• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan praktikum pewarnaan gram

N/A
N/A
saskiaayu azahra

Academic year: 2025

Membagikan "laporan praktikum pewarnaan gram"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Umum

Bakteri merupakan salah satu jenis organisme prokariotik yang tidak memiliki inti sel. Walaupun informasi genetiknya terdapat dalam bentuk DNA (Deoxyribo Nucleic Acid), DNA tersebut tidak terdapat dalam inti yang khusus dan tidak dilindungi oleh membran inti. Struktur DNA bakteri berbentuk sirkuler yang panjang dan sering disebut sebagai nukleoid. Berbeda dengan eukariota, DNA bakteri tidak mengandung intron dan terdiri dari urutan aksion. Selain itu, bakteri memiliki DNA ekstrakromosomal yang membentuk plasmid, yang umumnya berukuran kecil dan berbentuk sirkuler. Klasifikasi diperlukan untuk memahami sejumlah kelompok organisme. Tes biokimia serta pewarnaan Gram adalah kriteria yang efektif untuk melakukan klasifikasi tersebut. Hasil dari pewarnaan ini mencerminkan perbedaan dasar dan kompleks pada struktur dinding sel bakteri, sehingga memungkinkan pembagian bakteri menjadi dua kelompok utama yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (Haslianti dkk, 2019).

Bakteri, sebagai mikroba uniseluler, memiliki tiga bentuk dasar yaitu bulat (coccus ), batang (bacillus), dan silindris serta lengkung (spiral). Pemeriksaan struktur sel bakteri dengan cermat memerlukan pewarnaan. Pewarna yang umumnya digunakan disebut pewarna bakteri. Peran utama pewarnaan bakteri adalah memberikan warna pada sel atau bagian-bagiannya, meningkatkan kontras, dan membuatnya lebih terlihat jelas. Sel-sel bakteri yang tidak diwarnai sulit diamati dengan mikroskop cahaya biasa karena indeks bias sitoplasma sel hampir sama dengan indeks bias lingkungannya yang cair (Kurniati dkk, 2018).

Melihat mikroorganisme dalam keadaan hidup bisa menjadi tugas yang sulit karena tidak hanya berukuran kecil, tapi juga transparan serta tidak berwarna ketika terdispersi dalam media cair. Pewarnaan biologis sangat vital terutama dalam tujuan diagnostik. Penggunaan mikroskop cahaya menjadi instrumen yang sangat esensial untuk pengamatan bakteri (Rindita, 2021).

(2)

Bakteri memiliki ukuran yang sangat kecil dan tidak berwarna, sehingga sulit untuk diamati tanpa proses pewarnaan sebelumnya. Oleh karena itu, fungsi dari pewarnaan adalah (Rindita, 2021):

a. Memperjelas observasi terhadap morfologi kasar dari bakteri. Artinya, dengan pewarnaan, Anda bisa melihat bentuk bakteri dengan lebih jelas.

b. Mengidentifikasi struktur sel bakteri seperti spora dan kapsul. Pewarnaan memungkinkan identifikasi bagian-bagian struktural dalam sel bakteri, seperti spora atau kapsul.

c. Membantu dalam identifikasi dan perbedaan antara bakteri yang serupa.

Misalnya, melalui pewarnaan Gram untuk mengetahui sifat bakteri, mempermudah pengenalan dan perbedaan antara jenis bakteri yang mirip, serta membantu menentukan media yang cocok untuk pertumbuhan bakteri tersebut.

Pewarna bakteri terdiri dari senyawa organik yang memiliki gugusan kromofor dan auksokrom yang terikat dalam cincin benzena. Gugusan kromofor memberikan warna pada molekul pewarna, sedangkan gugusan auksokrom memungkinkan disosiasi elektrolit molekul pewarna untuk bereaksi lebih baik. Terdapat dua jenis pewarna berdasarkan muatan listriknya, yaitu pewarna basa dan pewarna asam.

