LAPORAN PRATIKUM
MATA KULIAH PENILAIAN STATUS GIZI Glukosa Darah, Asam Urat, Kolesterol dan Kadar Insulin
Dosen Pengampu Dr. Etika Ratna Noer, S.Gz.,MSi
Disusun oleh:
Zerhi Aulisya 22030123410002
Ayu Andalia 22030123410010
Euodia Sinthika 22030123410016
Ade Chairina 22030123410032
Putri Indah Nurmalasari 22030123410037 Fitri Wulandari 22030123410042
Ulan Safitri 22030123410043
MAGISTER ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023
ii DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ...iv
DAFTAR GAMBAR ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG ... 1
B. TUJUAN ... 2
C. MANFAAT ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3
A. GLUKOSA DARAH ... 3
B. ASAM URAT ... 4
C. KOLESTEROL ... 6
D. INSULIN... 7
BAB III METODE ... 9
A. ALAT DAN BAHAN ... 9
ALAT PELINDUNG DIRI (APD) ... 9
PENGAMBILAN DARAH VENA ... 9
PENGUJIAN... 9
B. PROSEDUR ... 10
PENGAMBILAN DARAH VENA ... 10
PERSIAPAN SAMPEL ... 11
PENGUJIAN GLUKOSA ... 11
PENGUJIAN KOLESTEROL ... 11
PENGUJIAN ASAM URAT ... 11
PENGUJIAN INSULIN... 12
BAB IV HASIL... 13
A. GLUKOSA ... 13
B. KOLESTEROL ... 13
C. ASAM URAT ... 14
D. INSULIN... 14
BAB V PEMBAHASAN ... 17
iii
A. GLUKOSA ... 17
B. KOLESTEROL ... 18
C. ASAM URAT ... 19
D. INSULIN... 20
BAB VI PENUTUP ... 22
A. KESIMPULAN ... 22
B. SARAN ... 22
DAFTAR PUSTAKA ... 23
LAMPIRAN ... 25
iv DAFTAR TABEL
Tabel 1. Uji Glukosa ... 13
Tabel 2. Uji Kolesterol ... 13
Tabel 3. Uji Asam Urat ... 13
Tabel 4. Hasil uji glukosa ... 1
Tabel 5. Hasil Uji Kolesterol ... 1
Tabel 6. Hasil Uji Asam Urat ... 2
Tabel 7. Hasil Uji Kadar Insulin ... 2
Tabel 8. Hasil absorbansi dari pengenceran standar ... 16
Tabel 9. Hasil Absorbsi Sampel ... 16
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Jalur homeostatisurat10. ... 6
Gambar 2. Jalur pensinyalan insulin klasik17. ... 10
Gambar 3. Lokasi Pembuluh Darah Vena ... 12
Gambar 4. Kurva Standar hasil absorbansi ... 3
Gambar 5.Hasil Absorbansi Insulin ... 4
Gambar 6. Sampel berubah warna menjadi biru setelah penambahan TMB. ... 14
Gambar 7. Sampel berubah warna menjadi kuning setelah penambahan stop solution. ... 14
Gambar 8.Sampel berubah warna menjadi kuning setelah penambahan stop solution27. ... 15
Gambar 9. Kurva standar untuk menggambarkan hubungan antara konsentrasi dan absorbansi pada pengenceran standard. ... 16
1 BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Penilaian status gizi melalui pendekatan laboratorium melibatkan proses langsung terhadap tubuh atau bagian tubuh. Pendekatan ini bertujuan untuk memahami sejauh mana zat gizi tersedia dalam tubuh akibat konsumsi makanan. Metode biokimia, sebagai contohnya, melibatkan penggunaan peralatan laboratorium kimia untuk mengukur status gizi dengan menganalisis kandungan zat gizi dalam cairan tubuh, jaringan tubuh, atau urin1.
Metode laboratorium dalam evaluasi status gizi memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan pendekatan lainnya. Keunggulan ini mencakup kemampuannya untuk mengukur tingkat gizi pada jaringan tubuh dengan akurasi, memungkinkan identifikasi sejauh mana kadar zat gizi seseorang, apakah mencukupi atau kurang.
Dengan mengetahui tingkat gizi dalam tubuh, dimungkinkan untuk memprediksi kemungkinan kejadian di masa depan, sehingga tindakan intervensi dapat segera dilakukan untuk mencegah kekurangan atau kelebihan gizi yang lebih serius. Selain itu, data yang dihasilkan dari pemeriksaan laboratorium memiliki validitas yang memadai dan dapat diandalkan dalam ketepatan hasilnya1.
Pada praktikum ini, yang dinilai dalam penilaian status gizi secara biokimia antara lain adalah penetapan kadar glukosa darah, kolesterol, dan asam urat yang dilakukan menggunakan metode spektofotometri, kemudian kadar insulin dilakukan menggunakan metode ELISA. Digunakan sampel serum darah mahasiswa yang diambil melalui pembuluh darah vena dimana sebelumnya telah melakukan puasa selama ±10 jam.
Deskripsi Praktikum
Mahasiswa menghitung absorbansi dari komposisi biokimia tubuh berupa kolesterol,asam urat, glukosa dan insulin melalui serum darah dengan menggunakan spektrofotometer dan elisa kemudian menginterpretasikannya.
2 Pelaksanaan Praktikum
Praktikum ini dilakukan pada hari Jumat, 24 oktober 2023 dari pukul 13.00 wib sampai 16.00 wib. Praktikum ini dilaksanakan diruang Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Kimia Ilmu Gizi Universitas Diponegoro.
B. Tujuan dan Manfaat Tujuan:
1. Mahasiswa mengetahui prinsip, prosedur kadar kolesterol, glukosa, asam urat dan insulin dalam serum atau plasma menggunakan spektrofotometer dan elisa.
2. Mahasiswa mampu melakukan analisis kadar kolesterol, glukosa, asam urat dan insulin dalam serum atau plasma menggunakan spektrofotometer dan elis
3. Mahasiswa mampu menginterpretasikan hasil analisis kadar kolesterol, glukosa, asam urat dan insulin dalam serum atau plasma menggunakan spektrofotometer dan elisa Manfaat:
1. Sebagai bahan kajian untuk pembaca terkait uji glukosa, kolesterol, dan asam urat dengan metode spektrofotometri, serta insulin dengan metode ELISA.
2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ilmu gizi terkait penilaian status gizi dengan metode biokimia
3 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Glukosa Darah
Pemantauan glukosa darah membantu mengidentifikasi pola fluktuasi kadar glukosa darah (gula) yang terjadi sebagai respons terhadap pola makan, olahraga, pengobatan, dan proses patologis yang terkait dengan fluktuasi glukosa darah, seperti diabetes melitus. Kadar glukosa darah yang sangat tinggi atau rendah berpotensi menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa, baik akut maupun kronis. Pemantauan kadar glukosa darah (BGL) atau kadar gula darah (BSL) yang dilakukan di luar fasilitas klinis, seperti di rumah, sering disebut dengan tes glukosa darah kapiler (CBG).
Sebaliknya, tes glukosa darah yang dilakukan di fasilitas klinis mungkin termasuk tes darah vena CBG dan glukosa plasma.
Pemeriksaan laboratorium klinis merupakan salah satu faktor penunjang yang penting untuk membantu mendiagnosis penyakit, salah satunya adalah pemeriksaan gula darah. Glukosa darah adalah gula yang berada dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka.
Glukosa adalah bahan bakar utama yang ditemukan dalam darah dan merupakan bahan bakar primer yang digunakan sebagai sumber energi2. Dalam darah atau serum
terdapat konsentrasi glukosa yang disebut glukosa darah, batas normal konsentrasi seseorang yang tidak makan dalam waktu 3 atau 4 jam yang lalu sekitar 90mg/dl. Mengonsumsi makanan yang banyak mengandung karbohidrat sekalipun, konsentrasi ini jarang meningkat diatas 140mg/dl kecuali orang tersebut menderita diabetes mellitus3. Sebagian besar produk makanan mengandung karbohidrat kompleks, yang dipecah untuk memasok energi ke sel-sel tubuh kita. Setelah dicerna, makanan yang mengandung karbohidrat dipecah dalam sistem pencernaan menjadi gula yang lebih sederhana seperti glukosa. Di usus kecil, molekul glukosa diserap ke dalam aliran darah dan diangkut ke sel-sel di seluruh tubuh, termasuk hati4. Sel beta pankreas memproduksi insulin sebagai respons terhadap peningkatan kadar glukosa darah. Pada fase postprandial, insulin memfasilitasi pengangkutan glukosa dari aliran darah ke dalam sel5. Insulin juga menghambat glukoneogenesis di hati dan memfasilitasi penyimpanan glukosa dalam bentuk glikogen (glikogenesis) dan lemak (de novo lipogenesis (DNL)), yang masing-masing berfungsi sebagai penyimpan energi jangka pendek dan jangka panjang. Tubuh manusia berupaya mempertahankan homeostatis pada kadar glukosa darah (4 hingga 6 mmol atau sekitar 72 hingga 108 mg/dL).
