LAPORAN
PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI
ACARA : ASPEK GEOMORFOLOGI DAN SLOPE
DISUSUN OLEH :
SAMUEL SITOMPUL 03071282328029
LABORATORIUM GEOLOGI TEKNIK DAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2024
HALAMAN PENGESAHAN
ACARA : ASPEK GEOMORFOLOGI DAN SLOPE PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA 2024
Indralaya, 1 September 2024
Asisten Pembimbing Praktikan
PENYUSUN
SAMUEL SITOMPUL
03071282328029
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt karena berkat rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan Laporan Aspek Geomorfologi dan Slope Praktikum Geomorfologi ini dengan lancar.
Dalam penulisan Laporan Praktikum Geomorfologi mengenai Aspek Geomorfologi dan Slope ini penulis mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Budhi Setiawan, S.T., M.T., PH.D dan Harnani, S.T., M.T.
selaku dosen pembimbing Praktikum Geomorfologi dan Kak Suci Febria Lestari selaku Asistem Labolatorium Geologi Teknik dan Lingkungan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan Laporan Aspek Geomorfologi dan Slope Praktikum Geomorfologi ini.
Penulis menyadari laporan ini masih memiliki kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik yang membantu dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak.
Akhir kata penulis berharap semoga Laporan Aspek Geomorfologi dan Slope ini dapat bermanfaat bagi sesama dan dapat dijadikan sebagai referensi.
Indralaya, 1 September 2024 Penulis,
Samuel Sitompul
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv BAB I PENDAHULUAN ... I-1
I.1 Kompetensi ... I-1 II.2 Tujuan Pembelajaran ... I-1 III.3 Alat Yang Digunakan ... I-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... II-1 II.1 Pengenalan Geomorfologi ... II-1 II.2 Morfologi ... II-1 II.3 Morfogenesa ... II-4 II.4 Pengenalan Slope ... II-4 II.5 Langkah-langkah Perhitungan Kemiringan Lereng ... II-5 II.6 Alat Ukur Kemiringan Lereng ... II-6 BAB III PEMBAHASAN ... III-1 III.1 Tutorial Pembuatan Peta Morfologi ... III-1 III.2 Tutorial Pembuatan Peta Kemiringan Lereng ... III-16 BAB IV KESIMPULAN ... IV-1 IV.1 Interpretasi Peta Morfologi Kedungpoh ... IV-1
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Kompetensi
Kompetensi pada mata acara aspek-aspek geomorfologi dan slope adalah sebagai berikut : 1. Praktikan mampu memahami system informasi geografis dan penggunaannya.
2. Praktikan dapat mengerti proses-proses pembuatan peta morfologi dan peta kemiringan lereng suatu daerah.
3. Praktikan dapat membuat peta topografi dan kemiringan lereng suatu daerah.
I.2 Tujuan
Diharapkan bagi mahasiswa dapat menggunakan dan mengerti pengaplikasian Sistem Informasi Geografis dalam hal ini membuat peta morfologi dan peta kemiringan lereng dengan menggunakan software Global Mapper, ArcScene dan ArcGis.
I.3 Alat Yang Digunakan 1. Laptop
2. Mouse
3. Software Global Mapper 4. Software ArcGis
5. Software ArcScene
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengenalan Geomorfologi
Geomorfologi bisa didefinisikan sebagai ilmu tentang muka bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya. Geomorfologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas tiga kata yaitu Geos yang berarti bumi, morphos yang berarti bentuk, dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa geomorfologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari suatu bentuk lahan yang membentuk permukaan bumi baik di atas maupun dibawah permukaan laut dan menekankan pada proses terjadinya serta proses perkembangannya dalam konteks keruangannya. Bentuklahan memiliki kesan topografis dan ekspresi topografik. Kesan topografis adalah konfigurasi permukaan bersifat pemerian atau deskriptif suatu bentuklahan. Ekspresi topografik diperlihatkan oleh aspek kuantitatif dari suatu bentuklahan. Apabila kesan dan ekspresi topografi tersebut diamati, maka akan memberikan penjelasan tentang sifat dan watak suatu bentuklahan. Penentuan kesamaan sifat dan perwatakan bentuklahan berdasarkan kesan topografis dan ekspresi topografik akan membantu di dalam penentuan klasifikasi suatu bentuklahan berbasis morfologi.Aspek-aspek Geomorfologi Menurut Verstappen (1985) ada empat aspek utama dalam analisa pemetaan geomorfologi yaitu Morfologi, Morfogenesa, Morfokronologi, dan Morfoasosiasi.
