• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA

N/A
N/A
Atha Wahyuning Utami

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA "

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA

ACARA II

PERSILANGAN MONOHIBRID PADA Drosophila melanogaster

Nama : Atha Wahyuning Utami

NIM : 24020121140140

Kelompok : D5

Hari, tanggal : Senin, 6 Maret 2023 Asisten : Abdillah Faiq Ghozi

LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO

(2)

2023

(3)

ACARA II

PERSILANGAN MONOHIBRID PADA Drosophila melanogaster

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Salah satu ciri atau sifat makhluk hidup adalah mampu berkembang biak.

Perkembangbiakan dapat terjadi melalui suatu perkawinan, yang akan menghasilkan suatu keturunan. Keturunan mewarisi sifat parental, salah satu sifat dikontrol oleh DNA di dalam inti maupun di luar inti. Pewarisan di luar inti sering dihubungkan dengan efek maternal. Sitoplasma menyediakan lingkungan tempat gen-gen mengambil peranan. Oleh karena itu induk betina diharapkan mempengaruhi peranan gen-gen tertentu, lebih banyak daripada induk jantan (Aurora dkk. 2020).

Drosophila melanogaster merupakan jenis serangga biasa yang umumnya tidak berbahaya dan merupakan pemakan jamur yang tumbuh pada buah. Lalat buah termasuk serangga yang memiliki banyak variasi fenotifnya. Lalat ini juga merupakan lalat buah yang dapat dengan mudah berkembang biak.

Biasanya lalat buah hanya memerlukan waktu dua minggu untuk menyelesaikan seluruh daur kehidupannya (Aurora dkk. 2020). Oleh karena itu, praktikum mengenai persilangan monohibrid pada Drosophila melanogaster perlu dilakukan untuk mengetahui tahap-tahap persilangan monohibrid, menganalisis perwarisan sifat dari hasil perkawinan, mengetahui siklus hidup dan cara mengidentifikasi jenis kelamin pada D. melanogaster.

1.2 Tujuan

1.2.1 Mengetahui cara melakukan persilangan monohibrid pada D.

melanogaster.

1.2.2 Melakukan analisis pewarisan sifat hasil perkawinan monohybrid D.

melanogaster.

1.2.3 Mengetahui cara determinasi jenis kelamin D. melanogaster.

(4)

1.2.4 Mengetahui siklus hidup D. melanogaster.

(5)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lalat Buah (Drosophila melanogaster)

Drosophila melanogaster merupakan hewan tidak bertulang belakang (invertebrate) dengan ukuran tubuh sekitar 3 mm (Nainu, 2018). Drosophila melanogaster pertama kali diperkenalkan oleh Morgan dan Castel pada tahun 1900 dan diketahui bahwa Drosophila melanogaster dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran genetika pada organisme diploid. Bahkan penggunaan Drosophila menjadi jalan pembuka penelitian evolusi dan spesiasi seperti yang telah dilakukan oleh Sturtevant dan Dobzhansky di laboratoium T.H. Morgan selama tahun 1930-1940. Hewan ini dianggap mempunyai peranan penting dalam perkembangan genetika selanjutnya. Alasan penggunaan hewan ini sebagai objek penelitian genetika di laboratorium adalah ukurannya kecil, mempunyai siklus hidup pendek, dapat memproduksi banyak keturunan, generasi yang baru dapat dikembangbiakan setiap dua minggu, murah biayanya, dan mudah perawatannya (Suparman dkk., 2018).

2.1.1 Wild type

Gambar 2.1.1 Wild type (Wangler and Bellen, 2017)

Drosophilla melanogaster tipe normal (Wild type) adalah lalat buah yang bermata merah dan panjangnya berkisar antara 3-5 mm.

Lalat buah tipe normal ini memiliki warna tubuh kuning kecoklatan

(6)

dengan cincin berwarna hitam di tubuh bagian belakang. Umumnya tubuh D. melanogaster terbagi menjadi 3 bagian yaitu caput (kepala), toraks (dada), dan abdomen (perut). Pada bagian caputnya, terdapat 2 jenis mata lalat yaitu mata majemuk berbentuk bulat agak ellips dan mata tunggal (oceli) yang terletak pada bagian atas kepalanya dengan ukuran relatif lebih kecil dibandingkan mata majemuk. D.

melanogaster memiliki sepasang sayap yang cukup panjang dan transparan yang terletak di bagian dadanya. Selain itu terdapat juga bristle atau bulu rambut yang berukuran panjang dan pendek. Pada bagian abdomenya lalat tipe ini bersegmen lima dan bergaris hitam (Hotmah dkk., 2017).