4 Homeostasis dipengaruhi oleh kapasitas fungsional sel beta pankreas dan sensitivitas seluler (otot rangka, hati, dan jaringan adiposa) terhadap insulin.
Pemantauan glukosa darah dapat mendukung diagnosis dan penanganan pasien dengan gangguan metabolisme glukosa atau diabetes. Pemantauan rutin kadar glukosa darah mungkin tidak direkomendasikan untuk semua pasien diabetes melitus tipe 2 yang hanya menggunakan obat antidiabetik oral atau manajemen diet saja. Namun, pemantauan glukosa darah mungkin diperlukan selama titrasi obat hipoglikemik oral yang diketahui menyebabkan hipoglikemia, seperti sulfonilurea. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar glukosa darah adalah usia, jenis kelamin, asupan makanan.
Faktor usia karena adanya proses penuaan yang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sel beta pankreas dalam memproduksi insulin. Faktor jenis kelamin karena wanita lebih beresiko mengalami peningkatan kadar gula darah karena secara fisik wanita memiliki syndrom siklus bulanan (premenstrualsyndrome), pasca monopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormon tersebut.
B. Asam Urat
Asam urat (Gout Artritis) merupakan suatu radang sendi ataupun inflamasi di sendi yang diakibatkan oleh pengendapan kristal monosodium urat di jaringan sinovisial dan jaringan lainnya. Asam urat merupakan peradangan di sendi akibat bertambahnya kadar asam urat dalam darah, karena metabolisme purin dalam tubuh terganggu dan ditandai dengan sendi nyeri, sehingga aktivitas penderita dapat terganggu. Kristal MSU dapat disimpan di seluruh jaringan terutama di dalam dan sekitar sendi membentuk tofi. Gout terutama didiagnosis dengan identifikasi kristal MSU patognomonik melalui aspirasi cairan sendi atau aspirasi tophi6. Akibat dari peningkatan produksi asam urat atau penumpukan asam urat bisa menyebabkan peradangan yang disertai bengkak pada sendi, biasanya terjadi pada lutut dan kaki.
Asam urat merupakan kelainan metabolik, dan salah satu kondisi radang sendi paling umum di seluruh dunia, yang disebabkan oleh hiperurisemia persisten. Perkembangan asam urat bersifat multifaktorial, sehingga memerlukan pendekatan metodologis yang berbeda untuk memastikan faktor risiko yang terkait dengan perkembangan hiperurisemia dan asam urat. Proses mengatasi titik temu antara kerangka biologis penyebab penyakit asam urat dan perilaku kesehatan pasien penderita asam urat dapat mengarah pada pengelolaan asam urat yang optimal, melalui penelitian dan praktik perawatan pasien yang optimal dan dipersonalisasi7.
5 Asam urat adalah penyakit tidak menular dan menjadi penyakit tertua yang melekat pada manusia. Asam urat (Gout) adalah penyakit gangguan metabolisme purin ditandai dengan keadaan kadar asam urat serumnya melebihi 7 mg/dL pada laki-laki dan lebih dari 6 mg/dL pada wanita. Apabila asupan dan pola makan tidak diubah maka kadar asam urat darah yang berlebihan akan menimbulkan penumpukkan kristal asam urat, apabila kristal berada dalam cairan sendi maka akan menyebabkan penyakit asam urat. Gout sering kali dimulai dengan hiperurisemia (kadar asam urat tinggi), jika tidak diobati atau dikendalikan, kristal asam urat dapat mengendap di persendian, menyebabkan peradangan, nyeri, dan gejala khas gout. Jika kondisi gout tidak diobati untuk waktu yang lama atau tidak dikendalikan, tophi dapat berkembang. Tophi adalah tumpukan kristal asam urat yang dapat terbentuk di persendian, jaringan lunak, atau organ tubuh lainnya, dan ini bisa sangat mengganggu. Asam urat adalah penyakit umum dan berpotensi melemahkan yang ditandai dengan radang sendi yang menyakitkan (“gout flare”), disebabkan oleh pengendapan kristal monosodium urat di dalam sendi dan jaringan di sekitarnya8. Gejala yang timbul karena asam urat adalah rasa nyeri yang hebat dan mendadak di jari kaki, sendi-sendi sakit pada saat digerakan, bengkak, sendi tampak kemerahan, jari-jari tangan kaku apabila digerakan sehingga penderita asam urat tidak mampu beraktivitas seperti biasanya atau mungkin hanya aktivitasnya yang terganggu akibat nyeri. Pada kasus penyakit yang sudah parah, penderita dapat memiliki benjolan-benjolan aneh yang timbul disekujur tubuh Pada kondisi normal asam urat yang dihasilkan akan di keluarkan oleh tubuh dalam bentuk urin dan. Proses pembuangan ini di atur oleh ginjal yang berfungsi mengatur kestabilan kadar asam urat dalam tubuh. Asam urat merupakan produk akhir utama metabolisme purin di dalam tubuh manusia. Asam urat, diproduksi di hati melalui xanthine oksidase dari purin yang berasal dari asupan makanan atau sintesis endogen, disimpan sementara di dalam tubuh dan kemudian dikeluarkan bersama urin9.
Asam urat (UA) merupakan produk katabolik akhir metabolisme nukleotida purin eksogen dan endogen pada manusia. UA ada dalam serum/plasma darah, sel, dan jaringan dengan kondisi produksi dan pembuangan yang stabil. Produksinya dapat ditemukan di hampir semua jaringan, sedangkan pembuangan utamanya dilakukan melalui ginjal. Konsentrasi SUA dapat tercermin dari asupan makanan, metabolisme purin, sekresi ginjal, dan degenerasi usus. UA merupakan produk akhir metabolisme purin. Pada proses ini beberapa enzim berbeda yang terlibat dalam konversi nukleobase adenin dan guanin menjadi UA. Adenosin monofosfat (AMP) dapat diubah
6 menjadi inosin. Guanin monofosfat (GMP) diubah menjadi guanosin oleh nukleotidase. Nukleosida inosin dan guanosin selanjutnya diubah menjadi basa purin hipoksantin dan guanin, masing-masing, oleh purin nukleosida fosforilase (PNP).
Hipoksantin kemudian dioksidasi menjadi xantin oleh xantin oksidase (XO), dan guanin dideaminasi menjadi xantin oleh guanin deaminase. Xantin dioksidasi lagi oleh XO untuk membentuk UA, menjadi produk degradasi akhir nukleotida purin. Secara fisiologis, sebagian besar pembuangan asam urat harian terjadi melalui ginjal. Sekitar dua pertiga dari seluruh UA pada manusia diekskresikan melalui urin dan sepertiganya melalui saluran pencernaan. Enzim urikase (oksidase urat) selanjutnya mengoksidasi UA menjadi alantoin. Namun, pada tahap awal evolusi hominid, gen urikase mungkin mengalami mutasi fungsional, yang mengakibatkan manusia tidak dapat mengoksidasi UA menjadi senyawa alantoin yang lebih mudah larut karena kurangnya urikase.
Endapan mikrokristal monosodium urat monohidrat atau UA di beberapa bagian tubuh menyebabkan perkembangan gastroenteritis dan asam urat. Asam urat, khususnya, dapat menyebabkan satu atau kombinasi dari artritis akut (gout flare), artritis kronis (artritis gout kronis), dan tophi (gout tophaceous)10. Seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Jalur homeostatisurat10.
SUA yang terlalu jenuh bersama dengan natrium dapat mengendap di sendi, jaringan lunak, tulang, kulit, dll., sebagai kristal MSU untuk membentuk tophi dan memicu serangan asam urat dengan nyeri yang parah. Secara in vivo, SUA mungkin menawarkan keuntungan neuroprotektif pada penyakit neurodegeneratif Alzheimer, skizofrenia, penyakit Parkinson, multiple sclerosis, dan berfungsi sebagai biomarker depresi. SUA dapat berfungsi sebagai faktor risiko untuk memprediksi fungsi tiroid yang buruk atau indikator malnutrisi. Pada tingkat yang lebih tinggi, ia mengaktifkan
7 peristiwa mekanisme inflamasi dan oksidatif pada subjek sehat dan merupakan faktor pelindung terhadap penurunan patologis fungsi paru-paru atau prediktor independen untuk penyakit hati berlemak non-alkohol11. UA juga merupakan antioksidan kuat, hampir sepuluh kali lipat lebih besar dibandingkan antioksidan lain dalam darah.
Mengurangi SUA dapat menurunkan efek perlindungannya terhadap kerusakan radiasi, dan kepadatan mineral tulang atau efek perlindungan terhadap keropos tulang pada rheumatoid arthritis.
