• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM PERTANIAN LAHAN BASAH

N/A
N/A
Muhammad Faris Muhammad

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN TETAP PRAKTIKUM PERTANIAN LAHAN BASAH "

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM PERTANIAN LAHAN BASAH

Kelompok 3A

Muhammad Faris Septian 05061182227003 Zahrannasywa Salsabila 05061282227028 Wiwin Afriyanti Wulandari 05061282227046

Putri Dwi Wahyuni 05061282227060

Anindya Nafiera Putri Syatia 05061382227073 Muhammad Ridho Al Fajri 05061382227078

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN JURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2023

(2)

ii Universitas Sriwijaya LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM PERTANIAN LAHAN BASAH

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Ujian Akhir Semester Praktikum Pertanian Lahan Basah

Kelompok 3A

Muhammad Faris Septian 05061182227003 Zahrannasywa Salsabila 05061282227028 Wiwin Afriyanti Wulandari 05061282227046

Putri Dwi Wahyuni 05061282227060

Anindya Nafiera Putri Syatia 05061382227073 Muhammad Ridho Al Fajri 05061382227078

Indralaya, November 2023

Mengetahui, Asisten 1

Ariansyah NIM.

05061182126017

Asisten 2

Aisyah Salsabillah NIM.

05061182126001

Asisten 3

Yola Mayang Sari NIM.

05061382126070

Asisten 4

Ghinaa Ariibah M.

NIM.

05061282126044

Dosen Koordinator Praktikum Pertanian Lahan Basah

Prof. Dr. Ace Baehaki, S.Pi., M.Si.

NIP. 197606092001121001

(3)

iii Universitas Sriwijaya

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadiran allah SWT. Yang telah memberikan kita nikmat iman, nikmat kesehatan, nikmat kebahagaain dan nikmat kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Pertanian Lahan Basah ini. Tujuan dari penulisan laporan ini agar bisa memenuhi standar nilai pada mata kuliah Pertanian Lahan Basah. Kami mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Pertanian Lahan Basah Bapak Prof. Dr. Ace Baehaki, S.Pi., M.Si. beserta asisiten Praktikum Pertanian Lahan Basah yang telah memberikan amanah tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi kami. Kami juga menyadari, laporan yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab ini itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi demi kesempurnaan laporan yang kami buat ini.

Indralaya, November 2023

Penulis

(4)

iv Universitas Sriwijaya

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

IDENTIFIKASI FLORA DAN FAUNA LAHAN RAWA BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Rawa ... 3

2.2. Karakteristik Lahan Rawa ... 4

2.3. Klasifikasi dan Morfologi Flora ... 5

2.3.1. Purun Tikus (Eleocharis dulcis)... 5

2.3.2. Gelam (Malaleuca leucadendra) ... 6

2.3.3. Hydrilla (Hydrilla verticilata) ... 7

2.4. Klasifikasi dan Morfologi Fauna ... 8

2.4.1. Belalang (Locusta migratory) ... 8

2.4.2. Ikan Gabus (Channa striata) ... 9

2.4.3. Capung (Pantala flavescens) ... 10

2.4.4. Anggang-Anggang (Gerris marginatus) ... 11

BAB 3 PELAKSANAAN PRAKTIKUM ... 12

3.1. Waktu dan Tempat ... 12

3.2. Alat dan Bahan ... 12

3.3. Prosedur Kerja ... 12

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

4.1. Hasil ... 13

4.2. Pembahasan ... 15

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 16

5.1. Kesimpulan ... 16

5.2. Saran ... 16

IDENTIFIKASI FLORA DAN FAUNA LAHAN SUNGAI BAB 1 PENDAHULUAN ... 17

1.1.Latar Belakang ... 17

1.2.Tujuan ... 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 19

2.1. Rawa ... 19

2.2. Karakteristik Lahan Rawa ... 20

2.3. Klasifikasi dan Morfologi Flora ... 21

2.3.1. Apu-Apu (Pistia stariatiotes) ... 21

2.3.2. Eceng Gondok (Eichornia crassipes) ... 22

2.3.3. Kiambang (Salvinia molesta) ... 23

2.4. Klasifikasi dan Morfologi Fauna ... 24

2.4.1. Capung (Pantala flavescens) ... 24

2.4.2. Itik (Anas plathyrynchos) ... 25

(5)

iv Universitas Sriwijaya

2.4.3. Ikan Guppy (Poecillia reticulata) ... 26

BAB 3 PELAKSANAAN PRAKTIKUM ... 27

3.1 Waktu dan Tempat ... 27

3.2. Alat dan Bahan ... 27

3.2 Prosedur Kerja ... 27

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1. Hasil ... 28

4.2. Pembahasan ... 29

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

5.1. Kesimpulan ... 30

5.2. Saran ... 30

PEMANFAATAN TANAMAN LAHAN RAWA BAB 1 PENDAHULUAN ... 31

1.1. Latar Belakang ... 31

1.2. Tujuan ... 32

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 33

2.1. Lotus (Nelumbo nucifera) ... 33

2.2. Teratai (Nymphaeae) ... 34

2.3. Emping ... 35

2.4. Kacang Atom ... 36

2.5. Pempek ... 37

2.6. Susu Lotus ... 38

BAB 3 PELAKSANAAN PRAKTIKUM ... 39

3.1. Waktu dan Tempat ... 39

3.2. Alat dan Bahan ... 39

3.3. Prosedur Kerja ... 39

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1. Hasil ... 40

4.2. Pembahasan ... 41

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1. Kesimpulan ... 42

5.2. Saran ... 42 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN GAMBAR

LAMPIRAN DOKUMENTASI LAMPIRAN PEMBAGIAN TUGAS

(6)

v Universitas Sriwijaya

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Purun Tikus (Eleocharis dulcis) ... ..5

Gambar 2. Gelam (Malaleuca leucadendra) ... ..6

Gambar 3. Hydrilla (Hydrilla verticillata) ... ..7

Gambar 4. Belalang (Locusta migratory Meyen) ... ..8

Gambar 5. Ikan Gabus (Channa striata) ... ..9

Gambar 6. Capung (Pantala flavescens) ... 10

Gambar 7. Anggang-Anggang (Gerris marginatus) ... 11

Gambar 8. Apu-Apu (Pistia stratiotes) ... 21

Gambar 9. Eceng Gondok (Eichornia crassipes) ... 22

Gambar 10. Kiambang (Salvinia molesta) ... 23

Gambar 11. Capung (Pantala flavescens) ... 23

Gambar 12. Itik (Anas plathyrynchos) ... 25

Gambar 13. Ikan Guppy (Poecilia reticulata) ... 26

Gambar 14. Lotus (Nelumbo nucifera) ... 33

Gambar 15. Teratai (Nymphaeae alba) ... 34

(7)

vi Universitas Sriwijaya

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Identifikasi Flora lahan Rawa ... 13

Tabel 2. Hasil Identifikasi Fauna lahan Rawa ... 14

Tabel 3. Hasil Identifikasi Flora lahan Sungai ... 28

Tabel 4. Hasil Identifikasi Fauna lahan Sungai ... 28

Tabel 5. Hasil Uji Organoleptik Kelas A ... 40

Tabel 6. Hasil Uji Organoleptik Kelas B ... 40

(8)

Universitas Sriwijaya

IDENTIFIKASI FLORA DAN FAUNA LAHAN RAWA

(9)

1 Universitas Sriwijaya

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lahan rawa yang cukup luas, diperkirakan 39,4 juta hektar rawa potensial yang tersebar di beberapa pulau, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Lahan rawa merupakan suatu ekosistem yang masih menyimpan banyak misteri yang belum terungkap, sehingga dalam berbagai tulisan mengenai rawa, dikatakan memiliki opsi masa depan. Di sisi lain, lahan rawa merupakan pilihan akhir setelah yang lainnya tidak memungkinkan lagi untuk dieksploitasi. Belakangan, sumberdaya yang tersimpan di daerah rawa mulai terungkap dan opsi untuk berbagai kegiatan telah dijatuhkan ke daerah rawa. Sebagai contoh, reklamasi rawa dan pembukaan lahan dilakukan sebagai suatu upaya untuk meningkatkan fungsi dan untuk kepentingan masyarakat luas, terutama yang bermukima di daerah sekitar. Usaha ini dilakukan untuk meningkatkan produksi pangan menjadi meningkat, meratakan penyebaran penduduk, mempercepat pembangunan di daerah dan ketahanan nasional.

Produksi pangan akan meningkat, jika lahan rawa yang ada diberdayakan dengan usaha-usaha yang untuk meningkatkan kesuburan tanahnya (Effend, 2011).