II.2 Morfologi
Morfologi dalam geologi merujuk pada bentuk fisik dan struktur permukaan bumi serta bagaimana bentuk-bentuk tersebut terbentuk. Ini melibatkan studi tentang relief, lembah, gunung, dan fitur-fitur lainnya yang terbentuk oleh proses geologis seperti erosi, sedimentasi, vulkanisme, dan tektonik lempeng. Dalam hal ini, morfologi mencakup analisis bentuk-bentuk daratan, dasar laut, dan permukaan lainnya untuk memahami sejarah geologis, dinamika bumi, dan peran proses-proses geologi dalam membentuk struktur bumi saat ini. Secara etimologis, istilah morfologi sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yang merupakan gabungan dari morphe yang berarti bentuk dan logos yang berarti 'pengetahuan' (Ralibi, 1982:363). Morfologi merupakan susunan dari obyek alami yang ada dipermukaan bumi, sesuai dengan proses pembentukannya. Morfologi adalah kenampakan roman permukaan bumi ditunjukkan dengan pola kontur tertentu di suatu daerah. Aspek morfologi ini terbagi menjadi 2, yaitu: morfometri yang merupakan aspek kuantitatif yang didasarkan pada perbedaan ketinggian daerah dengan daerah lain serta lereng kemiringan daerah, hubungannya dengan proses geologi yang mempengaruhinya dengan baik proses eksogen dan proses endogen juga perbedaan litologi dan tingkat ketahanan batuan pembuat daerah. Begitu juga dengan morfografi yaitu gambaran morfologi suatu daerah seperti pegunungan, perbukitan, dataran, dan lain-lain. Bentuk lanskap di suatu daerah dapat dilihat berdasarkan jenis batuannya. Di mana jenis batuan yang berbeda
litologi suatu daerah. Ada Ilmu yang mempelajari pembentukan bumi dikenal dengan istilah geomorfologi.
Dalam Geomorfologi ada beberapa aspek penting yang menjadi dasar pembelajaran yaitu morfografi dan morfometri. Morfografi merupakan aspek geomorfologi yang bersifat deskriptif pada suatu daerah dataran, perbukitan, pegunungan dan dataran tinggi. Morfografi juga merupakan susunan benda-benda alam yang ada di permukaan bumi, yang menggambarkan suatu bentuk daratan. Pencarian karakteristik morfometri sangat erat kaitannya dengan orde sungai, panjang sungai, keliling sungai dan luas sungai. Berdasarkan urutan aliran, kita dapat menentukan nilai indeks cabang. Dari data panjang ruas sungai dan luas sungai tersebut dapat ditentukan kerapatan alirannya. Morfometri juga merupakan aspek geologi yang menggambarkan bentukan lahan secara kualitatif. Morfometrik dalam geologi adalah studi tentang pengukuran kuantitatif dan analisis bentuk dan ukuran berbagai kenampakan geologis, seperti gunung, lembah, dan sungai. Ini melibatkan penggunaan metode matematika dan statistik untuk mengukur, membandingkan, dan mengklasifikasikan bentuk permukaan bumi dan memahami hubungan antara morfologi dan proses geologis yang terlibat dalam pembentukannya. Morfometri membantu ahli geologi mengidentifikasi pola yang relevan dengan proses geologi, evolusi permukaan bumi, dan faktor lingkungan yang mempengaruhi bentuk geologi. Ada beberapa jenis morfologi dalam geologi yang meliputi berbagai bentuk dan ciri permukaan bumi, yaitu morfologi gunung, lembah, pesisir, karst, dasar laut, vulkanik, gletser, gurun, fluvial, dan laut.
Gambar 1 Morfologi Dasar Laut
Sumber : https://hotelier.id/studi/morfologi-dasar-laut/
1) Morfologi Gunung: mencakup puncak gunung, lereng dan lembah yang terbentuk oleh gerakan tektonik, erosi dan aktivitas vulkanik. Morfologi gunung meliputi ciri-ciri fisik dan strukturyang terdapat di daerah pegunungan. Morfologi pegunungan mencerminkan kompleksitas proses geologis yang terlibat dalam pembentukan pegunungan. Perbedaan jenis batuan, aktivitas tektonik, erosi, dan proses lainnya dapat menghasilkan berbagai kenampakan yang menarik di dalam suatu pegunungan.
2) Morfologi Lembah: morfologi lembah merujuk pada karakteristik fisik dan bentuk lembah yang dapat ditemukan di berbagai jenis lingkungan. Lembah adalah area rendah yang dikelilingi oleh lereng atau pegunungan, dan bentuknya dapat sangat bervariasi tergantung pada proses geologis dan lingkungan di mana lembah tersebut terbentuk. Termasuk lembah sungai, lembah glasial, dan lembah yang terbentuk oleh erosi air, es, dan proses lainnya.
3) Morfologi Pesisir: morfologi pesisir mengacu pada ciri fisik dan bentuk daerah peralihan antara darat dan laut, yaitu daerah pesisir. Morfologi pesisir sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai proses geologi, oscanografi, dan cuaca. Menyangkut pantai berpasir, tebing pantai, terumbu karang, dan kenampakan lain di dekat air yang dibentuk oleh erosi pantai, arus laut, dan aktivitas geologis.