Patogenesis asam urat melibatkan pengendapan kristal monosodium urat (MSU) di dalam dan sekitar sendi. Endapan ini ditandai dengan peningkatan kadar asam urat dalam darah. Ketika konsentrasi asam urat melebihi batas kelarutannya, kristal MSU terbentuk dan memicu respons inflamasi. Kristal MSU dikenali oleh sistem kekebalan sebagai partikel asing, yang menyebabkan aktivasi sel kekebalan dan pelepasan mediator inflamasi, seperti sitokin dan kemokin. Mediator inflamasi ini menyebabkan rekrutmen lebih banyak sel imun pada sendi yang terkena, mengakibatkan peradangan akut dan gejala khas asam urat, termasuk nyeri, bengkak, kemerahan, dan rasa hangat.
C. Kolesterol
Kolesterol merupakan lemak yang sebagian besar di bentuk oleh tubuh terutama dalam hati. Kadar kolesterol yang tinggi atau hiperkolesterolemia merupakan salah satu penyebab masalah metabolik yang menyebabkan timbulnya penyakit degeneratif seperti yang berhubungan dengan jantung, pembuluh darah, serta penyakit- penyakit yang berhubungan dengan adanya sumbatan pada pembuluh darah.
Penumpukan jumlah deposit lemak yang berlebihan pada dinding pembuluh darah dapat menyebabkan suatu sumbatan pada pembuluh darah atau yang biasa dikenal dengan sebutan atherosklerosis. Tidak hanya itu, penyumbatan (atherosklerosis) juga dapat terjadi pada dinding pembuluh darah di otak, ginjal, alat gerak, dan berbagai organ lainnya. Tingkat kolesterol memainkan peran penting dalam proses penyakit kardiovaskular. Tingkat lipid yang tinggi, termasuk kolesterol dan trigliserida dalam serum, yang juga disebut hiperlipidemia, menyebabkan risiko lebih tinggi terkena penyakit kardiovaskular aterosklerotik (CVD)12. Secara klinis, memperoleh profil lipid membantu dalam skrining, diagnosis, dan penanganan penyakit. Kadar kolesterol yang terlalu tinggi dan berlebihan di dalam darah akan berefek berbahaya bagi kesehatan jantung dan pembuluh darah. Kolesterol termasuk golongan lemak yang di dalam sel terbagi atas LDL, HDL, dan trigliserida. Kadar kolesterol yang tinggi akan
8 meningkatkan risiko terjadinya arteroskeloris sehingga dapat menyebabkan komplikasi serebrovaskuler, vaskuler perifer, dan koroner, seperti hipertensi, penyakit jantung, dan stroke13.
Kolesterol merupakan molekul lipofilik yang penting bagi kehidupan manusia.
Ia memiliki banyak peran yang berkontribusi pada sel-sel yang berfungsi normal.
Misalnya, kolesterol merupakan komponen penting dari membran sel. Ini berkontribusi pada susunan struktural membran serta memodulasi fluiditasnya.
Kolesterol berfungsi sebagai molekul prekursor dalam sintesis vitamin D, hormon steroid (misalnya kortisol dan aldosteron serta androgen adrenal), dan hormon seks (misalnya testosteron, estrogen, dan progesteron)14. Kolesterol juga merupakan penyusun garam empedu yang digunakan dalam pencernaan untuk memfasilitasi penyerapan vitamin A, D, E, dan K yang larut dalam lemak. Karena kolesterol sebagian besar bersifat lipofilik, kolesterol diangkut melalui darah, bersama dengan trigliserida, di dalam partikel lipoprotein (HDL, IDL, LDL, VLDL, dan kilomikron).
Lipoprotein ini dapat dideteksi secara klinis untuk memperkirakan jumlah kolesterol dalam darah. Kilomikron tidak terdapat pada plasma non-puasa. Pengukuran kadar kolesterol dilakukan dari serum. Tes lipid non puasa dapat dilakukan kapan saja tanpa puasa; tes lipid puasa membutuhkan puasa 12 jam kecuali air. Kolesterol total dan HDL diukur langsung dari serum. Lemak merupakan komponen penting dalam tubuh yang digunakan sebagai sumber energi, tetapi kadar yang tidak seimbang dari lemak tertentu dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
Dislipidemia dapat melibatkan peningkatan kadar kolesterol LDL (kolesterol jahat), penurunan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik), atau peningkatan trigliserida.
D. Kadar Insulin
Kadar insulin merupakan jumlah hormon insulin yang hadir dalam darah seseorang. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel beta di pankreas dan memiliki peran penting dalam mengatur kadar gula darah. Fungsi utama insulin adalah memungkinkan sel-sel tubuh untuk menggunakan glukosa (gula) sebagai sumber energi. Insulin terlibat dalam pengaturan pemanfaatan glukosa dalam tubuh15. Dalam keadaan sehat, tubuh akan menyerap glukosa dari makanan dalam jumlah yang ideal, kemudian menyimpan sisanya. Glukosa tersebut diperlukan tubuh sebagai bahan bakar.
Glukosa yang diserap dari makanan akan diangkut ke seluruh tubuh melalui aliran darah, kemudian diberikan ke sel-sel organ tubuh yang memerlukan dengan
9 bantuan insulin (hormon yang dihasilkan pankreas). Bila jumlah glukosa berlebih, maka insulin membantu menyimpan kelebihan glukosa tersebut di dalam organ hati dan otot (dalam bentuk glikogen), atau diubah menjadi trigliserida yang disimpan dalam jaringan penyimpan lemak (adipose). Insulin yang berikatan dengan reseptornya dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel. Bila insulin tidak ada atau kerja insulin terganggu, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tetapi berada dalam pembuluh darah sehingga konsentrasi glukosa di dalam darah akan meningkat, dan ini mengindikasikan bahwa seseorang menderita diabetes melitus.
Kadar insulin yang sehat dan respons yang tepat terhadap insulin penting untuk menjaga keseimbangan gula darah dan mencegah kondisi seperti diabetes.
Pada individu dengan diabetes, kadar insulin bisa menjadi tidak memadai atau sel-sel tubuh tidak merespons insulin dengan baik, yang dapat menyebabkan masalah kontrol gula darah. Fisiologi sel penghasil insulin sangat penting untuk memahami regulasi sekresi insulin. Insulin adalah hormon peptida yang disekresikan oleh sel β pankreas16. Pankreas manusia mengandung satu hingga dua juta pankreas islets yang menampung sel-sel endokrin yang berbeda, terutama sel β yang mensekresi insulin, sel α yang memproduksi glukagon, dan sel δ yang mensekresi somatostatin. Umumnya, insulin dilepaskan setelah mengonsumsi glukosa dalam proses yang disebut stimulasi insulin yang diinduksi glukosa. Proses ini memerlukan pengambilan intraseluler dan degradasi metabolik glukosa yang dicerna. Setelah disekresikan dari sel β pankreas dan beredar ke seluruh tubuh, insulin berikatan dengan reseptor insulin (IR) pada membran sel target. Hal ini menghasilkan fosforilasi substrat reseptor insulin (IRS) dan aktivasi selanjutnya dari dua jalur pensinyalan primer, yaitu jalur fosfoinositida3-kinase (PI3K)/protein kinase B (Akt) dan jalur protein kinase teraktivasi mitogen (MAPK).
Seperti yang ditunjukkanp pada Gambar 2.
10 Gambar 2. Jalur pensinyalan insulin klasik17.
Insulin mengatur fungsi seluler dan aktivitas metabolisme dengan mengikat reseptor insulin. Proses seluler inti di bagian hilir sistem pensinyalan insulin mencakup jalur pensinyalan PI3K/Akt dan MAPK; rincian jalur ini diberikan di Bagian 3. IRS, substrat reseptor insulin; IR, reseptor insulin; PI3K, fosfoinositida3-kinase; MAPK, protein kinase yang diaktifkan secara mitogen; PIP3, fosfatidilinositol 3,4,5-trifosfat;
PDK1, protein kinase-1 yang bergantung pada 3-fosfoinositida; Grb2, protein terikat reseptor faktor pertumbuhan 2; GSK, glikogen sintase kinase; GS, glikogen sintase;
mTORC1, target mamalia dari kompleks rapamycin 1; SREBP, protein pengikat unsur pengatur sterol; pengangkut glukosa 4, GLUT4; MEK, MAPK/Erk kinase; ERK, kinase yang diatur sinyal ekstraseluler17.
Tujuan utama insulin adalah untuk mengatur pasokan energi tubuh dengan menyeimbangkan tingkat mikronutrien selama keadaan makan. Insulin sangat penting untuk mengangkut intraseluler glukosa ke sel/jaringan yang bergantung pada insulin, seperti hati, otot, dan jaringan adiposa. Ketidakseimbangan pasokan energi eksogen menyebabkan pemecahan lemak yang disimpan di jaringan adiposa dan akhirnya mempercepat sekresi insulin.
