• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Evaluasi Pendidikan Agama Islam

N/A
N/A
Zilfadlia Nirmala

Academic year: 2024

Membagikan "Makalah Evaluasi Pendidikan Agama Islam"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

ISLAM.

Disusun Oleh:

Zilfadlia Nirmala 2320010004

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Remiswal., S.Ag., M.Pd Dr. Khadijah., M.Pd

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG

2024

(2)

i

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim

Syukur alhamdulillah, saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan banyak sekali rahmat, karunia, dan hidayahnya sehingga saya mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Fungsi, Tujuan, Ruang Lingkup, Ssaran, Jenis dan Model Pengembangan Evaluasi PAI”. Sholawat serta salam penulis sampaikan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan orang- orang yang tetap istiqomah di jalan-Nya.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan baik mengenai penulisan maupun pembahasannya. Oleh karena itu, penulis menerima setiap kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan kedepannya.

Padang, 07 Maret 2024

Zilfadlia Nirmala

(3)

ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 1

C. Tujuan Makalah ... 2

PEMBAHASAN ... 3

A. Fungsi Pengembangan Evaluasi Pendidikan Agama Islam ... 3

B. Tujuan Pengembangan Evaluasi Pendidikan Agama Islam ... 5

C. Ruang Lingkup Pengembangan Evaluasi Pendidikan Agama Islam ... 6

D. Sasaran Pengembangan Evaluasi Pendidikan Agama Islam ... 6

E. Jenis Pengembangan Evaluasi Pendidikan Agama Islam ... 10

F. Model Pengembangan Evaluasi Pendidikan Agama Islam ... 15

PENUTUP ... 23

A. KESIMPULAN ... 23

B. SARAN ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

(4)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah menghadapi sejumlah permasalahan yang mendesak untuk dipecahkan. Jika tidak, dikhawatirkan justru misi utama yang hendak diemban oleh Pendidikan Agama Islam malah tidak atau kurang mencapai sasaran. Evaluasi adalah proses yang dilakukan oleh guru untuk mengetahui, memahami, dan menggunakan hasil kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Magdalena et al., 2023). Proses evaluasi harus didasarkan atas suatu selang waktu, bukan sesaat saja.

Berhasil atau tidaknya Pendidikan Agama Islam dalam mencapai tujuannya dapat dilihat setelah dilakukan evaluasi terhadap output yang dihasilkannya.

Untuk mengetahui hasil yang telah dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajaran adalah melalui evaluasi(Elis Ratna Wulan & Rusdiana, 2015;

Syarnubi, 2023). Evaluasi merupakan subsistem yang sangat penting dan sangat dibutuhkan dalam setiap system pendidikan, karena evaluasi dapat mencerminkan seberapa jauh perkembangan atau kemajuan hasil pendidikan. Dalam setiap pembelajaran Pendidik harus berusaha mengetahui sejauhmana proses pembelajaran yang dilakukan dapatmengembangkan potensi peserta didik.

Dengan evaluasi, maka maju dan mundurnya kualitas pendidikan dapat diketahui dan dengan evaluasi pula kita dapat mengetahui titik kelemahan serta mudah mencari jalan keluar untuk berubah menjadi lebih baik ke depan(Suttrisno et al., 2022; Wati, 2022).

Pada hakikatnya, belajar adalah suatu aktivitas yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku pada diri peserta didik. Perubahan tingkah laku tersebut tentunya harus berdasarkan usaha dari peserta didik. Seorang guru hanya sebagai fasilitator dan motivator untuk mendukung perubahan peserta didik.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja fungsi pengembangan evaluasi pendidikan agama Islam?

(5)

2. Apa saja tujuan pengembangan evaluasi pendidikan agama Islam?

3. Apa saja ruang lingkup pengembangan evaluasi pendidikan agama Islam?

4. Apa saja sasaran pengembangan evaluasi pendidikan agama Islam?

5. Apa saja jenis pengembangan evaluasi pendidikan agama Islam ? 6. Bagaimana model pengembangan evaluasi pendidikan agama Islam?

C. Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui fungsi pengembangan evaluasi pendidikan agama Islam 2. Untuk mengetahui tujuan pengembangan evaluasi pendidikan agama Islam 3. Untuk mengetahui ruang lingkup pengembangan evaluasi pendidikan agama

Islam

4. Untuk mengetahui sasaran pengembangan evaluasi pendidikan agama Islam 5. Untuk mengetahui jenis pengembangan evaluasi pendidikan agama Islam 6. Untuk mengetahui model pengembangan evaluasi pendidikan agama Islam

(6)

II. PEMBAHASAN

A. Fungsi Pengembangan Evaluasi Pendidikan Agama Islam

Sebagai salah satu komponen penting dalam pelaksanaan pendidikan Islam, evaluasi berfungsi sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sejauh mana efektifitas cara belajar dan mengajar yang telah dilakukan benar-benar tepat atau tidak, baik yang berkenaan dengan sikap pendidik/guru maupun anak didik/murid.

2. Untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa guna menetapkan keputusan apakah bahan pelajaran perlu diulang atau dapat dilanjutkan.

3. Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh murid dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum pendidikan Islam.

4. Sebagai bahan laporan bagi orang tua murid tentang hasil belajar siswa.

Laporan ini dapat berbentuk buku raport, piagam, sertifikat, ijazah dll.

5. Untuk membandingkan hasil pembelajaran yang diperoleh sebelumnya dengan pembelajaran yang dilakukan sesudah itu, guna meningkatkan pendidikan (Syarnubi, 2023).

Prof. Dr. S. Nasution dalam Al Fajri Bahri et al., (2022) menyatakan, bahwa fungsi evaluasi pendidikan sebagai berikut:

1. Mengetahui kesanggupan anak, sehingga anak itu dapat dibantu memilih jurusan, sekolah atau jabatan yang sesuai dengan bakatnya.