4) Morfologi karst: morfologi karst mengacu pada fitur dan bentuk topografi yang berkembang di daerah-daerah batuan kapur atau batuan berlapis yang terlarut oleh air asam, menghasilkan berbagai fitur geologi yang khas. Karst adalah suatu lanskap yang terbentuk melalui proses pelarutan kimia batuan kapur atau batuan berlapis lainnya. Mengacu pada ciri- ciri seperti gua, stalaktit, stalagmit, dan depresi yang terbentuk oleh pelarutan batuan karst (seperti batu kapur) oleh air.
5) Morfologi Dasar Laut: morfologi dasar laut merujuk pada karakteristik fisik dan bentuk permukaan dasar laut di seluruh dunia. Ini mencakup fitur-fitur geologi dan bentang alam di dasar laut, yang terbentuk oleh berbagai proses geologis dan oseanografi. Mencakup pegunungan di tengah samudra, parit samudra, dan cekungan dasar laut yang dibentuk oleh pergerakan lempeng tektonik dan aktivitas vulkanik di dasar laut.
6) Morfologi Vulkanik: morfologi vulkanik merujuk pada bentuk dan struktur fisik yang terbentuk akibat aktivitas vulkanik. Proses vulkanik melibatkan keluarnya material magma, lava, gas, dan puing-puing dari dalam bumi ke permukaan, yang membentuk berbagai fitur geologi yang khas. Mencakup gunung berapi, kaldera, dan medan lava yang terbentuk oleh letusan gunung berapi dan aliran lava.
7) Morfologi Gletser: morfologi gletser mencakup karakteristik fisik dan bentuk topografi yang berkembang di daerah-daerah yang terpengaruh oleh pergerakan dan aktivitas es, seperti gletser. Gletser adalah massa besar es yang bergerak secara lambat di lereng pegunungan atau lembah glasial. Melibatkan penelitian tentang fitur-fitur seperti gletser, lembah glasial, dan danau glasial yang dibentuk oleh pergerakan es dan erosi glasial.
8) Morfologi Gurun: morfologi gurun mengacu pada bentuk fisik dan fitur-fitur yang khas dari daerah- daerah gurun, yaitu lingkungan yang kering dan memiliki sedikit vegetasi. Kondisi kering ini berdampak pada pembentukan bentuk-bentuk geologis yang unik. Mengacu pada fitur bukit pasir, dataran pasir, dan oasis di lingkungan gurun yang dibentuk oleh erosi angin dan aktivitas geologis lainnya.
9) Morfologi fluvial: morfologi fluvial adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fitur-fitur fisik dan bentuk yang terbentuk oleh aktivitas aliran air, seperti sungai dan sungai, serta proses erosi dan sedimentasi yang terkait dengannya. Ini mencakup berbagai aspek bentang alam yang terbentuk oleh pergerakan air di permukaan bumi. Meliputi meander sungai,
dan aktivitas geologi lainnya di dasar laut.
II.3 Morfogenesa
Morfogenesa merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses pembentukan dan pengembangan bentuk-bentuk geologi dan morfologi permukaan bumi.
Morfogenesa adalah asal mula dari suatu proses yang membentuk bentang alam yang ada pada saat ini. Ini merujuk pada serangkaian peristiwa dan proses alamiah yang berperan dalam membentuk fitur-fitur seperti pegunungan, lembah, sungai, dan bentuk geologi lainnya. Proses- proses dalam morfogenesa termasuk:
1). Pergerakan tektonik: aktivitas tektonik, seperti pergeseran lempeng tektonik dan pembentukan lipatan dan sesar, dapat membentuk pegunungan, lembah, dan formasi geologi lainnya.
2). Erosi: erosi oleh angin, air, dan es dapat merubah permukaan bumi, membentuk lereng, lembah, dan cekungan. Erosi juga memahat fitur-fitur seperti sungai, lembah glasial, dan arus bawah laut.
3). Endapan: endapan material seperti lumpur, pasir, dan kerikil yang diangkut oleh air atau angin dapat terkumpul dan membentuk formasi geologi baru, seperti dataran banjir, delta sungai, atau lembah lembah.
4). Aktivitas vulkanik: letusan gunung berapi dapat membentuk gunung-gunung, kaldera, dan aliran lava yang mempengaruhi morfologi permukaan bumi.
5). Pelarutan batuan: proses kimia yang melibatkan pelarutan batuan seperti batu kapur dapat membentuk fitur-fitur karst seperti gua, stalaktit, dan sungai bawah tanah.
6). Perubahan iklim: perubahan iklim dapat mempengaruhi morfologi melalui perubahan dalam pola cuaca, laju erosi, dan distribusi air.
7). Glasiologi: pergerakan dan erosi gletser dapat membentuk lembah, sungai, dan danau yang disebut lembah glasial.
