LAPORAN PRAKTIKUM HYGIENE INDUSTRI PARTIKULAT
Disusun Oleh :
Nama Pruestine Azzah Trisnawan
NRP 0522040114
Kelas K3IID
Tanggal Kamis, 1 Juni 2023
Dosen Pengampu
1. Aulia Nadia Rachmat, S.ST., M.T 2. Dr. Indri Santiasih, S.KM., M.T
TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
2023
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udara adalah faktor penting dalam kehidupan, namun, di era modern, sejalan dengan perkembangan pembangunan fisik kota dan pusat industri, serta berkembangnya transportasi, telah menyebabkan kualitas udara mengalami perubahan. Pencemaran udara terjadi ketika substansi – substansi berbahaya atau polutan tercampur dengan udara di lingkungan, menciptakan kondisi yang tidak sehat dan merusak. Pencemaran udara dapat berasal dari berbagai sumber, baik alami maupun aktivitas manusia. Salah satu sumber pencemaran udara alami adalah aktivitas vulkanik, letusan gunung berapi, dan debu alam. Namun, faktor utama penyebab pencemaran udara adalah kegiatan manusia. Aktivitas industri seperti pembakaran bahan bakar fosil, emisi dari pabrik dan kilang, dan beberapa zat polutan yang umum ditemukan di lingkungan kerja meliputi partikel debu, asap, gas beracun, uap kimia, dan serbuk partikel – partikel dalam jumlah yang tidak sedikit membuat udara perlahan – lahan menjadi tercemar.
Partikulat, juga dikenal sebagai PM (Particulate Matter), adalah kombinasi partikel padat dan aerosol yang terdapat di udara. Partikulat dapat berasal dari berbagai sumber, baik alami maupun manusia. Partikulat memiliki ukuran yang bervariasi, mulai dari partikel yang sangat kecil hingga partikel yang lebih besar. Partikel-partikel kecil dengan ukuran di bawah 10 mikrometer (PM10) dan di bawah 2,5 mikrometer (PM2,5) memiliki kemampuan penetrasi yang tinggi ke dalam saluran pernapasan manusia dan dapat mencapai paru-paru. Partikel-partikel yang lebih kecil dari 0,1 mikrometer (PM0,1) juga dapat masuk ke alveoli paru-paru.
Paparan terhadap partikulat dapat memiliki dampak buruk terhadap kesehatan manusia. Partikulat yang terhirup dapat merangsang saluran pernapasan, menyebabkan iritasi, peradangan, dan bahkan mengganggu fungsi paru-paru. Partikulat yang sangat kecil, seperti PM2,5 dan PM0,1, dapat lebih mudah masuk ke dalam aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh, yang dapat berpotensi menyebabkan efek negatif pada organ dan sistem lainnya.
Badan dunia International Labour Organization (ILO) mengemukakan penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan sebesar 34% adalah penyakit
kanker, 25% kecelakaan, 21 % penyakit saluran pernapasan, 15 % penyakit kardiovaskuler, dan 5 % disebabkan oleh faktor yang lain. Penyakit saluran pernapasan akibat kerja, sesuai dengan hasil riset The Surveillance of Work Related and Occupational Respiratory Disease (SWORD) yang dilakukan di Inggris ditemukan 3300 kasus baru penyakit paru yang berhubungan dengan pekerjaan. Di Indonesia, penyakit atau gangguan paru akibat kerja disebabkan oleh debu dan angka ini diperkirakan cukup banyak.
Oleh karena itu, pemahaman mengenai partikulat, cara mengendalikan paparan terhadap partikulat, serta pengaruhnya terhadap kesehatan pekerja sangat penting. Hal ini membantu dalam pengembangan kebijakan lingkungan kerja yang bertujuan untuk mengurangi paparan partikulat dan melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara mengukur pajanan partikulat di suatu tempat kerja?
2. Bagaimana cara menentukan kondisi partikulat di tempat kerja aman dan sesuai dengan aturan yang berlaku?
3. Bagaimana cara menentukan rekomendasi perbaikan jika kondisi partikulat di tempat kerja tidak aman sesuai dengan hierarki pengendalian bahaya?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara mengukur pajanan partikulat di suatu tempat kerja.
2. Untuk mengetahui cara menentukan kondisi partikulat di tempat kerja yang aman dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
3. Untuk memahami cara menentukan rekomendasi perbaikan apabila kondisi partikulat di tempat kerja tidak aman sesuai dengan hierarki pengendalian bahaya.
1.4 Ruang Lingkup
Pengukuran kebisingan pada praktikum kali ini dilakukan di Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya tepatnya berada di Bengkel Las pada Kamis, 1 Juni 2023 pukul 08.00-10.30 WIB. Dimana tujuan praktikum ini adalah untuk mengukur tingkat pajanan di suatu tempat kerja agar tidak melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) dan tidak menimbulkan PAK (Penyakit Akibat Kerja) pada pekerja. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat Sampler Dust. Adapun nama kelompok yang akan melakukan praktikum getaran ini sebagai berikut:
1. Ahmad Rizal Firmansyah (0522040099) 2. Mohammad Sulistyo M.W (0522040108) 3. Muhamad Ali Ro’is (0522040109) 4. Pruestine Azzah Trisnawan (0522040114) 5. Reggina Angel Arifin (0522040118) 6. Zpetnaz Prudentia (0522040124)
BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pengertian Partikulat
Partikel padat dan aerosol yang ada di udara, yang dikenal sebagai partikulat atau particulate matter (PM), terdiri dari campuran yang kompleks. Komponen- komponen yang terdapat dalam partikulat meliputi asam (seperti nitrat dan sulfat), unsur kimia organik, logam, serta debu tanah (Mogireddy, 2011).