11 BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. ALAT DAN BAHAN
ALAT PELINDUNG DIRI (APD) 1. Handscoon
2. Masker
3. Jas laboratorium
PENGAMBILAN DARAH VENA 1. Tourniquet
2. Tabung penampungan darah (Vacutainer) 3. Rak tabung
4. Spuit dan jarum 5. Alcohol swab 70%
6. Plester
PENGUJIAN
1. Spektrofotometer 10. Microtube
2. Kuvet 11. Rak microtube
3. Mikropipet 10-100 µL 12. Sampel darah 4. Mikropipet 100-1000 µL 13. Akuades
5. Yellow/white tip 14. Reagen & Standar Glukosa 6. Blue tip 15. Reagen & Standar Kolesterol 7. Vortex 16. Reagen & Standar Asam urat 8. Tabung reaksi 17. Reagen & Standar Insulin
9. Rak tabung reaksi 18. Alat spektrofotometer dan ELISA
12 B. PROSEDUR
PENGAMBILAN DARAH VENA
1. Memakai alat perlindungan diri dan menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
2. Memilih lokasi pembuluh darah vena yang akan ditusuk.
Gambar 3. Lokasi Pembuluh Darah Vena
3. Membersihkan tempat yang akan diambil dengan alcohol swab 70%.
4. Memasang torniquet pada lengan atas dan meminta probandus untuk mengepalkan telapak tangannya. Pembendungan vena tidak perlu dengan ikatan erat-erat, bahkan sebaiknya hanya cukup erat untuk memperlihatkan dan agak menonjolkan vena.
5. Menegangkan kulit diatas vena yang akan ditusuk dengan jari-jari tangan kiri plebotomis supaya vena tidak bergerak.
6. Menusuk kulit dengan lubang jarum menghadap ke atas (vena ditusuk pelan- pelan). Posisi jarum dengan sudut 30-40o.
7. Jika darah terlihat memasuki ujung spuit maka tarik toraknya pelan-pelan hingga didapatkan volume darah yang diinginkan.
8. Melepaskan torniquet dan taruhlah alcohol swab 70% diatas jarum. Jarum dan spuit dikeluarkan perlahan-lahan
9. Meminta probandus untuk meneruskan menekan lokasi tusukan dengan alcohol swab 70% hingga darah tidak keluar lagi lalu gantilah dengan plester.
10. Melepaskan jarum dari spuit lalu memasukkan darah ke dalam tabung yang sudah disediakan dengan mengalirkan melalui dinding tabung secara perlahan.
13 PERSIAPAN SAMPEL
1. Menggunakan alat perlindungan diri dan menyiapkan alat bahan yang akan digunakan
2. Darah yang sudah diambil, di sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit untuk diambil serum darah.
3. Segera mengambil dan memindahkan serum pada microtube.
PENGUJIAN GLUKOSA
Tabel 1. Uji Glukosa
PENGUJIAN KOLESTEROL
Tabel 2. Uji Kolesterol
Blanko Standar Sampel
Aquadest 10 µl - -
Larutan Standar
Kolesterol - 10 µl -
Serum - - 10 µl
Reagen Kolesterol 1000 µl 1000 µl 1000 µl Homogenkan, inkubasi selama 20 menit (suhu 20-25 oC) atau 10 menit (suhu 37oC). Baca dengan spektrofotometer pada λ = 500 nm dan tidak lebih dari 60 menit.
Hitung dengan persamaan = rata-rata abs sampel/rata-rata abs standar x konsentrasi standar (mg/dl)
PENGUJIAN ASAM URAT
Tabel 3. Uji Asam Urat
Blanko Standar Sampel
Aquadest 20 µl - -
Larutan Standar Asam
Urat - 20 µl -
Serum - - 20 µl
Reagen 1 1000 µl 1000 µl 1000 µl
Homogenkan, inkubasi 5 menit, lalu tambahkan
Reagen 1 250 µl 250 µl 250 µl
Blanko Standar Sampel
Aquadest 10 µl - -
Larutan Standar
Glukosa - 10 µl -
Serum - - 10 µl
Reagen Glukosa 1000 µl 1000 µl 1000 µl
Homogenkan, inkubasi selama 20 menit (suhu 20-25 oC) atau 10 menit (suhu 37oC). Baca dengan spektrofotometer pada λ = 500 nm dan tidak lebih dari 60 menit.
Hitung dengan persamaan = rata-rata abs sampel/rata-rata abs standar x konsentrasi standar (mg/dl)
14 Homogenkan, inkubasi selama 20 menit (suhu 20-25 oC) atau 10 menit
(suhu 37oC). Baca dengan spektrofotometer pada λ = 500 nm dan tidak lebih dari 60 menit.
Hitung dengan persamaan = rata-rata abs sampel/rata-rata abs standar x konsentrasi standar (mg/dl)
PENGUJIAN INSULIN
1. Sebelum pengujian, biarkan reagen berada pada suhu kamar.
2. Campur semua reagen secara perlahan sebelum digunakan.
3. Tempatkan jumlah strip berlapis yang diinginkan ke dalam penahan
4. Pipet 25 µl standar Insulin, kontrol dan serum pasien ke dalam sumur yang sesuai.
5. Tambahkan 100 µl Reagen Konjugat Insulin ke dalam semua sumur. Aduk rata, selama 20 detik.
6. Inkubasi selama 60 menit pada suhu kamar (20-25°C).
7. Buang cairan dari semua sumur. Cuci sumur tiga kali dengan 300 µl buffer pencuci 1X. Tepuk-tepuk di atas tisu penyerap.
8. Tambahkan 100 µl substrat TMB ke dalam semua sumur.
9. Inkubasi selama 15 menit pada suhu kamar.
10. Tambahkan 50 μl larutan stop ke semua sumur. Kocok piring dengan lembut untuk mencampur larutan.
11. Baca absorbansi pada ELISA Reader pada 450 nm dalam waktu 15 menit setelah menambahkan larutan stop.
1 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil
a. Glukosa
Tabel 4. Hasil uji glukosa Bahan Nilai Absorbansi Blangko 1 0,104
Blangko 2 0,108 Standar 1 0,423 Standar 2 0,412
Sampel 1 0,309
Sampel 2 0,471
= 93,413 mg/dL (Normal)
b. Kolesterol
Tabel 5. Hasil Uji Kolesterol
= 122,875 mg/dL (normal)
Bahan Nilai absorbansi Blangko 1 0,039
Blangko 2 0,039 Standar 1 0,322 Standar 2 0,448
Sampel 1 0,269
Sampel 2 0,204
2
c. Asam Urat
Tabel 6. Hasil Uji Asam Urat Bahan Nilai absorbansi
Blangko 1 0,001
Blangko 2 0,002
Standar 1 0,154
Standar 2 0,160
Sampel 1 0,060
Sampel 2 0,062
= 2,33 mg/dL (Normal)
d. Insulin
Tabel 7. Hasil Uji Kadar Insulin
Standar Kosentrasi standar (µIU/ml) Nilai absorbansi
Standar 1 0 0,113
Standar 2 5 0,347
Standar 3 25 0,816
Standar 4 50 1,579
Standar 5 100 1,980
3 Gambar 4. Kurva Standar hasil absorbansi
Dari grafik kurva kuantitatif terhadap hasil absorbansi standard maka diperoleh persamaan y = (0,0187)x + (0,292). Oleh karena itu bila hasil absorbansi dari sampel dimasukkan ke dalam rumus, diperoleh konsentrasi:
SAMPEL 1 (y= 0,561) y = 0,0187x + 0,292 0,561 = 0,0187x + 0,292
0,0187x = 0,561 - 0,292 x = 0,269/0,0187 x = 14,38
SAMPEL 2 (y= 0,3625) y = 0,0187x + 0,292 0,3625 = 0,0187x + 0,292 0,0187x = 0,3625 - 0,292 x = 0,0705/0,0187
4 x = 3,77
SAMPEL 3 (y= 0,4855) y = 0,0187x + 0,292 0,4855 = 0,0187x + 0,292 0,0187x = 0,4855 - 0,292 x = 0,1935/0,0187 x = 10,34
SAMPEL 4 (y= 0,2115) y = 0,0187x + 0,292 0,2115 = 0,0187x + 0,292 0,0187x = 0,2115 - 0,292 x = -0,0805/0,0187 x = -4,3
Gambar 5.Hasil Absorbansi Insulin
5 B. PEMBAHASAN
1. Glukosa Darah
Uji glukosa darah pada praktikum ini dilakukan menggunakan metode GOD-PAP atau Enzymatic Photometric Test (Glucose Oxidase- Phenol Amino Phenazone atau Glucose Oksidase Para Amino Peroksidase). Prinsip metode kerja pada pratikum ini adalah metode enzimatik yang dibantu enzim – enzim contohnya katalase (reaksi Hantz) dan peroksidase (reaksi trinder). Pereagen yang digunakan menggunakan pereagen GOP – PAP. Absorbansi λ dan warna absorbansi metode enzimatik intensitasnya pada λ= 546 nm dengan warna merah (dari H2O2 yang terbentuk + peroksidase). Dengan prinsip dasar glukosa dioksidasi oleh oksigen dengan katalis enzim glukosa oxidase (GOD) akan membentuk asam glukonik dan hidrogen peroksida (H2O2 ). Dengan adanya oksigen, glukosa dioksidasi oleh enzim menjadi asam glukuromat disertai pembentukan H2O2. Enzim peroksidase ( POD ) mengakibatkan H2O2 membebaskan O2 yang mengoksidasi akseptor kromogen yang sesuai serta memberikan warna yang sesuai pula. Kadar glukosa darah ditentukan berdasarkan intensitas warna yang terjadi, diukur secara spektofotometri.