2. Mengetahui hingga manakah anak itu mencapai tujuan pelajaran dan pendidikan.

3. Menunjukkan kekurangan dan kelemahan murid-murid sehingga mereka dapat diberi bantuan yang khusus untuk mengatasi kekurangan itu. Murid- murid memandang tes juga sebagai usaha guru untuk membantu mereka.

(7)

4. Menunjukkan kelemahan metode mengajar yang digunakan oleh guru.

Kekurangan murid sering bersumber pada cara-cara mengajar yang buruk.

Setiap tes atau ulangan merupaan alat penilaian hasil karya murid dan guru.

5. Memberi petunjuk yang lebih jelas tentang tujuan pelajaran yang hendak dicapai. Ulangan atau tes memberi petunjuk kepada anak tentang apa dan bagaimana anak harus belajar. Ada hubungan antar sifat ujian dan teknik belajar.

6. Memberi dorongan kepada murid-murid untuk belajar dengan giat, anak akan bergiat belajar apabila diketahuinya bahwa tes atau ulangan akan diadakan.

Menurut Al Masri, (2015), fungsi evaluasi pendidikan islam adalah:

1. Islah, yaitu perbaikan terhadap semua komponen pendidikan, termasuk perbaikan perilaku, wawasan, dan kebiasaan-kebiasaan peserta didik

2. Tazkiyah, yaitu penyucian terhadap semua komponen pendidikan 3. Tajdid, yaitu memodernisasikan semua kegiatan pendidikan 4. Al-dakhkil, yaitu masukan sebagai bagi orang tua peserta didik.

Dari ungkapan tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi evaluasi hasil belajar dalam proses belajar mengajar pendidikan agama islam untuk:

1. Penentuan kelemahan dan kekuatan serta kesanggupan murid dalam memiliki/menguasai materi pendidikan pengajaran agama yang telah diterima dalam proses belajar mengajar.

2. Penentuan komponen-komponen/unsur-unsur (tujuan, materi, alat dan metode dan sebagainya), yang perlu ditinjau dan direvisi/diperbaiki

3. Penentuan kelemahan/kekuatan guru dalam melaksanakan program belajar- mengajar

4. Membimbing pertumbuhan dan perkembangan murid baik secara perorangan maupun kelompok (Hadi, 2022).

(8)

B. Tujuan Pengembangan Evaluasi Pendidikan Agama Islam

Dalam kaitannya dengan evaluasi pendidikan Islam telah menggariskan tolak ukur yang serasi dengan tujuan pendidikannya. Baik tujuan jangka pendek, yaitu membimbing manusia agar hidup selamat di dunia, maupun tujuan jangka panjang untuk kesejahteraan hidup di akhirat. Kedua tujuan tersebut menyatu dalam sikap dan tingkkah laku yang mencerminkan akhlak yang mulia (akhlk al-karimah). Sebagai tolak ukur dari akhlak yang mulia ini dapat dilihat dari cerminan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari (Usman, 1996).

Tujuan evaluasi hasil belajar dalam proses belajar mengajar (termasuk belajar mengajar pendidikan agama): untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh muri, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetepkan dalam kurikulum. Disamping itu agar guru dapat menilai daya guna pengalaman dan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan sekaligus mempertimbangkan hasilnya serta metode mengajar dan sistem pengajaran yang dipergunakan apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan dalam kurikulum (Achadah, 2019).

Tujuan evaluasi adalah mengetahui kadar pemahaman anak didik terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak anak didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan (Sawaluddin, 2018). Selain itu, program evaluasi bertujuan mengetahui siapa diantara anak didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga yang lemah diberi perhatian khusus agar ia dapat mengejar kekurangannya, sehingga naik tingkat, kelas maupun tamat sekolah. Sasaran evaluasi tidak hannya bertujuan mengevaluasi anak didik saja, tetapi juga bertujuan mengevaluasi pendidik, sejauh mana ia bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan pendidikan islam (Al Fajri Bahri et al., 2022).

Evaluasi pendidikan dilaksanakan mempunyai tujuan yang dapat menjadi tolak ukur keberhasilan proses pendidikan yang dilakukan. Tujuan evaluasi adalah

(9)

untuk mengembangkan suatu kebijakan yang bertanggung jawab mengenai pendidikan (Tayibnapis, 2000).

C. Ruang Lingkup Pengembangan Evaluasi Pendidikan Agama Islam

Ruang lingkup evaluasi berkaitan dengan cakupan objek evaluasi itu sendiri. Jika objek evaluasi itu tentang pembelajaran, maka semua hal yang berkaitan dengan pembelajaran menjadi ruang lingkup evaluasi pembelajaran. Menurut Rukajat, (2018) ruang lingkup evaluasi pembellajaran ditinjau dari berbagai perspektif, yaitu sebagai berikut:

1. Domain Hasil Belajar

Domain hasil belajar adalah perilaku-perilaku kejiwaan yang akan diubah dalam proses pendidikan. Perilaku kejiwaan itu dibagi dalam tiga yakni kognitif, afektif dan psikomotor.

2. System Pembelajaran

System pembelajaran terdiri atas sekumpulan komponen-komponen yang saling berhubungan yang bekerja bersama-sama.

3. Proses Dan Hasil Belajar

Proses hasil belajara adalah tahapan perubahan perilaku kogniti, afektif dan psikomotor yang terjadi dalam diri seseorang.