2.1.2 White type

Gambar 2.1.2 White type (Ibrahin et al., 2018)

Drosophilla melanogaster White type adalah lalat mutan yang mengalami perubahan tingkat pola pigmentasi pada matanya, sehingga memiliki mata yang berwarna putih. Tipe D. melanogaster ini ditemukan pertama kali oleh Thomas Hurt Morgan pada tahun 1910 dan dilambangkan sebagai w. Penemuan lalat buah mutan putih berperan untuk kemajuan genetika dan memainkan peran mendasar dalam biologi modern. Mutasi lalat putih memberikan dampak negatif untuk dirinya seperti menurunannya kemampuan memanjat yang progresif, masa hidup yang lebih pendek, serta gangguan ketahanan

(7)

terhadap berbagai bentuk stres (Ferreiro et al., 2018). D. melanogaster white type ditemukan terlibat dalam diskriminasi seksual. Pada tahun 1915, Sturtevant melaporkan bahwa lalat jantan bermata putih kurang berhasil dibandingkan jantan tipe liar dalam mengawinkan betina. Rasio keberhasilan persetubuhan adalah 0,75 untuk jantan bermata putih berbanding 1 untuk jantan tipe liar (Xiao et al., 2017).

2.1.3 Ebony type

Gambar 2.1.3 Ebony type (Phatak et al., 2016)

Drosophilla melanogaster Ebony type adalah lalat mutan memiliki warna tubuh yang lebih gelap daripada lalat tipe liar. Perbedaan warna tubuh ini disebabkan karena tipe lalat eboni tidak dapat menghasilkan sklerotin kuning sehingga menyebabkan produksi melanin hitam dan coklat meningkat. Alel mutan eboni D. melanogaster biasanya dideskripsikan sebagai alel eboni resesif dan terletak pada kromosom 3.

Eboni yang terletak pada alel mutan menyebabkan lalat kehilangan fungsi autosomnya. Oleh karena itu lalat dengan tipe ini sering disebut sebagai lalat mutan yang tidak normal dan cacat (Lamb et al., 2020).

2.2 Siklus Hidup Lalat Buah

Lalat buah mengalami metamorfosis sempurna dari telur, larva (belatung), pupa dan akhirnya menjadi serangga dewasa (imago). Lalat betina setelah perkawinan menyimpan sperma di dalam organ yang disebut spermatheca

(8)

(kantong sperma). Lalat jantan dan betina adalah diploid. Setiap kali pem belahan meiosis dihasilkan 4 sperma haploid di dalam testes lalat jantan dewasa, sedangkan pada lalat betina dewasa hanya dihasilkan 1 butir telur dari setiap kali pembelahan. Sekitar satu hari setelah fertilisasi, embrio berkembang dan menetas menjadi larva. Larva yang baru menetas disebut sebagai larva fase (instar) pertama. Larva makan dan tumbuh dengan cepat kemudian berganti kulit mejadi larva fase kedua dan ketiga. Larva fase ketiga, dua sampai tiga hari kemudian berubah menjadi pupa (Oktary dkk., 2015).

Pupa yang baru terbentuk awalnya bertekstur lembut dan putih seperti kulit larva tahap akhir, tetapi secara perlahan akan mengeras dan warnanya gelap.

Tahap akhir fase ini ditunjukkan dengan perkembangan dalam pupa seperti mulai terlihatnya bentuk tubuh dan organ dewasa (imago). Ketika perkembangan tubuh sudah mencapai sempurna maka lalat buah (Drosophila melanogaster) dewasa akan muncul melalui anterior end dari pembungkus pupa. Setelah semua organ sudah terbentuk, imago akan keluar dari selubung pupa (puparium). Dua hari setelah keluar dari pupa Lalat buah (Drosophila melanogaster) mulai dapat bertelur kurang lebih 50 sampai 75 butir per hari sampai jumlah maksimum kurang lebih 400-500. Siklus hidup total terhitung dari telur sampai telur kembali berkisar antara 10-14 hari (Oktary dkk., 2015).