Hidrogen peroksida akan bereaksi dengan 4-amino antipyrin dan fenol dengan katalis peroksidase ( POD ) membentuk quinoneimine dan air.
Quinoneimine ini merupakan indikator yang menunjukkan kadar glukosa dalam darah. Bila kadar glukosa dalam darah melebihi atau kurang dari batas normal maka sistem metabolisme dalam tubuh akan terganggu.
Sampel darah yang digunakan dalam praktikum ini diambil dari pertisipan mahasiswa yang terdiri dari 3 orang perempuan dan 1 orang laki- laki. Pengambilan sampel darah dilakukan setelah partisipan berpuasa selama 8-10 jam. Puasa sebelum pengambilan sampel darah dimaksudkan untuk memberikan gambaran kondisi dasar tubuh tanpa pengaruh makanan yang baru saja dikonsumsi. Saat berpuasa tubuh cederung mempertahankan
6 glukosa darah dalam kisaran normal tanpa adanya pengaruh dari makanan yang baru saja dikonsumsi. Sehingga kita dapat menilai kondisi gula darah dengan lebih konsisten untuk menginterpretasikan kecenderungan individu terhadap penyakit khususnya diabetes melitus.
Pengambilan darah dilakukan oleh Asisten Praktikum dimulai dengan menyediakan semua alat yang diperlukan dan memastikan semua peralatan dalam keadaan steril. Proses pengambilan darah diawali dengan membersihkan permukaan kulit tempat pengambilan darah yaitu pada vena dengan menggunakan alcohol untuk mencegah terjadinya infeksi saat pengambilan darah berlangsung. Kemudian, tourniquet atau ikatan pembendung dipasang dengan tujuan fiksasi dan untuk menambah tekanan vena yang akan diambil darahnya sehingga mempermudah proses penyedotan darah ke dalam spuit. partisipan juga diminta untuk menggerakkan dan mengepal tangan dengan posisi jempol berada dalam kepalan tangan serta membuka kepalan tangan berkali-kali agar vena terlihat lebih jelas. Sebelum menusukkan spuit, tegangkan kulit di atas vena yang akan ditusuk dengan jari-jari tangan kiri plebotomis supaya vena tidak bergerak, sehingga darah dapat diambil dengan mudah. Setelah pengambilan darah cukup didalam spuit maka sampel darah dimasukkan kedalam tabung yang telah disiapkan sebelumnya dilanjutkan dengan membersihkan kembali permukaan kulit tempat pengambilan darah kemudian ditutup dengan plaster.
Sampel yang telah terkumpulkan yaitu sebanyak 4 sampel kemudian diacak dan terpilih 1 sampel yang akan dilakukan uji glukosa darah yaitu sampel 2 (perempuan). Dari pemeriksaan kadar glukosa darah dengan menggunakan metode GOD-PAP, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah pada sampel didapatkan sebesar 93,4 mg/dl. Nilai normal kadar glukosa darah puasa perempuan dewasa menurut Kementrian Kesehatan RI yaitu dalam rentang 70-99 mg/dl. Maka berdasarkan data hasil pemeriksaan dengan metode spektrofotometri tersebut, pada pemeriksaan sampel 2
7 tergolong normal. Akan tetapi pada hasil yang didapatkan terdapat perbedaan yang cukup besar antara uji glukosa darah 1 dan uji glukosa darah kedua. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh ketelitian dalam melakukan uji khususnya pada saat pipeting sehingga mempengaruhi volume masing- masing sampel ataupun reagen yang ditambahkan kedalam tabung uji.
Sehingga diperlukan ketelitian dalam melakukan uji glukosa darah agar dapat menghasilkan nilai glukosa darah dengan tepat dan akurat.
C. Asam Urat
Uric Acid FS TBHBA adalah reagen diagnostik yang digunakan untuk pengukuran kuantitatif kadar asam urat dalam serum, plasma atau urin. Prinsip pemeriksan kadar asam urat metode enzimatik adalah asam urat dipecah oleh enzim uricase menjadi allatonine dan hydrogen peroksida.
Hydrogen peroksida yang terbentuk akan berreaksi dengan 4- aminoantipyrine dan 2,4,6-trobromo-3-hydroxbenzoic acid (TBHBA) melalui bantuan enzim peroksidase membentuk senyawa berwarna merah muda-keunguan dengan quinoneimine sebagai indikator. Intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi asam urat (Uric Acid FS TBHBA). Kelebihan pemeriksaan dengan metode enzimatik yaitu hasilnya lebih akurat disbanding dengan metode stik, namu kekuranganya sampel yang dibutuhkan untuk pemeriksaan memerlukan volume yang lebih banyak karena diambil dari darah vena dan waktu pemeriksaanya lebih lama disbanding dengan metode stik. Pemeriksaan dilakukan dengan metode fotometrik enzimatik menggunakan TBHBA pada panjang gelombang 520 nm. Linearitas pemeriksaan sampai dengan 20 mg/dl18.
Proses pemeriksaan terhadap sampel harus memperhatikan beberapa hal, yaitu : persiapan penderita, pengambilan sampel penderita, proses pemeriksaan sampel dan pelaporan hasil pemeriksaan sampel. Penyimpanan sampel dilakukan apabila pemeriksaan ditunda atau sampel dikirim ke laboratorium lain. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
8 penanganan sampel yaitu waktu penyimpanan sampel dan suhu penyimpanan sampel.
1. Waktu penyimpanan sampel Sampel yang digunakan untuk pemeriksaan asam urat agar tetap dalam kondisi yang stabil, maka dibutuhkan waktu penyimpanan sampel yang baik. Penyimpanan sampel perlu dilakukan apabila pemeriksaan ditunda. Penyimpanan sampel harus sesuai prosedur sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat. Waktu penyimpanan untuk sampel asam urat stabil sampai 3 hari pada suhu 20- 25oC . 2. Suhu penyimpanan sampel Serum atau plasma untuk pemeriksaan asam
urat dapat disimpan pada suhu 20-25°C selama 3 hari sebelum dianalisis.
Penundaan pemeriksaan kadar asam urat yang tidak sesuai prosedur akan mengganggu komposisi, struktrur, dan enzim-enzim yang terkandung di dalam plasma. Kadar asam urat dipengaruhi oleh enzim xantin oxidase yang berperan mengubah xantin menjadi asam urat dalam proses metabolisme asam urat. Penundaan waktu pemeriksaan asam urat pada plasma EDTA akan mempengaruhi penurunan aktivitas enzim xantin oxidase sehingga dapat menurunkan kadar asam urat darah19.
Berdasarkan pada hasil praktikum dengan pengambilan darah sampel yang sudah berpuasa selama kurang lebih 8 jam, setelah darah diambil kemudian dipisahkan serumnya untuk di cek kadar asam uratnya.
Waktu inkubasi yang dilakukan pada praktikum ini adalah selama 20 menit dengan suhu 25 derajat celsius. hasil yang didapatkan adalah dengan nilai kadar asam uratnya nya yaitu 2,3 mg/dl. Batas nilai normal untuk kadar kolesterol dalam darah adalah kurang dari atau sama dengan 2,6 - 6 mg/dl. Sehingga hasil pemeriksaan yang dilakukan dapat dikategorikan rendah, hal ini di mungkinkan karena ada beberapa kesalahan yang mungkin terjadi secara sistematik atau secara acak.
D. Kolesterol
Pemeriksaan kolesterol merupakan salah satu bagian pemeriksaan profil lipid yang sering dilakukan di laboratorium klinik.
9 Bahan pemeriksaan kolesterol dapat dilakukan menggunakan serum.
Pengukuran kadar kolesterol menggunakan metode enzimatik Cholesterol Hydrolisis and Oxidation Determination from Hydrogen Peroxide and Aminophenazone (CHOD-PAP). Pembacaan kadar kolesterol dilakukan pada alat semi automatik. Hasil pemeriksaan kolesterol yang akurat dan dapat dipercaya harus melalui pengendalian tahap pra analitik, analitik, dan paska analitik.
