Wildatul Yulia Nikmah N
235040200111163
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan (STELA) merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi dan memahami sifat fisik, kimia, dan biologi tanah guna menentukan kesesuaian lahan bagi berbagai jenis penggunaan lahan tertentu. Informasi ini sangat diperlukan untuk mendeskripsikan karakteristik tanah-tanah di suatu daerah, mengklasifikasikannya menurut sistem klasifikasi baku, memplot batas tanah pada peta dan membuat prediksi tentang sifat tanah. Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah membantu pengembangan rencana penggunaan lahan dan sekaligus mengevaluasi dan memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap lingkungan (Rayes, 2007). Sebelum itu, tanah merupakan perkembangan dari batuan induk dan perkembangan tanah akan berlangsung terus-menerus, sehingga mejadikan sifatnya dinamis (berubah). Oleh karena itu sifat yang dimilikinya sesuai dengan batuan penyusunnya maka setiap lahan memiliki karakteristik tanah yang berbeda-beda dan berpengaruh pada penggunaan dari tanah itu sendiri. Lahan sendiri didefinisikan sebagai sebidang area yang mempunyai kondisi lahan dalam bentuk sama tetapi mempunyai karakteristik yang berbeda-beda karena setiap lahan memiliki beberapa data spasial. STELA dilakukan untuk menentukan penggunaan lahan, dimana berkaitan erat dengan aktivitas manusia. Aktivitas manusia dalam mengelola atau memanfaatkan suatu lahan dan tidak menyingkirkan adanya modifikasi penggunaan lahan awal menjadi lahan baru, fenomena ini disebut perubahan penggunaan lahan. Faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan ini utumanya didasari oleh kebutuhan Masyarakat akan lahan karena efek dari kondisi pertambahan penduduk (Swardana et al.,2020).
Tujuan dari Survei Tanah dan Evaluasi Lahan (STELA):
1) Mengidentifikasi karakteristik tanah untuk berbagai jenis penggunaan lahan.
2) Menyediakan data spasial dan non-spasial guna mendukung perencanaan dan pengelolaan lahan.
3) Menganalisis dampak perubahan penggunaan lahan terhadap lingkungan.
Manfaat dari Survei Tanah dan Evaluasi Lahan (STELA):
1) Menyediakan informasi tentang sumber daya alam untuk mencapai tujuan tertentu dalam penggunaan lahan.
2) Mengklasifikasikan tanah sesuai sistem klasifikasi baku (taksonomi) dan memplot batas tanah pada peta tanah untuk keperluan perencanaan dan pengelolaan.
3) Membantu dalam prediksi sifat tanah dan bagaimana tanah akan bereaksi terhadap berbagai kondisi lingkungan yang selalu berubah.
4) Menentukan penggunaan lahan yang tepat berdasarkan karakteristik tanah yang berbeda.
5) Mengantisipasi perubahan penggunaan lahan akibat faktor sosial dan ekonomi.
6) Memberikan dasar dalam pengembangan rencana tata guna lahan yang lebih efektif dan efisien demi penggunaan lahan yang berkelanjutan.
Produk/Implementasi:
Saijo, Septian, dan Aziz, I. A. 2024. Pendampingan Survei Lahan dan Potensinya untuk Penyediaan Lahan Pertanian Berkelanjutan di Kabupaten Barito Timur. BULETIN PENGABDIAN MASYARAKAT, 4(4): 139-148.
A. Pendahuluan
Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar pangan yang ketersediaannya harus terpenuhi dan merupakan hak asasi. Jika setiap masyarakat dapat meningkatkan ketahanan dan keamanan pangan sesuai kondisinya, maka ketahanan pangan nasional lebih mantap dan berkelanjutan dapat tercapai. Sedangkan permasalahan utama lahan pertanian di Indonesia saat ini adalah alih fungsi lahan pertanian terutama lahan sawah menjadi penggunaan lahan lain dan eksploitasi terhadap lahan pertanian ini terus menerus dilakukan dalam berbagai macam aktivitas tanpa pertimbangan dampak yang ditimbulkan berakibat pada penurunan kualitas lahan dan punahnya tutupan lahan sert berpengaruh pada penurunan produktivitas lahan (Sidharta et al., 2021; Sidharta, 2022). Berdasarkan fenomena yang sering terjadi di berbagai wilayah ini, Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) merupakan regulasi yang diharapkan mampu mengendalikan laju konversi lahan pertanian untuk ketahanan pangan berkelanjutan (Seskab, 2009). Selain itu, penentuan lahan sawah yang dilindungi sudah dilakukan dengan analisis berbasis Sistem Informasi Geografis dan mengahasilkan berbagai pendekatan spesifik lokasi di mana daerah sawah yang terancam terkonversi, terdapat di kawasan lindung.