Rawa lebak merupakan sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Perubahan iklim membuat masyarakat menjadi sulit untuk memprediksi datangnya musim hujan. Masyarakatnya menjadi rentan terhadap kejadian gagal panen dan lain-lain. Selain itu, peraturan didaerah yang mengatur mengenai pengelolaan rawa lebak pada musim banjir semakin menekan masyarakat. Masyarakat pun menjadi rentan terhadap kondisi rawan pangan. Nilai ekonomi rawa lebak dilihat dari pemanfaatan rawa lebak sebagai sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat, sedangkan nilai politik rawa lebak dilihat dari cara penguasaan lahan rawa lebak. Masyarakat berada pada tingkat resiliensi sebagai stabilitas karena belum dapat melakukan kapasitas adaptasi yang secara optimum. Selain itu, dominasi nilai politik rawa lebak. Masyarakat yang kurang dapat memanfaatkan nilai ekonomi rawa lebak. Hal itu bisa membuat masyarakat semakin sensitif dan juga rentan terhadap kondisi rawan pangan (Rezeky, 2018).

(10)

2

Universitas Sriwijaya Rawa sebagai salah satu sumber daya perairan di Indonesia, memiliki total luas dengan lahan yang cukup besar yaitu kurang lebih 33, 41 juta ha, yang terbagi ke dalam lahan rawa lebak seluas 13, 28 juta ha dan sisanya lahan rawa pasang surut 20, 13 juta ha. Pengelolaan dan pengembangan lahan rawa sebagai lahan pertanian sudah berjalan namun belum optimal dikarenakan belum adanya tata cara atau standar perencanaan irigasi khususnya lahan rawa. Pedoman yang tersedia dan berjalan baik di Indonesia saat ini adalah standar perencanaan irigasi permukaan. Sebuah tata cara perencanaan teknik jaringan irigasi rawa khususnya rawa pasang surut. Penyusunan tata cara perencanaan teknik dilakukan dengan cara melakukan kaji literatur kebijakan yang berlaku, referensi akademis dan non akademis, artikel serta studi terdahulu terkait pekerjaan rawa. Tata cara dari perencanaan teknik jaringan irigasi rawa yaitu dengan memuat tahapan-tahapan sebagai langkah awal yang didalam perencanaan pekerjaan jaringan irigasi rawa terutama untuk didaerah-daerah rawa yang mengalami pasang surut (Putri, 2016).

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum Pertanian Lahan Basah dengan materi Identifikasi Flora dan Fauna di Lahan Rawa adalah untuk mengetahui jenis flora dan fauna yang ada di lahan rawa.

(11)

3 Universitas Sriwijaya

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rawa

Secara tata bahasa di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia rawa dapat didefinisikan sebagai lahan yang digenangi oleh air secara alamiah yang dapat terjadi secara terus-menerus atau terjadi secara musiman akibat adanya proses drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus baik itu ciri-ciri secara fisika, secara kimiawi maupun secara biologis. Dari segi cabang-cabang ilmu yang mendasari yaitu hidrologi, pedologi dan ekologi, rawa itu sendiri dapat tercakup dalam pengertian lahan basah. Dapat disimpulkan bahwa rawa itu berarti sebuah lahan yang biasanya tergenang oleh air secara alamiah dan juga mempunyai lahan tanah yang subur. Menurut sifat dari airnya, rawa dapat dibagi menjadi dua, yaitu rawa air tawar dan air payau. Menurut letaknya, rawa juga dapat dibagi menjadi dua, yaitu rawa yang letaknya berada di pedalaman dan rawa yang terletak di pantai. Menurut gerakan airnya, rawa dibagi menjadi empat, yaitu rawa bergenangan tetap, lebak, bonorowo, dan rawa pasang surut (Putri, 2015).

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia nomor 29 tahun 2015 menyatakan bahwa rawa meliputi rawa pasang surut dan rawa lebak. Wilayah rawa yang mengalami proses pasang surut terdapat didaratan yang berkesambungan dengan laut, sedangkan wilayah rawa lebak biasanya terdapat di bagian hulu sungai atau berada di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) pada bagian tengah. Rawa pasang surut ini dibedakan kembali menjadi dua, yaitu pasang surut air asin serta pasang surut air tawar.

Pasang surut air asin sering disebut payau. Pasang air asin berada di zona 1, wilayah ini dipengaruhi gerakan pasang surut air laut, akibatnya wilayah tersebut cenderung asin, baik pada pasang besar maupun pasang kecil, selama musim hujan dan kemarau. Pada zona ini biasanya didominasi oleh tumbuhan bakau.

Pasang surut air tawar, pasang ini di posisi zona 2, wilayah ini kekuatan arus air pasang dari laut sedikit besar atau sama dengan kekuatan arus air dari hulu sungai.

Pada kawasan ini gerakan pasang surut harian masih terlihat, hanya airnya didominasi oleh air tawar yang berasal dari sungai itu sendiri (Najiyati, 2015).

(12)

4

Universitas Sriwijaya 2.2. Karakteristik Lahan Rawa

Lahan rawa merupakan ekosistem yang berada pada daerah transisi di antara daratan dan perairan (sungai, danau, atau laut), yaitu antara daratan dan laut, atau di daratan sendiri, antara wilayah lahan kering (uplands) dan sungai/danau. Lahan rawa terbentuk secara alamiah atau buatan, pembentukannya berjalan relatif cepat atau sangat lambat yang memakan waktu ribuan bahkan jutaan tahun. Lahan rawa terbentuk melalui berbagai macam proses, setiap bentang lahan rawa memiliki prosses pembentukan yang khas sesuai dengan kondisi lingkungan sekitarnya.

Lahan rawa yang berada di daerah dataran banjir sekitar pantai (Flooding of coastal lowlands) seperti lahan rawa pasang surut terbentuk akibat peningkatan muka air laut yang membawa sedimen dan atau aliran sungai yang bermuara ke laut membawa sedimen yang kemudian mengendap pada daerah pantai.

Sedangkan lahan rawa dataran banjir sungai seperti lahan rawa berkembang melalui proses erosi pengendapan sedimen di lahan sekitar sungai. Lahan raw aitu sendiri adalah sebuah kata yang dapat menunjukkan bahwa kondisi dari suatu lahan berhubungan dengan keberadaan air sebagai faktor kuncinya. (Marsi, 2013).

Lahan rawa, secara khusus tidak bisa diartikan bahwa semua lahan yang basah dapat dikategorikan sebagai lahan rawa, hal ini karena kriteria dari lahan rawa itu dapat membawa pada konsekuensi terhadap kondisi tanah yang jenuh air atau tergenang untuk jangka waktu tertentu. Kondisi tersebut berimplikasi pada hanya jenis tanaman tertentu yang mampu beradaptasi. Tanah yang digenangi oleh air akan menjadi basah, pori-pori dari tanah mulai terisi air, sehingga ketersediaan oksigen menjadi terbatas dan pada akhirnya tanah akan berubah menjadi jenuh, sedangkan pada daerah yang tidak masuk dalam kategori rawa, memiliki prinsip air yang akan cepat di drainase sehingga tanah tidak jenuh.

Kondisi jenuh menyebabkan suasana anaerob, reaksi keseimbangan dalam tanah menjadi sangat berbeda dibanding tanah yang aerob karena air menjadi faktor yang menentukan keseimbanagan tesebut, baik secara fisik, kimia maupun biologi. Berdasarkan posisinya, maka lahan ini selama sepanjang tahun, atau dalam waktu yang panjang dalam setahun (beberapa bulan) tergenang dalam, dangkal, selalu jenuh air, atau mempunyai air tanah berukuran dangkal, sehingga secara langsung maupun tidak, sangat mempengaruhi sifat lahan (Arlita, 2012).

(13)

5

Universitas Sriwijaya 2.3. Klasifikasi dan Morfologi Flora

2.3.1. Purun Tikus

Purun tikus (Eleocharis dulcis) merupakan tumbuhan liar yang bisa beradaptasi dengan baik pada lahan rawa pasang surut sulfat masam. Adapun klasifikasi dari tanaman purun tikus ini adalah sebagai berikut (Meguni, 2020).

Kingdom : Plantae

Filum : Trachaeophyta Kelas : Monocotyledonese Ordo : Cyperales

Family : Cyperaceae Genus : Eleocharis Spesies : Eleocharis dulcis

Gambar 1. Purun Tikus (Eleocharis dulcis)

Tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis) ini adalah tanaman yang biasanya dijumpai di daerah terbuka ataupun juga tanah bekas kebakaran. Purun tikus (Eleocharis dulcis) ini dapat dikatakan dikatakan bersifat spesifik lahan sulfat masam, karena sifatnya yang tahan terhadap kemasaman tinggi (pH 2,5- 3,5). Purun tikus (Eleocharis dulcis) adalah tumbuhan yang hidup dirawa dengan memiliki batang tegak lurus, tidak bercabang, mempunyai warna abu-abu hingga hijau mengkilat dengan panjang 50-200 cm dan ketebalannya 2-8 mm, memiliki daun yang mengecil sampai bagian basal, pelepah yang tipis seperti membrane, ujungnya asimetris, berwarna cokelat kemerahan. Purun tikus (Eleocharis dulcis) dapat tumbuh dengan tinggi mencapai 150 cm, memiliki daun dan batang bewarna hijau, batangnya yang memiliki bentuk silindris dengan diameter 2-3 mm, akar dari purun tikus atau rimpangnya berwarna putih dengan buahnya yang berbentuk bulat telur sungsang berwarna kuning mengilap samapi cokelat (Tindaon, 2019).