4. Kompetensi

Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, disukai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan

D. Sasaran Pengembangan Evaluasi Pendidikan Agama Islam

Sasaran evaluasi disebut juga dengan objek evaluasi. Sasaran adalah segala sesuatu yang menjadi pusat pengamatan karena penilai (evaluator) menginginkan informasi tentang sesuatu tersebut (Arikunto, 2021). Sasaran pokok dalam evaluasi pendidikan adalah pribadi peserta didik secara utuh untuk mengetahui sejauh mana

(10)

perkembanganya setelah mengalami pendidikan dan pengajaran selama jangka waktu tertentu misalnya semester satu, dua dan seterusnya. Oleh karna itu pendidikan merupakan suatu proses pendidikan yang berkesinambungan dan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen saling terkait dan saling mempengaruhi, maka evaluasi yang lengkap adalah evaluasi yang mengcakup semua komponen sistem tersebut yaiut isi dan hasil pendidikan yang merupakan output dan sistem tersebut, diantaranya sebagai berikut (Syamsudduha & Ishak, 2010) :

1. Evaluasi terhadap Isi Pendidikan

Evaluasi terhadap isi pendidikan antara lain sebagai berikut:

a. Bahan pelajaran yang diajarkan

Evaluasi mengenai bahan pelajaran yang dimaksud untuk mengetahui apakah sesuai atau tidak sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik (kecerdasan, umur minat, dan lain-lain). Untuk melaksakan benar kegiatan evaluasi tersebut diperlukan pengetahuan kurikulum dan psikologi, baik psikologi pendidikan maupun psikologi perkembangan.

b. Situasi lingkungan dan keadaan sekolah termasuk sarana dan prasarana pendidikan yang tersedia.

c. Keadaan guru-guru dan pegawai

Evaluasi ini dimaksud untuk mengetahui apakah sudah memadai baik kualitas kemampuannya maupun jumlahnya.

2. Evaluasi terhadap Proses Pendidikan

Evaluasi ini mencakup hak-hal sebagai berikut:

a. Bagaimana cara guru-guru mengajar, termasuk metode dan strategi apa yang digunakan dan sejauh mana tingkat efektifitas prilaku mengajarnya

b. Bagaimana cara siswa belajar dan bagaimana minat serta perhatianya terhadap pelajaran.

(11)

c. Berapa lama waktu yang dialokasikan untuk belajar dan mengajar dan bagaimana pelaksanaan kurikulum secara actual, apakah guru-guru benar mematuhi target mengajar atau sering absen.

3. Evaluasi terhadap Hasil Pendidikan.

Evaluasi ini mencakup hal-hal berikut:

a. Bagaimana perkembangan pengetahuan dan pemahaman peserta didik terhadap bahan pelajaran yang tekah diberikan.

b. Bagaimana tingkat kecerdasan dan cara berpikirnya.

c. Bagaimana keterampilan dan kecekatannya.

d. Bagaimana perkembangan jasmani dan kondisi kesehatannya.

Evaluasi terhadap hasil belajar pendidikan sesungguhnya dimaksudkan untuk memperoleh data tentang sejauh mana pencapaian tujuan pendidikan dan pelajaran yang telah ditetapkan. Lebih kongkritnya, hasil-hasil pendidikan dan pengajaran yang diukur haruslah merefleksikan tujuan-tujuan instruksional bidang studi yang telah diajarkan kepada peserta didik.

Itulah langkah-langkah pertama yang harus ditempuh dalam menentukan sasaran evaluasi, mengedintifikasi tujuan-tujuan instruksional sampai pada jajaran istruksional untuk keperluan penyusunan soal-soal ujian item-item test.

Jika kita ingat kembali apa yang menjadi sasaran dari penilaian. obyek atau sasaran penilaian (evaluasi) adalah segala sesuatu yang menjadi titik pusat pengamatan karena penilai menginginkan informasi tentang sesuatu tersebut.

Menurut Mindani,( 2022) yang menjadi sasaran evaluasi pendidikan ada 3 yaitu:

(12)

1. Evaluasi In-put

In-put adalah masukan dari suatu proses atau sesuatu yang akan diolah dalam suatu proses. Sesuatu itu bisa saja benda, data, dan lain sebagainya. Dalam pendidikan, karena kegiatannya berhubungan dengan pengolahan manusia, maka in-putnya juga adalah manusia, dalam hal ini calon siswa atau mahasiswa. Calon siswa merupakan orang yang akan memasuki proses pendidikan. Calon siswa adalah pribadi yang utuh, terdiri dari aspek jasmani dan rohani. Untuk menjadi siswa kadang diperlukan prasyarat dari dua aspek tersebut. Dengan demikian, evalausi terhadap input meliputi dua aspek yaitu aspek jasmani dan aspek rohani.

a. Aspek jasmani

Aspek jasmani merupakan aspek yang berhubungan dengan tampilan fisik seorang calon siswa. Suatu program terkadang memerlukan terpenuhinya prasyarat fisik agar calon siswa bisa mengikuti proses belajar dengan baik. Aspek jasmani ini diantaranya adalah bentuk fisik dan kesehatan.

a. Aspek rohani

Sasaran evaluasi terhadap in-put yang kedua adalah keadaan rohaniah dari peserta didik. Keadaan rohaniah bisa diartikan sebagai aspek kejiwaan dari peserta didik. Aspek rohaniah ini sekurang-kurangnya meliputi empat aspek yaitu intelegensia, kemampuan, sikap, dan kepribadian.

2. Evaluasi Transformasi

Transformasi adalah alat pemroses dalam proses pendidikan yang sedang dilaksanakan. Transformasi juga dapat diartikan sebagai mesin pengolah yang bertugas mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi. Transformasi merupakan bagian yang sangat penting dalam suatu proses pendidikan. Ia akan sangat menentukan berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan.

Evaluasi terhadap transformasi tentu harus dilakukan terhadap semua komponen yang terlibat dalam transformasi tersebut. Komponen transformasi

(13)

mencakup kurikulum, metode mengajar, media mengajar, guru yang mengajar, personel yang terlibat dalam mendukung berjalannya proses belajar mengajar , dan sarana prasarana yang dibutuhkan untuk berjalannya proses belajar mengajar.

3. Evaluasi Out-put

Output adalah orang yang menjadi keluaran dari suatu proses. Dalam proses belajar mengajar outputnya adalah siswa yang telah mengikuti proses belajar mengajar itu sendiri. Output proses belajar mengajar harus dievaluasi agar diketahui seberapa jauh output tersebut mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Tanpa melakukan evaluasi kita tidak akan pernah mengetahui apakah output yang telah kita hasilkan telah mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

Output yang dimaksudkan di sini adalah lulusan yang dihasilkan dari sebuah sekolah. Dengan adanya pembelajaran dan evaluasi yang baik, diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas pula. Adapun alat evaluasi yang sangat efektif yang dapat menghasilkan lulusan yang tidak hanya cemerlang dalam intelegensinya saja melainkan dalam segi ketrampilan serta akhlaknya juga berkualitas, maka alat evaluasi haruslah mencakup unsur kognitif, psikomotorik dan afektif.

