gandasari sebagaimana yang terdapat pada bait ke 6, baris ke dua hingga ke empat berikut:

“Ujang ayeuna jeung aki, “Ujang sekarang dengan kakek, Ka aki rék dipikahéman, oleh kakek akan disayang, Ulah incah deui ti aki”. Jangan pergi lagi dari kakek”.

Dan pada bait ke 8, baris dua hingga ketiga:

Ngabubungah Gandasari, menyenangkan Gandasari,

Ku aki di(h)éman pisan, oleh kakek disayang sekali,

Dijajan saban ulin, setiap bermain diberi jajan,

Dalam bait ke 6 dan ke 8 menunjukkan sikap kasih sayang yang diberikan oleh kakek Samun kepada Gandasari. Ia menyampaikan kepada Gandasari bahwa akan menyayangi Gandasari, selain itu sikap kasih sayangnya juga ditunjukkan dengan memberi Gandasari jajan setiap kali ia bermain.

Selain itu, nilai karakter kasih sayang terdapat pada pupuh 14, bait 7, baris ke tujuh hingga delapan:

(29)

Radén patih langkung welas, raden patih sangat kasihan, Ningali ka abdi-abdi, melihat kepada abdi-abdi,

Dalam kutipan tersebut menggambarkan tentang rasa kasih sayang patih kepada prajuritnya karena tertangkap dan dipukul oleh raksasa. Rasa kasih sayang patih tersebut merupakan wujud karakter kasih sayang terhadap bawahannya.

Selanjutnya, terdapat pada pupuh 30, bait ke 13, baris ke tiga hingga ke lima sebagai berikut:

Gandawerdaya sok muru Gandawerdaya lalu memburu,

Gandasari muru deui, Gandasari memburu juga,

Geus tepung gabrug ngarontok. Sudah bertemu langsung berpelukan.

Kutipan di atas menggambarkan kasih sayang dua bersaudara, yaitu antara Gandawerdaya dan Gandasari yang pada akhirnya dapat bertemu setelah lama terpisahkan.

Rasa kasih sayang dan rindu di antara keduanya tidak terbendung lagi. Hingga ketika bertemu, Gandawerdaya dan Gandasari langsung lari saling mengejar dan berpelukan melepas rindu. Sikap keduanya yang saling memburu untuk dapat berpelukan merupakan karakter kasih sayang antara kakak beradik yang saling menyayangi.

Adapun nilai karakter peduli pada naskah WS terdapat pada beberapa pupuh, antara lain yaitu:

Pupuh 1, bait ke 19, baris pertama hingga kedua sebagai berikut:

Aki welas ningali, Kakek iba melihat,

Ka ujang sisi daratan, kepada ujang (di) tepi laut,

Pada kutipan tersebut tergambarkan karakter peduli pada diri Kakek Samun ketika melihat Gandasari menangis di tepi laut. Karakter peduli juga terdapat pada diri ambu Samun yang terdapat pada pupuh 3, bait ke 10, baris ke dua dan ke tiga:

Ambu Samun gero ceurik, Ambu Samun menangis histeris Jut turun seja rék nyusul, lalu turun hendak menyusul,

Pada kutipan tersebut ambu Samun terlihat memiliki karakter peduli terhadap Gandasari yang telah diusir oleh Samun, sehingga ia menangis dan hendak menyusul mencari mencari Gandasari.

Nilai karakter peduli lainnya terdapat pada pupuh 8, bait ke 12, baris ke lima hingga ke enam sebagai berikut:

Nyempeurkeun ka Gandasari, mendekati Gandasari,

Putri nanya bari imut. Putri bertanya sambil tersenyum.

Dalam kutipan tersebut menggambarkan ketika putri melihat Gandasari sedang menangis di bawah pohon, lalu ia mendekati Gandasari dan menanyakan perihal mengapa ia menangis. Dalam kutipan tersebut terlihat sikap putri yang menunjukkan karakter peduli seseorang kepada orang lain yang sedang mengalami kesedihan atau kesusahan.

Berikutnya, nilai karakter peduli yang terdapat dalam pupuh 21, pada bait 5:

Érék néang akang Samun, Hendak mencari akang Samun,

(30)

Kuring mah teu kawerat teuing saya sangat tidak tega.