Menurut Lewis (1998), debu atau partikulat merujuk pada partikel – partikel kering yang berukuran halus atau berbentuk bubuk yang memiliki sifat ringan dan dapat terapung di udara dalam jangka waktu tertentu.
Menurut Suma’mur (1998), debu merupakan partikel – partikel zat padat yang dihasilkan oleh kekuatan alami atau mekanis, seperti proses pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan, dan lain sebagainya, baik dari bahan organik maupun anorganik. Secara fisik, debu atau partikulat dapat diklasifikasikan sebagai pencemar udara dalam bentuk dust dan aerosol. Debu terdiri dari dua jenis, yaitu padat dan cair. Debu yang terdiri dari partikel – partikel padat dapat dibagi menjadi tiga kategori:
1. Dust (Debu): Dust atau debu memiliki berbagai ukuran, mulai dari submikroskopik hingga besar. Debu yang berbahaya adalah ukuran yang dapat terhirup ke dalam sistem pernafasan, umumnya lebih kecil dari 100 mikron dan dapat masuk ke paru-paru.
2. Fume (Asap): Fume atau asap terbentuk melalui kondensasi partikel-partikel zat padat setelah benda padat dipanaskan dan menguap, biasanya disertai dengan oksidasi kimia. Contohnya adalah logam seperti kadmium dan timbal (plumbum).
3. Smoke (Asap): Smoke atau asap adalah produk dari pembakaran bahan organik yang tidak sempurna dan memiliki ukuran sekitar 0,5 mikron.
2.2 Karakteristik Debu
Menurut Fahmi (1990), debu dalam industri memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Debu Organik, dapat merusak alveoli atau menyebabkan fibrosis pada paru- paru. Contohnya adalah debu yang berasal dari kapas, daun tembakau, rotan, padi-padian, dan lain sebagainya.
b) Debu Mineral, ini tidak memiliki sifat fibrosis pada paru-paru dan terbentuk dari senyawa yang kompleks seperti SiO2, SnO2, Fe2O3.
c) Debu Logam, dapat diserap melalui lambung dan kulit sehingga dapat menyebabkan keracunan. Contohnya adalah logam seperti Pb, Hg, Cd, dan sebagainya.
Menurut Pudjiastuti (2002), debu industri yang terdapat dalam udara dapat dibagi menjadi dua berdasarkan kemudahan pengendapannya:
1. Deposite Particular Matter
Merujuk pada partikel – partikel debu yang hanya berada dalam udara sementara waktu, karena mereka segera mengendap akibat daya tarik gravitasi bumi.
2. Suspend Particular Matter
Merupakan partikel – partikel debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap. Debu ini dapat menyebabkan gangguan pernapasan pada pekerja di industri yang terkait dengan produksi debu.
2.3 Ukuran Partikel Debu
Tidak semua partikel yang terhirup dalam udara akan mencapai paru-paru manusia. Penempatan partikulat dalam sistem pernapasan manusia sangat tergantung pada ukuran partikel tersebut. Partikel dengan ukuran ≥ 100 μm akan terdeposisi di hidung dan disebut partikel inhalabel. Partikel dengan ukuran > 4-10 μm akan terdeposisi di area toraks dan disebut partikel toraks. Sedangkan partikel < 4 μm akan terdeposisi di paru-paru dan disebut partikel respirabel (partikel yang dapat dihirup) (Lestari, 2007).
Partikel debu dengan diameter > 10 μm yang disebut partikel kasar merupakan indikator yang baik adanya gangguan saluran pernapasan, karena terdapat hubungan yang kuat antara gejala penyakit saluran pernapasan dengan kadar partikel debu di udara (Pope, 2003).
Diameter aerodinamis merupakan salah satu kriteria utama yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan partikel dalam diangkut di atmosfer dan/atau kemampuan partikel dihirup melalui sistem pernapasan organisme (Esworthy, 2013).
Environmental Protection Agency (EPA) telah mengkategorikan partikel menjadi 2 berdasarkan prediksi kemampuan penetrasi ke dalam paru-paru:
a. Partikel kasar (PM10) dengan diameter aerodinamis 10 μm; dan
b. Partikel halus (PM2,5) dengan diameter aerodinamis 2,5 μm (Esworthy, 2013).
2.4 Sumber Partikulat
Partikel dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk debu jalan, debu pertanian, konstruksi, sungai, pertambangan, dan lain sebagainya (Juda-Rezler et al., 2011). Partikel halus (PM2,5) dan partikel kasar (PM10) dibedakan berdasarkan ukuran, seperti yang dijelaskan dalam Tabel 1. Partikel sangat halus (PM0,1) mengacu pada partikel dengan diameter kurang dari 0,1 μm. Gambar 1 menggambarkan perbandingan ukuran antara PM2,5 dan PM10 dengan diameter rata-rata rambut manusia (~70 μm) dan pasir pantai halus (~90 μm). Partikel dapat berasal dari emisi langsung ke udara atau hasil konversi dari gas – gas pendahulu (seperti sulfur dioksida, oksida nitrogen, amonia, dan senyawa organik volatil non-metana) yang dilepaskan oleh aktivitas manusia dan alam (Atkinson et al., 2010).