E. Jenis Pengembangan Evaluasi Pendidikan Agama Islam

Evaluasi pendidikan mempunyai beberapa bentuk atau jenis. Menurut Mindani, (2022) jenis evaluasi dibagi menjadi lima yakni evaluasi selektif, dignostik, penempatan, formatif, dan sumatif.

1. Evaluasi Selektif

Evaluasi selektif adalah evalusai yang dilaksanakan untuk keperluan seleksi, dimana pada seleksi ini ditentukan siapa yang berhak atau dapat mengikuti suatu program pendidikan, dan siapa yang tidak berhak atau tidak dapat mengikuti program tersebut.

(14)

Evaluasi seleksi biasanya digunakan sebagai alat untuk menyaring mahasiswa atau siswa baru yang akan diterima untuk memasuki sebuah lembaga pendidikan.

Evaluasi seleksi ini bisa menggunakan teknik tes maupun teknik non tes. Teknik tes biasanya digunakan untuk menyeleksi kemampuan kognitif calon peserta, program, maupun keterampilannya. Teknik nontes biasanya dilakukan untuk mendapatkan data-data tentang siswa yang juga akan mennetukan lulus tidaknya ia mengikuti suatu program seperti tinggi badan, umur, dan lain sebagainya.

Dengan dilakukannya evaluasi seleksi ini nantinya dapat dipilih orang-orang yang terbaik dari peserta seleksi untuk mengikuti program atau lembaga pendidikan.

2. Evaluasi Diagnostik

Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh calon peserta ataupun peserta yang mengikuti suatu program. Evaluasi diagnostik pada calon peserta program dilakukan untuk melihat pengetahuan, afeksi, dan keterampilan prasyarat yang harus dimiliki calon peserta tersebut.

Selain terhadap calon peserta program evaluasi diagnostik dilakukan juga terhadap peserta yang sudah mengikuti program untuk memonitor tingkat ketercapaian program oleh peserta dan melihat kelemahan-kelemahannya sehingga pengelola program dapat menyesuaikan program dengan tingkat ketercapaian dan kelemahan-kelemahan yang dimiliki peserta didik.

Evaluasi diagnostik ini bisa berbentuk tes maupun non tes. Tes digunakan untuk melihat aspek kognitif dan psikomotor peserta didik. Dari hasil tes akan diketahui dimana letak kelemahan seseorang peserta didik dalam menguasai materi pelajaran. Untuk melihat aspek afektif digunakan teknik non tes. Alat yang bisa dipergunakan bisa saja wawancara, sosiometri, pengamatan, dan lain

(15)

sebagainya. Hal ini seharusnya dilakukan guru beriringan dengan pelaksanaan tes diagnostik. Apabila anak mempunyai kelemahan-kelemahan dalam memahami materi seperti yang digambarkan hasil tes diagnostik, boleh jadi kelemahan itu karena sikap si anak kurang baik dalam belajar atau karena ada gangguan- gangguan lain yang menyebabkan si anak kurang nyaman dalam belajar.

3. Evaluasi Penempatan

Evaluasi jenis ketiga disebut evaluasi penempatan (placement). Evaluasi penempatan adalah evaluasi yang dilakukan untuk menempatkan siswa pada kelompok-kelompok tertentu dalam suatu program yang akan dilaksanakan.

Penempatan siswa pada kelompok-kelompok tertentu ini didasarkan pada penguasaan prasyarat dan penguasaan belajar yang dimiliki peserta didik.

Evaluasi terhadap kemampuan prasyarat dan penguasaan belajar ini digunakan untuk menentukan kelompok-kelompok sebelum suatu program dijalankan. Siswa nantinya dikelompokkan berdasarkan penguasaan prasyaratnya dan penguasaan belajarnya. Diharapkan nantinya dalam satu kelompok akan lebih tercipta homogenitas, sehingga dapat diberikan perlakuan yang tepat sesuai dengan kemampuan masing-masing kelompok tersebut. Seperti evaluasi sebelumnya evaluasi ini juga dapat dilakukan dengan tes maupun non tes.

4. Evaluasi Formatif

Jenis evaluasi ke empat adalah evaluasi formatif. Evaluasi formatif berasal dari kata form yang artiya bentuk, dengan demikian evaluasi formatif adalah dilakukan untuk melihat seberapa jauh siswa sudah terbentuk setelah mengikuti suatu program pada rentang waktu tertentu. Evaluasi formatif ini dilaksanakan saat siswa masih dalam proses pelaksanaan program. Setelah program berjalan,

(16)

setiap satuan waktu tertentu dilakukan evaluasi untuk melihat ketercapaian program oleh peserta. Dari hasil pencapaian peserta program , nantinya akan diketahui apakah program sudah berjalan dengan baik atau harus dilakukna perubahan-perubahan terhadap program.

Kalau ditelaah lebih lanjut, evaluasi formatif ini lebih berorientasi kepada proses dari pada kepada hasil. Hasil yang didapat dari evaluasi formatif itu penting, namun bukan hanya digunakan untuk melihat seberapa jauh anak menguasai apa yang harus dikuasainya. Yang lebih penting lagi adalah hasil evaluasi formatif ini nantinya akan memberi gambaran kepada pelaksanaan program seberapa jauh program tersebut telah berhasil. Jika dari hasil evaluasi formatif ini nantinya diketahui hasil yang diperoleh siswa tidak memadai, maka dapat dilakukan analisa lanjutan mengapa hal tersebut sampai terjadi, dicari dimana sebenarnya kelemahan program. Dengan dilakukannya analisa ini diharapkan nantinya dapat dilakukan tindakan yang tepat pada proses selanjutnya sehingga nantinya bisa dilakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan. Apabila perbaikan-perbaikan yang diperlukan dapat dilaksanakan maka ketercapaian tujuan program akan lebih mungkin untuk didapatkan.