Pada kutipan tersebut, menceritakan tentang Gandasari yang ingin mencari Samun setelah berhasil menyelamatkan Dewi Ismaya karena ia khawatir dan tidak tega dengan kondisi Samun yang ketakutan saat melihat raksasa. Sikap tersebut menunjukkan karakter peduli terhadap orang lain yang terdapat pada diri Gandasari.

Selan itu, nilai karakter peduli juga terdapat pada Pupuh 22, bait ke 33, baris pertama hingga ke empat:

Hayu baé ku urang dibawa sugan hirup, Ayo saja kita bawa barangkali hidup, Cék nini karunya teuing, kata nenek kasihan sekali,

Digotong bawa ka lembur, digotong dibawa ke kampung, Nini jeung aki khawatir, nenek dan kakek khawatir

Pada kutipan di atas, menceritakan tentang kakek dan nenek yang menemukan Gandasari di laut ketika hendak mengambil ikan. Kakek dan nenek prihatin melihat kondisi Gandasari yang hamper tidak bernyawa. Oleh kakek dan nenek di bawa ke kampung karena khawatir dengan kondisi Gandasari. Sikap kakek dan nenek tersebut merupakan karakter peduli terhadap orang lain yang sedang tidak berdaya. Sehingga kakek dan nenek menolong Gandasari untuk dapat diselamatkan.

Selanjutnya, karakter kasih sayang, peduli, dan kerjasama terdapat pada pupuh 15, bait 5, baris pertama dan kedua sebagaimana yang terdapat pada kutipan berikut:

Sim abdi kalangkung water, Saya sangat kasihan, Ningali jalma dihakanan, melihat orang dimakani, Ku abdi dirontok baé, oleh saya diterjang saja, Sareng ku mantra duaan, dengan mantra berdua,

Pada kutipan tersebut muncul karakter kasih sayang patih karena merasa kasihan ketika melihat abdi/prajuritnya dimakan oleh raksasa. Sehingga ia langsung menyerang raksasa bersama mantra. Seorang pemimpin harus memiliki karakter kasih sayang dan peduli terhadap bawahannya. Hal ini telah ditunjukkan oleh patih dalam menghadapi raksasa. Selain itu, ia juga memiliki karakter kerjasama yang baik ketika bersama-sama mantra melawan raksasa.

Karakter Percaya Diri, Kreatif, Kerja Keras, dan Pantang Menyerah

Nilai karakter percaya diri dalam naskah WS terdapat pada pupuh 18, bait di bawah ini:

Bait 4, baris pertama dan kedua:

Lamun kuring aya hate wani, Kalau aku ada hati berani, Kajeun anyar moal éra, walaupun baru tidak akan malu, Bait 6, baris ke Sembilan dan sepuluh;

(31)

Jisim kuring nu sanggup meunangkeun putri, saya yang sanggup mendapatkan putri, Nu wani perang jeung yaksa. yang berani berperang dengan raksasa.

Pada kedua bait di atas, menceritakan tentang Samun yang merasa percaya diri memiliki keberanian melawan raksasa dan merasa sanggup mendapatkan putri kembali.

Sikap tersebut menunjukkan karakter percaya diri yang dimiliki oleh Samun.

Selain itu, terdapat pula nilai karakter kreatif yang terdapat pada pupuh 11, bait 11 dan 12 dalam kutipan berikut:

Jengan Asmayawati, namanya Asmayawati,

Réa pisan pangabisa, banyak sekali keahliannya,

Nyanggling nyulam jeung nyongkétan, nyanggling menyulam dan menyongket, Ngabordél reujeung ngerénda, membordir dan merenda,

Nyieun samak jeung ayakan, membuat tikar dan ayakan, Boboko sarawuh nyiru, boboko sekaligus nyiru, Kajojo ku nu meulin. Disenangi oleh yang membeli.