Sumber – sumber antropogenik termasuk pembakaran di industri, aktivitas pertanian, erosi tanah, dan abrasi dari rem dan ban kendaraan (Srimuruganandam dan Nagendra, 2012). Partikel inorganik dari proses penghancuran material mengandung silicon (Si), aluminum (Al), potassium (K), sodium (Na), dan calcium (Ca) (Lindbom et al., 2006), sedangkan partikel dari ban dan rem kendaraan mengandung logam seperti tembaga (Cu), antimon (Sb), timbal (Pb), kadmium (Cd), dan seng (Zn) (Hjortenkrans et al., 2006). Karena ukurannya yang sangat kecil, partikulat halus dapat tetap terapung di udara dalam jangka waktu yang lama (mingguan atau bulanan) dan dapat ditransportasikan hingga ratusan (atau bahkan ribuan) kilometer (Johansson et al., 2007).
Tabel 2.1 Perbedaan Dasar Partikulat berdasarkan Ukuran Partikel
Karakteristik Partikulat kasar (PM10) Partikulat halus (PM2,5) Referensi
Diameter < 10 m < 2,5 m Atkinson et al.
(2010) Komposisi Sulfate, SO2−4; nitrate,
NO−3; ammonium, NH+4; hydrogen ion, H+;
elemental carbon, C;
organic compounds; PAH;
metals, Pb, Cd, V, Ni, Cu, Zn; partikel yang berikatan dengan air; dan 8uspense 8uspens.
Debu resuspended, debu tanah, debu jalan; batubara dan flyash minyak; metal oxides dari Si, Al,Mg, Ti, Fe, CaCO3, NaCl, garam laut; benangsari, spora jamur, dan bagian tanaman.
Cheung et al.
(2011)
Sumber Pembakaran batubara, minyak, gasoline,
transformasi produk Nox, SO2 dan 8uspens termasuk biogenic organic misalnya terpene, proses 8uspense8re tinggi, peleburan, smelter dan steel mills.
Resuspensi dari tanah menjasi jalan, 8uspense dari pertanian, pertambangan, resuspensi debu industri, konstruksi, batubara dan pembakaran minyak dan ocean spray.
Srimuruganandam and Nagendra (2012)
Lifetime Harian sampai dengan
mingguan Menit sampai dengan jam Cheung et al.
(2011) Jarak
tempuh (km) 100 sampai 1000 1 sampai 10
Srimuruganandam and Nagendra (2012) Sumber: (Pujiastuti, 2002)
2.5 Dampak Partikel Debu Bagi Kesehatan
Partikulat telah lama diketahui memiliki dampak negatif terhadap kesehatan, terutama pada partikel dengan diameter kurang dari 10 μm. Partikel – partikel ini memiliki kemampuan penetrasi yang besar dan dapat masuk ke dalam sistem pernafasan mulai dari saluran hidung hingga ke alveoli di dalam paru-paru (Londahl et al., 2007).
Partikel dengan diameter antara 5 μm hingga 10 μm akan terdeposit di trakeobronkial, sementara partikel dengan diameter 1 μm hingga 5 μm akan terdeposit di bronkiolus dan alveoli (tempat pertukaran gas terjadi) (Gambar 2.5) (Londahl et al.,
2006). Partikel ini dapat mempengaruhi pertukaran gas di dalam paru-paru dan akhirnya masuk ke dalam aliran darah, menyebabkan gangguan kesehatan yang serius (Fu et al., 2011). Partikel-partikel yang lebih kecil dari 1 μm akan berperilaku mirip dengan molekul gas dan dapat masuk ke dalam alveoli (deposisi partikel dipengaruhi oleh gaya difusi) dan dapat berpindah ke dalam jaringan sel atau sistem peredaran darah (Valavanidis et al., 2008).
Gambar 2.1 Area Pernafasan dari Partikel Debu yang Inhalable, Thoracic, dan Respirable Sumber: (Londahl et al., 2006)
Paparan debu dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan. Beberapa faktor yang mempengaruhi dampak debu terhadap gangguan saluran pernapasan antara lain:
1. Jenis Debu, merupakan faktor utama yang menyebabkan gangguan saluran pernapasan.
2. Konsentrasi Debu, tingkat konsentrasi debu mempengaruhi terjadinya gangguan pernapasan, dimana semakin tinggi konsentrasi debu, semakin besar dampaknya.
3. Ukuran Partikel Debu, gangguan pada saluran pernapasan dipengaruhi oleh ukuran partikel debu, yang menentukan lokasi penempatan debu di saluran pernapasan. Debu dengan ukuran 5-10 µm akan tertahan di saluran pernapasan atas, debu dengan ukuran 3-5 µm akan tertahan di trakea dan bronkiolus, debu dengan ukuran 1-3 µm akan mengendap di permukaan alveoli, dan debu dengan ukuran di bawah 0,1 µm akan bergerak bebas masuk dan keluar dari alveoli karena tidak mengalami pengendapan. Oleh karena itu, semakin kecil ukuran partikel debu, dampaknya akan semakin buruk terhadap sistem pernapasan (Suma’mur, 2011).
4. Durasi paparan debu, durasi yang lebih lama akan memiliki dampak yang lebih buruk terhadap saluran pernapasan.
Dengan demikian, faktor – faktor tersebut memainkan peran penting dalam menentukan dampak debu terhadap kesehatan saluran pernapasan, termasuk jenis debu, konsentrasi debu, ukuran partikel debu, dan durasi paparan debu.