Dalam evaluasi hasil belajar, evaluasi formatif ini biasanya dilakukan setelah berakhirnya suatu unit program. Misalnya dalam proses belajar, pembelajaran fiqih selama satu semester adalah sebuah program. Pembelajaran fiqih ini nantinya dibagi menjadi unit-unit tertentu dalam bentuk pertemuan-pertemuan.

Pertemuan-pertemuan yang dilaksanakan biasanya dibagi menurut topik-topik tertentu. Satu topik materi fiqih yang diajarkan dalam satu atau beberapa kali pertemuan disebut dengan unit program. Evaluasi setelah berakhirnya suatu unit

(17)

program ini atau evaluasi formatif nantinya terlaksana dalam bentuk ulangan harian (UH) atau sering juga disebut dengan post test.

Evaluasi formatif ini biasanya dilakukan berulang kali, sesuai dengan banyaknya unit dalam suatu program. Makin banyak unit program tentunya akan semakin sering evaluasi formatif dilaksanakan. Sebaliknya, makin sedikit unit program tentunya juga akan makin sedikit frekuensi evaluasi formatif.

5. Evaluasi Sumatif

Jenis evaluasi yang terakhir adalah evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah berakhirnya suatu program. Pada penjelasan tentang evaluasi formatif telah disinggung bahwa dalam pendidikan ada program dan ada unit program yang lebih kecil dibawahnya. Pelaksanaan pembelajaran suatu topik inti adalah unit program, sementara satu semester atau satu caturwulan merupakan satu program. Dengan demikian apabila dilakukan evaluasi pada akhir semester atau akhir caturwulan, maka evaluasi tersebut dikatakan evaluasi sumatif.

Evaluasi sumatif berorientasi kepada hasil. Maksud dari berorientasi kepada hasil adalah bahwa dalam evaluasi ini tujuan utamanya adalah untuk melihat tingkat keberhasilan suatu program atau peserta program.Hasil pencapaian peserta program nantinya akan menggambarkan hasil dari program itu sendiri. Apabila hasil peserta program baik, maka besar kemungkinan dapat ditarik kesimpulan program sudah berjalan dengan baik, dan demikian juga sebaliknya apabila tingkat keberhasilan peserta program kurang baik tentunya besar juga kemungkinan program tidak berjalan sebagaimana mestinya.

(18)

F. Model Pengembangan Evaluasi Pendidikan Agama Islam

Dalam pengembangan evaluasi pembelajaran, banyak sekali model-model evaluasi dengan sistematika dan format yang berbeda-beda yang banyak dijumpai, walaupun dalam beberapa model ada yang sama. Ada banyak model evaluasi yang dikembangkan oleh beberapa ahli yang dapat dikembangkan dalam mengevaluasi pembelajaran. Model-model tersebut diantaranya :

1. Discrepancy Model

Kata discrepancy berarti kesenjangan, evaluasi model Discrepancy (kesenjangan) berfungsi untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara standard (kriteria) yang sudah ditetapkan dengan program yang bersangkutan. Selanjutnya evaluasi kesenjangan adalah suatu metode untuk mengidentifikasikan perbedaan atau kesenjangan antara tujuan khusus yang ditetapkan dengan penampilan aktual yang terjadi dilapangan (Fathurrohman, 2015).

Sedangkan kesenjangan yang dapat dievaluasi dalam program pendidikan meliputi : a) Kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan program; b) Kesenjangan antara yang diprediksi dengan yang benar-benar direalisasikan; c) Kesenjangan antara status tujuan pencapaian dengan standar kemampuan yang ditentukan; d) Kesenjangan tujuan; e) Kesenjangan mengenai bagian program yang dapat diubah; dan f) Kesenjangan dalam sistem yang tidak konsisten.

Menurut Provus, (1969) seorang yang mencetuskan evaluasi model discrepancy ini menjelaskan ketika sebuah program evaluasi dikembangkan terdapat empat tahap perkembangan, kemudian dia menambahkan sebuah tahap kelima yang bersifat opsional, lima tahap tersebut meliputi:

a. Tahap penyusunan desain.

Dalam tahap ini kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah:

1) Merumuskan tujuan program

2) Menyiapkan siswa, staf dan kelengkapan lain

(19)

3) Merumuskan standar dalam bentuk rumusan yang menunjuk pada suatu yang dapat diukur, biasa di dalam langkah ini evaluator berkonsultasi dengan bagian pengembangan program (program developer). Standar yang dimaksud adalah kriteria yang telah dikembangkan dan ditetapkan dengan menunjuk pada hasil yang efektif.

b. Tahap penetapan kelengkapan program.

Tahap ini hendak melihat apakah kelengkapan yang tersedia sudah sesuai dengan yang diperlukan atau belum. Dalam tahap ini dilakukan kegiatan.

c. Meninjau kembali penetapan standar d. Meninjau program yang sedang berjalan

e. Meneliti kesenjangan antara yang direncanakan dengan yang sudah dicapai.

f. Tahap proses (process)

Dalam tahap ketiga dari evaluasi kesenjangan ini adalah mengadakan evaluasi, tujuan-tujuan manakah yang sudah dicapai. Tahap ini juga disebut tahap “mengumpulkan data dari pelaksanaan program”.

g. Tahap pengukuran tujuan (product)

Yakni tahap mengadakan analisis data dan menetapkan tingkat output yang diperoleh. Pertanyaan yang diajukan dalam tahap ini adalah, “apakah program sudah mencapai tujuan terminalnya?”

h. Tahap pembandingan (program comparison)

Yaitu tahap membandingkan hasil yang telah dicapai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam tahap ini evaluator menuliskan semua penemuan kesenjangan atau ketidaksesuaian, untuk disajikan kepada para pengambil keputusan, agar mereka dapat memutuskan kelanjutan dari program tersebut. Kemungkinan yang dapat dilakukan oleh para pengambil keputusan adalah:

1) Menghentikan program

2) Mengganti atau merevisi program

(20)

3) Meneruskan program

4) Memodifikasi tujuan dari program Kunci dari evaluasi discrepancy atau model Provus ini adalah dalam hal membandingkan penampilan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dan yang dimaksud dengan penampilan adalah sumber, prosedur, manajemen dan hasil nyata yang tampak ketika program dilaksanakan.