(14)

6

Universitas Sriwijaya 2.3.2. Gelam (Melaleuca leucadendra)

Gelam atau kayu putih (Melaleuca leucadendra syn. M. leucadendron) merupakan pohon anggota suku jambu-jambuan yang dimanfaatkan sebagai minyak kayu putih. Adapun klasifikasi gelam sebagai berikut (Mulyadi, 2015).

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Melaleuca Spesies : M. leucadendra

Gambar 2. Pohon Gelam (Melaleuca leucadendra)

Tumbuhan gelam atau kayu putih memiliki manfaat yang luar biasa bagi kesehatan tubuh, tumbuhan ini dapat dikategorikan sebagai tumbuhan obat, yang dimana tumbuhan gelam ini sering digunakan adalah dari kulit dan daunnya, penggunaan biasanya dijadikan ramuan herbal, dalam bentuk kemasan biasanya saat melakukan perjalanan jauh atau untuk menghangatkan tubuh pada musim dingin. Gelam dapat tumbuh daerah yang tanahnya tandus, tahan panas, dapat bertunas kembali setelah terjadinya kebakaran. Tumbuhan ini terutama tumbuh baik di Indonesia bagian timur dan Australia bagian utara, namun demikian dapat pula diusahakan di daerah-daerah lain yang memiliki musim kemarau yang jelas Gelam dapat ditemukan dari dataran rendah sampai dengan ketinggian 400 m dpl, dapat tumbuh di dekat pantai di belakang hutan bakau, di tanah yang berawa atau membentuk hutan dengan lingkup kecil di tanah kering sampai tanah tersebut menjadi basah. Tanaman gelam ini banyak dimanfaatkan sebagai minyak kayu putih. Minyak akan diekstrak (biasanya disuling dengan uap) (Susilo, 2019).

(15)

7

Universitas Sriwijaya 2.3.4. Hydrilla (Hydrilla verticillata)

Hydrilla (Hydrilla verticillata) adalah tumbuhan terendam yang setelah tumbuh, seringkali tidak hanya menggantikan vegetasi asli, namun memenuhi seluruh badan air, dari bawah ke atas, sehingga sangat mengubah komposisi spesies, fungsi ekosistem, dan membatasi penggunaan rekreasi, irigasi dan pengendali banjir. Berikut klasifikasi dari tanaman hydrilla (Latuconsina, 2019).

Kingdoam : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Hydrocharitales Family : Hydrocharitaceae Genus : Hydrilla

Spesies : Hydrilla verticillata L Royle

Gambar 3. Tumbuhan Hydrilla (Hydrilla verticillata)

Ciri-ciri morfologi dari tanaman hydrilla adalah mempunyai batang yang cukup panjang sekitar 1 sampai 2 meter, Daun hydrilla sendiri dapat tumbuh disekitar batang. Masing masing daun dari jenis tanaman hydrilla memiliki panjang kisaran 5 sampai 20 mm dengan lebar daun 0,7 sampai 2mm. Memiliki bentuk daun dengan bagian tepi bergerigi dengan warna daun yang kemerah- merahan ketika masih segar. Ukuran bunga pada hydrilla sendiri sangat kecil dengan jumlah kelopak 3 macam dan 3 mahkota. Panjang mahkota bunga ini antara 3mm sampai 55mm. Tanaman hydrilla memiliki beberapa cara untuk bereproduksi yaitu didalam air, melalui cabang, dan akar fragmen yang berasal dari tanaman rusak dan hanyut ke daerah baru, tanaman ini merupakan contoh gulma beracun dan bisa mengganggu danau dan sungai yang akan ditumbuhi tanaman hydrilla. Tanaman hydrilla memiliki 3 jenis yaitu Brazillian elodea atau egeria densa, Hydrilla verticillata, dan Elodea Canadensis (Fatikasari, 2022).

(16)

8

Universitas Sriwijaya 2.4. Klasifikasi dan Morfologi Fauna

2.4.1. Belalang (Locusta migratory)

Belalang adalah sejenis serangga yang dapat hidup di manapun, termasuk di pinggiran rawa. Berikut ini adalah klasifikasi dari Belalang (Sudarsono 2013).

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Orthoptera Famili : Acrididae Genus : Locusta

Spesies : Locusta migratoria Meyen

Gambar 4.Belalang (Locusta migratory Meyen)

Belalang mempunyai 3 fase populasi. Populasi yanh pertama adalah fase populasi soliter, yaitu ketika belalang kembar berada didalam suatu populasi yang paling rendah di suatu hamparan sehingga memiliki kecenderung berperilaku yang individual. Dalam fase ini, belalang bukanlah merupakan hama yang hanya bisa merusak karena populasinya berada di bawah ambang luka ekonomi (economic injury level), tingkat populasi hama inilah yang dapat menyebabkan kerusakan ekonomis dan perilakunya tidak rakus. Tahap berikutnya ada fase populasi transisi atau (transient), yaitu fase populasi ketika populasi belalang sudah tinggi dan mulai membentuk kelompok-kelompok kecil. Fase inilah yang harus diwaspadai karena apabila kondisi lingkungan yang bagus ataupun mendukung maka belalang membentuk fase gregarius, yaitu fase yang dimana ketika kelompok belalang tersebut telah bergabung menjadi satu membentuk gerombolan besar yang sangat merusak. Pada keadaan kali ini, belalang menjadi lebih agresif dan rakus sehingga setiap areal pertanian yang dilewatinya akan mengalami kerusakan total akibat dari perilaku belalang itu (Sudarsono, 2013).

(17)

9

Universitas Sriwijaya 2.4.2. Ikan Gabus (Channa striata)

Ikan gabus adalah salah satu jenis ikan predator yang hidup di air tawar.

Dalam bahasa Inggris ikan ini akan disebut dengan berbagai nama seperti common snakehead, snakehead murrel, chevron snakehead, striped snakehead dan juga aruan. Klasifikasi ikan gabus adalah sebagai berikut (Rahayu, 2012).

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Actinopterygii Ordo : Perciformis Family : Channidae Genus : Channa Spesies : Channa striata

Gambar 5. Ikan Gabus (Channa striata)

Ikan gabus (Channa striata) merupakan jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Di Indonesia, penyebaran ikan lele terdapat di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Spesies ini memiliki rasa yang khas, memiliki tekstur daging yang tebal dan warna putih sehingga harganya pun cukup mahal baik dalam bentuk keadaan segar maupun kering atau bisa juga disebut (ikan asin). Selain itu ikan gabus ini juga memiliki kandungan albumin yang sangat banyak yang diperlukan oleh tubuh manusia dalam mengatasi berbagai penyakit terutama yang disebabkan berkurangnya jumlah jumlah protein darah.

Ikan ini termasuk salah satu jenis ikan karnivora air tawar dikarenakan sifatnya yang gemar memangsa ikan-ikan kecil sebagai pakannya. Walaupun memiliki potensi strategis, serta kegunaan yang luas dalam industri pangan maupun farmasi, namun di Indonesia masih belum banyak dibudidayakan karena belum dikuasai teknik budidayanya, serta pemanfaatan tanaman dalam proses pemijahan ini merupakan alternatif budidaya yang perlu dikembangkan (Listyanto, 2009).

(18)

10

Universitas Sriwijaya 2.4.3. Capung (Pantala flavescens)

Capung adalah kelas insekta yang masuk ke dalam ordo odonatan. Capung sendiri dapat kita jumpai di hamper seluruh negara yang ada di dunia kecuali di benua Antartika. Berikut ini adalah klasifikasi dari hewan capung (Ansori, 2013).

Kingdom : Animalia

Filum : Arthopoda

Kelas : Insecta

Ordo : Odonata

Familia : Libellulidae

Genus : Pantala

Spesies : Pantala flavescens

Gambar 6. Capung (Pantala flavescens)

Capung ciwet adalah capung yang cukup banyak tersebar di muka bumi ini. Capung ini memiliki panjang 4 sampai 5 cm dengan sayap yang membentang berukuran 7 cm. Capung sendiri mempunyai bagian kepala yang relatif besar dari pada bagian tubuhnya, bentuk kepalanya membulat atau beberapa ada yang memanjang ke samping dengan bagian belakang kepala akan berlekuk ke dalam.

Terdapat sepasang mata majemuk yang menyolok dalam artian ukurannya cukup besar pada bagian kepala capung. Mata besar ini nantinya diisi oleh kumpulan mata-mata kecil yang akan disebut dengan ommatidium. Tedapat juga sepasang antenna kecil diantara mata majemuk yang dimiliki capung. Mulut capung akan berperan sebagaimana mestinya, yaitu memangsa makanan. Mulut capung itu sendiri terdapat mandibula atau yang dapat kita sapa rahang yang bersifat kuat untuk merobek makanan yang akan dikonsumsi oleh capung itu sendiri.

Mandibula juga sudah termasuk dengan maksila yang nantinya akan membantu pekerjaan rahang dan pada bagian mulut yang paling belakang akan atau disebut dengan labium yang akan bekerja menjadi bibir bagian belakang (Amir, 2013).