Tahap pra analitik merupakan tahap persiapan sampel dan alat pemeriksaan. Tahap analitik dilakukan pemeriksaan sampel menggunakan alat yang telah disiapkan. Pada tahapan ini ada beberapa kesalahan yang dapat terjadi, kesalahan yang terjadi pada tahap analitik meliputi kesalahan sistemik dan kesalahan acak. Kesalahan sistemik merupakan kesalahan yang sifatnya sistemik sehingga mengikuti pola yang pasti. Hasil pengukuran cenderung selalu lebih tinggi atau selalu lebih rendah. Kesalahan acak merupakan suatu kesalahan yang tidak mengikuti pola yang dapat diprediksi. Kesalahan terjadi antara lain disebabkan adanya variasi teknik prosedur pemeriksaan yang dilakukan oleh operator. Sedangkan untuk kesalahan yang disebabkan pipetasi, pencampuran sampel dengan reagen, dan waktu inkubasi tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan merupakan kesalahan acak.
Kesalahan acak menyebabkan hasil yang kurang presisi atau kurang teliti20.
Metode CHOD–PAP merupakan metode enzimatis yang banyak dipergunakan di laboratorium klinik karena hasilnya lebih teliti, hanya saja reagen harus disimpan dengan baik karena enzim mudah rusak.
Kolesterol direaksikan menggunakan enzim tertentu sebagai biokatalisator sehingga reaksi lebih spesifik Metode CHOD–PAP merupakan reaksi enzimatis yang memiliki prinsip kolesterol oksidase sehingga akan menghasilkan peroksida. Peroksida yang terbentuk diwarnai dengan empat amino antipirin dan phenol membentuk
10 kuinoneimine yang berwarna merah ungu. Nilai aktivitas enzim berbanding terbalik dengan kenaikan waktu inkubasi. Semakin lama waktu inkubasi maka semakin turun nilai aktivitas enzimnya. Enzim merupakan protein yang sensitif terhadap kerusakan akibat paparan lingkungan, seperti suhu, cahaya dan bahan kimia yang berinteraksi dengan enzim. Semakin lama terkena paparan tersebut maka struktur enzim yang terdapat pada lingkungan tersebut akan semakin banyak yang rusak sehingga menurunkan nilai aktivitas21.
Berdasarkan pada hasil praktikum dengan pengambilan darah sampel yang sudah berpuasa selama kurang lebih 8 jam, setelah darah diambil kemudian di pisahkan serumnya untuk di cek kadar kolesterolnya. waktu inkubasi yang dilakukan pada praktikum ini adalah selama 20 menit dengan suhu 25 derajat celsius. hasil yang didapatkan adalah dengan nilai kadar kolesterol nya yaitu 122, 87 mg/ dl atau jika dibulatkan adalah 123 mg./dl. Batas nilai normal untuk kadar kolesterol dalam darah adalah kurang dari atau sama dengan 200 mg/dl. Nilai yang didapat terkategori normal, hal ini di mungkinkan karena sampel yang menjaga pola makan dan juga berpuasa. ada banyak hal yang mempengaruhi hasil dari pengukuran kadar kolesterol dengan metode CHOD-PAP, yaitu kesalahan yang terjadi secara sistematik atau secara acak.
Hasil pemeriksaan yang baik tergantung pada semua tahap pemeriksaan, yaitu pra analitik, analitik dan paska analitik. Kesalahan pra analitik memberikan kontribusi sekitar 61%, kesalahan analitik 25%, dan pasca analitik 14% dari total kesalahan pemeriksaan laboratorium.
Tahap pra analitik meliputi kondisi pasien, cara dan waktu pengambilan sampel, penanganan, transportasi, proses penyimpanan sampai dengan sampel siap diperiksa. Peningkatan kadar kolesterol dapat disebabkan sebelum pengambilan darah pasien melakukan kerja fisik yang berat selama 12 jam. Pemeriksaan panel lipid dianjurkan pasien harus berpuasa
11 8-12 jam sebelum sampling, duduk tenang selama 5 menit dan pengambilan dengan pembendungan ringan dan sebaiknya kurang dari 1 menit, tidak mengkonsumsi alkohol 3-4 hari sebelumnya, dan tidak mengalami penurunan berat badan yang mencolok. Tahap analitik meliputi pemeriksaan spesimen, pemeliharaan dan kalibrasi alat, uji kualitas reagen, dan uji ketelitian dan ketepatan.
Kesalahan sistemik yang umum terjadi antara lain spesifitas reagen atau metode pemeriksaan rendah, blanko sampel dan blanko reagen kurang tepat, mutu reagen kalibrasi kurang baik, pipet tidak akurat, panjang gelombang yang digunakan tidak tepat, dan salah saat melarutkan reagen. Pengukuran kolesterol dapat terjadi kesalahan analitik acak (random error) merupakan suatu kesalahan yang tidak mengikuti pola yang dapat diprediksi. Kesalahan dapat disebabkan instrumen yang tidak stabil, adanya variasi atau perubahan pada temperatur, reagen dan kalibrasi, teknik prosedur pemeriksaan, dan variasi operator. Kesalahan teknik pada prosedur pemeriksaan meliputi pipetasi, pencampuran, dan waktu inkubasi. Tahap pasca analitik yaitu tahap sebelum hasil pemeriksaan diserahkan kepada pasien meliputi penulisan hasil, interpretasi hasil, dan pelaporan hasil. Kesalahan penulisan hasil pemeriksaan pasien dapat membuat klinisi atau dokter salah memberikan diagnosis terhadap pasien. Kesalahan dalam interpretasi dan melaporkan hasil pemeriksaan dapat berbahaya bagi pasien22.
Kondisi inkubasi meliputi waktu dan suhu inkubasi. Waktu inkubasi adalah waktu yang diperlukan sampel dan reagen untuk bereaksi secara optimal sebelum dilakukan pemeriksaan. Waktu dan suhu inkubasi mempengaruhi kadar suatu zat yang ditentukan. Kenaikan suhu mempercepat reaksi-reaksi kimia sesuai dengan hukum van’t Hoff yang menyatakan bahwa kenaikan suhu 10ºC dapat melipatgandakan kecepatan reaksi. Kecepatan reaksi enzim mencapai puncaknya pada
12 suhu optimum yang dipengaruhi oleh total waktu inkubasi. Suhu optimum pemeriksaan kadar kolesterol sampel serum dengan reaksi enzimatis yaitu pada suhu 37ºC. Kenaikan suhu lingkungan menyebabkan enzim akan bereaksi secara optimal apabila suhu ditingkatkan terus, maka jumlah enzim yang aktif akan berkurang karena mengalami denaturasi23.
E. Kadar Insulin
Teknik biokimia yang sering digunakan dalam bidang imunologi untuk mendeteksi antibodi atau antigen dalam sampel adalah Enzyme- Linked Immunosorbent Assay (ELISA). ELISA sering digunakan sebagai alat diagnostik di bidang medis, patologi tumbuhan, dan berbagai industri. Sebagai teknik serologi, prinsip dasar ELISA melibatkan reaksi antara antigen (Ag) dan antibodi (Ab) untuk membentuk molekul Ag-Ab yang lebih besar dan mudah mengendap. Perbedaannya dengan serologi konvensional terletak pada observasi hasil reaksi, dimana ELISA memonitor perubahan warna yang disebabkan oleh hidrolisis enzimatik pada reaksi antara konjugat Ab-enzim dengan substratnya. Hal ini membuat hasil ELISA lebih sensitif dan dapat memberikan informasi yang lebih detail. Analisis insulin menggunakan metode berbasis immunoassay merupakan pendekatan yang umum digunakan dalam uji klinis karena memberikan hasil yang tinggi, sensitivitas deteksi yang baik, dan selektivitas dengan biaya yang terjangkau, meskipun masih terdapat beberapa kekurangan24.
ELISA dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu competitive assay yang menggunakan konjugat antigen-enzim atau konjugat antibodi- enzim, dan non-competitive assay yang menggunakan dua antibodi. Pada ELISA non-competitive assay, antibodi kedua akan dikonjugasikan dengan enzim sebagai indikator. Teknik tersebut seringkali disebut sebagai “Sandwich” ELISA. Tahapan umum ELISA meliputi
13 penempelan (trapping) Ag atau Ab pada media reaksi (solid phase), seperti cawan ELISA, diikuti penambahan konjugat Ab-enzim, dan diakhiri dengan penambahan substrat serta bufer penghenti reaksi (blocking buffer)25. Antigen merupakan molekul yang menginduksi respon sistem imun atau molekul yang akan dikenali oleh sistem imun yang spesifik. Antibodi merupakan protein yang terbentuk sebagai respon terhadap antigen yang masuk ke dalam tubuh dan bereaksi secara spesifik dengan antigen tersebut. Antigen dan antibodi tersebut dapat dideteksi dengan teknik ELISA26.