2. Model CIPP (Context, Input, Process, dan Product)

Model CIPP (Context, Input, Process, dan Product) merupakan model evaluasi di mana evaluasi dilakukan secara keseluruhan sebagai suatu sistem. Evaluasi model CIPP merupakan konsep evaluasi bukan untuk membuktikan tetapi untuk memperbaiki. Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yaitu komponen dan proses sebuah program kegiatan (Muryadi, 2017).

1. Evaluasi Konteks (Context Evaluation)

Banyak rumusan evaluasi konteks yang dinyatakan oleh para ahli evaluasi, di antaranya adalah Gilbert Sax. Ia menjelaskan bahwa evaluasi konteks adalah kegiatan pengumpulan informasi untuk menentukan tujuan, mendefinisikan lingkungan yang relevan. Bahwa evaluasi konteks berusaha mengevaluasi status objek secara keseluruhan, mengidentifikasi kekurangan, kekuatan, mendiagnosa problem, dan memberikan solusinya, menguji apakah tujuan dan prioritas disesuaikan dengan kebutuhan yang akan dilaksanakan (Sax, 1980).

2. Evaluasi Masukan (Input Evaluation)

Evaluasi input adalah menentukan cara bagaimana tujuan program dicapai. Evaluasi masukan dapat membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi: (1) sumber daya manusia (2) sarana dan peralatan pendukung, (3) dana/anggaran, dan (4) berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan.

(21)

3. Evaluasi Proses (Process Evaluation)

Esensi dari evaluasi proses adalah: mengecek pelaksanaan suatu rencana/program. Tujuannya adalah untuk memberikan feedback bagi manajer dan staf tentang seberapa aktivitas program yang berjalan sesuai dengan jadwal, dan menggunakan sumber-sumber yang tersedia secara efisien, memberikan bimbingan untuk memodifikasi rencana agar sesuai dengan yang dibutuhkan, mengevaluasi secara berkala seberapa besar yang terlibat dalam aktifitas program dapat menerima dan melaksanakan peran atau tugasnya.

4. Evaluasi Hasil (Product Evaluation)

Menjelaskan bahwa tujuan dari Product Evaluation adalah: untuk mengukur, menafsirkan, dan menetapkan pencapaian hasil dari suatu program, memastikan seberapa besar program telah memenuhi kebutuhan suatu kelompok program yang dilayani. Jadi, fungsi evaluasi hasil adalah membantu untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan kelanjutan, akhir dan modifikasi program, apa hasil yang telah dicapai, serta apa yang dilakukan setelah program itu berjalan.

3. Responsive Evaluation Model

Model ini juga menekankan pada pendekatan kualitatif-naturalistik. Evaluasi tidak diartikan sebagai pengukuran melainkan pemberian makna atau melukiskan sebuah realitas dari berbagai perspektif orang- orang yang terlibat, berminat dan berkepentingan dengan program. Tujuan evaluasi adalah untuk memahami semua komponen program melalui berbagai sudut pandangan yang berbeda. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, maka model ini kurang percaya terhadap hal- hal yang bersifat kuantitatif. Instrumen yang digunakan pada umumnya mengandalkan observasi langsung maupun tak langsung dengan interpretasi data yang impresionistik. Langkah-langkah kegiatan evaluasi meliputi observasi, merekam hasil wawancara, mengumpulkan data, mengecek pengetahuan awal (preliminary understanding) dan mengembangkan desain atau model.

(22)

4. Formative-Sumatif Evaluation Model

Evaluasi formatif digunakan untuk memperoleh informasi yang dapat membantu memperbaiki program. Evaluasi formatif dilaksanakan pada saat implementasi program sedang berjalan. Fokus evaluasi berkisar pada kebutuhan yang dirumuskan oleh karyawan atau orang-orang dalam program. Evaluator sering merupakan bagian dari program dan kerja sama dengan orang orang dalam program. Strategi pengumpulan informasi mungkin juga dipakai tetapi penekanan pada usaha memberikan informasi yang berguna secepatnya bagi perbaikan program. Evaluasi formatif memberikan umpan balik secara terus-menerus untuk membantu pengembangan program, dan memberikan perhatian yang banyak terhadap pertanyaan-pertanyaan seputar isi validitas, tingkat penguasaan kosa kata, keterbacaan dan berbagai hal lainnya. Secara keseluruhan evaluasi formatif adalah evaluasi dari dalam yang menyajikan untuk perbaikan atau meningkatkan hasil yang dikembangkan.

Waktu pelaksanaan evaluasi sumatif terletak pada akhir implementasi program. Strategi pengumpulan informasi akan memaksimalkan validitas eksternal dan internal yang mungkin dikumpulkan dalam waktu yang cukup lama.

Evaluasi sumatif mengemukakan atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti apakah produk tersebut lebih efektif dan lebih kompetitif. Evaluasi sumatif dilakukan untuk menentukan bagaimana akhir dari program tersebut bermanfaat dan juga keefektifan program tersebut.

5. Evaluasi Model Stake (Countenance Model)

Model ini dikembangkan oleh Robert E. Stake dari University of Illinois.

Menurut Worthen & Sanders dalam Darodjat & Wahyudhiana, (2015), Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi, yaitu description dan judgment, Deskripsi menyangkut dua hal yang menunjukkan posisi sesuatu yang menjadi sasaran evaluasi, yaitu: apa tujuan yang diharapkan oleh program, dan apa yang sesungguhnya terjadi. Evaluator menunjukkan langkah pertimbangan yang mengacu pada standar.