Enggeus leuwih ti binangkit, sudah lebih dari kreatif,

Sartana pada kawarta, serta pada tahu,

Capétang loba parlénté, pandai bicara dan gagah,

Pada kedua bait tersebut menggambarkan karakter kreatif yang dimiliki oleh Asmayawati. Sebagai seorang puteri, ia memiliki berbagai macam keahlian dalam menyulam, menyongket, hingga membuat berbagai peralatan rumah tangga. Kata “boboko” dalam bahasa Indonesia adalah wadah yang terbuat dari serat tanaman, sedangkan kata “nyiru”

merupakan peralatan rumah tangga yang terbuat dari anyaman bambu. Selain itu ia juga memiliki kemampuan dalam berbicara.

Adapun nilai karakter kerja keras dan pantang menyerah dalam naskah WS terdapat dalam pupuh 2, bait ke 16 hingga bait ke 24. Bait tersebut menceritakan tentang Gandasari dan Samun yang pergi ke hutan untuk mencari kayu agar dapat dipakai untuk memperbaiki rumah. Ketika di hutan, yang mengerjakan semua pekerjaan hanyalah Gandasari, sedangkan Samun hanya memerintah. Gandasari memotong dan membelah kayu hingga memikul hasil kayu yang diperoleh. Ketika waktunya makan, Gandasari diminta oleh Samun untuk mencari air, dan ia pun mengikuti permintaan Samun. Ketika ia kembali, semua perbekalan telah dihabiskan oleh Samun, namun ia tetap mau melanjutkan pekerjaan menyerut kayu.

Perbuatan Gandasari yang melakukan semua pekerjaan mulai dari menebang pohon hingga memikul kayu menunjukkan karakter kerja keras pada diri Gandasari. Ia pun pantang menyerah menyelesaikan pekerjaannya menyerut kayu walaupun perbekalannya telah dihabiskan oleh Samun.

Nilai karakter pantang menyerah lainnya juga terdapat pada pupuh 20, bait 4, baris ke dua dan tiga:

Da lamun di pantar kuring, sebab kalau di diriku,

(32)

Kajeun pulang di pantar kuring, lebih baik pulang nama,

Dalam kutipan di atas menceritakan ketika Samun mengajak Gandasari pulang karena takut menghadapi raksasa. Namun Gandasari justru tidak mau dan pantang menyerah melawan raksasa. Baginya lebih baik pulang tinggal nama dari pada menyerah dan pulang dibunuh raja. Kutipan tersebut menggambarkan karakter Gandasari yang pantang menyerah dalam menghadapi sesuatu.

Karakter pantang menyerah pada diri Gandasari juga terlihat pada bait 21 hingga 23, ketika ia sedang berusaha menyelamatkan putri dan berkali-kali dilempar oleh raksasa namun ia tetap berusaha untuk merebut kembali putri dari dalam gua raksasa.

Selain itu karakter pantang menyerah juga terdapat pada pupuh 32, bait ke 24, baris ke enam dan ke tujuh:

Bereg baé ka nagara, bereg saja ke Negara,

Urang montong mundur deui. Kita jangan mundur lagi.

Kutipan di atas menceritakan tentang raja dua puluh lima Negara yang ingin menyerang Negara Bantar Emas. Ketika hampir tiba, para raja bermusyawarah untuk memutuskan langsung masuk ke Negara tersebut atau tidak. Dan pada akhirnya mereka memutuskan untuk terus maju. Sikap tersebut menggambarkan karakter pantang menyerah para raja dua puluh lima Negara yang terus berusaha untuk menyerang Negara Bantar Emas.

Berikutnya pada pupuh 42, bait ke 4 baris ke enam dan ke tujuh serta bait 5 baris pertama:

Pada ngapung perangna, pada terbang berperangnya, Kira wanci tengah peuting, kira-kira waktu tengah malam.

Anu perang caturkeun dating ka beurang, yang berperang diceritakan sampai siang hari,

Pada kutipan di atas menceritakan tentang Bangbang Kalana yang berperang dengan Raja Durselan yang hendak menculik putri Setiawati. Bangbang Kalana melihat kedatangan Raja Durselan sehingga terjadi pertarungan dari tengah malam hingga malam hari.

Pertarungan yang dilakukan oleh Bangbang Kalana sejak tengah malam hingga siang hari menunjukkan karakter pantang menyerah walaupun tanpa henti harus melawan Raja Durselan. Hingga akhirnya ia dibantu oleh Gandasari untuk mengalahkan Raja Durselan.