(19)

11

Universitas Sriwijaya 2.4.4. Anggang-Anggang (Gerris marginatus)

Anggang-anggang (Gerris marginatus) adalah sekelompok serangga pemangsa yang semuanya termasuk dalam suku Gerridae. Dalam literatur dikenal juga secara salah kaprah sebagai "laba-laba air", walaupun ia sama sekali bukan laba-laba. Nama "anggang-anggang" sendiri berasal dari gerakannya yang maju- mundur sambil mengapung. Berikut klasifikasi hewan tersebut (Bouchard, 2014).

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Hemiptera Famili : Gerridae Genus : Gerris

Spesies : Gerris marginatus

Gambar 7. Anggang-anggang (Gerris marginatus)

Anggang-anggang (Gerris marginatus) atau yang bias akita sebut dengan laba-laba air ini memiliki ciri-ciri morfologi yang dimana pada bagian tubuhnya tersebut dilapisi oleh rambut-rambut halus yang bersifat hidrofobik. Rambut yang ada pada tubuh hewan dengan nama anggang-anggang ini mempunyai fungsi untuk mencegah percikan air atau tetesan air yang ada pada tubuhnya. Tubuh anggang-anggang dapat terbagi menjadi tiga bagian yaitu kepala, thorax, dan abdomen. Pada bagian kepala anggang-anggang, terdapat beberapa organ luar seperti sepasang antena dengan empat segmen pada setiap antennanya. Keempat dari segmen tersebut biasanya tidak lebih dari panjang kepala anggang – anggang tersebut, mempunyai sepasang mata yang majemuk (mata faset), kadang-kadang ditemukan juga mata tunggal (ocellus), dan hewan ini salah satu serangga air yang dapat digunakan sebagai bioindikator perairan yang beda (Bouchard, 2014).

(20)

12 Universitas Sriwijaya

BAB 3

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Pertanian Lahan Basah dengan materi Identifikasi Flora dan Fauna Lahan Rawa dilaksanakan pada hari Sabtu, 11 November 2023 Pukul 08.30 WIB sampai dengan selesai, di kolam Budidaya Perairan, Universitas Sriwijaya.

3.2. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada Praktikum Pertanian Lahan Basah dengan materi Identifikasi Flora dan Fauna Lahan Rawa yaitu pena, buku, plastik ziplock, jaring ikan dan handphone.

3.3. Prosedur Kerja

Adapun cara kerja yang dilakukan pada praktikum Pertanian Lahan Basah dengan materi Identifikasi Flora dan Fauna Lahan Rawa sebagai berikut.

1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan seperti buku dan pena

2. Amati serta ambil beberapa sampel flora dan fauna apa saja yang ada di kolam BDA, jika diperlukan

3. Masukkan sampel yang perlu diamati ke dalam plastik ziplock 4. Catat hasil pengamatan yang telah dilakukan

5. Dokumentasikan hasil pengamatan flora dan fauna

6. Membuat laporan hasil Pengamatan flora dan fauna lahan rawa.

(21)

13 Universitas Sriwijaya

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Adapun hasil dari praktikum Pertanian Lahan Basah materi Identifikasi Flora dan Fauna Lahan Rawa adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Hasil Identifikasi Flora Lahan Rawa

No. Nama Flora Nama Latin Gambar

1. Purun Tikus Eleocharis dulcis

2. Kayu Gelam Melaleuca

leucadendra

3. Hydrilla Hydrilla verticillata

(22)

14

Universitas Sriwijaya Tabel 2. Hasil Identifikasi Fauna Lahan Rawa

No. Nama Fauna Nama Latin Gambar

1 Belalang Oxya chinensis

2 Benih Ikan Gabus

Channa striata

3 Capung Pantala flavesces

4. Anggang-

Anggang

Gerris marginatus

(23)

15

Universitas Sriwijaya 4.2. Pembahasan

Pada praktikum Pertanian Lahan Basah materi Identifikasi Flora dan Fauna Lahan Rawa, praktikkan ditugaskan untuk melakukan observasi ke rawa untuk mengidentifikasi apa saja flora dan fauna yang ada dilahan rawa. Rawa merupakan lahan yang tergenangi oleh air secara terus menerus atau musiman yang terbentuk secara alami dengan lahan yang relatif datar atau cekung yang mengandung endapan mineral atau gambut yang ditumbuhi vegetasi dan menjadi tempat hidup beberapa hewan. Perairan rawa sangat penting peranannya yang mampu untuk menampung air dalam jumlah yang besar yang berasal dari curah hujan yang lebat dan sebagai regulator aliran air. Pada ekosistem perairan rawa sendiri banyak mengandung komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik yang terkandung diperairan rawa meliputi ikan, keong, cacing, kodok, capung, udang tanaman air seperti eceng gondok, apu-apu, hydrilla, umbi teki, teratai, purun tikus dan masih banyak lagi. Komponen abiotik yang terkandung pada lahan rawa meliputi air, salinitas (garam), cahaya matahari, tanah dan batu.

Pada kesempatan kali ini, praktikkan melakukan observasi yang dilaksanakan di kolam rawa yang terletak dibagian belakang Universitas Sriwijaya yang dimana kolam rawa tersebut sering dipakai untuk objek penelitian dan spot untuk aktivitas lainnya seperti memancing ikan. Dikolam rawa ini, mempunyai ekosistem yang pada umumnya sama seperti ekosistem rawa yang lainnya. Dikolam rawa ini terdapat flora dan fauna yang cukup banyak. Dari hasil pengamatan praktikkan, terdapat flora dan fauna pada kolam rawa ini. Flora yang terkandung pada kolam rawa ini yaitu purun tikus (Eleocharis dulcis), kayu gelam (Melaleuca leucadendra), hydrilla (Hydrilla verticillata), dan karamunting (Melastoma malabathricum). Sedangkan fauna yang terkandung pada kolam rawa ini yaitu belalang (Oxya chinensis), benih ikan gabus (Channa striata), anggang-anggang (Gerris marginatus), dan capung (Pantala flavesces). Flora dan fauna yang ada dikolam rawa dapat dimanfaatkan yang bisa bernilai ekonomis. Purun tikus (Eleocharis dulcis) dapat menyerap kadar logam berat yang berbahaya bagi lingkungan dan purun tikus bisa dibuat menjadi kerajinan seperti anyaman tas, dompet dan lain-lain. Sedangkan kayu gelam dapat digunakan untuk pondasi dalam pembangunan rumah yang dapat dijual dengan harga yang lumayan tinggi.

(24)

16 Universitas Sriwijaya

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum Pertanian Lahan Basah materi Identifikasi Flora dan Fauna Lahan Rawa adalah sebagai berikut.

1. Rawa adalah lahan yang secara alami dapat tergenang dengan air akibat proses drainase yang terhambat

2. Fauna yang dijumpai yaitu capung, belalang, anakan ikan gabus, dan juga laba-laba air

3. Tumbuhan yang kami jumpai yaitu hydrilla, karamunting, purun tikus, dan juga gelam, serta ada juga pohon sawit dan beberapa tumbuhan liar lainnya 4. Air yang ada di danau BDA itu sedikit kecoklatan dengan bau yang sedikit

asam

5. Banyak terdapat flora dan fauna karena di danau BDA banyak terdapat habitat bagi organisme untuk ditempati.

5.2. Saran

Pada praktikan sebelum melakukan praktikum harus memahami dengan benar prosedur kerja yang akan dilakukan pada praktikum tersebut, kemudian diharapkan kepada praktikan untuk memahami mengenai materi praktikum yang akan dilakukan. Dan semoga praktik-praktik selanjutnya lebih maksimal lagi, dan agar materi praktikum yang selanjutnya terselesaikan dengan tepat waktu.

(25)

Universitas Sriwijaya

IDENTIFIKASI FLORA DAN FAUNA LAHAN SUNGAI

(26)

17 Universitas Sriwijaya

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air sungai merupakan salah satu sumber air baku dari berbagai alternatif sumber air yang ada untuk dilakukan proses pengolahan. Namun seiring pertambahan penduduk, pertumbuhan industri, perkembangan ekonomi dan peningkatan standar hidup menyebabkan penurunan mutu atau kualitas air sungai itu sendiri. Pencemaran air sungai terjadi apabila di dalam air sungai terdapat berbagai macam zat atau kondisi yang dapat menurunkan standar kualitas air yang telah ditentukan, sehingga tidak dapat digunakan untuk kebutuhan tertentu. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk menjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitas air sungai dengan melakukan pemantauan dan pengukuran kualitas air sungai.

Sebelumnya telah dilakukan pengukuran dan penentuan kualitas air sungai menggunakan metode manual seperti Indeks Pencemaran, Water Quality Index dan storet dengan kendala waktu dan biaya yang cukup tinggi. Sehingga diperlukan metode lain untuk mempercepat proses perhitungan secara efektif dan efisien yaitu menggunakan metode Learning Vector Quantization (Himidi 2017).