Morfogenesa adalah aspek penting dalam memahami sejarah geologi dan perubahan permukaan bumi sepanjang waktu. Proses ini dapat berlangsung dalam skala waktu yang sangat panjang dan melibatkan interaksi kompleks antara berbagai faktor geologi, lingkungan, dan dinamika alamiah. Morfogenesa terbentuk dari beberapa proses struktur, diantaranya morfostruktur aktif, morfostruktur pasif dan morfostruktur dinamik. Setiap proses ini memberikan hasil bentukan lahan yang berbeda memiliki karakteristiknya sendiri. Hubungan antara morfologi dan morfogenesa adalah bahwa morfologi permukaan bumi merupakan hasil akhir dari proses morfogenesa yang berlangsung lama. Ciri-ciri geologis yang dapat diamati sekarang, seperti pegunungan tinggi, lembah dalam, dan sungai yang berkelok-kelok terbentuk melalui interaksi berbagai proses morfogenetik. Proses ini membentuk dan mengubah morfologi permukaan bumi dari waktu ke waktu. Dalam hal ini, morfologi adalah apa yang kita amati secara visual di permukaan bumi, sedangkan morfogenesis adalah serangkaian proses yang berkerja sama untuk membentuk dan mengubah bentuk-bentuk tersebut.
II.4 Pengenalan Slope
Lereng adalah penampakan alam yang disebabkan karena adanya beda tinggi di dua tempat. Kemiringan lereng (Slope) merupakan salah satu unsur topografi dan sebagai faktor terjadinya erosi melalui proses runoff. Semakin curam lereng semakin besar laju dan jumlah aliran permukaan, semakin besar pula erosi yang terjadi. Bentuk lereng tergantung pada proses erosi, gerakan tanah, dan pelapukan. Sedangkan, kemiringan lereng terjadi akibat perubahan
bumi di berbagai tempat yang didebabkan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen.
Hal inilah yang mengakibatkan tarjadinya perbedan elevasi titik-titik di atas permukaan bumi.
Alat yang dapat digunakan untuk mengukur kemiringan lereng disebut clinometer. Alat ini juga dapat digunakan untuk mengukur ketinggian benda. Kemiringan tanah merupakan perbedaan ketinggian tertentu pada relief yang ada dalam bentuk tanah. Penentuan rata-rata kemiringan lahan pada masing- masing pemetaan kelompok dapat dilakukan dengan membuat hubungan antar titik. Panjang satu garis menunjukkan kemiringan yang sama. Kemiringan tanah menunjukkan karakter area yang akan dipertimbangkan dalam arahan penggunaan lahan.
Kemiringan tanah berbeda-beda pada setiap daerah, namun secara umum dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok. Kemiringan tanah terpengaruh dengan ketinggian daratan ke arah laut cenderung mendekati laut lebih merata (Sinery, Rudolf, Hermanus, Samsul, dan Devi, 2019). Berdasarkan Gunawan (2011), kelas kemiringan lahan diklasifikasikan menjadi lima tipe yaitu mengikuti:
1. Pegunungan dengan kemiringan lebih dari 45% (lebih besar dari 24°) 2. Berbukit dengan kemiringan 25-45% atau 14°-24°
3. Bergelombang dengan kemiringan 15-25% atau 8°-14°
4. Miring dengan kemiringan 8-15% atau 5-8°
5. Datar dengan kemiringan 0-8% atau 0-5°
Beberapa faktor kemiringan lereng yang mempengaruhi terjadinya erosi, yaitu : 1. Panjang lereng dengan faktor pendukung : intensitas hujan. Jika intensitas hujan tinggi, panjang lereng meningkat dengan disertai dengan peningkatan tingkat erosi.
2. Arah lereng. Erosi lebih besar pada lereng yang menghadap ke arah Selatan karena tanahnya mudah terdispersi secara langsung terkena sinar matahari.
3. Konfigurasi lereng (cembung > erosi lembar, cekung > erosi alur dan parit).
4. Keseragaman lereng (bentuk kecuraman). Erosi akan lebih besar pada lereng yang seragam.
Derajat kemiringan lereng dan panjang lereng merupakan sifat topografi yang dapat mempengaruhi besarnya erosi tanah. Semakin curam dan semakin panjang lereng maka semakin besar pula aliran permukaan dan bahaya erosi semakin tinggi. Peta kelas lereng diperoleh melalui interpetasi peta RBI dengan metode pembuatan peta lereng yang dikemukakan oleh Wentworth dengan rumus :
𝐵 = (𝑛 − 1) × 𝐼𝐾
𝑎 × 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑏𝑢𝑡 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑡𝑎 × 100%
Keterangan :