2.3 Perbedaan Lalat Buah Jantan dan Betina

Ada beberapa tanda yang dapat digunakan untuk membedakan lalat jantan dan betina, yaitu bentuk abdomen pada lalat betina kecil dan runcing, sedangkan pada jantan agak membulat. Tanda hitam pada ujung abdomen juga bisa menjadi ciri dalam menentukan jenis kelamin lalat ini tanpa bantuan mikroskop. Ujung abdomen lalat jantan berwarna gelap, sedang pada betina tidak. Jumlah segmen pada lalat jantan hanya 5, sedang pada betina ada 7.

Lalat jantan memiliki sex comb, berjumlah 10, terdapat pada sisi paling atas kaki depan, berupa bulu rambut kaku dan pendek. Lalat betina memiliki 5 garis hitam pada permukaan atas abdomen, sedangkan pada lalat jantan hanya 3 garis hitam (Oktary dkk., 2015).

(9)
(10)

2.4 Persilangan Monohibrid dan Analisis Pewarisan Sifat pada Lalat

Persilangan monohibrid adalah perkawinan antara dua individu dari spesies yang sama yang memiliki satu sifat berbeda. Monohibrid berasal dari kata mono dan hibrid, mono artinya satu atau tunggal, sedangkan hibrid yaitu hasil perkawinan antara dua individu yang memiliki sifat beda. Persilangan monohibrid berkaitan dengan Hukum Mendel I (hukum segregasi). Keturunan pertamanya akan memiliki sifat sama dengan salah satu induk, hal ini dipengaruhi jika dipengaruhi oleh alel dominan dan resesif. Persilangan monohibrid terbagi menjadi dua yaitu persilangan monohibrid dominan dan persilangan monohibrid intermediet (dominan tidak penuh) (Akbar et al., 2015). Persilangan monohibrida adalah dasar untuk ilmu genetika Mendel.

Namun yang digunakan dalam penelitian ini adalah lalat buah (Drosophila melanogaster) (Firdauzi, 2014).

Pada tahun 1915, Thomas dan murid-muridnya menerbitkan buku “The Mechanism of Mendelian Heredity”. Mereka menemukan bahwa, gen membentuk kelompok penghubung pada kromsom yang diwarisi dari hukum Mendel dan meletakkan dasar genetik dari pengembangan Drosophila sebagai model organisme. Para ilmuwan menggunakan Drosophila karena memiliki waktu berkembang biak lebih cepat daripada tanaman kacang polong. Dari hasil percobaannya ditunjukan bahwa, setiap lalat mewarisi satu alel untuk gen warna tubuh dari masing-masing induknya. Oleh karena itu, setiap lalat akan membawa dua alel untuk gen warna tubuh. Dalam suatu organisme individu, kombinasi spesifik alel untuk suatu gen dikenal sebagai genotipe organisme, dan sifat fisik yang terkait dengan genotipe itu disebut fenotipe organisme (Bellen and Yamamoto, 2015).

(11)

III.METODE 3.1 Alat

3.3.1 Kompor 3.3.2 Panci 3.3.3 Timbangan 3.3.4 Toples selai 3.3.5 Sendok 3.3.6 Plastik bening 3.3.7 Karet gelang 3.3.8 Kertas 3.3.9 Jarum 3.3.10 Alat tulis 3.3.11 Penggaris 3.3.12 Kamera 3.2 Bahan

3.2.1 Pisang 3.2.2 Agar-agar 3.2.3 Gula merah 3.2.4 Air

3.2.5 Ragi roti/ fermipan 3.2.6 Asam benzoat 3.2.7 Eter atau aseton

3.2.8 Buku laporan sementara 3.3 Cara Kerja

3.3.1 Penangkapan Lalat

3.3.1.1 Alat dan bahan disiapkan.

3.3.1.2 Pisang yang sudah dikupas dimasukkan ke dalam wadah tanpa penutup.

3.3.1.3 Lalu dibiarkan ditempat terbuka sampai di datangi lalat.

(12)

3.3.1.4 Lalat yang sudah hinggap di tempat yang sudah dimasukkan pisang segera ditutup.

3.3.1.5 Setelah itu, lalat yang sudah diperoleh dipindahkan ke dalam plastik bening.

3.3.2 Pembuatan Media Pertumbuhan

3.3.2.1 300 g pisang dihaluskan, 3,5 g agar-agar, 75 g gula merah dan 200 ml air direbus hingga mendidih.

3.3.2.2 Setelah agak dingin (suhu sekitar 50°C) ditambahkan 10 g ragi roti dan 6 ml larutan asam benzoat (2,5 g asam benzoat dalam 60 ml alkohol/ etanol).