Karakter Adil dan Kepemimpinan

Nilai karakter adil dalam naskah WS terdapat pada pupuh 39, bait ke 6, baris pertama hingga ke tiga:

Ayeuna mah éta rayi, sekarang itu nyai,

Mudu béré pagawéan, harus diberi pekerjaan,

Ulah raos putra téré, jangan merasa anak tiri

(33)

Pada kutipan di atas menceritakan tentang Gandasari yang menyampaikan kepada Dewi Ismaya agar bersikap adil terhadap anak tirinya, yaitu Bangbang Kalana. Gandasari berharap agar anaknya dapat diperlakukan baik oleh Dewi Ismaya.

Sedangkan nilai karakter kepemimpinan terdapat pada pupuh 7, bait pertama, baris ke dua hingga ke empat sebagai berikut:

Asép bawa kana korsi, asep bawa ke kursi,

Ka dieu urang satata, ke sini kita sejajar,

Jeung urang érék badami. Denganku akan bermusyawarah.

Pada kutipan di atas menunjukkan karakter kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang raja, di mana raja meminta nakhoda dan putranya Gandawerdana untuk bermusyawarah terkait penyakit putrinya. Sikap musyawarah ini menunjukkan salah satu sikap pemimpin dalam mengambil kebijakan atau keputusan.

Selain itu, karakter kepemimpinan juga terdapat pada pupuh 14, bait ke 8, baris pertama hingga kedua:

Patih lungsu tina kuda, Patih turun dari kuda,

Matek pedang serta narajang wani, mencabut pedang serta berani menerjang,

Dalam kutipan tersebut menunjukkan sikap berani seorang patih dalam menghadapi musuhnya. Sikap berani merupakan salah satu karakter dari kepemimpinan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin prajurit dalam menjalankan tugasnya.

Nilai karakter kepemimpinan juga terdapat pada pupuh 15, bait ke 8, baris pertama:

Musyawarahkeun ku radén patih, Musyawarahkan oleh raden patih, Pada kutipan tersebut raden patih diminta oleh raja untuk bermusyawarah ke seluruh Negara atas keputusan yang disampaikan oleh raja. Sikap bermusyawarah merupakan salah satu sikap dari karakter kepemimpinan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam mengambil keputusan/kebijakan agar segala keputusan dapat menjadi solusi atas permasalahan yang dihadapi.

Karakter Baik dan Rendah Hati

Nilai karakter baik terdapat dalam beberapa pupuh pada naskah WS, antara lain yaitu:

Pada pupuh 1, bait ke 18, baris pertama hingga ke tiga:

Ayeuna aki jeung nini, sekarang kakek dan nenek, Boga budak alus pisan, punya anak tampan sekali, Keur alim téh tuluy kasép, sudah baik tampan pula,

Pada kutipan tersebut menggambarkan karakter baik yang dimiliki oleh Gandasari yang diangkat anak oleh kakek Samun. Gandasari adalah anak yang baik dan patuh pada orang tua sehingga kakek dan nenek sangat senang memiliki Gandasari.

(34)

Selain itu, terdapat pula pada pupuh 9, bait pertama, baris ke tiga hingga ke lima:

Nyai putri nyuguh-nyuguh, nyai puteri menghidangkan, Kadaharan warna-warna, makanan macam-macam,

Sagala rupa, segala rupa,

Pada kutipan tersebut menunjukkan karakter baik yang ada dalam diri puteri, karena ia telah menyuguhkan Gandasari berbagai macam makanan. Selain menyuguhkan makanan, nyai putri juga menolong Gandasari yang sedang tersesat di hutan pada saat itu. Sikap-sikap tersebut merupakan karakter baik pada diri nyai putri.

Berikutnya terdapat pada pupuh 15, bait ke 19, baris ke empat:

Henteu nyana terang manah, tidak disangka baik hatinya,

Pada kutipan tersebut menceritakan pujian yang disampaikan oleh Gandasari kepada nyai puteri, bahwa nyai puteri sangat baik hatinya. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa nyai puteri memiliki karakter yang baik.