B. Metode
Penelitian ini dilakukan di Desa Wuran, Kecamatan Karusen, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah, pada Juli-Agustus 2024. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Koordinasi dengan Pemerintah Lokal
Melakukan pertemuan dengan camat, kepala desa, serta kelompok tani untuk mendapatkan informasi awal mengenai kondisi lahan dan tantangan yang dihadapi petani.
2. Wawancara dan Kuesioner
Survei terhadap 25 kepala keluarga (KK) untuk menggali data terkait kependudukan, kondisi lahan, tata kelola air, serta mata pencaharian utama masyarakat.
3. Pengambilan Sampel Tanah dan Analisis Laboratorium
Metode Survei Grid Bebas digunakan untuk pengambilan sampel tanah (1 sampel per 10 hektar). Analisis dilakukan di Laboratorium Tanah dan Pupuk Universitas Lambung Mangkurat. Parameter yang diuji: pH tanah, kandungan unsur hara (N, P, K), dan kandungan bahan organik.
4. Evaluasi Kesesuaian Lahan
Menggunakan kriteria kesesuaian lahan untuk padi sawah (Hardjowigeno &
Widiatmaka, 2007), dengan kategori:
▪ S1 (sangat sesuai)
▪ S2 (sesuai bersyarat)
▪ S3 (sesuai marginal)
▪ N (tidak sesuai)
C. Hasil dan Pembahasan
Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di Desa Wuran menunjukkan bahwa mayoritas penduduk, yang terdiri dari 25 kepala keluarga (KK), berprofesi sebagai petani dengan sistem pertanian tradisional. Sebanyak 92% responden mengidentifikasi banjir sebagai tantangan utama akibat meluapnya air dari tanggul yang tidak mampu menampung debit air berlebih. Selain itu, sebagian besar masyarakat memiliki penghasilan rendah, dengan
pendapatan kurang dari Rp 1.500.000 per bulan, yang berdampak pada keterbatasan akses terhadap sarana produksi pertanian yang lebih modern.
Berdasarkan hasil wawancara kepada 25 KK warga Desa Wuran dapat disimpulkan jika petani masih tergantung pada lahan sawah, hasil produksi bahan pangan akan semakin berkurang sehingga diperlukan adanya alternatif lahan demi menjaga keberlangsungan (sustainability) ketersediaan bahan pangan dan kesejahteraan keluarga petani, alternatif lahan yang potensial untuk dikembangkan harus dicari/diusahakan.
(Gambar Peta Wilayah Kabupaten Barito Timur)
Berdasarkan hasil survei tanah dan evaluasi lahan, dengan mempertimbangkan faktor- faktor seperti jenis tanah, topografi, drainase, dan kandungan hara. Pnelitian yang telah dilakukan di Desa Wuran, Kecamatan Karusen, Kabupaten Barito Timur, survei kesesuaian lahan dilakukan untuk menentukan kelayakan tanah bagi pertanian, khususnya tanaman padi sawah. Hasil survei menunjukkan bahwa tanah di daerah tersebut memiliki pH rendah (4,5), yang menghambat penyerapan unsur hara (N, P, K, dan zat hara lainnya) oleh tanaman, sehingga diperlukan Upaya dengan cara memperbaiki drainase dan pemberian ameliorant berupa kapur. Selain itu, kandungan fosfor dan kalium dalam tanah tergolong rendah (bersifat asam), sehingga memerlukan perlakuan berupa pemberian pupuk dan bahan ameliorant berupa kapur. Kandungan nitrogen berada dalam kategori sedang hingga tinggi (0,38% – 0,58%), dengan rekomendasi pemupukan sebesar 100 kg Urea/ha. Sementara itu, kandungan fosfor sangat rendah (2,24 – 3,50 cmol+/kg), sehingga perlu diberikan pupuk SP-36 sebanyak 150 kg/ha. Kandungan kalium juga rendah (0,12 – 0,16 cmol+/kg), sehingga disarankan untuk diberikan pupuk KCl sebanyak 100 kg/ha serta tambahan 10 ton jerami per hektar untuk meningkatkan kesuburan tanah.
- Kandungan N dalam urea berkorelasi dengan tingkat dekomposisi, semakin tinggi atau sebaliknya, rendahnya Tingkat dekomposisi disebabkan terlalu rendahnya pH tanah gambut, sehingga mikroorganisme pengurai tidak dapat hidup dengan baik pada kondisi tanah masam tersebut (Suparto, 2018). Jika kekurangan nitrogen, tanaman akan mengalami pertumbuhan kerdil, daun berwarna hijau pucat kekuningan, dan pada beberapa tanaman seperti padi, daun akan mengering mulai dari ujungnya.