Praktikum ini menggunakan jenis ELISA yang dikenal sebagai metode sandwich. Prinsip dasar metode ELISA untuk analisis insulin ini melibatkan interaksi antara insulin dalam sampel dengan antibodi yang telah dilapisi pada permukaan microplate. Setelah dilakukan pencucian dengan larutan pembersih, sampel yang tidak terikat dengan antibodi pada dinding well akan terbuang. Antibodi kedua, yang telah dikonjugasikan dengan enzim kompleks, kemudian ditambahkan.
Antibodi ini akan berikatan dengan sampel yang sebelumnya terikat dengan antibodi pada dinding well, membentuk kompleks antibodi- antigen. Tujuan dari langkah ini adalah agar enzim dapat memberikan sinyal sebagai indikasi keberadaan antigen27.
Langkah berikutnya adalah melakukan pencucian kedua untuk menghilangkan antibodi yang tidak terikat, lalu menambahkan substrat kromogenik, yaitu 3,3’,5,5’-tetramethylbenzidine (TMB). Jumlah enzim yang terikat akan tergantung pada konsentrasi insulin dalam sampel.
Dengan penambahan substrat, enzim akan mengolah substrat tersebut, mengakibatkan perubahan warna dalam cairan di well menjadi biru dengan variasi warna yang berbeda sesuai dengan konsentrasi insulin yang terkandung (lihat gambar 1). Penambahan larutan stop bertujuan
14 untuk menghentikan reaksi enzimatis pada sampel, terlihat dari perubahan reagen dari biru menjadi kuning (lihat gambar 3).
Gambar 6. Sampel berubah warna menjadi biru setelah penambahan TMB.
Gambar 7. Sampel berubah warna menjadi kuning setelah penambahan stop solution.
Proses ELISA, atau Enzyme-Linked Immunosorbent Assay, menghasilkan dua jenis hasil utama, yaitu kualitatif dan kuantitatif.
Hasil Kualitatif:
● Hasil kualitatif dapat diamati melalui perubahan warna pada well plate, tempat terjadinya reaksi antara antigen dan antibodi.
● Perubahan warna ini menunjukkan bahwa ada reaksi spesifik yang terjadi antara zat yang diuji (antigen) dan antibodi yang telah ditempatkan pada permukaan well plate.
● Perubahan warna ini dihasilkan oleh reaksi antara substrat dan enzim yang ada di dalam kompleks antibodi-antigen (lihat gambar 3).
Hasil Kuantitatif:
15
● Hasil kuantitatif melibatkan pengukuran besaran konsentrasi dan nilai absorbansi (y) pada sampel.
● Pengukuran nilai y dilakukan menggunakan mesin ELISA reader, yang prinsip kerjanya mirip dengan mesin spektrofotometer.
● Intensitas cahaya yang diserap oleh sampel pada panjang gelombang tertentu berbanding lurus dengan nilai y. Semakin besar intensitas cahaya yang diserap, semakin besar pula nilai y. Sebaliknya, semakin kecil intensitas cahaya yang diserap oleh sampel, semakin kecil nilai y (lihat gambar 2).
Dengan demikian, hasil kualitatif memberikan informasi tentang keberadaan reaksi spesifik antara antigen dan antibodi, sedangkan hasil kuantitatif memberikan informasi tentang sejauh mana reaksi tersebut terjadi dengan mengukur konsentrasi dan nilai absorbansi pada sampel. Mesin ELISA reader digunakan untuk mengonversi intensitas cahaya yang diserap oleh sampel menjadi nilai kuantitatif yang dapat diinterpretasikan28.
Gambar 8.Sampel berubah warna menjadi kuning setelah penambahan stop solution27.
Dari hasil pembacaan Elisa Reader pada well yang berisi standard 1-5, dengan panjng gelombang 450 nm maka diperoleh hasil seperti pada tabel 4. Kemudian hasil absorbansi yang diperoleh dibuat
16 kurva standard menggunakan regresi linear dan diperoleh kurva seperti pada gambar 4.
Tabel 8. Hasil absorbansi dari pengenceran standar
Sampel Konsentrasi absorbansi
Standar 1 0 µIU/ml 0,113
Standard 2 5 µIU/ml 0,347
Standard 3 25 µIU/ml 0,816
Standard 4 50 µIU/ml 1,579
Standard 5 100 µIU/ml 1,980
Gambar 9. Kurva standar untuk menggambarkan hubungan antara konsentrasi dan absorbansi pada pengenceran standard.
Dari grafik kurva kuantitatif terhadap hasil absorbansi standard maka diperoleh persamaan sebagai berikut:
y = 0.0187x + 0.292
Oleh karena itu bila dimasukkan ke dalam rumus, hasil absorbansi dari sampel, maka diperoleh konsentrasi seperti pada table 5.
Tabel 9. Hasil Absorbsi Sampel
Sampel Absorbansi Rata-rata
Absorbansi Rata-rata konsentrasi
1 0.391 0.561 14.38
1 0.731
2 0.352 0.3625 3.77
17
2 0.373
3 0.708 0.4855
10.34
3 0.263
4 0.210 0.2115 -4.3
4 0.213
Dari data dalam Tabel 5, terlihat bahwa absorbansi sampel berada di atas nilai absorbansi standar tertinggi. Situasi ini menyebabkan absorbansi sampel tidak dapat diplot dalam grafik standar. Untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan pengenceran pada sampel terlebih dahulu agar absorbansi sampel dapat diintegrasikan ke dalam grafik standar, memungkinkan perhitungan menggunakan persamaan standar. Rentang konsentrasi insulin normal pada orang dewasa berkisar antara 2 µIU/ml hingga 25 µIU/ml29. Rata-rata konsentrasi dari seluruh sampel menunjukkan tingkat insulin yang normal, dengan konsentrasi tertinggi pada sampel 1 sekitar 14,38 µIU/ml. Namun, pada sampel 4 terdapat nilai terendah, yaitu -4,39 µIU/ml.
Secara konvensional, konsentrasi zat dalam suatu sampel tidak bisa memiliki nilai negatif. Namun, jika dalam analisis ditemukan nilai konsentrasi negatif, ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor teknis atau kesalahan dalam proses pengukuran. Seperti kesalahan atau ketidakpresisian dalam proses pengukuran atau pengenceran, terutama dalam akurasi dan presisi dari pipet yang digunakan. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi akurasi dan presisi pipet melibatkan suhu, viskositas, dan kemungkinan human error. Semua operator pipet sangat responsif terhadap perbedaan suhu antara sampel dan lingkungan. Semakin kecil perbedaan suhu antara pipet, ujung pipet, dan sampel yang akan dipipet, semakin akurat hasilnya. Dalam eksperimen ini, sampel, pipet, dan ujung pipet berada di ruangan yang sama, sehingga kemungkinan perbedaan suhunya minimal25.
18 Faktor berikutnya yang memainkan peran penting adalah viskositas cairan yang akan dipipet. Cairan dengan viskositas tinggi, seperti serum, dapat berdampak pada akurasi dan presisi. Selain itu, pengalaman operator pipet juga menjadi faktor kunci. Semakin berpengalaman operator pipet, semakin akurat dan presisi hasil yang dihasilkan. Teknik pipetting juga memiliki dampak signifikan pada akurasi dan presisi mikropipet, karena memerlukan keterampilan dan pengalaman untuk melakukannya dengan benar. Pemilihan tip pipet juga perlu mendapat perhatian serius. Penggunaan tip yang diproduksi oleh pabrik yang sama dengan pembuat pipet cenderung memberikan hasil yang lebih akurat dan presisi. Perbedaan tekanan udara dan kelembaban udara di lingkungan juga dapat memengaruhi akurasi dan presisi30.
Kesalahan lain mungkin dalam persiapan reagen atau bahan kimia serta pencampuran yang tidak tepat atau kualitas bahan kimia yang buruk yang juga dapat menghasilkan nilai yang tidak sesuai. Selanjutnya bisa jadi karena kesalahan pada alat pengukur, seperti mesin ELISA reader atau spektrofotometer. Gangguan pada sensor atau kalibrasi yang tidak akurat dapat menghasilkan nilai yang tidak sesuai. Dan terakhir karena kesalahan dalam langkah pengolahan data, termasuk penghitungan konsentrasi menggunakan persamaan standar yang dapat menyebabkan nilai yang tidak valid31.
Ketika menemui hasil yang tidak sesuai, perlu dilakukan evaluasi ulang terhadap setiap langkah dalam proses analisis untuk mengidentifikasi dan memperbaiki faktor-faktor yang mungkin menyebabkan nilai konsentrasi negatif tersebut.
19 BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Sampel 2 memiliki kadar glukosa darah puasa 93,41 mg/dl dengan interpretasi normal (70-115 mg/dl)
2. Sampel 1 memiliki kadar kolesterol 122,85 mg/dl dengan interpretasi normal (<200 mg/dl)
3. Sampel 4 memiliki kadar asam urat 2,33 mg/dl dengan interpretasi masih dibawah batas normal (2,6-6 mg/dl untuk perempuan dewasa dan 3,5-7,2 mg/dl untuk laki-laki dewasa)
4. Sampel 1 memiliki kadar insulin 14,38 µIU/ml, sampel 2 sebesar 3,77 µIU/ml, dan sampel 3 sebesar 10,34 µIU/ml dengan interpretasi normal, sedangkan sampel 4 sebesar -4,304 µIU/ml dengan interpretasi tidak terdeteksi (dengan dugaan akibat human error).