3.3.2.3 Media yang sudah dibuat dimasukan ke dalam toples.

3.3.3 Pembiusan Lalat

3.3.1.1 Kapas dibasahi dengan eter secukupnya karena eter merupakan pembius yang kuat, sehingga jika terlalu banyak dapat mematikan lalat. Apabila tidak ada eter, boleh dipakai aseton.

3.3.1.2 Diambil toples kultur yang berisi lalat yang akan dibius.

Diketok-ketok agar lalat menjauh dari mulut toples.

3.3.1.3 Toples dibuka secara perlahan dan kapas dimasukkan.

Diusahakan tidak ada lalat yang terbang dari toples. Ditunggu selama beberapa menit agar lalat terbius dan berhenti bergerak.

3.3.1.4 Setelah beberapa menit, toples dibuka dan lalat dikeluarkan secara perlahan dari toples kultur ke atas kertas putih. Lalat- lalat yang mati dan yang hidup dipisahkan dengan kuas. Lalat betina dan jantan dipisahkan juga.

(13)

3.3.4 Determinasi Kelamin pada Lalat dan Identifikasi

3.3.4.1 Lalat jantan dan betina dapat dibedakan dengan memperhatikan bentuk abdomennya dan ada tidaknya sisir kelamin. Ujung abdomen lalat betina memanjang dan meruncing, sedangkan pada lalat jantan membulat.

3.3.4.2 Lalat jantan memiliki sisir kelamin (sex comb), yaitu rambut- rambut kaku berwarna hitam di permukaan distal tarsus terakhir kaki depan. Lalat betina tidak memiliki sisir kelamin.

(14)

IV. HASIL PENGAMATAN 4.1 Pembuatan Media

No

. Dokumentasi Keterangan

1.

(Dok. Pribadi, 2023)

300 gr pisang dihaluskan dengan mortar dan pestle.

2.

(Dok. Pribadi, 2023)

Bahan-bahan lainnya seperti agar, gula jawa, fermipan, dan asam benzoat ditimbang, serta air diukur dengan gelas ukur.

3.

(Dok. Pribadi, 2023)

Pisang yang telah dihaluskan, agar, gula jawa, dan air direbus hingga mendidih lalu ditunggu hingga agak dingin dan ditambahkan fermipan dan asam benzoat.

4.

(Dok. Pribadi, 2023)

Setelah ditambahkan, media dipindahkan ke dalam wadah pertumbuhan lalat buah.

4.2 Siklus Lalat Buah

(15)

No

. Fase Gambar Referensi

1. Telur

(Dok. Pribadi, 2023)

2. Larva

(Dok. Pribadi, 2023)

3. Pupa

(Dok. Pribadi, 2023)

4. Imago

(Dok. Pribadi, 2023)

4.3 Perbedaan Lalat Buah Jantan dan Betina

Jenis Kelamin Gambar Referensi Perbedaan

Jantan

(Dok. Pribadi, 2023)

- Abdomen berbentuk pendek dan ujung tumpul dengan garis lebih sedikit.

- Pada ujung abdomen berwarna gelap.

(16)

- Terdapat sisir kelamin.

Memiliki 3 garis hitam pada permukaan perut.

Betina

(Dok. Pribadi, 2023)

- Abdomen berbentuk panjang dan runcing dengan 5 garis hitam pada permukaan perut.

- Pada ujung abdomen tidak berwarna gelap.

- Tidak memiliki sisir kelamin.

4.4 Persilangan Monohibrid P1 : 9

F1 : 70

Jenis Kelamin Jumlah

Jantan 32

Betina 38

P = XW Xw × XW Y

♀ mata merah heterozigot ♂ mata putih

G = XW XW

Xw Y

♀/♂ Xw Y

XW XWXw

mata merah (20)

XWY

mata merah (17) Xw XwXw

mata putih (18)

XwY

mata putih (15)

(17)

Rasio Genotipe = White type = Wild type 33 = 37

1 = 1.21

Rasio Fenotipe = XWXw : XwXw : XWY : XwY = 20 : 17 : 18 : 15

(18)

V. PEMBAHASAN

Praktikum Genetika Acara 2 yang berjudul “Persilangan Monohibrid Pada Drosophila melanogaster” dilaksanakan pada hari Senin, 4 Maret 2023 di Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Tumbuhan, Departemen Biologi Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang. Tujuan praktikum ini yaitu mengetahui cara melakukan persilangan monohybrid pada D.

melanogaster, melakukan analisis pewarisan sifat hasil perkawinan monohybrid D.