- Kandungan P dalam SP-36 merupakan bahan mentah dalam proses pembentukan sejumlah protein tertentu dan berfungsi dalam merangsang pertumbuhan akar (terutama akar benih dan tanaman muda) serta membantu proses asimilasi, pernapasan tanaman dan mempercepat pembungaan serta proses pemasakan biji dan buah (Hanum, 2013; Saijo et al., 2024). Jika kekurangan fosfor, tanaman akan memiliki pertumbuhan akar yang lemah, daun berwarna keunguan, dan fase pertumbuhan generatif seperti pembentukan bunga dan buah akan terhambat.
- Kandungan K dalam KCl berguna pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman, selain itu juga membantu perkembangan akar, membantu proses pembentukan protein, menambah daya tahan tanaman terhadap penyakit dan merangsang pengisian biji (Adiningsih, 1984; Al Mu’min et al., 2016). Apabila terjadi kekurangan, maka hal itu disebabkan adanya pengambilan K oleh tanaman, pencucian K oleh air, erosi tanah, dan kandungan bahan organik tanah menurun (idealnya seitar 5%). Selain itu, unsur K juga berperan dalam proses translokasi fotosintesis ke bagian tumbuh tanaman. Jika tanaman yang kekurangan kalium, maka pertumbuhan kerdil, daunnya pendek berwarna hijau gelap, sehingga akan terkulai.
- Kandungan bahan organik diperlukan juga, apabila tanah miskin akan bahan organic masalah yang ditimbulkan, antara lain: efisiensi pupuk yang rendah, aktivitas mikroba tanah rendah, kebutuhan pupuk meningkat, dan produktivitas lahan yang semakin menurun.
Note: memahami pH tanah sebelum memulai bercocok tanam sangat penting bagi petani, maka status kandungan hara N di lahan juga harus teranalisis dengan akurat.
D. Kesimpulan dan saran (solusi)
Program pendampingan dan survei lahan di Desa Wuran menunjukkan bahwa sebagian besar lahan masih memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian berkelanjutan. Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah kondisi tanah yang asam, drainase yang buruk, serta rendahnya kandungan unsur hara utama. Oleh karena itu, diperlukan tindakan perbaikan yang sistematis, termasuk pemberian kapur, pupuk organik, serta peningkatan kapasitas petani dalam mengelola lahan secara berkelanjutan.
Saran dan solusi yang mungkin bisa mengembangkan lahan pertanian berkelanjutan di antaranya seperti meningkatkan kualitas tanah dengan menambahkan dosis pupuk urea, SP-36, dan KCl sesuai rekomendasi, sehingga edukasi kepada petani mengenai dosis pupuk yang tepat agar tidak terjadi pula ketergantungan terhadap pupuk kimia, hal ini juga mampu memutus budaya antar keturunan yang stuck dengan model pertanian masa yang sudah lewat. Selain itu, pengembangan metode pertanian berplatform agroforestri seperti pembangunan tanggul yang lebih kuat dan sistem drainase yang efektif juga perlu demi pengelolaan tata air yang lebih baik. Solusi terakhir yaitu penguatan kelembagaan petani untuk bergabung kelompok tani agar lebih mudah mendapat bantuan pemerintah dan terlindunginya lahan pertanian setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Swardana, A., Januar, R., Mansyur, A., Ismail, F., dan Merdeka, R. G. 2020. Survei Perubahan Penggunaan Lahan Menggunakan Metode Unit Lahan di Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Jurnal Agroekoteknologi, 5(1): 331-340.
Rayes, M. L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta C.V. Andi Offset.
Saijo, Septian, dan Aziz, I. A. 2024. Pendampingan Survei Lahan dan Potensinya untuk Penyediaan Lahan Pertanian Berkelanjutan di Kabupaten Barito Timur. BULETIN PENGABDIAN MASYARAKAT, 4(4): 139-148.
Suparto, H. 2018. Kehilangan Nitrogen pada Sistem Usaha Tani Jagung Manis di Lahan Gambut Kalimantan Tengah. Jurnal AGRIPEAT, 19(1): 51-58.
Hanum, C. 2013. Pertumbuhan, Hasil, dan Mutu Biji Kedelai dengan Pemberian Pupuk Organik dan Fosfor. Jurnal Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Aldiningsih, J. S. 1984. Pengaruh Beberapa Faktor Terhadap Penyediaan Kalium Tanah Sawah Daerah Sukabumi [Disertasi]. Fakultas Pasca Sarjana, IPB, Bogor.
Al Mu’,min, M. I., joy, B., dan Yuniarti, A. 2016. Dinamika Kalium Tanah dan Hasil Padi Sawah (Oryza sativa L.) Akibat Pemberian NPK majemuk dan Penggenangan pada Fluvaquentic Epiquepts. Jurnal Soilerns, 14(1): 11-15.