Pewarna basa mengandung kromofor berupa kation (muatan positif), seperti biru metilen dan safranin. Sedangkan pewarna asam mengandung kromofor berupa anion (muatan negatif), seperti eosin, fukhsin, dan merah kongo. Mekanisme pewarnaan bakteri terdiri dari pengikatan kimia dan fisika. Pengikatan kimia didasarkan pada reaksi antara gugusan asam pewarna dengan komponen basa sel, atau sebaliknya. Sementara itu, pengikatan fisika melibatkan proses absorbsi pewarna pada komponen sel (Kurniati dkk, 2018).

Pewarnaan sangat penting dalam ilmu mikrobiologi. Proses pewarnaan bertujuan untuk memudahkan pengamatan bakteri di bawah mikroskop, memberikan gambaran yang jelas tentang dimensi dan bentuk bakteri, serta membantu mengidentifikasi struktur baik eksternal maupun internal seperti dinding sel dan vakuola. Penggunaan pewarna dengan zat tertentu juga berguna untuk mengenali ciri-ciri dan komposisi kimia bakteri, serta meningkatkan kontras antara mikroorganisme dan lingkungan sekitarnya. Beberapa pewarna yang sering digunakan untuk bakteri termasuk safranin, carbol fuchsin, kristal violet, dan

(3)

methylene blue, yang umumnya termasuk dalam kelompok pewarna sintetis (Virgianti, 2017).

Pewarna alami yang ada di Indonesia sering kali berasal dari bahan-bahan alam seperti tanaman yang mengandung antosianin, baik bagian bunga, daun, batang, maupun akar. Penggunaan pewarna alami ini mencakup penggunaan pada makanan dan tekstil. Pewarna alami dari sumber alam juga bisa digunakan dalam proses pewarnaan bakteri. Sebuah penelitian yang dilakukan menggunakan ekstrak daun henna sebagai pewarna penutup dalam proses pewarnaan Gram pada bakteri.

Terdapat banyak bahan alam yang memiliki potensi sebagai pewarna pada bakteri di antaranya adalah angkak dan daun jati yang menghasilkan pigmen warna merah (Virgianti, 2017).

2.2 Pengertian Pewarnaan Gram

Pewarnaan adalah suatu proses yang bertujuan untuk mempermudah pengamatan bakteri di bawah mikroskop dengan mengklarifikasi ukuran, bentuk, serta struktur luar dan dalamnya seperti dinding sel dan vakuola. Proses ini juga membantu dalam memperoleh sifat-sifat khas dan informasi kimia mengenai bakteri menggunakan zat warna, serta meningkatkan kontras antara mikroorganisme dengan lingkungan sekitarnya. Pewarnaan Gram adalah salah satu prosedur yang paling umum digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik bakteri. Melalui pewarnaan Gram, kita bisa memahami morfologi sel, termasuk sifat Gram, bentuk, dan susunan sel (Fatma dkk, 2023).

Pewarnaan Gram merupakan teknik utama dalam pemeriksaan mikroskopis bakteri.

Teknik ini membuat bakteri yang tidak diketahui dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu Gram positif atau Gram negatif. Perhatian utama dalam teknik ini adalah perubahan warna. Hal ini dikarenakan beberapa bakteri Gram positif cenderung kehilangan warna lebih cepat, yang dapat menyebabkan kesalahan identifikasi sebagai bakteri Gram negatif (Fa’at, 2020).

Pewarnaan Gram merupakan metode identifikasi mikroorganisme yang melibatkan empat langkah khusus. Proses pewarnaan dimulai dengan kristal violet sebagai zatwarna utama yang memberikan warna ungu pada mikroorganisme. Tahap berikutnya melibatkan penggunaan larutan lugol sebagai mordan, diikuti oleh

(4)

langkah dekolorisasi menggunakan alkohol, dan akhirnya, pemberian safranin sebagai pewarna tambahan. Kelebihan dari metode pewarnaan Gram adalah kemampuannya untuk mengungkap morfologi bakteri, yang membantu dokter dalam menetapkan terapi antimikroba yang tepat karena obat tersebut mempunyai aktivitas yang spesifik terhadap bakteri Gram positif atau negatif. Metode ini juga memiliki kelemahan, seperti memerlukan keahlian khusus untuk mengidentifikasi sifat Gram positif atau negatif serta menafsirkan morfologi bakteri, dan juga membutuhkan penggunaan mikroskop untuk observasi (Aspika, 2023).