melanogaster, mengetahui cara determinasi jenis kelamin D. melanogaster, dan mengetahui siklus hidup D. melanogaster. Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu kompor, panci, toples selai, timbangan, sendok, plastik bening, karet gelang, kertas, jarum, alat tulis, penggaris dan kamera. Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu pisang, agar-agar, gula merah, air, ragi roti/ fermipan, asam benzoat, eter atau aseton dan buku laporan sementara. Cara kerja pada praktikum ini yaitu

5.1 Pembuatan Media

Dalam pembuatan media untuk perkembangbiakan lalat buah diperlukan alat-alat berupa kompor sebagai alat untuk memanaskan bahan, panci dan toples selai sebagai tempat bahan diletakkan, timbangan berfungsi untuk menentukan massa berat suatu bahan, sendok sebagai alat untuk mengambil suatu bahan, plastik bening, karet gelang, kertas, jarum, alat tulis, penggaris dan kamera berfungsi untuk mengambil objek menjadi sebuah gambar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Haryanto dan Ramadhan (2020) yang menyatakan bahwa, timbangan berfungsi untuk melakukan pengukuran berat seringkali dilakukan untuk mengetahui nilai dari benda tersebut. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu pisang sebagai bahan pangan untuk menarik lalat, agar-agar, gula merah, air, ragi roti/ fermipan berfungsi untuk membantu meningkatkan pertumbuhan lalat buah pada kandungan nutrisinya dengan meningkatkan laju penguraian nutrisi di dalam media, asam benzoat, eter atau aseton berfungsi untuk membius lalat buah dan buku laporan sementara. Hal ini sesuai dengan

(19)

pernyataan Santi (2013) yang menyatakan bahwa, eter berfungsi sebagai anestesi.

Cara kerja dalam membuat persilangan monohibrid pada Drosophila melanogaster terdiri dari empat tahapan yaitu penangkapan lalat, pembuatan media pertumbuhan, pembiusan lalat, dan determinasi kelamin pada lalat dan identifikasi. Pada tahap pertama diawali dengan memangsang perangkap menggunakan pisang yang diletakkan di wadah. Setelah lalat sudah hinggap di tempat yang sudah dimasukkan pisang segera ditutup. Pada tahap kedua 300 g pisang dihaluskan, 3,5 g agar-agar, 75 g gula merah dan 200 ml air direbus hingga mendidih. Setelah agak dingin (suhu sekitar 50°C) ditambahkan 10 g ragi roti dan 6 ml larutan asam benzoat (2,5 g asam benzoat dalam 60 ml alkohol/ etanol). Penambahan ragi roti ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan lalat buah dengan meningkatkan laju penguraian nutrisi dalam media. Selain itu, penambahan ini berfungsi untuk memperbesar suhu dalam toples. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Safitri dan Bachtiat (2017) yang menyatakan bahwa, Penambahan fermipan ditujukan untuk meningkatkan kandungan nutrisi yang baik bagi pertumbuhan lalat buah dengan mempercepat penguraian nutrisi yang ada di dalam media. Selain itu fermipan digunakan untuk meningkatkan suhu di dalam botol karena proses oksidasi oleh khamir tersebut. Hal ini digunakan agar terjadi proses perombakan zat-zat dalam medium dalam proses fermentasi karbohidrat dan pisang yang akan menghasilkan glukosa dan gas yang diperlukan untuk pertumbuhan lalat buah, sedangkan komposisi yang lain digunakan untuk memberikan sumber nutrisi untuk lalat buah.

Pada tahap ketiga, lalat buah dibius dengan eter atau aseton. Kapas dimasukan ke dalam toples dan ditunggu selama beberapa menit. Setelah beberapa menit, toples dibuka dan lalat dikeluarkan secara perlahan dari toples kultur ke atas kertas putih. Lalat-lalat yang mati dan yang hidup dipisahkan dengan kuas. Pada tahap terakhir bentuk abdomen lalat buah dan ada tidaknya sisir kelamin diperhatikan dengan bantuan alat lup untuk mempermudahkan identifikasi jenis kelamin lalat buah. Hal ini sesuai dengan pernyataan

(20)

Suparman dkk. (2018) yang menyatakan bahwa, Drosophila memiliki ciri morfologi yang berbeda antara jantan dan betinanya. Drosophila melanogaster merupakan hewan yang bersayap, dan berukuran kecil. Maka dari itu pengamatan morfologi hewan ini bisa dengan menggunakan alat Bantu seperti lup dan mikroskop.