Adapun nilai karakter rendah hati dalam naskah WS terdapat pada pupuh 7, bait ke 6, baris ke tiga hingga ke empat:

Ki nagkoda ngawalonan, Ki nakhoda mennjawab,

“Ngiring kersa kangjeng gusti”. “Ikut kehendak kanjeng gusti”.

Kutipan di atas menunjukkan sikap rendah hati Ki nakhoda yang mengikuti hasil musyawarah yang disampaikan oleh raja. Ki nakhoda sebagai ayah angkat Gandawerdaya mengikuti keputusan yang telah dimusyawarahkan oleh raja. Dalam hal ini, Ki Nakhoda bersikap rendah hati dan tidak merasa tinggi hati karena memiliki anak yang tampan seperti Gandawerdaya.

Karakter Toleran, Cinta Damai, dan Persatuan

Pada naskah WS nilai karakter toleran dapat dilihat pada pupuh 12, bait ketiga baris pertama hingga ke empat sebagaimana kutipan berikut:

Dawuh ratu nyai keukeuh teuing, Kata raja nyai kok bersikukuh sekali, Nya seug baé tapi ulah lila, ya silahkan saja tapi jangan lama, Jeung kudu mawa loperes, dan harus membawa loperes, Masing loba mawa batur, harus banyak membawa teman,

Pada kutipan tersebut menceritakan ketika awalnya raja tidak mengizinkan puterinya pergi ke sabagenda, namun akhirnya karena puteri bersikukuh akhirnya raja memberikan toleransi izin kepada puteri dengan syarat tidak boleh lama-lama dan harus membawa teman.

Sikap raja tersebut menunjukkan karakter toleransi terhadap keputusan yang ia ambil.

(35)

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh laki-laki adalah tokoh yang berfungsi sebagai aktan yang menggerakkan cerita dalam teks naskah WS. Aktan- aktan tokoh laki-laki selalu hadir di setiap skema pada cerita ini. Adapun model fungsional pada naskah WS menunjukkan bahwa cerita dalam naskah WS bergerak dari situasi awal hingga situasi akhir walaupun cerita dalam teks tersebut memiliki alur campuran dan episode yang beragam.

Selanjutnya, terdapat 8 nilai karakter yang dapat dijadikan contoh/teladan bagi masyarakat, khususnya bagi generasi muda calon pemimpin bangsa. Nilai karakter tersebut antara lain yaitu, 1) karakter bertanggung jawab, 2) karakter amanah dan jujur, 3) karakter hormat dan santun, 4) karakter kasih sayang, peduli, dan kerjasama, 5) karakter percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah 6) karakter adil dan kepemimpinan, 7) karakter baik dan rendah hati, serta 8) karakter toleran.

Nilai-nilai karakter yang telah diuraikan dalam pembahasan di atas, masih sangat relevan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat saat ini. Oleh karena itu, nilai karakter dalam naskah Wawacan Samun ini disarankan untuk dapat dijadikan bahan pembelajaran sastra di sekolah, agar para siswa sebagai generasi penerus bangsa dapat mencontoh dan meneladani nilai karakter tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Hal ini sejalan dengan program pemerintah agar dapat mengimplementasikan penguatan nilai karakter melalui pendidikan pada siswa di sekolah.

5.2 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran untuk pengembangan ilmu selanjutnya di antaranya adalah 1) para dosen pengampu mata kuliah kajian prosa dapat memanfaatkan hasil transliterasi dan terjemahan naskah kuno agar dapat mewariskan budaya bangsa kepada genereasi muda; 2) para mahasiswa disarankan agar lebih peduli kepada warisan budayanya, salah satunya adalah dengan mengkaji isi kandungan yang terdapat dalam naskah; 3) untuk peneliti selanjutnya agar dapat mengembangkan penelitian terhadap naskah, baik dari aspk filologisnya maupun teks naskahnya.

Gambar

Diagram Alir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

18 Tabel 4.3 Rangkuman Hasil Analisis per Indikator Data Pretest No Indikator soal Pengetahuan Ilmiah Kurang Pengetahuan Ilmiah Salah Miskonsepsi % Kriteria % Kriteria % Kriteria