2.3 Metode Pewarnaan Gram

Teknik pewarnaan pada bakteri bertujuan untuk mengungkapkan perbedaan di antara sel-sel bakteri atau komponen-komponen sel bakteri. Terdapat empat jenis teknik pewarnaan bakteri yang umum digunakan, yaitu pewarnaan sederhana, pewarnaan gram, pewarnaan diferensial, dan pewarnaan struktural. Biasanya, terdapat dua jenis zat warna yang sering dipakai dalam pewarnaan bakteri, yakni zat warna yang bersifat asam dan zat warna yang bersifat basa atau alkalis. Salah satu metode pewarnaan yang menggunakan kedua jenis zat warna tersebut adalah teknik pewarnaan Gram (Haslianti dkk, 2019).

Secara umum, metode pewarnaan bakteri dapat dibagi ke dalam kategori-kategori berikut (Suharman, 2020):

1. Pewarnaan Sederhana

Pewarnaan sederhana memanfaatkan satu jenis zat warna seperti biru metilen atau air fuchsin bertujuan untuk mengamati struktur sel. Metode pewarnaan yang sederhana ini adalah yang paling lazim digunakan. Dengan menggunakan pewarnaan ini, berbagai bentuk morfologi bakteri seperti kokus, basil, spirilum, dan sejenisnya dapat dibedakan. Pewarnaan sederhana ini melibatkan penggunaan satu zat warna saja pada sel-sel bakteri. Sebagian besar bakteri merespons dengan baik terhadap pewarnaan sederhana karena sitoplasmanya cenderung bersifat basofilik, cenderung menarik basa, sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk metode ini umumnya bersifat alkalin dengan kromoforiknya yang bermuatan positif.

(5)

2. Pewarnaan Differensial

Pewarnaan differensial pewarnaan bakteri yang memanfaatkan beberapa zat warna, contohnya adalah pewarnaan Gram dan pewarnaan tahan asam.

a. Metode Gram

Metode Gram atau yang dikenal sebagai pewarnaan Gram, adalah teknik yang membedakan bakteri menjadi dua kelompok besar yaitu Gram positif dan Gram negatif berdasarkan komposisi kimia dan fisik dari dinding sel mereka. Teknik ini dinamai dari penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853–1938), yang mengembangkannya pada tahun 1884 untuk membedakan antara pneumokokus dan bakteri klebsiella pneumoniae . Melalui metode pewarnaan Gram, bakteri dibagi menjadi dua kategori berdasarkan reaksi atau karakteristik terhadap pewarna tersebut. Kategori atau reaksi ini ditentukan oleh struktur dinding selnya. Metode ini tidak efektif pada mikroorganisme yang tidak memiliki dinding sel, seperti mycoplasma sp, atau bakteri tahan asam, seperti beberapa spesies dari genus mycobacterium dan nocardia, yang memiliki kandungan lipid yang tinggi di dalam dinding selnya yang membuatnya kurang responsif terhadap pewarnaan biasa. Bakteri dari genus ini memiliki dinding sel yang relatif tidak dapat dilewati oleh zat warna umum, sehingga tidak terwarnai dengan metode pewarnaan standar, seperti pewarnaan sederhana atau Gram.

Terdapat empat reagen yang digunakan dalam proses pewarnaan Gram, yaitu zat warna primer (kristal violet), mordan (larutan iodin) untuk memperkuat warna primer, peluntur zat warna (alkohol/aseton) yang digunakan untuk menghilangkan warna primer, dan zat warna kedua (safranin) yang digunakan untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan warna primer setelah perlakuan dengan alkohol.

b. Pewarnaan Tahan Asam

Pewarnaan ini digunakan pada bakteri yang memiliki tingkat lemak tinggi sehingga sulit menyerap zat warna. Namun, dengan pemberian zat warna khusus seperti karbolfukhsin pada bakteri dan dipanaskan, zat warna tersebut akan diserap dan tetap terikat kuat tanpa dapat dihilangkan oleh pelarut yang kuat seperti asam-alkohol. Bakteri semacam ini disebut sebagai

(6)

Bakteri Tahan Asam (BTA). Teknik pewarnaan ini berguna dalam mendiagnosis keberadaan bakteri penyebab tuberkulosis, yaitu mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa metode pewarnaan tahan asam, namun salah satu yang umum adalah metode Ziehl-Neelsen.