5.2 Drosophilla melanogaster

Drosophilla melanogaster merupakan lalat buah yang memiliki beragam macam tipe, 3 tipe diantara lainnya yaitu tipe normal atau Wild type, tipe putih atau White type, dan Ebony type. Ciri khas pada lalat buah Wild type yaitu matanya berwarna merah dan pada bagian abdomen terdapat garis-garis seperti segmen yang berwarna hitam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hotmah dkk.

(2017) yang menyatakan bahwa, Drosophilla melanogaster tipe normal (Wild type) adalah lalat buah yang bermata merah dan bagian abdomenya bersegmen lima dan bergaris hitam. Berbeda dengan lalat buah White type yang diciri khaskan pada matanya yang berwarna putih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ferreiro et al. (2018) yang menyatakan bahwa, Drosophilla melanogaster White type adalah lalat mutan yang mengalami perubahan tingkat pola pigmentasi pada matanya, sehingga memiliki mata yang berwarna putih.

Drosophilla melanogaster berkembangbiak dari telur menjadi larva, lalu larva menjadi pupa dan pupa menjadi imago. Proses ini termasuk metamorfosis sempurna. Pada proses larva terbagi lagi menjadi larva instar pertama, kedua, dan ketiga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Oktary dkk. (2015) yang menyatakan bahwa, lalat buah mengalami metamorfosis sempurna dari telur, larva (belatung), pupa dan akhirnya menjadi serangga dewasa (imago). Larva yang baru menetas disebut sebagai larva fase (instar) pertama. Larva makan dan tumbuh dengan cepat kemudian berganti kulit mejadi larva fase kedua dan ketiga.

Drosophilla melanogaster jantan dan betina dapat dibedakan berdasarkan bentuk abdomen dan ada tidaknya sisir kelamin. Pada lalat buah jantan, abdomennya berbentuk pendek dan ujungnya tumpul berwarna gelap dengan

(21)

garis lebih sedikit. Lalat buah jantan memiliki sisir kelamin dan 3 garis hitam pada permukaan perutnya. Berbeda dengan lalat buah betina yang bentuk abdomennya panjang dan runcing dengan 5 garis hitam pada permukaan perut, dan tidak memiliki sisir kelamin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Oktary dkk.

(2015) yang menyatakan bahwa, ada beberapa tanda yang dapat digunakan untuk membedakan lalat jantan dan betina, yaitu bentuk abdomen pada lalat betina kecil dan runcing, sedangkan pada jantan agak membulat dengan ujung yang berwarna gelap. Lalat jantan memiliki sex comb dan 3 garis hitam, sedangkan lalat betina hanya memiliki 5 garis hitam.

5.3 Persilangan Monohibrid

Pada saat praktikum, lalat disilangkan dengan menggunakan persilangan monohibrid. Persilangan monohibrid merupakan persilangan dengan satu sifat berbeda antara dua individu dari spesies yang sama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Firdauzi (2014) yang menyatakan bahwa, persilangan monohibrida adalah dasar untuk ilmu genetika Mendel. Namun yang digunakan dalam penelitian ini adalah lalat buah (Drosophila melanogaster). Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Akbar et al. (2015) yang menyatakan bahwa, persilangan monohibrid adalah perkawinan antara dua individu dari spesies yang sama yang memiliki satu sifat berbeda.

Lalat yang disilangkan yaitu jenis lalat buah tipe liar dengan jumlah 1 jantan dan 1 betina dan lalat buah mutan putih dengan jumlah 2 betina. Dari hasil percobaan, persilangan dan perkembangbiakan keempat lalat tersebut gagal dilakukan. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor lingkungan seperti iklim, suhu, cahaya dan kelembapan yang kurang optimum. Apabila lalat buah tidak mendapatkan paparan dari sinar matahari maka pertumbuhannya dan perkembangbiakannya akan rendah, begitupula sebaliknya. Menurut pendapat Puja dkk. (2019) faktor yang mempengaruhi perkembangan lalat buah adalah suhu, kelembaban udara dan cahaya matahari langsung. Suhu optimal untuk perkembangan lalat buah ± 26°C, kelembaban udara sekitar 70% dan Lalat buah betina akan meletakkan telur lebih cepat dalam kondisi yang terang,

(22)

sebaliknya pupa lalat buah tidak akan menetas apabila terkena sinar matahari langsung.