2.6 Nilai Ambang Batas Partikulat
Batas aman paparan menurut WHO (2005), telah dilakukan penelitian epidemiologi menggunakan PM10 dan PM2,5 sebagai indikator paparan debu. Hal ini dikarenakan PM10 digunakan untuk mewakili massa partikel yang dapat masuk ke dalam saluran pernapasan, dengan rentang ukuran partikel antara 2,5 µm hingga 10 µm.
Di sisi lain, PM2,5 memiliki kontribusi yang signifikan terhadap efek kesehatan di lingkungan perkotaan yang ditampilkan dalam tabel berikut:
Tabel 2.2 NAB Partikulat Menurut WHO PM10 10 µg/m3 rata-rata tahunan PM10 25 µg/m3 rata-rata dalam 24 jam PM2,5 20 µg/m3 rata-rata tahunan
PM2,5 50 25 µg/m3 rata-rata dalam 24 jam Sumber: (WHO, 2005)
Tabel 2.3 NAB Partikulat Menurut Kemenaker Nomor 5
No. Nama Bahan Kimia NAB (mg/m3)
1. Debu logam 10
2. Bubuk pyro sebagai Al 5
3. Uap las sebagai Al 5
4. Garam laut sebagai Al 2
5. Alkil yang tidak terklarifikasi sebagai Al 2 Sumber: (Kemenaker, 2018)
2.7 Perhitungan Partikulat
Menurut Kemenaker (2018), Nilai Ambang Batas Campuran terjadi apabila terdapat lebih dari satu bahan kimia berbahaya yang bereaksi terhadap sistem atau organ yang sama, di suatu udara lingkungan kerja, maka kombinasi pengaruhnya perlu diperhatikan, efeknya dianggap saling menambah. Dilampaui atau tidaknya nilai
ambang batas (NAB) campuran dari bahan – bahan kimia tersebut, dapat diketahui dengan menghitung dari jumlah perbandingan diantara kadar dan NAB masing – masing, dengan rumus sebagai berikut:
𝐶1
𝑁𝐴𝐵 (1)+ 𝐶2
𝑁𝐴𝐵 (2)+ ⋯ 𝐶𝑛
𝑁𝐴𝐵 (𝑛)= ⋯
Jika jumlahnya lebih dari satu, maka Nilai Ambang Batas Campuran dilampaui.
a. Efek Saling Menambah 𝑁𝐴𝐵 𝐶𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 = 𝐶1
𝑁𝐴𝐵 (1)+ 𝐶2
𝑁𝐴𝐵 (2)+ 𝐶𝑛
𝑁𝐴𝐵 (3)+ ⋯ =
b. Kasus Khusus
Yang dimaksud dengan kasus khusus yaitu sumber kontaminan adalah suatu zat cair dan komposisi bahan – bahan kimia di udara dianggap sama dengan komposisi campuran yang diketahui dalam persen (%) per berat, sedangkan NAB campuran dinyatakan dalam miligram per meter kubik (mg/m3).
𝑁𝐴𝐵 𝐶𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 = 1
𝑓𝑎
𝑁𝐴𝐵 (𝑎)+ 𝑓𝑏
𝑁𝐴𝐵 (𝑏)+ 𝑓𝑐
𝑁𝐴𝐵 (𝑐)+ 𝑓𝑛 𝑁𝐴𝐵 (𝑛)
c. Berefek Sendiri – Sendiri 𝑁𝐴𝐵 𝐶𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 = 𝐶1
𝑁𝐴𝐵 (1)= 1 ; 𝐶2
𝑁𝐴𝐵 (2)= 1 ; 𝐶3
𝑁𝐴𝐵 (3)= 1 ; … 𝑑𝑠𝑡
BAB 3
METODE PRAKTIKUM
3.1 Peralatan dan Bahan Habis
Tabel 3.1 Peralatan Yang Digunakan
No Nama Peralatan Spesifikasi Kuantitas
1 Dust Sampler
Haz-Dust IV Real-Time Personal Dust Monitor Model HD-1004
1 buah
2 Meteran 5 meter 1 buah
Sumber: (Santiasih, et al., 2019)
Tabel 3.2 Bahan Habis Yang Digunakan
No Nama Bahan Kuantitas
1 Spidol 1 pack
2 Baterai AAA 6 buah
Sumber: (Santiasih, et al., 2019)
3.2 Deskripsi Alat
Gambar 3.1 Haz-Dust IV Real-Time Personal Dust Monitor ModeL HD-1004 Sumber: https://www.manualslib.com/manual/1690449/Edc-Haz-Dust-Iv-Hd-1004-
S.html?page=2#manual [di akses pada 31 Mei 2023]
Keterangan:
1. Monitor 2. ON/OFF 3. Enter
4. Tombol naik turun (untuk melihat data sebelumnya) 5. Tombol turun (untuk melihat data setelahnya) 6. Tombol RUN/STOP
Gambar 3.2 Diagram Inlet Sampling untuk Thoracic (A), Respirable (B) dan Inhalable (C) Partikel Debu
Sumber: https://www.manualslib.com/manual/1690449/Edc-Haz-Dust-Iv- Hd-1004-S.html?page=2#manual [di akses pada 31 Mei 2023]
Keterangan:
A : Thoracix sample inlet (sensor untuk partikulat thoracic)
B : SKC Respirable Dust 25mm Cyclone Inlet (sensor untuk partikulat respirable)
C : SKC IOM Sampling Adapter Inlet (sensor untuk partikulat inhalable)
3.3 Prosedur Penggunaan Alat Persiapan :
1. Menekan tombol I/O untuk menyalakan alat
2. Menekan enter untuk menampilkan menu utama 3. Melakukan pengaturan waktu (tanggal dan jam) 4. Melakukan pengaturan alarm jika diperlukan
5. Melakukan auto zero baseline (baterai harus kondisi penuh).
a. Memastikan sensor yang sesuai telah terpasang pada sensor head of the Haz-Dust IV
b. Memasang sampling inlet terpasang di sensor head, sesuai dengan Tabel 3.1
Tabel 3.3 Tipe Sampling Inlet
Tipe partikulat Sampling inlet
Partikulat thoracic (Gambar 5a) Thoracic sampling inlet.