B. SARAN
Keseluruhan praktikum dapat berjalan dengan baik dan lancar. Namun demikian akan lebih baik apabila dalam satu pengujian menggunakan berbagai macam sampel sehingga hasilnya bisa dijadikan perbandingan.
20 DAFTAR PUSTAKA
1. Par’i HM, Wiyono S Harjatmo T, Indonesia KKR. Penilaian status gizi. 1st ed. Jakarta; 2017.
2. Farizah Fn, Nailufar F, Nivia P. Pengaruh Waktu Penundaan Terhadap Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dengan Metode Poct Pada Mahasiswa. Nurs Updat J Ilm Ilmu Keperawatan. 2020;11(2).
3. Holzer R, Bloch W, Brinkmann C. Continuous Glucose Monitoring in Healthy Adults—Possible Applications in Health Care, Wellness, and Sports. Sensors [Internet]. 2022 Mar 5;22(5):2030. Available from:
https://www.mdpi.com/1424-8220/22/5/2030
4. Chen L, Tuo B, Dong H. Regulation of Intestinal Glucose Absorption by Ion Channels and Transporters. Nutrients [Internet]. 2016 Jan 14;8(1):43.
Available from: http://www.mdpi.com/2072-6643/8/1/43
5. Burhans MS, Hagman DK, Kuzma JN, Schmidt KA, Kratz M. Contribution of Adipose Tissue Inflammation to the Development of Type 2 Diabetes Mellitus. In: Comprehensive Physiology [Internet]. Wiley; 2018. p. 1–58.
Available from: https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/cphy.c170040 6. Ragab G, Elshahaly M, Bardin T. Gout: An old disease in new perspective –
A review. J Adv Res [Internet]. 2017 Sep;8(5):495–511. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S2090123217300450
7. Roman YM. Moving the Needle in Gout Management: The Role of Culture, Diet, Genetics, and Personalized Patient Care Practices. Nutrients [Internet].
2022 Aug 31;14(17):3590. Available from: https://www.mdpi.com/2072- 6643/14/17/3590
8. Huddleston EM, Gaffo AL. Emerging strategies for treating gout. Curr Opin Pharmacol [Internet]. 2022 Aug;65:102241. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1471489222000686
21 9. Mizuguchi H, Fujiki S, Shibata T, Oishi M, Iiyama M, Takayanagi T, et al.
A flow-based enzyme-free biosensor fabricated using track-etched membrane electrodes: Selective and sensitive detection of uric acid. Sensors Actuators B Chem [Internet]. 2023 May;383:133588. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0925400523003039
10. Cicero AFG, Fogacci F, Di Micoli V, Angeloni C, Giovannini M, Borghi C.
Purine Metabolism Dysfunctions: Experimental Methods of Detection and Diagnostic Potential. Int J Mol Sci [Internet]. 2023 Apr 10;24(8):7027.
Available from: https://www.mdpi.com/1422-0067/24/8/7027
11. Zhang WZ. Why Does Hyperuricemia Not Necessarily Induce Gout?
Biomolecules [Internet]. 2021 Feb 14;11(2):280. Available from:
https://www.mdpi.com/2218-273X/11/2/280
12. Soliman G. Dietary Cholesterol and the Lack of Evidence in Cardiovascular Disease. Nutrients [Internet]. 2018 Jun 16;10(6):780. Available from:
http://www.mdpi.com/2072-6643/10/6/780
13. Prameswari DC. Konsumsi Pisang dalam Menurunkan Kadar Kolesterol Darah. J Penelit Perawat Prof [Internet]. 2021 Aug 13;3(3):511–8. Available from:
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/view/53 7
14. Huff T, Boyd B, Jialal I. Physiology, Cholesterol [Internet]. StatPearls. 2023.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29080336
15. Ahmad K. Insulin sources and types: a review of insulin in terms of its mode on diabetes mellitus. J Tradit Chinese Med [Internet]. 2014 Apr;34(2):234–
7. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0254627214600844
16. Wendt A, Eliasson L. Pancreatic α-cells – The unsung heroes in islet
22 function. Semin Cell Dev Biol [Internet]. 2020 Jul;103:41–50. Available from: https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1084952119300783 17. Rahman MS, Hossain KS, Das S, Kundu S, Adegoke EO, Rahman MA, et
al. Role of Insulin in Health and Disease: An Update. Int J Mol Sci [Internet].
2021 Jun 15;22(12):6403. Available from: https://www.mdpi.com/1422- 0067/22/12/6403
18. Muhammadi F. PERBEDAAN UJI STABILITAS MONOREAGEN ASAM URAT YANG DIPERIKSA SEG [Internet]. unimus; 2021. Available from:
http://repository.unimus.ac.id/id/eprint/4489
19. Khasanah U. Pengaruh Penundaan Pemeriksaan Serum Terhadap Kadar Asam Urat. Universitas Muhammadiyah Surabaya; 2015.
20. Murniati. Perbedaan Kadar Kolesterol Berdasarkan Waktu Inkubasi 10, 15, Dan 20 Menit. Universitas Muhammadiyah Semarang; 2019.
21. Kurniawati L, Kusdiyantini E, Wijanarka W. Pengaruh Variasi Suhu Dan Waktu Inkubasi Terhadap Aktivitas Enzim Selulase Dari Bakteri Serratia marcescens. Bioma Berk Ilm Biol [Internet]. 2021 Jun 17;23(1):33–42.
Available from:
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/bioma/article/view/39259
22. Mardiana, Rahayu IG. Bahan Ajar Teknologi Laboratorium Medik : Pengantar Laboratorium Medik. 2018th ed. Jakarta: INDONESIA.
Kementerian Kesehatan RI.Pusat BPPSDM Kes.; 2018.
23. R. A. Perbedaan Kadar Asam Urat Berdasarkan Variasi Waktu Inkubasi.
Universitas Muhammadiyah Semarang; 2018.
24. Rosli N, Kwon HJ, Lim J, Yoon YA, Jeong JS. Measurement comparability of insulin assays using conventional immunoassay kits. J Clin Lab Anal [Internet]. 2022 Jul;36(7):e24521. Available from:
23 http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/35622611
25. Gan SD, Patel KR. Enzyme Immunoassay and Enzyme-Linked Immunosorbent Assay. J Invest Dermatol [Internet]. 2013 Sep;133(9):1–3.
Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0022202X15363879
26. Bhaskar RT. Preventive Cardiology. Jaypee Brothers Medical Publishers Pvt. Ltd., 2011; 2011.
27. Crowther JR. ELISA Guidebook, The [Internet]. Vol. 149. New Jersey:
Humana Press; 2000. Available from:
http://link.springer.com/10.1385/1592590497
28. Sakamoto S, Putalun W, Vimolmangkang S, Phoolcharoen W, Shoyama Y, Tanaka H, et al. Enzyme-linked immunosorbent assay for the quantitative/qualitative analysis of plant secondary metabolites. J Nat Med [Internet]. 2018 Jan 21;72(1):32–42. Available from:
http://link.springer.com/10.1007/s11418-017-1144-z
29. Katahira M, Ogata H, Ito T, Miwata T, Goto M, Nakamura S, et al.
Association of Autoimmune Thyroid Disease with Anti-GAD Antibody ELISA Test Positivity and Risk for Insulin Deficiency in Slowly Progressive Type 1 Diabetes. J Diabetes Res [Internet]. 2018 Jul 11;2018:1–7. Available from: https://www.hindawi.com/journals/jdr/2018/1847430/
30. Councill EEAW, Axtell NB, Truong T, Liang Y, Aposhian AL, Webber KGI, et al. Adapting a Low-Cost and Open-Source Commercial Pipetting Robot for Nanoliter Liquid Handling. SLAS Technol [Internet]. 2021
Jun;26(3):311–9. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S2472630322011086
31. Warnken T, Huber K, Feige K. Comparison of three different methods for the quantification of equine insulin. BMC Vet Res [Internet]. 2016 Dec
24
9;12(1):196. Available from:
http://bmcvetres.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12917-016-0828-z
25 LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan Praktikum
Pengambilan darah pada 4 orang partisipan sebagai
sampel uji dalam praktikum
Preparasi sampel darah oleh Laboran
Pengarahan praktikum oleh Laboran
26 Persiapan alat dan bahan
Pelaksanaan praktikum (Uji Glukosa darah puasa, Asam Urat, Kolesterol dan
Insulin)
27 Pembuatan Kurva Standar
dari hasil absorbansi masing-masing sampel
Pembersihan alat-alat praktikum