Aktivitas lalat buah juga dapat dipengaruhi oleh tingkat nutrisi serta predatornya. Selain dari faktor eksternal, pertumbuhan dan perkembangbiakan lalat buah dapat disebabkan oleh faktor internal seperti rasio jenis kelaminnya, sifatnya, dan skill dalam berkopulasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahyuni (2014) yang menyatakan bahwa, ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan serangga. Pertama, faktor dalam yang meliputi kemampuan berkembang biak, perbandingan jenis kelamin, sifat mempertahankan diri dan siklus hidup. Faktor kedua yaitu, faktor luar yang meliputi suhu, kelembaban, cahaya, pakan atau nutrisi serta predator.

Berdasarkan hasil perkawinan menghasilkan perbandingan rasio fenotip lalat mata merah dan mata putih yaitu hampir mendekati 1:1 yaitu 1 : 1,21 dan rasio genotype yang diperoleh yaitu XWXw : XwXw : XWY : XwY = 20 : 17 : 18 : 15.

(23)

VI. KESIMPULAN

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan mengenai persilangan monohibrid pada Drosophila melanogaster bisa disimpulkan bahwa:

6.1Persilangan monohibrid pada Drosophila melanogaster dilakukan dengan cara menggabungkan lalat betina dan jantan di dalam toples atau wadah yang berisi media selama beberapa minggu sampai muncul telur.

6.2Hasil analisis dari perkawinan monohibrid Drosophila melanogaster yaitu lalat buah dapat menghasilkan karakteristik yang berbeda dari tipe normal lalat buah atau dikenal dengan mutasi. Karena perlakuan ini, Drosophila melanogaster terdiri dari 3 tipe yaitu tipe liar, tipe putih, dan tipe eboni.

6.3Lalat betina dan jantan Drosophila melanogaster dapat diketahui berdasarkan morfologi tubuh pada lalat buah. Pada lalat buah jantan, abdomennya berbentuk pendek dan ujungnya tumpul berwarna gelap dengan garis lebih sedikit. Lalat buah jantan memiliki sisir kelamin dan 3 garis hitam pada permukaan perutnya. Berbeda dengan lalat buah betina yang bentuk abdomennya panjang dan runcing dengan 5 garis hitam pada permukaan perut, dan tidak memiliki sisir kelamin.

6.4 Drosophila melanogaster mengalami metamorfosis sempurna dengan 4 fase yaitu fase telur, larva, pupa dan imago. Pada proses larva terbagi lagi menjadi larva instar pertama, kedua, dan ketiga.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Aurora, M. E. M., & Susilawati, I. O. 2020. Monohibridization with Different Media Treatments on Fruit Flies (Drosophila melanogaster). Jurnal Biologi Tropis. 20(2): 263-269.

Bellen, H. J., & Yamamoto, S. 2015. Morgan’s Legacy: Fruit Flies and the Functional Annotation of Conserved Genes. Cell. 163(1): 12-14.

Ferreiro, M. J., Pérez, C., Marchesano, M., Ruiz, S., Caputi, A., Aguilera, P., &

Cantera, R. 2018. Drosophila melanogaster White Mutant W 1118 Undergo Retinal Degeneration. Frontiers in neuroscience. 11: 732.

Firdaushi, N. F. 2014. Perbandingan F1 Dan F2 Pada Persilangan Starin N XB, dan Strain N X TX. BIOSEL (Biology Science and Education): Jurnal Penelitian Science dan Pendidikan. 3(2): 197-204.

Gavin Smyth, J., & Matute, D. R. 2013. Embryonic Lethality Leads to Hybrid Male‐ Inviability in Hybrids between Drosophila melanogaster and D.

santomea. Ecology and Evolution. 3(6): 1580-1589.

Haryanto, D., & Ramadhan, A. 2020. Timbangan Digital Menggunakan Arduino dengan Catatan Database. Jurnal Manajemen Informatika (JUMIKA). 7(2).

Ibrahim, J., Awad, A. F. A., Basal, W. T., & Akmal, A. 2018. Evaluation of Genotoxicity of Lufenuron and Chlorfluazuron Insecticides in Drosophila melanogaster Using a Germ-Line Cell Aneuploidy and Chromosomal Aberrations Test. Jour of Adv Research in Dynamical & Control Systems. 10(2).

Lamb, A. M., Wang, Z., Simmer, P., Chung, H., & Wittkopp, P. J. 2020. Ebony Affects Pigmentation Divergence and Cuticular Hydrocarbons in Drosophila americana and D. novamexicana. Frontiers in Ecology and Evolution. 8: 184.