Partikulat respirable (Gambar 5b) SKC IOM and IA-202 sampling inlet Partikulat inhalable (Gambar 5c) SKC GS Cyclone and GSA-202 sampling inlet Sumber: (Santiasih, et al., 2019)
c. Memasukkan filter zero sesuai Tabel 3.2 Tabel 3.4 Tipe Filter Zero
Tipe Partikulat Aktivitas yang Dilakukan Kemudian Partikulat thoracic (Gambar 5a) Masukkan filter zero ke Thoracic sampling
inlet.
Partikulat respirable (Gambar 5b) Masukkan filter zero ke (p/n ZA-202A) di depan IOM front plate sesuai Gambar 5b.
Partikulat inhalable (Gambar 5c) Masukkan filter zero dibawah GSA-202.
GS Cyclone adapter.
Sumber: (Santiasih, et al., 2019)
Gambar 3.3 Zeroing filter (p/n ZF-102) yang dipasang pada Thoracic sampling inlet.
Sumber: (Santiasih, et al., 2019)
Gambar 3.4 Zeroing filter (p/n ZA-202A) yang dipasang pada Inhalable sampling inlet.
Sumber: (Santiasih, et al., 2019)
Gambar 3.5 Zeroing filter (p/n ZF-102) yang dipasang pada GSAS-202 GS-Cyclone adapter Sumber: (Santiasih, et al., 2019)
d. Memilih auto zero pada menu utama, maka tampilan layar menunjukkan auto zeroing.
e. Menunggu 50 detik, maka akan menunjukkan tahapan yang harus dilakukan untuk mencapai baseline.
f. Hasilnya akan ditunjukkan di menu utama, yang menyatakan auto zero is complete.
g. Menyisihkan filter zero, kemudian memulai pengukuran.
3.4 Prosedur Pengukuran
1. Menentukan pilihan partikulat yang hendak diukur (thoracic, respirable ataukah inhalable), dan pastikan sensor yang dipasang sudah sesuai dengan partikulat yang akan diukur.
2. Menekan special function pada menu utama.
3. Menekan system option.
4. Menekan extended option.
5. Menekan size select.
6. Memilih thoracic (jika yang hendak diukur thoracic).
7. Memilih sample rate pada special function.
8. Memilih interval pengambilan data.
Tabel 3.5 Interval Pengambilan Data
Sumber: (Santiasih, et al., 2019)
9. Memilih security level, gunakan security level (pilih yes), lewati security feature (pilih no), kemudian ke tahap no 5.
10. Memasukkan security code 1209, pilih angka yang sesuai dengan menggunakan tombol naik atau turun. Jika sudah sesuai dengan angka yang diminta, tekan enter.
11. Memasang belt clip pada pekerja/mahasiswa/teknisi yang diukur.
12. Memastikan clip sensor berada di kerah baju pekerja/mahasiswa/teknisi yang diukur (merepresentasikan zona pernafasan sesuai ketentuan OSHA).
13. Pengukuran dilakukan dengan cara pilih run (jika tidak memakai alarm), dan memilih Sample/Rec-ALM (jika menggunakan alarm).