B = Besar sudut lereng
n = Jumlah kontur yang memotong tiap diagonal jaring IK = Interval Kontur
rumus seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya
5. Kemudian persentase tersebut dicocokkan dengan klasifikasi kemiringan lereng menurut Widiaatmanti (2016)
6. Kemudian berdasarkan dari pembagian jenis kemiringan lereng tersebut, diberikannya garis delinasi dan warna.
Tabel 1.1 Kelas lereng (Widiaatmanti,2016) KELAS KELAS RELIEF KEMIRINGAN
LERENG ( % )
KETINGGIAN (m)
WARNA
1 Lowlands 0 - 2 < 50 Hijau tua
2 Lowhills 3 - 7 50 – 200 Hijau muda
3 Hills 8 – 13 200 - 500 Kuning tua
4 High Hills 14 - 20 500 – 1000 Kuning muda
5 Mountains 21 - 55 > 1.000 Merah tua
6 56 – 140 Merah muda
7 >140 Ungu
Sumber :https://www.scribd.com/document/482851207/KEMIRINGAN-LERENG-BAB II.6 Alat Ukur Kemiringan Lereng
Untuk mengetahui kemiringan lereng suatu wilayah dengan melakukan pengukuran langsung di lapangan, kita dapat menggunakan berbagai alat pengukur kemiringan lereng seperti:
1. Suunto Level/Klinometer merupakan sebuah alat sederhana yang digunakan untuk mengukur sudut elevasi yang dibentuk antara garis datar dengan sebuah garis yang menghubungkan antara sebuah titik pada garis data tersebut dengan titik lain yang berada pada puncak sebuah objek yang diukur.
2. Hagameter. Fungsi utama dari alat ini yakni untuk pengukuran tinggi sebuah pohon, namun dapat digunakan juga untuk mengukur kemiringan lereng.
3. Abney Level merupakan alat yang sering digunakan dalam beragam survey di lapangan, seperti untuk mengukur ketinggian pohon, kemiringan lereng, dan lain sebagainya. Alat ini terdiri dari tabung teropong tetap dan busur skala (dalam derajat). Kelebihan Abney Level yakni mudah digunakan, harga relatif terjangkau, serta hasil cukup akurat.
4. Theodolite merupakan salah satu alat paling canggih saat ini yang digunakan untuk keperluan survey di lapangan. Alat ini digunakan terutamanya untuk menentukan ketinggian sebuah tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak, dan dapat digunakan juga untuk mengetahui kemiringan lereng sebuah wilayah.
Selain pengukuran langsung di lapangan, kita juga dapat memperoleh data kemiringan lereng hasil pengolahan dari data Digital Elevation Model (DEM). Akurasi nilai kemiringan lereng yang dihasilkan sangat tergantung dengan kualitas akurasi dari DEM yang kita olah. Data DEM sendiri dapat diperoleh dari hasil perekaman satelit dengan sensor aktif, pengolahan citra satelit stereo, drone atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV), maupun dari wahana perekaman lainnya.
a. Satelit dengan sensor aktif.
Satelit dengan sensor aktif merupakan satelit yang mempunyai sumber tenaga sendiri dalam melakukan perekaman sebuah wilayah. Sebagian besar satelit dengan sensor aktif menggunakan gelombang elektromagnetik mikro, yang dimanfaatkan pada teknologi RADAR (Radio Detection and Ranging). Saat ini hasil pengembangan teknologi RADAR di bidang pemetaan yang paling banyak digunakan yaitu Synthetic Aperture Radar (SAR) dan
Interferometric Synthetic Aperture Radar (IFSAR). Kelebihan penggunaan sensor aktif dengan gelombang mikro yakni kemampuannya dalam “menembus” awan, sehingga citra yang dihasilkan bebas awan.
Gambar 2. DEM dari Hasil Perekaman Drone atau UAV
Sumber: https://www.e-mj.com/features/drones-drills-and-determination/
b. Satelit dengan sensor pasif.
Satelit dengan sensor pasif mengandalkan sumber tenaga luar dalam pengoperasiannya.
Sumber tenaga satelit sensor pasif biasanya memanfaatkan gelombang elektromagnetik pada spektrum cahaya tampak (visible), inframerah dekat (near infrared), serta spektrum lainnya, yang berasal dari sinar matahari. Satelit sensor pasif memanfaatkan gelombang elektromagnetik khususnya pada spektrum cahaya tampak bertujuan untuk menghasilkan tampilan citra satelit dengan kenampakan yang sesuai dengan penglihatan mata manusia
“normal” seperti warna daun yang hijau, birunya laut, dan sebagainya.
c. Perekaman Drone atau UAV
Penggunaan drone untuk memperoleh kenampakan sebuah wilayah dengan resolusi spasial yang lebih tinggi lagi dibanding citra satelit, mulai marak digunakan dalam beberapa tahun belakangan ini. Harganya yang terjangkau, penggunaan yang tidak terlalu rumit, serta foto hasil perekaman mempunyai resolusi spasial sangat tinggi, membuatnya menjadi salah satu primadona saat ini dalam dunia pemetaan.
d. Perekaman Teknologi LiDAR
Teknologi lain yang saat ini digunakan untuk memperoleh data DEM di suatu wilayah yaitu teknologi Light Detection and Ranging (LiDAR).Sensor LiDAR biasanya dipasang pada sebuah wahana bergerak seperti pesawat, dan saat ini telah banyak juga disematkan pada drone ataupun mobil, serta beragam wahana lainnya, Prinsip kerja teknologi ini berupa pemancaran pulsa laser dari sensor menuju objek yang hendak direkam, dimana pantulan pulsa laser dari objek tersebut direkam oleh sensor.