(25)

Nainu, F. 2018. Penggunaan Drosophila melanogaster Sebagai Organisme Model Dalam Penemuan Obat. Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy)(e-Journal). 4(1): 50-67.

Octary, A. P., Ridhwan, M., & Armi, A. 2015. Ekstrak Daun Kirinyuh (Eupatorium odoratum) dan Lalat Buah (Drosophila melanogaster). Jurnal Serambi Akademica. 3(2).

Phatak, K. A., Khanna, P. K., & Nath, B. B. 2016. Particle Size-Independent Induction of Leucism in Drosophila melanogaster by Silver: Nano vs.

Micro. Metallomics. 8(12): 1243-1254.

Puja, I. N., Adi, I. G. R., & Singarsa, I. D. P. 2019. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Jeruk Di Dusun Pausan Desa Buahan Kaja Kecamatan Payangan.

Buletin Udayana Mengabdi. 18(1): 99-104.

Safitri, D., & Bachtiar, S. 2017. Pengaruh Penambahan Ragi pada Media terhadap Perkembang Biakan Drosophila melanogaster. BIOSEL (Biology Science and Education): Jurnal Penelitian Science dan Pendidikan. 6(1): 45-51.

Santi, D. A. 2013. Efek Jus Buah Jambu Biji (Psidium guajava Linn) terhadap Gangguan Toleransi Glukosa pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Akibat Efek Samping Deksametason. Calyptra. 2(1): 1-19.

Suparman, S., Roini, C., & Saban, J. 2019. Indeks Isolasi Sexual Antara Lalat Buah (Drosophilamelanogaster (Meigen)) dari Moya, Pulau Ternate dan Gurabunga, Pulau Tidore. SAINTIFIK@. 3(1): 41-48.

Wahyuni, E. S. 2014. Pertumbuhan Lalat Buah (Drosopilla sp.) pada Berbagai Media dan Sumbangannya pada Pembelajaran Biologi di SMA. Jurnal Visi Ilmu Pendidikan. 12(1): 1-5.

Wangler, M., & Bellen, H. 2017. In Vivo Animal Modeling. Basic Science Methods for Clinical Researchers.

(26)

Wotton, K. R., Jimenez-Guri, E., Garcia Matheu, B., & Jaeger, J. 2014. A Staging Scheme for the Development of the Scuttle Fly Megaselia abdita. PLoS One.

9(1): e84421.

Xiao, C., Qiu, S., & Robertson, R. M. 2017. The White Gene Controls Copulation Success in Drosophila melanogaster. Scientific reports. 7(1): 7712.

(27)

LEMBAR PENGESAHAN

Semarang, 6 Maret 2023 Mengetahui,

Asisten Praktikan

Abdullah Faiq Ghozi Atha Wahyuning Utami

NIM. 24020219130074 NIM. 24020121140140

(28)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Jurnal Referensi

Gambar

Gambar 2.1.1 Wild type (Wangler and Bellen, 2017)
Gambar 2.1.3 Ebony type (Phatak et al., 2016)

Referensi

Dokumen terkait

Lalat buah yang sudah ditangkap dengan plastik, dipindahkan ke dalam botol kultur dan botol ditutup dengan menggunakan busa.. Botol kultur diberi label berisi keterangan

Senyawa atraktan yang mengandung protein dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk pengendalian lalat buah, sehingga lalat buah jantan dan betina bisa tertarik dan

Hal ini sesuai dengan penelitian Dalyanto (2006) yang menyatakan bahwa lalat buah jantan dan betina tertarik dengan aroma asam amino yang dihasilkan

Hal ini sesuai dengan penelitian Dalyanto (2006) yang menyatakan bahwa lalat buah jantan dan betina tertarik dengan aroma asam amino yang dihasilkan

Pada bunga yang sempurna terdapat benang sari yang merupakan.. alat reproduksi jantan dan putik yang merupakan alat

Berdasarkan pada ciri-ciri tersebut, dapat diketahui bahwasanya lalat Drosophila melanogaster strain E yang diamati pada praktikum merupakan drosophila jantan.. Hal ini

Perubahan struktur dan jumlah kromosom pada individu menyebabkan terjadinya mutasi yang terkespresi dalam bentuk fenotip berupa perubahan dan kelainan bentuk

Distribusi frekuensi ikan talang – talang betina lebih besar dari pada ikan talang – talang jantan disebabkan oleh jumlah ikan talang – talang betina yang