Pewarnaan Gram memiliki keunggulan sebagai metode diagnostik bakteri yang cepat dan hemat biaya. Prosesnya lebih cepat daripada kultur bakteri dan bisa memberikan petunjuk awal untuk penggunaan antibiotik sebelum hasil pasti bakteri penyebab infeksi diperoleh. Namun, keterbatasannya adalah hanya memberikan informasi mengenai ukuran, bentuk, dan struktur bakteri dengan zat warna saja.

Perubahan dalam pewarnaan Gram dan morfologi bakteri dapat terjadi setelah terapi antimikroba. Bakteri batang Gram negatif bisa menjadi filamen dan berubah bentuk, sedangkan bakteri Gram positif dapat mengalami variasi setelah terapi antimikroba (Bulele dkk, 2019).

2.4 Klasifikasi Bakteri Gram

Berdasarkan perbedaan komposisi dinding sel, bakteri terbagi menjadi dua kelompok, yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang terdiri dari peptidoglikan dengan kandungan asam teikoat. Bakteri Gram negatif di sisi lain memiliki peptidoglikan dalam jumlah yang lebih sedikit, namun memiliki lapisan luar yang terdiri dari lipoprotein, fosfolipid, dan lipopolisakarida. Perbedaan komposisi dinding sel ini menyebabkan perbedaan ketahanan antara bakteri Gram positif dan negatif. Bakteri Gram positif lebih rentan terhadap antibiotik penisilin karena dapat merusak peptidoglikan mereka.

Sebaliknya, karena jumlah peptidoglikan yang lebih banyak, bakteri Gram positif cenderung lebih rentan terhadap kerusakan mekanis (Salsabila, 2023).

Salah satu metode klasifikasi bakteri adalah menggunakan teknik pewarnaan Gram, yang membagi bakteri menjadi dua kelompok utama yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram negatif dalam prosedur ini akan berwarna merah sedangkan bakteri Gram positif akan berwarna ungu. Pewarnaan Gram merupakan salah satu metode yang paling umum digunakan untuk mengidentifikasi bakteri.

Dari pewarnaan Gram, kita dapat mengetahui karakteristik sel seperti sifat Gram, be ntuk, dan susunan sel. Fungsinya utamanya adalah memberikan warna pada sel atau

(7)

komponen-komponennya, sehingga meningkatkan memungkinkan pengamatan yang lebih jelas (Salsabila, 2023).

Teknik pewarnaan gram melibatkan langkah-langkah tertentu. Teknik ini dimulai dengan mengoleskan bakteri yang sudah difiksasi dengan serangkaian larutan, termasuk pewarna kristal violet, larutan yodium, larutan alkohol sebagai bahan pemucat, dan zat pewarna yang berlawanan seperti safranin atau air fuchsin. Bakteri Gram positif akan mempertahankan warna pewarna kristal violet, sementara bakteri Gram negatif akan kehilangan warna tersebut setelah dicuci dengan zat pewarna berlawanan seperti air fuchsin atau safranin (Salsabila, 2023).

Pewarnaan Gram diterapkan untuk membedakan dua jenis bakteri, yakni Gram positif dan Gram negatif. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan pengamatan bakteri di bawah mikroskop, memberikan kejelasan mengenai ukuran dan bentuk bakteri, menunjukkan struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, serta menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia khas dari bakteri menggunakan zat warna.

Dalam proses pewarnaan Gram, bakteri Gram positif akan terlihat berwarna ungu, sementara bakteri Gram negatif akan terlihat berwarna merah (Bulele dkk, 2019).