BAB III PEMBAHASAN
III.1 Tutorial pembuatan peta kemiringan lereng daerah Kedungpoh, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Insimewa Yogyakarta
1. Buka website tanahair.indonesia.go.id kemudian login untuk mendonwload DemNas dan RBI daerah yang akan dibuat.
2. Cari petakan yang akan dibuat dan kemudian download DemNas serta RBI-nya.
3. Buka aplikasi Globalmapper kemudian pilih bagian Open Your Own Data Files untuk memasukkan data DEM yang telah didownload sebelumnya.
4. Masukkan file DemNas yang telah didownload sebelumnya.
5. Pilih digitizer tool untuk membuat petakan lalu pilih tool create distance bearing, klik pada DEM untuk membuat titik awal petakan DEM. Lalu sesuaikan jarak petakan dan arah/bearing garis petakan menggunakan arah derajat, contohnya 90° untuk arah kanan.
6. Pilih Create New Area Feature, kemudian tekan pada sudut kotak dan ikuti petak tadi, lalu klik kanan, kemudian ketika muncul Modify Feature Info klik OK
7. Pilih menu edit pada bagian atas tool dan tekan pilihan “select all features with digitizer tool”.
8. Setelah muncul kotak-kotak pada petakan tersebut, lalu pilih menu file pada tool, kemudian pilih export elevation grid format.
9. Pilih DEM sebagai export format lalu tekan oke.
10. Setelah muncul; tampilan DEM export option, pilih export bound lalu tekan crop to selected area feature(s), lalu tekan OK.
11. Lalu simpan pada folder yang diinginkan.
12. Buka aplikasi ArcGis lalu pilih blank map.
13. Pilih menu file pada tool kemudian pilih page and print setup.
14. Setelah tampilan muncul, uncheklist use print settings atur orientasi menjadi landscape dan standar size A2 lalu tekan OK.
15. Lalu klik kanan pada layers, lalu klik properties pilih size and pisition atur size dan height menjadi 36 cm lalu tekan OK.
16. Lalu klik kanan pada layers pilih add data.
17. Kemudian cari data DEM yang telah di potong sebelumnya, kemudian pilih lalu tekan Add.
18. Setelah muncul tampilan DEM hitam putih, ubah skala menjadi 1 : 25.000 lalu pada bagian search cari “contour with barrier”.
19. Setelah muncul bar, input raster dengan data DEM yang dipilih lalu atur contour interval menjadi 12,5 dan indexed contour interval (opsional) menjadi 50.
20. Apabila tampilan kontur telah muncul, uncheklist pada file value, lalu klik kanan pada file layers dan pilih properties.
21. Setelah muncul tampilan bar, pilih label lalu checklist label feature in this layer lalu ubah method menjadi define, setelah itu tekan SQL Query tekan “Type = 2”, lalu klik OK.
22. Kemudian pilih pada symbology atur categories ganti value field menjadi type, kemudian tekan Add All Values, lalu ganti warna garis 1 menjadi grey (30%) dan garis 2 menjadi black (100%), setelah itu tekan OK.
23. Lalu klik pada peta kemudian pilih properties, pilih coordinate system, lalu isi sesuai daerah petakan.
24.
25. Lalu pada layers pilih file, klik properties, pilih label. Checklist label features in this layer lalu pada method pilih define classes of feature and label each differently. Tekan symbol pada text symbol dan atur besar ukuran tipe ketik sesuai aturan.
26. Untuk mengatur grid, klik properties lalu tekan grid, pilih kembali properties, pilih labels lalu Additional Properties, muncul grid label, lalu muncul number format properties, pilih Number of Decimal Places, atur menjadi 0, alignment left dengan ukuran 12.
27. Peta topografi sudah selesai, kemudian tinggal menambahkan kartografinya sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan.
28. Kemudian cari di kolom search topo to raster, lalu masukkan file data cotour with barrier yang telah dibuat, lalu atur output coordinate sesuai dengan lokasi, lalu pilih OK.