Ekosistem sungai adalah salah satu sumber daya alam potensial yang dapat dikembangkan sebagai objek dan daya tarik ekowisata untuk menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar dan mendorong program konservasi sungai. Sungai sendiri merupakan lahan basah yang dapat dimanfaatkan menjadi beberapa hal yang sangat menarik, dapat menjadi lahan pertanian, irigasi, tambak, atau bahkan dapat dimanfaatkan sebagai obek ekowisata yang dapat menarik banyak perhatian dari wisatawan luar daerah. Biasanya lahan sungai ini akan menjadi atraksi ekowisata, menyusun produk ekowisata potensial, dan mengevaluasi preferensi wisatawan terhadap objek dan daya tarik ekowisata, dan menyusun konsep produk ekowisata yang dapat dikembangkan di sepanjang Sungai. Potensi dari objek wisata ini dapat diidentifikasi dan dipetakan di sepanjang aliran sungai. Sungai juga dapat diartikan sebagai wadah atau suatu tempat yang sifatnya tidak hanya bisa menampung air yang ada di dalamnya tapi juga dapat mengalirkan air yang ada dari hulu hingga ke hilir (Aulia, 2017).

(27)

18

Universitas Sriwijaya Sungai juga termasuk sebagai aliran terbuka dengan ukuran geometrik yaitu penampang melintang, profil sungai biasanya berbentuk memanjang dan dengan kemiringan dari saluran yang dapat berubah seiring berjalannya waktu, hal ini juga dapat tergantung pada debit air, serta material dasar yang menjadi substrat pada sungai. Bentuk topografi dari sungai ini beragam, tergantung pada bagian sungai yang mana yang sedang dilihat. Sungai juga dapat berfungsi sebagai media transportasi sungai, pusat perdagangan, industri, sumber air bersih, drainase dan pengendalian banjir di suatu daerah. Namun, dengan adanya aktifitas tersebut, terdapat beberapa masalah bagaimana distribusi kecepatan aliran sungai ini pada masing-masing potongan yang melintang yang terjadi pada sungai (Putra, 2014).

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum Pertanian Lahan Basah dengan materi Identifikasi Flora dan Fauna di Lahan Sungai adalah untuk mengetahui jenis flora dan fauna yang ada di lahan sungai.

(28)

19 Universitas Sriwijaya

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sungai

Sungai merupakan saluran terbuka yang terbentuk secara alami di atas permukaan bumi, tidak hanya menampung air tetapi juga mengalirkannya dari bagian hulu menuju ke bagian hilir dan ke muara. Sungai adalah tempat dan wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi oleh garis sempadan. Sungai mengalir dari hulu dalam kondisi kemiringan lahan yang curam berturut-turut menjadi agak curam, agak landai, dan relatif rata. Arus relatif cepat di daerah hulu dan bergerak menjadi lebih lambat dan makin lambat pada daerah hilir. Air sungai mengalir menuju tempat yang lebih rendah. Daerah sekitar sungai yang mensuplai air ke sungai dikenal dengan daerah tangkapan air atau daerah penyangga. Kondisi suplai air dari daerah penyangga dipengaruhi aktivitas dan perilaku penghuninya. Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi serba guna bagi kehidupan dan penghidupan manusia, 2 fungsi utama sungai secara alami yaitu mengalirkan air dan mengangkat sedimen hasil erosi (Aflizar, 2018).

Sungai dapat diartikan sebagai aliran terbuka dengan ukuran geometrik (tampak lintang, profil memanjang dan kemiringan lembah) berubah seiring waktu, tergantung pada debit, dan tebing, serta jumlah dan jenis sedimen yang terangkut oleh air. Daerah aliran sungai merupakan suatu wilayah daratan yang satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Proses terbentuknya sungai berasal dari mata air yang mengalir di atas permukaan bumi. Proses selanjutnya aliran air akan bertambah seiring dengan terjadinya hujan, karena limpasan air hujan yang tidak dapat diserap bumi akan ikut mengalir ke dalam sungai. Jenis jenis sungai antara lain Sungai Permanen, yaitu sungai yang debit airnya sepanjang tahun. Sungai Periodik, sungai yang pada musim hujan airnya banyak, pada musim kemarau airnya sedikit (Alfizar, 2018).

(29)

20

Universitas Sriwijaya 2.2. Karakteristik Lahan Sungai

Sungai merupakan aliran air yang panjang dan mengalir dengan berkelanjutan dari hulu menuju hilir. Sungai mempunyai fungsi untuk menampung curah hujan yang ada disuatu wilayah dan nantinya akan dialirkan ke arah laut atau muara.

Selain itu, sungai juga bisa digunakan untuk membudidayakan ikan, menjadi jalur pelayaran, sumber pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan menjadi saluran irigasi didaerah persawahan sebagai sumber air yang sangat penting. Sungai dapat dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu sungai permanen (perenmial), sungai musiman (intermitten) dan sungai tidak permanen (ephemeral). Karasteristik air sungai bisa dilihat dari beberapa aspek, aspek kimia, aspek fisik dan juga aspek biologi. Pada aspek fisik, yang bisa diteliti yaitu bau, warna, Total Dissolve Solid (TDS), dan suhu. Karakteristik biologi pada air sungai yaitu dengan melakukan pengukuran adanya mikroorganisme seperti E. Coli yang ada di air. Karakterisktik air sungai bisa dilihat pengukuran parameter pH, Biological Oxygen (BOD), Cheminal Oxygen Demand (COD), fostfat dan nitrat (Brotowidjoyo et al., 2015).

Sungai yang mengalir dari hulu ke hilir memiliki kondisi kemiringan lahan yang curam, sdikit landai, dan relatif rata. Sungai yang mengalir dari hulu ke hilir memiliki arus deras tetapi apabila sudah sampai di darat, maka arusnya menjadi lebih kecil, daya gerus terhadap dasar akan berkurang dan konsentrasi sedimen yang dikandungnya cukup besar mengakibatkan kapasitas transport aliran akan mengecil dan sdimen yang terbawa dari hulu akan mengendap. Pada bagian muara sungai, memiliki permukaan tebing yang lebih landai dan dangkal, memiliki daya erosi yang kecil, dan memiliki badan air yang dalam. Pada bagian muara banyak zat-zat hara yang terbawa oleh perairan sungai dari bagian hulu ke bagian hilir, sehingga menyebabkan daerah muara menjadi daerah yang sangat subur.

Komponen sungai yang komplek misal bentuk alur dan percabangan sungai, formasi dasar sungai, morfologi sungai, dan ekosistem sungai. Dari setiap bagian disungai, memiliki karakteristik terhadap jenis ikan yang mendiami daerah tersebut. Di bagian hulu sungai, mempunyai populasi ikan (jenis apapun) lebih sedikit dibanding dengan bagian hilir sungai dan muara sungai. Kemiringan dari sungai sebagai peranan sangat penting dalam keseimbangan agradasi (peninggian dasar sungai) dan degradasi (penurunan dasar sungai) (Brotowidjoyo et al., 2015).

(30)

21

Universitas Sriwijaya 2.3. Klasifikasi dan Morfologi Flora

2.3.1. Apu-Apu (Pistia stratiotes)

Tanaman apu-apu merupakan tumbuhan liar yang hidup di danau, rawa, tepi sungai dan di persawahan. Tumbuhan ini hidup mengapung pada permukaan air dengan akar-akarnya yang menggantung terendam di bawah bagian daunnya yang mengambang. Berikut ini adalah klasifikasi tumbuhan apu-apu (Handoko, 2016).

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Arales

Famili : Araceae

Genus : Pistia

Spesies : Pistia stratiotes

Gambar 8. Apu-Apu (Pistia stratiotes)

Tumbuhan apu-apu dapat hidup pada suhu 15⁰C-35⁰C, tetapi suhu optimum pertumbuhannya antara 22⁰C-30⁰C. Lebar daun apu-apu antara 5–14 cm dengan jarak antar nodus 0,1–0,5 cm, sehingga susunan daunnya terdapat pada bagian rosetnya. Daunnya berwana hijau atau hijau kebiruan dan berubah kekuningan Ketika sudah menua dengan ujung membulat dan pangkal agak meruncing. Tepi daunnya berlekuk-lekuk dan memilki rambut tebal yang lembut pada permukaannya. Tumbuhan ini dapat dimanfaatkan dan dikelola sebagai fitoremediasi Tanaman apu-apu sebagai tumbuhan air memiliki potensi dalam menurunkan kadar pencemar air limbah yang memiliki kadar organik tinggi.

Tumbuhan ini digunakan sebagai fitoremediator dalam pengolahan limbah air yang tercemar logam berat timbal (Pb) yang berada di badan air karena dapat menurunkan konsentrasi logam berat. Sebagai tanaman fitoremediator apu-apu menurunkan kadar pencemar air limbah, logam berat tinggi (Ghiovani, 2017).

(31)

22

Universitas Sriwijaya 2.3.2. Eceng Gondok (Eichornia crassipes)

Eceng gondok ini merupakan salah satu tanaman yang belum banyak termanfaatkan sehingga potensinya yang cukup beragam. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas tanaman gulma perairan ini, namun tidak pernah berhasil karena tingkat pertumbuhan tanaman ini lebih cepat dari pembuangannya. Berikut ini adalah klasifikasi eceng gondok yaitu (Koes, 2010).