(23)

Stufflebeam & Shinkfield, (1985) menjelaskan tiga tahap evaluasi program model Stake, yaitu: antecedents, transaction, dan outcomes. Antecedents mengacu pada informasi dasar yang terkait, kondisi/kejadian apa yang ada sebelum implementasi program. Menurut Stake, informasi pada tipe ini misalnya, terkait dengan kegiatan belajar mengajar sebelumnya, dan terkait dengan outcome, seperti: apakah siswa telah makan pagi sebelum datang ke sekolah, apakah siswa telah menyelesaikan pekerjaan rumahnya, apakah siswa tidur malam dengan cukup. Untuk mendeskripsikan secara lengkap dan menetapkan sebuah program atau pembelajaran pada suatu waktu. Stake mengusulkan bahwa evaluator harus mengidentifikasi dan menganalisis kondisi yang berhubungan dengan antecendent.

Pada tahap transactions, apakah yang sebenarnya terjadi selama program dilaksanakan, apakah program yang sedang dilaksanakan itu sesuai dengan rencana program. Termasuk tahap ini adalah informasi yang dialami oleh peserta didik berkaitan dengan guru, orang tua, konselor, tutor, dan peserta didik lainnya.

Stake menganjurkan kepada evaluator agar bertindak secara bijak dalam proses pelaksanaan evaluasi, sehingga dapat melihat aktualisasi program. Sedangkan outcomes, berkaitan dengan apa yang dicapai dengan program tersebut, apakah program itu dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan termasuk di dalamnya:

kemampuan, prestasi, sikap dan tujuan.

6. Evaluasi Model Kirkpatrick

Model evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick ini telah mengalami beberapa penyempurnaan, terakhir diperbarui tahun 1998 yang dikenal dengan Evaluating Training Programs: the Four Levels atau Kirkpatrick‟s evaluation model. Evaluasi terhadap program pelatihan mencakup empat level evaluasi, yaitu: (a) reaction, (b) learning, (c) behavior, dan (d) result.

a. Evaluasi reaksi (reaction evaluation)

Catalanello & Kirkpatrick menjelaskan bahwa evaluasi terhadap reaksi peserta pelatihan berarti mengukur kepuasan peserta. Program pelatihan

(24)

dianggap efektif apabila proses pelatihan dirasa menyenangkan peserta, sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih.

Keberhasilan proses kegiatan pelatihan tidak terlepas dari minat, perhatian, dan motivasi peserta dalam mengikuti jalannya kegiatan ini. Orang akan belajar lebih baik manakala mereka memberi reaksi positif terhadap lingkungan belajar. Kepuasan peserta dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan; fasilitas yang tersedia; strategi penyampaian materi yang digunakan, media pembelajaran; jadwal kegiatan, sampai menu dan penyajian konsumsi yang disediakan. Evaluasi pada level ini difokuskan pada reaksi peserta yang terjadi pada saat kegiatan dilakukan, disebut juga sebagai evaluasi proses pelatihan.

b. Evaluasi belajar (learning evaluation)

Menurut Kirkpatrick & Kirkpatrick evaluasi hasil belajar dapat dilihat pada perubahan sikap, perbaikan pengetahuan, dan atau peningkatan keterampilan peserta setelah selesai mengikuti program. Peserta program dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap, perbaikan pengetahuan maupun peningkatan keterampilan. Untuk mengukur efektivitas program maka ketiga aspek tersebut perlu untuk diukur.

Tanpa adanya perubahan sikap, peningkatan pengetahuan maupun perbaikan keterampilan pada peserta training maka program dapat dikatakan gagal.

Penilaian ini ada yang rnenyebut dengan penilaian hasil (output) belajar. Oleh karena itu, dalam pengukuran hasil belajar harus menentukan: 1) pengetahuan apa yang telah dipelajari; 2) perubahan sikap apa yang telah dilakukan; 3) keterampilan apa yang telah dikembangkan atau diperbaiki.

c. Evaluasi perilaku (behavior evaluation)

Penilaian difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah peserta kembali ke tempat kerja, disebut juga evaluasi terhadap outcomes dan kegiatan pelatihan. Perubahan apa yang terjadi di tempat kerja setelah peserta mengikuti program tersebut, baik menyangkut pengetahuan, sikap maupun

(25)

keterampilannya. Menurut Kirkpatrick & Kirkpatrick evaluasi perilaku dapat dilakukan dengan: (1) membandingkan perilaku kelompok kontrol dengan perilaku peserta program, (2) membandingkan perilaku sebelum dan sesudah mengikuti program maupun, (3) survei/interviu dengan pelatih, atasan maupun bawahan peserta program setelah kembali ke tempat kerja.

d. Evaluasi hasil (result evaluation)

Evaluasi pada tahap ini difokuskan pada hasil akhir yang terjadi karena peserta telah mengikuti suatu program. Beberapa contoh dari hasil akhir dalam konteks perusahaan antara lain, kenaikan produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya, penurunan kecelakaan kerja, kenaikan keuntungan.

Cara melakukan evaluasi hasil akhir menurut Kirkpatrick & Kirkpatrick adalah dengan: (1) membandingkan kelompok kontrol dengan kelompok peserta program, (2) mengukur kinerja sebelum dan setelah mengikuti pelatihan, (3) membandingkan biaya yang digunakan dengan keuntungan yang didapat setelah dilakukan pelatihan, dan bagaimana peningkatannya (Kirkpatrick & Kirpatrick, 2011).