14. Menekan enter untuk berhenti dari proses pengukuran.
3.5 Diagram Flowchart
Interval waktu pengambilan data Maksimum Pengambilan Data
1 detik 6 jam
2 detik 12 jam
10 detik 20 jam
Mulai
Membaca dan memahami prosedur penggunaan alat
Menentukan pilihan partikulat dan memastikan sensor terpasang pada partikulat
A
A
Menekan special function pada menu utama, system option, extended option, dan size select
Memilih thorcic (jika mengukur thoracic), sample rate pada special, dan interval data
Memilih security level, gunakan security level (memilih yes), setelah itu security feature (memilih no), kemudian ke tahap nomor 5
Memasukkan security code 1209, setelah itu memilih angka yang sesuai dan jika sudah sesuai menekan enter
Memasang belt clip dan memastikan clip sensor berada di kerah baju
Memasukkan security code 1209, setelah itu memilih angka yang sesuai dan jika sudah sesuai menekan enter
Memulai pengukuran dengan memilih run (jika tidak memakai alarm), dan memilih Sample/Rec-ALMjika menggunakan alarm
A
Ya Tidak
A
Mencatat dan menghitung hasil pengukuran
Melakukan asistensi
Menyusun laporan resmi Melakukan analisis perhitungan data
Menentukan hasil perhitungan apakah sudah memenuhi standar Lakukan
pengendalian
Selesai
BAB 4
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Hasil Praktikum A. Gambaran Umum
Nama : Bengkel Las
Tanggal : Senin, 1 Juni 2023 Team Pengukur :
1. Ahmad Rizal Firmansyah (0522040099) 2. Mohammad Sulistyo M.W (0522040108) 3. Muhamad Ali Ro’is (0522040109) 4. Pruestine Azzah Trisnawan (0522040114) 5. Reggina Angel Arifin (0522040118) 6. Zpetnaz Prudentia (0522040124) Alat yang dipakai : Dust sampler
Nama pekerja/mahasiswa yang diukur (beserta kegiatan/ alat yang digunakan):
1. Sashkya – Las SMAW 2. Aryasatya – Las OAW
B. Karakteristik Kegiatan Kerja
5.1 Identifikasi Mahasiswa/ Pekerja Nama : Sashkya Ratriwardhani Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 19 tahun Berat Badan : 56 kg
Nama : Aryasatya Wiryadikrama Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 19 tahun Berat Badan : 65 kg
5.2 Gambaran kegiatan kerja
No Kegiatan Kerja Peralatan yang digunakan Durasi Kerja (menit)
1 Las SMAW Las Listrik 300
2 Las OAW Tabung Las 300
C. Informasi Penting Lainnya
1. Apakah alat dalam keadaan baik/ rusak? Tidak 2. Apakah alat sudah terkalibrasi? Ya
D. Tabel Data Hasil Pengukuran Kode Lokasi
Pengukuran Tipe Partikulat Ukuran Partikulat
Konsentrasi (mg/m3)
Las SMAW Debu logam - 7
Uap Las - 8
Las OAW Debu logam - 12
Uap Las - 4
4.2. Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Las SMAW Diketahui :
Partikulat di ruang Las SMAW
- Debu logam = 7 mg/m3
- Uap las = 8 mg/m3
- NAB debu logam = 10 mg/m3
- NAB uap las = 5 mg/m3
Ditanya : NAB campuran partikulat di ruang Las SMAW?
Dijawab :
𝑁𝐴𝐵 𝐶𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 = 𝐷𝑒𝑏𝑢 𝑙𝑜𝑔𝑎𝑚
𝑁𝐴𝐵 𝑑𝑒𝑏𝑢 𝑙𝑜𝑔𝑎𝑚+ 𝑈𝑎𝑝 𝑙𝑎𝑠 𝑁𝐴𝐵 𝑢𝑎𝑝 𝑙𝑎𝑠
= 7 10+ 8
5
= 0,7 + 1,6
= 2,3 4.2.2 Perhitungan Las OAW
Diketahui :
Partikulat di ruang Las OAW
- Debu logam = 12 mg/m3
- Uap las = 4 mg/m3
- NAB debu logam = 10 mg/m3
- NAB uap las = 5 mg/m3
Ditanya : NAB campuran partikulat di ruang Las OAW?
Dijawab :
𝑁𝐴𝐵 𝐶𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 = 𝐷𝑒𝑏𝑢 𝑙𝑜𝑔𝑎𝑚
𝑁𝐴𝐵 𝑑𝑒𝑏𝑢 𝑙𝑜𝑔𝑎𝑚+ 𝑈𝑎𝑝 𝑙𝑎𝑠 𝑁𝐴𝐵 𝑢𝑎𝑝 𝑙𝑎𝑠
= 12 10+ 4
5
= 1,2 + 0,8
= 2 4.3. Analisa Data
4.3.1 Pembahasan
Berdasarkan data dan hasil perhitungan, kami memperoleh data partikulat pada bengkel las SMAW yaitu debu logam 7 mg/m3 dan uap las sebanyak 8 mg/m3. Sedangkan pada bengkel Las OAW, ditemukan partikulat debu logam sebanyak 12 mg/m3 dan partikulat uap las 4 mg/m3. Dari data tersebut, kami dapat menghitung nilai ambang batas dari kedua bengkel tersebut dengan memakai rumus NAB campuran. Diketahui bahwa nilai ambang batas (NAB) campuran dari pajanan partikulat di Bengkel las ruang pertama yaitu Bengkel Las SMAW sebesar 2,3 dan pada ruang kedua yakni Bengkel Las OAW nilai ambang batas campurannya adalah 2. Hal tersebut membuktikan bahwa pajanan partikulat pada Bengkel Las melebihi batas standar aman yang berlaku, maka diperlukannya pengendalian sesuai dengan hierarki pengendalian.
4.3.2 Rekomendasi AREP
Sesuai konsep hierarki hygiene industry, terdapat empat tahapan yakni AREP, Anstisipasi, Rekognisi, Evaluasi, Pengendalian.
a. Antisipasi
Saat memasuki bengkel Las, kami menganalisis kondisi sekitar di bengkel untuk mengantisipasi sumber – sumber bahaya yang dapat menyebabkan harm. Setelah mengamati area, kami menemukan sumber bahaya yakni debu – debu partikulat hasil emisi dari logam dan pengelasan. Hal tersebut dapat mengganggu pernafasan para pekerja dan dapat menimbulkan efek akut pada pekerja maupun kronis apabila terpajan dalam waktu yang lama.
b. Rekognisi
Pengukuran diawali dengan menentukan luas beserta tinggi ruangan menggunakan alat meteran, selanjutnya kami mulai melakukan pengukuran dengan mengenakan alat Dust sampler dengan spesifikasi Haz-Dust IV Real-Time Personal Dust Monitor Model HD-1004.