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Commelinales

Famili : Pontederiaceae

Genus : Eichornia

Spesies : Eichornia crassipes

Gambar 9. Eceng Gondok (Eichornia crassipes)

Populasi yang begitu melimpah dan pengendaliannya yang kurang maksimal. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang sangat tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang merusak perairan. Eceng gondok ini dengan mudahnya menyebar melalui saluran air. Eceng gondok ini merupakan komoditi perairan yang memiliki nilai selulosa yang tinggi, penanganan pasca panen eceng gondok yang mudah dan hasilnya bermanfaat juga bernilai ekonomis tinggi. Eceng gondok sendiri hidupnya mengapung di air, mempunyai ketinggian sekitar 0,4-0,8 meter. Daun eceng gondok itu sendiri tunggal dengan bentuk oval. Pangkal batang dari tumbuhan eceng gondok ini sendiri menggembung sehingga memudahkan tumbuhan ini untuk mengapung di atas perairan. Ketersediannya sangatlah melimpah di Indonesia karena pertumbuhannya yang cepat, sehingga memiliki potensi yang besar dilihat dari segi bahan baku, juga dari segi nilai jual yang tidak terlalu tinggi(Azay, 2010).

(32)

23

Universitas Sriwijaya 2.3.3. Kiambang (Salvinia molesta)

Kiambang adalah salah satu jenis tumbuhan air yang banyak terdapat di daerah atau lingkungan perairan, seperti halnya adalah sawah, kolam, sungai, danau. Menurut DBS klasifikasi kiambang adalah sebagai berikut (DBS, 2013)

Kingdom : Plantae

Divisio : Ptedirophyta Kelas : Filicopsida Ordo : Hidropteridales Famili : Salviniaceae

Genus : Salvinia

Spesies : Salvinia molesta

Gambar 10. Kiambang (Salvinia molesta)

Daun kiambang yang mengapung akan berbentuk oval dengan panjangn yang tidak lebih dari 3 Cm. Tangkai pada daun kiambang ini pendek dan ditutupi dengan bulu halus yang berfungsi supaya daun-daun yang ada tidak basah serta membantu kiambang untuk mengapung dan daun yang berada di permukaan ini mengandung klorofil sehingga menghasilkan pigmen warna hijau pada daunnya.

Daun kiambang yang tenggelam di dalam air, pada umumnya menggantung dengan panjang 8 Cm, berbelah, terbagi-bagi serta memiliki bulu halus. Daun yang tenggelam di dalam air ini bentuknya sekilas mirip dengan akar, daun tersebut akan berfungsi untuk menangkap hara dari air dan mendistribusikannya ke dalam tubuh tumbuhan. Daun yang tumbuh di dalam air ini juga tidak mempunyai klorofil. Tumbuhan kiambang ini tidak menghasilkan bunga, karena tumbuhan tersebut termasuk ke dalam golongan tumbuhan paku-pakuan. Sifat dari tumbuhan kiambang ini adalah heterospor. Faktor yang memengaruhi penyebaran tumbuhan kiambang adalah kemampuan tumbuhan kiambang (Nurhafifa, 2016).

(33)

24

Universitas Sriwijaya 2.4. Klasifikasi dan Morfologi Fauna

2.4.1. Capung (Pantala flavescens)

Capung adalah kelas insekta yang termasuk ke dalam ordo odonatan.

Capung sendiri dapat kita jumpai di hamper seluruh negara yang ada di dunia kecuali di benua Antartika. Berikut ini adalah klasifikasi capung (Ansori, 2013).

Kingdom :Animalia

Filum : Arthopoda

Kelas : Insecta

Ordo : Odonata

Familia : Libellulidae

Genus : Pantala

Spesies : Pantala flavescens

Gambar 11. Capung (Pantala flavescens)

Capung ciwet adalah capung yang cukup banyak tersebar di muka bumi ini. Capung ini biasanya memiliki Panjang 4 sampai 5 cm dengan sayap yang membentang berukuran 7 cm. Capung ini sendiri mempunyai bagian kepala yang relatif agak besar dari pada bagian tubuh lainnya, bentuk kepalanya membulat atau beberapa ada yang memanjang ke samping dengan bagian belakang kepala akan berlekuk ke dalam. Terdapat sepasang mata majemuk yang sangat menyolok dalam artian ukurannya yang cukup besar pada bagian kepala capung. Mata besar ini nantinya akan diisi oleh kumpulan mata-mata kecil yang akan disebut dengan ommatidium. Tedapat juga sepasang antenna kecil diantara mata majemuk yang dimiliki capung. Mulut capung berperan sebagaimana mestinya, yaitu memangsa makanan. Mulut capung itu sendiri terdapat mandibula atau yang dapat kita sapa rahang yang bersifat kuat untuk merobek makanan. Mandibula mandipula itulah yang nantinya akan membantu didalam proses pekerjaan rahang (Amir, 2013).

(34)

25

Universitas Sriwijaya 2.4.2. Itik (Anas plathyrynchos)

Itik merupakan salah satu unggas air (waterfowls) yang dikenal juga dengan nama lain bebek. Itik petelur biasanya badannya relatif lebih kecil dibandingkan itik dengan tipe pedaging. Berikut ini adalah klasifikasi dari itik (Lubis, 2010).

Kingdom :Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Aves

Ordo : Anseriformes

Familia : Anatidae

Genus : Anas

Spesies : Anas plathyrynchos

Gambar 12. Itik (Anas plathyrynchos)

Kehidupan itik berada di tempat yang berair, hal ini ditunjukkan dari struktur fisiknya seperti selaput jari dan paruh yang lebar dan panjang. Selain bentuk fisik dapat juga dilihat bahwa keberadaannya di muka bumi ini, dimana itik kebanyakan populasinya yang berada di daerah dataran rendah, yang banyak dijumpai di rawa, persawahan, dan muara sungai. Daerah seperti ini dimanfaatkan oleh itik menjadi tempat bermain dan mencari makan. Jenis itik yang diternakkan di Indonesia adalah jenis itik petelur seperti itik Tegal, itik Khaki Campbell, itik Alabio, itik Magelang. Itik Tegal berasal dari daerah Brebes atau Tegal Jawa Tengah, ciri-ciri itik tegal ini dengan warna bulu paling dominan adalah brajangan, yaitu kecoklatan pada seluruh bagian tubuh itik dan total kecoklatan pada dada, punggung, sayap, sedangkan paruh dan kakinya itik berwarna hitam.

Ciri lainya; kepala kecil, bermata merah dengan paruh panjang dan melebar, leher langsing dan bulat, sayap menempel dan ujung ekornya saling menutupi di atas ekor, bentuk itik badan tegak, dan mempunyai tubuh langsing (Cahyono, 2015).

(35)

26

Universitas Sriwijaya 2.4.3. Ikan Guppy (Poecilia reticulata)

Ikan guppy (Poecilia reticulata) berasal dari daerah kepulauan Karabia dan Amerika di bagian sekatan. Ikan guppy (Poecilia reticulata) merupakan salah satu ikan hias air tawar yang banyak digemari oleh masyarakat sekitar sebagai hobi.

Adapun klasifikasi dari ikan guppy ini adalah sebagai berikut (Rismayani, 2017).

Kingdom :Animal

Filum :Chordata

Super Kelas :Gnatastomata

Kelas :Osteichthyes

Ordo :Cyprinodontoidei

Family :Poecilidae

Genus :Poecilia

Spesies :Poecilia reticulata

Gambar 13. Ikan Guppy (Poecilia reticulata)

Ikan guppy atau ikan dengan nama latin Poecilia reticulata ini adalah ikan yang termasuk ke dalam jenis yang sangat mudah dijumpai dan melakukan adaptasi yang cukup tinggi dan juga memiliki toleransi dengan tingkat yang sangat tinggi terhadap faktor-faktor alam seperti terhadap rentang dari temperatur, salinitas, atau bahkan bisa juga terhadap perairan tercemar sekalipun. Ikan guppy berjenis kelamin jantan ini mempunyai ciri- ciri morfologis dengan bentuk tubuh yang ramping dengan corak yang sangat indah, sedangkan ikan guppy berjenis betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan ikan guppy jantan. Bentuk ekor ikan guppy bervariasi, berdasarkan ekornya ikan guppy terbagi menjadi: ikan guppy ekor lebar (Wide tail), ikan guppy ada yang mempunyai ekor panjang (Sword tail), dan ada jugaikan guppy yang mempunyai ekor pendek (Short tail), setiap varietas ikan guppy ini memiliki empat macam bentuk ekor yang mempunyai warna beragam dan juga cantik (Musanni, 2011).

(36)

27 Universitas Sriwijaya

BAB 3

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Pertanian Lahan Basah dengan materi Identifikasi Flora dan Fauna Lahan Sungai dilaksanakan pada hari sabtu 4 November 2023 Pukul 8:30 WIB sampai dengan selesai, di Sungai Meranjat Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan.

3.2. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada Praktikum Pertanian Lahan Basah dengan materi Identifikasi Flora dan Fauna Lahan Sungai yaitu pena, buku dan handphone.