Bakteri memiliki variasi bentuk, termasuk bacillus (berbentuk batang), coccus (berbentuk bulat), dan spirilum (berbentuk lengkung). Bakteri dengan bentuk bacillus dapat terbagi menjadi diplobacillus dan tripobacillus. Bakteri berbentuk coccus dapat terbagi menjadi monococcus, diplococcus, hingga staphylococcus (yang memiliki bentuk mirip buah anggur). Sementara itu, bentuk khusus pada bakteri spirilum hanya terdiri dari dua jenis, yaitu setengah melengkung dan tidak melengkung (Bulele dkk, 2019).

Berdasarkan struktur dinding selnya, bakteri dibagi menjadi dua kategori, yakni bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Perbedaan ini dapat diamati melalui teknik pewarnaan yang dikenal sebagai pewarnaan Gram, yang dinamakan sesuai dengan penemunya, Hans Christian Gram (1884). Proses ini melibatkan pewarnaan bakteri dengan zat warna violet dan yodium, diikuti dengan pencucian menggunakan alkohol, dan selanjutnya diwarnai dengan safranin. Bakteri yang dalam pengamatan mikroskopis menampilkan warna ungu dikategorikan sebagai bakteri Gram positif, sementara yang menunjukkan warna merah diklasifikasikan

(8)

sebagai bakteri Gram negatif. Terdapat kelompok bakteri dari famili bacillaceae yang dapat berubah dari Gram positif menjadi Gram negatif pada tahap tertentu, disebut sebagai Gram variabel (Rini dan Jamilatur, 2020).

Bakteri Gram positif dan negatif memiliki ciri-ciri yang berbeda. Ciri-ciri dari bakteri Gram positif meliputi struktur dinding sel yang tebal, kira-kira 15-80 nanometer, dengan lapisan tunggal (monolayer). Sebagian besar dari dinding selnya terdiri dari peptidoglikan, dan sebagian kecilnya terdiri dari polisakarida dan asam teikoat. Bakteri Gram positif cenderung lebih rentan terhadap antibiotik penisilin dan tidak peka terhadap streptomisin. Mereka juga lebih tahan terhadap gangguan fisik. Toksin yang dihasilkan oleh bakteri Gram positif dapat berupa eksotoksin dan endotoksin (Rini dan Jamilatur, 2020).

Ciri-ciri dari bakteri Gram negatif meliputi dinding sel yang tipis, sekitar 10-15 nanometer, terdiri dari kandungan lipid yang tinggi serta peptidoglikan. Mereka memiliki membran plasma ganda yang dilapisi oleh membran luar yang permeabel.

Bakteri Gram negatif cenderung lebih tahan atau kuat terhadap antibiotik. Mereka tidak memiliki asam teikoat, dan toksin yang dihasilkan cenderung berupa endotoksin (Rini dan Jamilatur, 2020).

Bakteri Gram negatif terbagi lima, yaitu (Haslianti dkk, 2019):

1. Bakteri Gram Negatif Berbentuk Batang (enterobacteriacea) Bakteri gram negatif berbentuk batang dan biasanya ditemukan sebagai bagian dari flora normal di usus manusia dan hewan. Keluarga enterobacteriaceae mencakup bakteri seperti escherichia, shigella, salmonella, enterobacter, klebsiella, serratia, dan proteus. Beberapa organisme, seperti escherichia coli, biasanya hadir dalam flora normal dan bisa menyebabkan penyakit tertentu, sementara lainnya, seperti salmonella dan shigella, merupakan patogen umum yang dapat menginfeksi manusia.

2. Pseudomonas acinobacter dan Bakteri Gram Negatif Lain

Pseudomonas aeruginosa bersifat invasif dan toksigenik, dapat menyebabkan infeksi pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, danmerupakan patogen yang sering terkait dengan lingkungan kesehatan (nosokomial) yang signifikan.

(9)

3. Vibrio campylobacter, helicobacter, dan Bakteri Lain yang Berhubungan Mikroorganisme ini merupakan jenis bakteri batang Gram negatif yang umumnya ada di lingkungan alami. Vibrio tersebar di perairan dan permukaan air, sedangkan aeromonas sering ditemukan di air tawar dan terkadang pada hewan berdarah dingin.

4. Haemophilus , bordetella, dan brucella Gram negatif, hemophilis influenza tipe b merupakan patogen bagi manusia yang penting.