Kami mengawalinya dengan mengkalibrasikan alat tersebut untuk memastikan alat dapat berfungsi dengan baik, lalu mengukur paparan partikulat responden Sashkya (19 tahun) di bengkel Las SMAW dengan alat yang digunakan yaitu las listrik diperoleh data partikulat debu logam dengan konsentrasi 7 mg/mg3 dan partikulat uap las sebanyak 8 mg/m3. Kemudian dilanjut dengan mengukur responden Aryasatya (19 tahun) di bengkel Las OAW dengan alat yang digunakan yaitu tabung las didapatkan konsetrasi partikulat debu logam sebanyak 12 mg/m3 dan uap las sebanyak 4 mg/m3. Kedua responden bekerja selama 300 menit atau 5 jam.
Setelah pengukuran selesai, selanjutnya dilakukan pengolahan data guna menemukan nilai ambang batas (NAB) campuran, rekomendasi, dan pengendalian yang sesuai dengan regulasi dan standar yang berlaku.
c. Evaluasi
Dari hasil perhitungan nilai ambang batas (NAB) campuran tiap bengkel las, diperoleh hasil sebesar 2,3 untuk bengkel las SMAW dan 2 untuk bengkel las OAW dimana dalam NAB yang berlaku di Permenaker No. 5 tahun 2018 adalah tidak lebih dari 1. Maka diperlukannya pengendalian untuk kedua bengkel las.
d. Pengendalian
Sesuai hierarki pengendalian dapat dituliskan berikut pengendalian yang dapat dilakukan.
➢ Eliminasi
Eliminasi tidak dapat dilakukan dikarenakan proses yang sedang berlangsung di bengkes Las tidak dapat dihentikan.
➢ Substitusi
Apabila memenuhi anggaran, alat las listrik pada bengkel Las SMAW dapat diganti dengan alat yang memiliki pengeluaran emisi debunya lebih minim, begitu juga dengan tabung las pada bengkel Las OAW agar nilai ambang batas campuran dapat berkurang dan tidak melebihi nilai satu.
➢ Rekayasa teknik
Dapat dilakukan dengan menambah barrier pada alat untuk menghindari paparan langsung pekerja dengan alat las yang dikenakan.
➢ Pengendalian administrasi
Dapat dilakukan dengan pemeliharaan setiap tiga bulan sekali dan pengecekan alat las secara berkala setiap satu tahun sekali, lalu untuk mengurangi pemaparan pada pekerja, dilakukannya perubahan kebijakan dan aturan yang berlaku di tempat kerja seperti pembatasan waktu paparan pekerja dan pengaturan area kerja yang terpisah dapat direkomendasikan.
➢ APD
Dalam sumber bahaya partikulat, hal yang diwajibkan bagi para pekerja untuk dikenakan adalah safety shoes, safety googles, dan masker. Masker yang disarankan untuk pekerja kali ini adalah
masker yang dapat menahan debu hingga PM2,5 yakni masker N95 jenis solid dust (S).
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
3. Bagaimana cara menentukan rekomendasi perbaikan jika kondisi partikulat di tempat kerja tidak aman sesuai dengan hierarki pengendalian bahaya?
1. Mengukur pajanan partikulat pada suatu tempat kerja dapat menggunakan alat ukur partikulat yaitu Dust sampler. Cara pengukuran dengan alat tersebut ialah sebagai berikut:
• Menentukan pilihan partikulat yang hendak diukur (thoracic, respirable ataukah inhalable), dan pastikan sensor yang dipasang sudah sesuai dengan partikulat yang akan diukur.
• Menekan special function pada menu utama.
• Menekan system option.
• Menekan extended option.
• Menekan size select.
• Memilih thoracic (jika yang hendak diukur thoracic).
• Memilih sample rate pada special function.
• Memilih interval pengambilan data.
• Memilih security level, gunakan security level (pilih yes), lewati security feature (pilih no), kemudian ke tahap no 5.
• Memasukkan security code 1209, pilih angka yang sesuai dengan menggunakan tombol naik atau turun. Jika sudah sesuai dengan angka yang diminta, tekan enter.
• Memasang belt clip pada pekerja/mahasiswa/teknisi yang diukur.
• Memastikan clip sensor berada di kerah baju pekerja/mahasiswa/teknisi yang diukur (merepresentasikan zona pernafasan sesuai ketentuan OSHA).
• Pengukuran dilakukan dengan cara pilih run (jika tidak memakai alarm), sedangkan pilih Sample/Rec-ALM (jika menggunakan alarm).
• Menekan enter untuk berhenti dari proses pengukuran.
2. Untuk menentukan apakah kondisi partikulat suatu tempat kerja masih dalam batas aman atau tidak dapat dilakukan dengan pengukuran dengan dust sampler, lalu dari data yang didapat, dihitung nilai ambang batas campuran pada tempat kerja tersebut
dan dibandingkan dengan NAB yang berlaku. Apabila NAB melebihi nilai satu (1), maka diperlukan pengendalian pada tempat kerja tersebut.
3. Rekomendasi yang dapat diberikan apabila nilai ambang batas partikulat yang ada melebihi ambang batas adalah dengan menjadikan konsep hygiene industry yakni AREP, Antisipasi, Rekognisi, Evaluasi, dan Pengendalian sebagai acuan dengan pengendalian sesuai hierarki yang ada yaitu dimulai dari eliminasi, substitusi, rekayasa teknik, pengendalian administrasi, dan penggunaan APD yang sesuai.
Eliminasi tidak dapat dilakukan; Substitusi dapat dilakukan dengan mengganti alat yang lebih minim mengeluarkan emisi partikulat; Rekayasa teknik dapat dilakukan dengan menambah barrier pada alat yang digunakan; Pengendalian administrasi dengan pemeriksaan alat secara berkala; dan penggunaan APD yang diperlukan untuk menghindari paparan secara langsung adalah mengenakan safety shoes, googles, masker yang disesuaikan dengan kebutuhan, dan gloves.