29. Kemudian klik kanan pada TopoTor, lalu pilih symbology, kemudian pilih classify.
30. Pada Classes atur menjadi 5, kemudian break values diatur sesuai dengan klasifikasi Ike
31. Kemudian pada color ramp atur warna dari hijau tua ke merah.
32. Pilih search, lalu cari project raster lalu masukkan petakan DEM, lalu atur koordinat systemnya, lalu pilih OK..
33. Kemudian cari di kolom search “hillshade”, kemudian masukkan project raster yang telah dibuat, kemudian klik oke.
34. Kemudian klik kanan pada hillside lalu properties, kemudian buka display, lalu atur transparancy menjadi 74%.
35. Kemudian klik kanan pada TopoTor, lalu pilih “Save as layer file”, lalu simpan pada folder yang diinginkan.
37. Kemudian Add Data dan masukkan file Layer TopoTor yang telah disimpan sebelumnya.
38. Kemudian klik kana pada Scene Layers, pilih scene properties, lalu atur coordinate systemnya sesuai wilayah petakan
39. Kemudian klik kanan pada TopoTor lalu pilih properties, lalu buka base height, kemudian checklist “Floating on a custom surfaces:”, lalu pada “Factor to convert layer elevation values to scale units” ganti nilainya menjadi 2
40. Kemudian klik kanan pada scene layers, lalu add data dan masukkan shp Sungai AR dan Sungai LN
41. Kemudian klik kanan pada SHP Sungai Ar dan LN lalu pilih properties, lalu buka base height, kemudian checklist “Floating on a custom surfaces:”, lalu pada “Factor to convert layer elevation values to scale units” ganti nilainya menjadi 2, kemudian atur warnanya
III.2. Tutorial pembuatan peta kemiringan lereng daerah Kedungpoh, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta
1. Buka website tanahair.indonesia.go.id kemudian login untuk mendonwload DemNas dan RBI daerah yang akan dibuat.
2. Cari petakan yang akan dibuat dan kemudian download DemNas serta RBI-nya.
3. Buka aplikasi Globalmapper kemudian pilih bagian Open Your Own Data Files untuk memasukkan data DEM yang telah didownload sebelumnya.
5. Pilih digitizer tool untuk membuat petakan lalu pilih tool create distance bearing, klik pada DEM untuk membuat titik awal petakan DEM. Lalu sesuaikan jarak petakan dan arah/bearing garis petakan menggunakan arah derajat, contohnya 90° untuk arah kanan.
6. Pilih Create New Area Feature, kemudian tekan pada sudut kotak dan ikuti petak tadi, lalu klik kanan, kemudian ketika muncul Modify Feature Info klik OK
7. Pilih menu edit pada bagian atas tool dan tekan pilihan “select all features with digitizer tool”.
8. Setelah muncul kotak-kotak pada petakan tersebut, lalu pilih menu file pada tool, kemudian pilih export elevation grid format.
10. Setelah muncul; tampilan DEM export option, pilih export bound lalu tekan crop to selected area feature(s), lalu tekan OK.
11. Lalu simpan pada folder yang diinginkan.
12. Buka aplikasi ArcGis lalu pilih blank map.
13. Pilih menu file pada tool kemudian pilih page and print setup.
14. Setelah tampilan muncul, uncheklist use print settings atur orientasi menjadi landscape dan standar size A2 lalu tekan OK.
15. Lalu klik kanan pada layers, lalu klik properties pilih size and pisition atur size dan height menjadi 36 cm lalu tekan OK.
16. Lalu klik kanan pada layers pilih add data.
17. Kemudian cari data DEM yang telah di potong sebelumnya, kemudian pilih lalu tekan Add.
18. Setelah muncul tampilan DEM hitam putih, ubah skala menjadi 1 : 25.000 lalu pada bagian search cari “contour with barrier”.
19. Setelah muncul bar, input raster dengan data DEM yang dipilih lalu atur contour interval menjadi 12,5 dan indexed contour interval (opsional) menjadi 50.
20. Apabila tampilan kontur telah muncul, uncheklist pada file value, lalu klik kanan pada file layers dan pilih properties.
21. Setelah muncul tampilan bar, pilih label lalu checklist label feature in this layer lalu ubah method menjadi define, setelah itu tekan SQL Query tekan “Type = 2”, lalu klik OK.
22. Kemudian pilih pada symbology atur categories ganti value field menjadi type, kemudian tekan Add All Values, lalu ganti warna garis 1 menjadi grey (30%) dan garis 2 menjadi black (100%), setelah itu tekan OK.
23. Lalu klik pada peta kemudian pilih properties, pilih coordinate system, lalu isi sesuai daerah petakan.
24. Klik pada peta kemudian pilih add data, lalu cari RBI atau SHP daerah penelitian yang telah didownload lalu masukkan administrasi AR, Administrasi LN, jalan, sungai LN dan Sungai AR, kemudian add lalu atur warnanya.
25. Lalu pada layers pilih file, klik properties, pilih label. Checklist label features in this layer lalu pada method pilih define classes of feature and label each differently. Tekan symbol pada text symbol dan atur besar ukuran tipe ketik sesuai aturan.
26. Untuk mengatur grid, klik properties lalu tekan grid, pilih kembali properties, pilih labels lalu Additional Properties, muncul grid label, lalu muncul number format properties, pilih Number of Decimal Places, atur menjadi 0, alignment left dengan ukuran 12.