5. Yersinia, franscisella dan pasteurella. Berbentuk batang pendek Gram negatif yang pleomorfik.

Contoh bakteri gram positif yaitu bakteri gram positif pembentuk spora (spesies bacillus dan clostridium). Terdapat bakteri yang tidak membentuk spora seperti corynebacterium, listeria, propionibacterium, actinomycetes. Staphylococcus memiliki bentuk bulat yang biasanya teratur dalam cluster yang tidak beraturan, menyerupai buah anggur. Beberapa jenis staphylococcus yang patogen dapat memecah sel darah, menggumpalkan plasma, dan menghasilkan beragam enzim ekstraseluler. Sementara itu streptococcus, bakteri Gram positif dengan bentuk bulat, tumbuh dalam pasangan atau rantai (Haslianti dkk, 2019).

2.5 Faktor Pewarnaan Gram dan Zat Warna 2.5.1 Faktor Pewarnaan Gram

Proses pewarnaan pada bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat memengaruhi hasilnya. Beberapa faktor yang memengaruhi pewarnaan bakteri adalah sebagai berikut (Kurniati, 2018):

1. Fiksasi Sebelum menerapkan pewarnaan bakteri, langkah pertama yang dilakukan adalah fiksasi. Fiksasi dapat dilakukan secara fisik, seperti pemanasan atau pengeringan beku, atau menggunakan agen kimia. Tujuan fiksasi adalah:

a. Mencegah pengkerutan globula protein sel.

b. Meningkatkan reaktivitas gugus karboksilat, amino primer, dan sulfhidril.

c. Mengubah afinitas bakteri terhadap pewarna.

d. Mencegah otolisis sel.

(10)

e. Memungkinkan pembunuhan cepat bakteri tanpa mengubah struktur atau bentuknya.

f. Melekatkan bakteri pada permukaan gelas.

g. Memperkuat sel-sel untuk kekuatan dan ketahanan.

Metode fiksasi yang umum dalam pewarnaan bakteri melibatkan pembuatan lapisan suspensi bakteri di atas gelas, diikuti dengan pengeringan dan beberapa pemanasan di atas api lampu spiritus. Pada pewarnaan biologi lainnya, agen fiksasi kimia dapat digunakan, seperti campuran asam cuka dengan asam pikrat, alkohol dengan aseton, dan sebagainya. Jika fiksasi tidak dilakukan dengan baik, bakteri mungkin tidak melekat secara kuat pada permukaan kaca objek.

Hal ini bisa menyebabkan bakteri terlepas dan tercuci saat proses pencucian, akibatnya hasil pengamatan tidak memperlihatkan apa yang diharapkan.

2. Intensifikasi pewarnaan

Ada beberapa metode yang dapat digunakan, salah satunya adalah dengan meningkatkan konsentrasi pewarna bakteri atau dengan menambahkan zat mordan ke dalam proses pewarnaan.

3. Pelunturan pewarna bakteri (decolorizer)

Dekoloran utamanya digunakan untuk mendapatkan kontras yang baik dalam bayangan mikroskop. Biasanya, sel-sel bakteri yang sulit untuk diwarnai juga akan sulit untuk didekolorisasi (contohnya, dalam proses pewarnaan acid-fast pada mycobacterium). Sebaliknya, sel-sel yang mudah diwarnai juga akan lebih mudah untuk didekolorisasi.

4. Substrat

Setiap pewarna bakteri asam atau basa dapat berinteraksi dengan komponen spesifik. Oleh karena itu, zat-zat organik seperti lipid, protein, asam nukleat, dan karbohidrat juga akan memengaruhi pewarnaan biologis. Ini memungkinkan pemisahan sel-sel menjadi:

a. Basofil, yaitu sel yang cenderung mengikat pewarna bakteri basa.

b. Asidofil atau oksifil, yaitu sel yang cenderung mengikat pewarna bakteri asam.

c. Sudanofil, yaitu sel yang cenderung mengikat pewarna bakteri yang larut dalam minyak.