5.2 Saran
Pengukuran dapat dilakukan dalam kondisi yang aman, nyaman, dan tidak mengganggu aktivitas pekerja lain. Variasi waktu dan kondisi lingkungan dapat digunakan untuk mengamati perbedaan hasil pengukuran.
DAFTAR PUSTAKA
Lewis, M. A. O., Lamey, P. J., 1998, Tinjauan Klinis Penyakit Mulut., Widya Medika : Jakarta.
Suma’mur. 1998. Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta: CV. Haji Masagung.
Santiasih, Indri, Wibowo Arninputranto, dan Aulia Nadia Rachmat. 2019. Jobsheet Partikulat.
Surabaya: Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
Fahmi, Ahmadi Umar. 1990. Kesehatan Lingkungan Kerja Lingkungan Fisik dalam Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal. Jakarta: Direktor Bina Peran Serta Masyarakat DepKes RI.
Pujiastuti, W. 2002. Debu Sebagai Bahan Pencemar Yang Membahayakan Kesehatan Kerja.
Jakarta: Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI.
Esworthy, R. (2013). CRS Report for Congress Air Quality: EPA’s 2013 Changes to the Particulate Matter (PM) Standard. Congressional Research Service.
Atkinson, L. R.,Atkinson,R. C., Smit, E. E.,&Bem, D. J. (2010). Pengantar Psikologi Jilid II.
Tangerang: Interkasara.
Suma’mur, 2011. Keselamatan Kerja Dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta : CV Haji Masagung.
Permenaker Nomor 05 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.
LAMPIRAN
Nama: Pruestine Azzah T
NRP/Kelas: 0522040114 / K3IID
TUGAS PENDAHULUAN (PARTIKULAT)
1. Mengapa standar NAB menggunakan konsentrasi massa partikulat?
➢ Karena dari massa partikulat, kita dapat mengetahui kualitas udara tersebut karena partikel udara yang kecil dapat masuk dan mengganggu pernafasan bahkan dapat mengakibatkan kerusakan pada paru-paru. Pada standar NAB telah mencakup massa partikel yang masuk ke saluran pernafasan serta mampu berkontribusi memberi dampak kesehatan.
2. Apa yang dimasud dengan PM10 dan PM2,5?
➢ PM2,5 adalah partikel udara yang ukurannya lebih kecil dan PM10 adalah partikel debu yang kasar. Pajanan partikulat (PM10) merupakan indikator untuk pengukuran pencemaran partikulat udara dikaitkan dengan efek terhadap saluran pernapasan, karena PM10 merupakan kelompok partikulat berukuran kecil 0-10 µm, PM2,5 merupakan resiko kesehatan yang terbesar diantara berbagai ukuran partikulat karena terhirup masuk melalui saluran pernapasan sampai dengan saluran pernapasan bagian bawah dan dideposit di paru – paru.
3. Hasil pengukuran partikulat sebagai berikut, definisikan partikulat tersebut sesuai ukurannya:
➢ Pengukuran partikulat, definisi dan tipe partikulat : Ukuran
Partikulat
Definisi Tipe Partikulat (T,R atau I) 10 Partikulat debu yang berdiameter kurang
dari 25 mikron. Partikel debu tersebut berpenetrasi hingga batang tenggorokan atau saluran pernafasan bagian atas tetapi tidak masuk ke dalam saluran udara di paru- paru bagian bawah.
Thoracic
7 Partikulat debu yang berdiameter kurang dari 10 mikron. Partikulat airborne yang dapat terhirup dan dapat mencapai daerah bronchiola sampai alveoli di dalam sistem pernafasan.
Partikulat debu jenis ini berbahaya bila tertimbun di alveoli yang merupakan daerah pertukaran gas di dalam sistem pernafasan.
Respirable
4 Partikulat debu yang berdiameter kurang dari 10 mikron. Partikulat airborne yang dapat terhirup dan dapat mencapai daerah bronchiola sampai alveoli di dalam sistem pernafasan.
Partikulat debu jenis ini berbahaya bila tertimbun di alveoli yang merupakan daerah pertukaran gas di dalam sistem pernafasan.
Respirable
2,5 Partikulat debu yang berdiameter kurang dari 10 mikron. Partikulat airborne yang dapat terhirup dan dapat mencapai daerah bronchiola sampai alveoli di dalam sistem pernafasan.
Partikulat debu jenis ini berbahaya bila tertimbun di alveoli yang merupakan daerah
Respirable
pertukaran gas di dalam sistem pernafasan.
Ukuran
Partikulat Definisi Tipe Partikulat
(T,R atau I)
1 Partikulat debu yang berdiameter kurang dari 10 mikron. Partikulat airborne yang dapat terhirup dan dapat mencapai daerah bronchiola sampai alveoli di dalam sistem pernafasan.
Partikulat debu jenis ini berbahaya bila tertimbun di alveoli yang merupakan daerah pertukaran gas di dalam sistem pernafasan.
Respirable
0,1 Partikulat debu yang berdiameter kurang dari 10 mikron. Partikulat airborne yang dapat terhirup dan dapat mencapai daerah bronchiola sampai alveoli di dalam sistem pernafasan.
Partikulat debu jenis ini berbahaya bila tertimbun di alveoli yang merupakan daerah pertukaran gas di dalam sistem pernafasan.
Respirable