3.3. Prosedur Kerja

Adapun cara kerja yang dilakukan pada praktikum Pertanian Lahan Basah dengan materi Identifikasi Flora dan Fauna Lahan Sungai sebagai berikut:

1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan seperti buku dan pena 2. Amati flora dan fauna apa saja yang ada di sungai meranjat 3. Catat hasil pengamatan yang telah dilakukan

4. Dokumentasikan hasil pengamatan flora dan fauna

5. Membuat laporan hasil Pengamatan flora dan fauna lahan sungai.

(37)

28 Universitas Sriwijaya

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Adapun hasil dari praktikum Pertanian Lahan Basah materi Identifikasi Flora dan Fauna Lahan Sungai adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Hasil Identifikasi Flora Lahan Sungai

No. Nama Flora Nama Latin Gambar

1 Apu-Apu Pistia stratiotes

2 Eceng Gondok Eichornia crassipes

3 Kiambang Salvinia molesta

Tabel 4. Hasil Identifikasi Fauna Lahan Sungai

No. Nama Fauna Nama Latin Gambar

1 Capung Pantala flavescens

2 Itik Anas plathyrynchos

3 Ikan Opi-Opi Poecilia reticulata

(38)

29

Universitas Sriwijaya 4.2. Pembahasan

Pada praktikum Pertanian Lahan Basah dengan materi Identifikasi Flora dan Fauna Lahan Sungai praktikan diminta untuk melakukan pengamatan secara langsung di lahan sungai yang ada di Indralaya. Pada pengamatan kali ini kelompok kami memilih sungai yang berada di daerah Tebing Gerinting, Kecamata Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir. Terdapat cukup banyak jenis flora dan fauna yang ada di lingkungan sekitar tempat pengamatan kami, misalnya saja adalah tumbuhan apu-apu, kiambang, eceng gondok, dan ada beberapa tumbuhan liar yang tumbuh di ekosistem tersebut, seperti rerumputan, ilalang, dan lain sebagainya. Air yang ada di sungai Tebing Gerinting ini cukup dangkal dengan arus yang cukup deras. Tumbuhan eceng gondok, apu-apu, dan kiambang yang kami temui di sungai tersebut hidup bersegombol dan banyak terbawa arus sungai dari hulu menuju ke hilir. Warna apu-apu dari dan kiambang yang ada di sungai Tebing Gerinting ini sedikit kekuningan, mungkin karena faktor cuaca yang ekstrim membuat warna tumbuhan tersebut menjadi sedikit mengalami perubahan. Berbeda dengan eceng gondok, warnanya akan masih tetap hijau tua.

Fauna yang kami jumpai di sungai Tebing Gerinting ini juga cukup beragam, seperti itik, ikan opi-opi yang sering kita sebut dengan ikan guppy, capung. Pada saat melakukan pengamatan terhadap hewan-hewan yang ada di sekitar ekosistem sungai, kami cukup kesulitan untuk melakukan dokumentasinya karena fauna yang kami jumpai berukuran sangat kecil dan bergerak dengan sangat lincah. Pada pengamatan kali ini kami belum menjumpai ikan-ikan konsumsi yang hidup di sungai Tebing Gerinting. Namun, menurut masyarakat sekitar, ada beberapa jenis ikan konsumsi yang hidup di sungai Tebing Gerinting dan sering dijumpai di sana, misalnya saja ikan nila dan ikan betok. Ikan guppy atau opi-opi yang dijumpai di sungai Tebing Gerinting ini ada yang hidupnya bergerombol dan secara individu.

Ikan opi-opi yang dijumpai di sungai ini tidaklah semenarik ikan opi-opi yang dapat kita jumpai di pasaran. Warna dari ikan opi-opi ini masih pucat, berwarna abu-abu dengan ukuran tubuh yang masih sangat kecil serta sirip ekor yang masih belum terbentuk dengan baik. Namun, sangat disayangkan pada ekosistem sungai Tebing Gerinting yang kami amati ini, masih terdapat sampah dipinggiran sungai, beruntungnya sampah tersebut tidak sampai mencemari air sungainya yang baik.

(39)

30 Universitas Sriwijaya

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum Pertanian Lahan Basah materi Identifikasi Flora dan Fauna Lahan Sungai adalah sebagai berikut.

1. Sungai adalah aliran air di permukaan besar dan berbentuk memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu menuju hilir

2. Air sungai merupakan salah satu sumber air baku dari berbagai alternatif sumber air yang ada untuk dilakukan proses pengolahan

3. Fauna yang dijumpai yaitu itik, ikan opi-opi yang sering kita sebut dengan ikan guppy, capung

4. Air yang ada di sungai Tebing Gerinting ini cukup dangkal dengan arus yang cukup deras

5. Tumbuhan yang kami jumpai yaitu, kiambang, apu-apu, eceng gondok dan tumbuhan liar yaitu ilalang.

5.2. Saran

Pada praktikan sebelum melakukan praktikum harus memahami dengan benar prosedur kerja yang akan dilakukan pada praktikum tersebut, kemudian diharapkan kepada praktikan untuk memahami mengenai materi praktikum yang akan dilakukan dan semoga praktik-praktik selanjutnya lebih maksimal lagi, dan agar materi praktikum yang selanjutnya terselesaikan dengan tepat waktu.

(40)

Universitas Sriwijaya

PEMANFAATAN TANAMAN LAHAN RAWA

(41)

31 Universitas Sriwijaya

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki luas daratan mencapai 189.1 juta ha, dan sebagian besar termasuk lahan sub optimal. Terluas berupa lahan kering masam yang dijumpai pada wilayah- wilayah yang memiliki curah hujan tinggi (> 2.000 mm per tahun), sehingga terjadi pencucian hara dan tingkat pelapukan yang intensif di sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi sebaliknya terjadi pada wilayah bagian timur Indonesia, yaitu merupakan wilayah yang beriklim kering dengan curah hujan <

2.000 mm per tahun, yang luasnya sekitar 45.3 juta ha. Saat ini jumlah lahan rawa luasnya kurang lebih 33.4 juta ha, sekitar 9-14 juta ha di antaranya sesuai untuk pertanian, namun baru 5,27 juta ha yang telah dimanfaatkan. Lahan rawa ini terdiri atas lahan rawa pasang surut dan lahan rawa lebak yang sangat-sangatlah berpotensi untuk dikembangkan sebagai penghasil bahan pangan dan komoditas lainnya di Indonesia. Berdasarkan data sumberdaya lahan diIndonesia pada skala eksplorasi 1:1.000.000, lahan sub optimal ini dapat dikelompokkan menjadi empat bagian tipologi lahan yaitu: lahan kering masam, lahan kering iklim kering, lahan rawa pasang surut, lahan rawa lebak dan lahan gambut (Maftuah et al., 2016).

Lahan rawa pasang surut maupun rawa lebak sangatlah berpotensi sebagai lumbung pangan nasional. Kawasan rawa pasang surut dapat menjadi sumberdaya yang sangat berpengaruh dan sangatlah potensial bagi pertumbuhan ekonomi saat sekarang ini, yang baru terhadap produksi komoditas pertaniannya, karena mempunyai beberapa macam keutamaan antara lain sebagai berikut: ketersediaan air yang sangat melimpah, topografi yang relatif datar, akses ke wilayah-wilayah pengembangan dapat melalui jalur darat dan jalur air sehingga memudahkan jalur distribusi, kepemilikan lahan ini yang relatif luas sehingga sangat ideal bagi pengembangan usaha tani secara mekanis, dan serta dengan pengaturan waktu panen saat off season (di luar musim) dapat menjadi solusi dalam mensubstitusi ketersediaan pangan di Pulau-pulau Jawa dan pada saat ini tidak ada lagi panen.

Optimalisasi pemanfaatan lahan rawa sangat-sangatlah perlu dilakukan untuk mewujudkan rawa sebagai lumbung pangan yang sangatlah bagus (Helmi, 2015).

(42)

32

Universitas Sriwijaya Lahan rawa merupakan lahan fragile atau kata lainnya (rapuh), sehingga perlu adanya konservasi yang dilakukan secara serius dan seimbang dengan berbagai inovasi teknologi baru, seperti: teknologi pengelolaan air dan tanah, meliputi tata kelola air mikro, penataan lahan (lay out), ameliorasi dan pemupukan, varietas unggul baru yang lebih adaptif dan produktif; dan alat dan mesin pertanian yang sesuai untuk tipologi lahan tersebut. Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui potensi pemanfaatan lahan rawa di Kab. Lingga, Kepulauan Riau untuk digunakan sebagai lahan pertanian padi sawah. Tanah di rawa lebak bukan merupakan endapan marin sehingga tidak mengandung pirit. Umumnya ada dua jenis tanah di lahan lebak, yaitu tanah gambut, dengan ketebalan lapisan gambut >50 cm, dan tanah mineral, dengan ketebalan lapisan gambut di permukaan <50 cm. Tanah mineral yang mempunyai suatu lapisan gambut di permukaannya 20-50 cm disebut juga dengan tanah mineral yang sangat bergambut (Arsyad et al., 2014).