(11)

Faktor-faktor lainnya yang dapat memengaruhi pewarnaan yaitu (Rindita, 2021):

1. Umur Biakan

Umur biakan memiliki dampak pada proses pewarnaan. Sebagai contoh, dalam pewarnaan spora, kondisi optimal untuk umur biakan adalah 2 x 24 jam karena pada tahap ini biakan sudah berhasil membentuk spora dengan baik.

2. Kualitas Zat Warna Reagen yang Digunakan

Jika kualitas zat warna yang digunakan tidak optimal, hasil pewarnaan mungkin menjadi tidak jelas atau bahkan terlihat kotor. Terkadang, saat menggunakan zat warna buatan sendiri yang proses penyaringannya tidak sempurna, pewarnaan bisa terlihat kotor dengan munculnya bercak zat warna yang tidak diinginkan dan sejenisnya.

3. Penggunaan Zat Warna Penutup 2.5.2 Zat Warna

Terdapat beberapa larutan yang digunakan dalam proses pewarnaan gram di antaranya Gentian Violet, iodin, alkohol asetat, dan Carbol Fuchsin. Namun, terdapat dua jenis zat warna yang digunakan dalam pewarnaan gram, yaitu (Haslianti dkk, 2019):

1. Gentian violet

Gentian violet adalah zat berwarna ungu yang berperan sebagai pewarna utama pada mikroorganisme yang menjadi fokus penelitian. Sebagai pewarna utama, gentian violet memiliki sifat dasar yang memungkinkannya berikatan dengan sel mikroorganisme yang memiliki sifat asam. Melalui metode ini, sel mikroorganisme yang semula transparan akan terwarnai ungu setelah proses pewarnaan. Ketika sampel diwarnai dengan gentian violet dan kemudian dengan iodin, warna ungu dari gentian violet akan tertahan oleh struktur peptidoglikan bakteri dan diperkuat oleh iodin. Saat sampel terkena alkohol, yang bisa menghilangkan warna ungu dari gentian violet, pori-pori peptidoglikan yang sempit serta keberadaan iodin membuat zat warna ungu sulit dihapus oleh alkohol, sehingga warna ungu tetap terlihat. Struktur pori peptidoglikan pada bakteri Gram negatif yang lebih besar di sisi lain memungkinkan zat warna ungu terhapus lebih mudah. Identifikasi

(12)

mikroorganisme, terutama dalam konteks kesehatan, sering melibatkan teknik pewarnaan Gram dan kultur bakteri.

2. Carbol fuchsin

Carbol fuchsin adalah jenis reagen berwarna merah magenta yang larut dalam air. Ketika senyawa ini dilarutkan dengan fenol, disebut carbol fuchsin dan digunakan dalam teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen serta pewarnaan Gram.

Carbol fuchsin dalam konteks pewarnaan bakteri bisa digunakan sebagai zat warna penutup (counter stain) atau sebagai zat warna sekunder.

Referensi

Dokumen terkait

Pengecatan sederhana dapat digunakan untuk melihat morfologi dan komposisi sel bakteri karena asam nukleat bakteri dan beberapa jenis komponen dinding sel

Berdasarkan hasil pengamatan, pada percobaan pewarnaan gram terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli didapatkan bahwa bakteri Staphylococcus

Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel menjadi berwarna merah pada bakteri gram negatif sedangkan pada bakteri gram positif dinding selnya terdehidrasi dengan

yang dibutuhkan bertujuan untuk agar zat warna karbol fuksin ini dapat berpenetrasi secara sempurna ke dalam dinding sel bakteri, dan dimana karbol fuksin ini

 besar zat lipodial (berlemak) lipodial (berlemak) di dalam di dalam dinding selnya sehingga dinding selnya sehingga menyebabkan menyebabkan dinding sel tersebut relatif tidak

Pada bakteri positif atau gram positif dinding selnya memiliki struktur yang lebih tebal sehingga tetap berwarna ungu, sedangkan pada gram negative memiliki struktur dinding sel

Tujuan dari pewarnaan adalah untuk mempermudah pengamatan bentuk sel bakteri, memperluas ukuran jazad, mengamati struktur dalam dan luar sel bakteri, dan

Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel menjadi berwarna merah pada bakteri gram negative sedangkan pada bakteri gram positif dinding selnya terdehidrasi dengan