28. Kemudian cari Porject Raster pada kolom search, lalu masukkan DEM petakan, kemudian atur Output Coordinate System, lalu klok OK
29. Kemudian cari Slope, kemudian masukkan petakan Project Raster, kemudian atur Output measurement menjadi “PERCENT_RISE” lalu klik OK.
30. Lalu cari Reclassify, kemudian masukkan Slope Petakan, lalu buka Classify
31. Kemudian atur Classesnya menjadi 7, kemudian pada Berak Values masukkan persen kemiringan sesuai dengan klasifikasi Van Guidam.
32. Kemudian klik kanan pada Reclass, pilih properties, lalu symbology, kemudian atur Color Sceme menjadi hijau ke merah, kemudian OK.
33. Peta Kemiringan lereng telah jadi, kemudian kita tinggal memasukkan kartografinya.
BAB IV KESIMPULAN
IV.1 Interpretasi Peta Morfologi Daerah Kedungpoh
Pada peta topografi ini digunakan skala 1:25.000 dengan kontur interval sebesar 12,5 dan indeks kontur sebesar 50, dengan ukuran petakan sebesar 9 x 9 Kilometer. Daerah penelitian merupakan daerah Kedungpoh, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan system grid Universal Tranverse Mercator zona 49S dan datum World Geodelic System 1984. Pada petakan terdapat 5 kecamatan yaitu, Kecamatan Ngilpar, Kecamatan Playen, Kecamatan Ngawen, Kecamatan Karangmojo, dan Kecamatan Patuk. Pada wilayah Ekdungpoh terdapat Indeks Kontur paling rendah berada pada elevasi 150 m dan yang tertinggi pada 750 m. Berdasarkan morfologinya dapat diketahui bahwa sebagian besar wilayah Gunung Kidul didominasi oleh wilayah perbukitan dengan keringgian antara 200-500 m, dengan sebagian wilayah perbukitan rendah pada bagian selatan petakan dengan ketinggian antara 50 – 200 m.Berdasarkan morfologinya dapat diketahui juga bahwa sebagian wilayah Gunung Kidul pada wilayah utaranya merupakan wilayah perbukitan tinggi degan ketinggian antara 500-1000 m. Berdasarkan alur sungainya dapat diketahui pula bahwa wilayah ini memiliki pola aliran pararel.
IV.2 Interpretasi Peta Kemiringan Lereng Daerah Kedungpoh
Pada peta topografi ini digunakan skala 1:25.000 dengan kontur interval sebesar 12,5 dan indeks kontur sebesar 50, dengan ukuran petakan sebesar 9 x 9 Kilometer. Daerah penelitian merupakan daerah Kedungpoh, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan system grid Universal Tranverse Mercator zona 49S dan datum World Geodelic System 1984. Pada petakan terdapat 5 kecamatan yaitu, Kecamatan Ngilpar, Kecamatan Playen, Kecamatan Ngawen, Kecamatan Karangmojo, dan Kecamatan Patuk. Pada wilayah Ekdungpoh terdapat Indeks Kontur paling rendah berada pada elevasi 150 m dan yang tertinggi pada 750 m. Berdasarkan kemiringan lerengnya dapat diketahui bahwa sebagian besar wilayah Gunung Kidul didominasi oleh wilayah dengan kemiringan lereng yang rendah, dengan sebagian wilayahnya pada bagian utara yang merupakan wilayah pegunungan dengan elevasi cukup tinggi memiliki derajat kemiringan lereng yang tinggi, berkisar dari Agak Curam sampai Sangat Curam (15-140%). Berdasarkan alur sungainya dapat diketahui pula bahwa wilayah ini memiliki pola aliran pararel.
IV.3 Kesimpulan
Daerah Gunung Kidul terletak pada koordinat 7.966680°S 110.602561°E, dengan elevasi sekitar 150 sampai 750 meter. Sebagian besar wilayah Gunung Kidul merupakan wilayah perbukitan dan pegunungan kapur. Wilayah Gunung Kidul juga merupakan bagian dari Pegunungan Sewu. Wilayah Gunung Kidul terkenal akan sektor pertaniannya yang terdiri
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Christanti. 2011 . ”Panduan Praktikum – Sistem Informasi Sumber Daya Alam” . Malang: Universitas Brawijaya.
Bafdal, Nurpilihan dkk. 2011 . “Buku Ajar Sistem Informasi Geografis” . Bandung: FTIP UNPAD.
Djauhari, Noor. 2010 . “Geomorfologi” . Pakuan: Program Studi Teknik Geologi Universitas Pakuan.
Mulyaningsih, Sri. 2018 . “Pengantar Geologi Lingkungan” . Yogyakarta: Akprind Press.
Sugandi, Dede dkk. 2009 . ”Hand Out Sistem Informasi Geologi” . Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
LAMPIRAN