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum Pertanian Lahan Basah dengan materi Pemanfaatan Tanaman Lahan Rawa adalah memanfaatkan flora yang ada di lahan rawa dengan baik.

(43)

33 Universitas Sriwijaya

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lotus (Nelumbo nucifera)

Bunga lotus diketahui memiliki nama latin Nelumbo nucifera, tanaman ini juga memiliki banyak nama-nama sinonim seperti Nelumbium nuciferum Gaertn, Nelumbo caspica Fisch. Berikut adalah klasifikasi dari lotus (Winarno, 2014).

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Proteales Famili : Nelumbonaceae Genus : Nelumbo

Spesies : Nelumbo nucifera

Gambar 14. Lotus (Nelumbo nucifera)

Tanaman ini memiliki bentuk daun lebar, bunganya tidak langsung menyentuh permukaan air karena memiliki tangkai yang panjang serta lubang dibagian tengah sebagai aliran udara. Tanaman ini terdiri dari bagain akar, rimpang, daun dan bunga. Bentuk akar berada didasar air tumbuh bersama dengan lumpur untuk menyerap secara langsung nutrisi. Bentuk akarnya berongga dibagian tengah tengahnya, karena didalam lumpur sangat sedikit kandungan udara, tanaman mendapatkan asupan dari daunnya. Batang memiliki bentuk silindris, memiliki rongga didalamnya. Tangkai lotus akan muncul ke permukaan menyanggah bunga sehingga posisi bunga tidak langsung menyentuh permukaan air. Bunga memiliki kelopak yang ukurannya cukup besar, bentuknya membulat, jumlah dari kelopaknya tidak terlalu banyak dan tidak beraturan. (Winarno, 2018).

(44)

34

Universitas Sriwijaya 2.2. Teratai (Nymphaeae)

Teratai (Nymphaea pubescens Willd) adalah salah satu tumbuhan yang mengandung banyak senyawa kimia yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Daun teratai mengandung senyawa flavonoid, tanin, fenol dan asam galat, serta antioksidan. Berikut adalah klasifikasi dari Teratai (Chandra, 2022).

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Nymphaeales Famili : Nymphaeceae Genus : Nymphaeae Spesies : Nymphaeae alba

Gambar 15. Teratai (Nymphaeae alba)

Teratai (Nymphaea) adalah tumbuhan yang hidup dilahan rawa atau tumbuh dilebak diKalimantan Selatan. Bunga teratai ini biasanya menghasilkan biji yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, bahan baku. Dalam pengembangan tanaman teratai perbaikan genetik diperlukan. Morfologi dan biologi bunga teratai menunjukkan bahwa pada species Nymphaea nouchali Burm. F. adalah bunga berdiameter 4-12 cm; sepala bentuk lancet, hijau muda dengan garis hitam keunguan gelap diluar; petala lancet, paling bawah putih semburat hijau muda diikuti susunan berikutnya berwarna putih bersih; benangsari kuning, filamen lancet, ramping, secara bertahap melewati ke antera, ovarium 8-21 lokulus, globrous. Pada species Nymphaea pubescens Willd. Adalah bunga berdiameter 4- 15 cm; sepala bentuk bulat telur-lancet, tumpul, hijau tua semburat merah muda dari luar; petala bulat telur, ujung tumpul, hijau tua keunguan semburat merah muda dari luar, susunan berikutnya makin putih bersih; tangkai sari kuning, filamen luas lancet, linier; ovarium 13-21 lokulus, globrous. (Ismuhajaroh, 2016).

(45)

35

Universitas Sriwijaya 2.3. Emping

Emping adalah sebuah makanan ringan yang umumnya terbuat dari biji melinjo. Emping sendiri biasanya dijadikan camilan khas Indonesia. Bentuk dari emping ini cukup abstrak, namun cukup mirip dengan kerupuk karena memiliki tekstur yang renyah karena sudah melewati proses penggorengan di dalam minyak panas sampai berwarna kuning keemasan. Emping yang terbuat dari melinjo biasanya memiliki rasa yang sedikit pahit diakhir setelah memakan produk olahan makanan ringan ini. Emping adalah produk olahan yang biasanya terbuat dari biji melinjo yang terkenal dan juga banyak digemari oleh masyarakat, juga merupakan komoditi sektor industri kecil yang potensial. Emping melinjo merupakan produk olahan dari melinjo yang proses pembuatannya yaitu dengan cara memipihkan buah melinjo tua yang sebelumnya dilakukan proses penyangraian terlebih dahulu. Proses pembuatan emping sendiri biasanya dilakukan secara manual dengan alat seadanya. Proses pemipihan setiap biji melinjo dapat dilakukan dengan menggunakan sendok atau rolling pin, lalu biji melinjo yang sudah direbus diletakkan di sebuah permukaan datar, lalu ratakan biji melinjo (Direktorat, 2015).

Program pembuatan emping dengan menggunakan biji melinjo ini mempunyai beberapa kendala yang ada yaitu pada bahan baku emping yang memiliki musim tersendiri, yaitu melinjo. Sehingga, apabila tidak sedang musim melinjo, pembuatan emping jarang dilakukan dan harga emping jauh lebih mahal.

Namun, pada saat ini produk olahan emping sudah banyak dikembangkan dengan bahan baku yang bermacam-macam, misalnya saja dengan menggunakan biji lotus. Emping dengan menggunakan biji lotus itu sendiri mempunyai cita rasa yang enak dan tidak mempunyai after taste yang pahit seperti emping dengan menggunakan bahan baku biji melinjo. Pengolahan lotus menjadi emping ini terdapat banyak manfaat mulai dari makanan pendamping sampai dengan kandungannya dalam bidang kesehatan. Kandungan gizi emping lotus selain karbohidrat juga mengandung lemak, protein, vitamin B, serat, zat besi, dan kalsium. Ada yang lebih penting dari semua hal tersebut diatas, yaitu ternyata biji lotus mempunyai kandungan antioksidan yang tinggi. Antioksidan adalah senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas yang dapat mengurangi peluang munculnya penyakit degeneratif dan memperlambat penuaan (Sugiyono, 2012).

(46)

36

Universitas Sriwijaya 2.4. Kacang Atom

Kacang salut atau dikenal dengan istilah katom adalah kacang tanah yang dibalut dengan adonan tapioka kemudian digoreng sampai kering dan garing.

Citarasa kacang salut berasal dari bumbu-bumbu yang digunakan, antara lain bawang putih, garam, dan gula. Bumbu-bumbu tersebut dimasukkan pada saat pembuatan larutan bumbu. Larutan bumbu terdiri atas campuran air, tepung, dan bumbu-bumbu. Larutan bumbu dipanaskan sampai mengental sebelum digunakan sebagai lem perekat dalam proses penyalutan. Padakacang salut, citarasa yang mendominasi berasal dari bawang putih. Pembuatan kacang atom/sukro, atau disebut juga kacang salut atau kacang shanghai cukup mudah, yaitu kacang tanah dilapisi atau disalut tepung yang teah dicampur bumbu dan kemudian digoreng.

Kacang atom sangat disukai konsumen dan mempunyai prospek pasar yang baik.

Kac

Gambar

Gambar 3. Tumbuhan Hydrilla (Hydrilla verticillata)
Gambar 5. Ikan Gabus (Channa striata)
Tabel 1. Hasil Identifikasi Flora Lahan Rawa
Gambar 13. Ikan Guppy (Poecilia reticulata)
+5

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Alat dan bahan yang dipergunakan pada penelitian “Delineasi Kesesuaian Kebun Tebu Lahan Kering dan Basah untuk Perancangan Channel Reservoir Menggunakan Metode Geofisika

Waktu : tuliskan waktu pelaksanaan praktikum (Hari/tanggal, bulan, tahun, jam 2.2 Bahan dan alat : sebutkan semua bahan dan alat yang Saudara gunakan dalam praktikum

Selanjutnya hasil penelitian berjudul “Identifikasi Konflik Perebutan Tanah Adat di Daerah Lahan Basah Kabupaten Banjar” (Wahyu dan Mariatul Kiptiah, 2014) yang

Prinsip pengenalan alat-alat ini adalah berdasarkan identifikasi alat yang biasa digunakan pada saat praktikum serta fungsi dari masing-masing alat tersebut dan

Lahan Basah adalah “Daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan; tetap atau sementara; dengan air yang tergenang atau men- galir; tawar, payau, atau asin; termasuk wilayah

Karakteristik limnologis lahan basah di Distrik Kimaam, Pulau Dolak saat peralihan musim hujan ke kemarau pada bulan Mei 2014 memiliki karakteristik rawa dengan

Alat dan Bahan Dalam praktikum percobaan ini, ada beberapa alat dan bahan yang dibutuhkan dalam proses praktikum diantaranya Power supply yang digunakan sebagai sumber arus listrik,

Gambar 2.2.1 Automatic Rain Water ARWS Sumber: Kurniawan, 2020 2.3 Termometer Bola Kering dan Termometer Bola Basah Termometer bola kering dan termometer bola basah merupakan alat