(26)

III. PENUTUP A. KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa peranan evaluasi hasil pendidikan dalam proses pengajaran pendidikan agama Islam terdiri dari mengidentifikasi atau mencatat perkembangan dan kemajuan peserta didik terhadap tujuan yang diberikan dalam program pendidikan. Tujuan utama penilaian pendidikan adalah untuk mengetahui keadaan umum peserta didik dan memahami tingkat perkembangan peserta didik setelah menjalani masa pendidikan dan pelatihan, seperti tahap pertama, bagian kedua, dan seterusnya. Komponen sistem ini antara lain adalah evaluasi efektivitas materi pendidikan tergantung pada tingkat perkembangan peserta didik (pengetahuan, umur, minat, dan sebagainya. Kemudain sasaran dari evaluasi pendidikan agama Islam meliputi evaluasi input, tranformasi serta output. Kemudian evaluasi dibagi menjadi beberapa jenis diantaranya ada evaluasi seleksi yang dapat dipilih individu-individu terbaik dari antara peserta terpilih untuk mengikuti program atau lembaga tersebut. Kemudian juga dilakukan penilaian diagnostik terhadap peserta yang telah mengikuti program untuk memantau tingkat pencapaian program dan memahami kelemahannya , kemudian hasil penilaian sumatif ini menunjukkan hasil belajar siswa kurang memadai, maka akan dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui penyebab dan kekurangan program.

Berdasarkan hasil tersebut, maka tujuan utama dari evaluasi jenis ini adalah untuk mengetahui keberhasilan program atau peserta program. Yang dimaksud dengan “gap” adalah kesenjangan, dan proses evaluasi model kesenjangan digunakan untuk menentukan derajat kesesuaian antara standar (kriteria) yang ditetapkan dengan kondisi yang dipersyaratkan. Tindakan yang dapat diambil oleh pembuat kebijakan meliputi: Atau menggunakan model Provus untuk membandingkan pandangan dan menetapkan tujuan.

Penilaian bukanlah suatu pengukuran, tetapi suatu metode penyajian atau gambaran realitas dari berbagai sudut pandang orang-orang yang berpartisipasi,

(27)

mempunyai kepentingan terhadap proyek tersebut. Tujuan evaluasi adalah untuk memahami seluruh aspek program dari sudut pandang yang berbeda. Model evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick telah banyak mengalami perubahan dan direvisi pada tahun 1998 dengan judul Evaluasi Pembelajaran: Empat Model atau Model Evaluasi Kirkpatrick. Ada empat tingkat evaluasi ketika mengevaluasi program pendidikan: (a) respon, (b) pembelajaran, (c) perilaku, dan (d) hasil.

B. SARAN

Demikianlah makalah ini kami susun dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin. Tentunya penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Maka dari itu penulis sangat membutuhkan kritik dan saran dari pembaca untuk kesuksesan penulisan kedepannya.

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Achadah, A. (2019). Evaluasi dalam pendidikan sebagai alat ukur hasil belajar. An- Nuha: Jurnal Kajian Islam, Pendidikan, Budaya Dan Sosial, 6(1), 97–114.

Al Fajri Bahri, S. P., Siregar, S. K., Par, A. M., Nur, R., Al-Adawiyah, R., Putra, E., Yuliana, S. P., Lidan, A., Ma’ruf, R., & Rahman, M. Y. (2022). Evaluasi Program Pendidikan. umsu press.

Al Masri, M. N. (2015). Evaluasi Menurut Filsafat Pendidikan Islam. Kutubkhanah, 17(2), 230–238.

Arikunto, S. (2021). Dasar-dasar evaluasi pendidikan edisi 3. Bumi Aksara.

Darodjat, D., & Wahyudhiana, W. (2015). Model evaluasi program pendidikan.

Islamadina: Jurnal Pemikiran Islam, 1–23.

Elis Ratna Wulan, E., & Rusdiana, A. (2015). Evaluasi pembelajaran. Pustaka Setia.

https://etheses.uinsgd.ac.id/id/eprint/2336

Fathurrohman, M. (2015). Model-model pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

http://staffnew.uny.ac.id/upload/132313272/pengabdian/model-model- pembelajaran.pdf

Hadi, S. (2022). EVALUASI DAN REMEDIAL PEMBELAJARAN.

https://osf.io/7pbdu/download

Kirkpatrick, D., & Kirpatrick, J. D. (2011). The Kirkpatrick four levels. Kirkpatrick Partners.

Magdalena, I., Hidayati, N., Dewi, R. H., Septiara, S. W., & Maulida, Z. (2023).

Pentingnya Evaluasi dalam Proses Pembelajaran dan Akibat Memanipulasinya. Masaliq, 3(5), 810–823.

Mindani, M. (2022). EVALUASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI). El Markazi.

Muryadi, A. D. (2017). Model evaluasi program dalam penelitian evaluasi. Jurnal Ilmiah Penjas (Penelitian, Pendidikan Dan Pengajaran), 3(1).

http://ejournal.utp.ac.id/index.php/JIP/article/view/538

Provus, M. M. (1969). The Discrepancy Evaluation Model: An Approach to Local Program Improvement and Development. https://eric.ed.gov/?id=ED030957

(29)

Rukajat, A. (2018). Teknik evaluasi pembelajaran. Deepublish. Sawaluddin, S.

(2018). Konsep Evaluasi Dalam Pembelajaran Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah, 3(1), 39–52.

Sax, G. (1980). Principles of Educational and Psychological Measurement and Evaluation. Belmont, California: Wadsworth. Inc.

Stufflebeam, D. L., & Shinkfield, A. J. (1985). An Analysis of Alternative Approaches to Evaluation. In D. L. Stufflebeam & A. J. Shinkfield, Systematic Evaluation (pp. 45–68). Springer Netherlands.

https://doi.org/10.1007/978-94-009-5656-8_2

Suttrisno, S., Yulia, N. M., & Fithriyah, D. N. (2022). Mengembangkan Kompetensi Guru Dalam Melaksanakan Evaluasi Pembelajaran Di Era Merdeka Belajar.

ZAHRA: Research and Tought Elementary School of Islam Journal, 3(1), 52–

60.

Syamsudduha, & Ishak, B. (2010). Evaluasi Pendidikan. Evaluasi Pendidikan.

Syarnubi, S. (2023). Hakikat Evaluasi dalam Pendidikan Islam. Jurnal PAI Raden Fatah, 5(2), 468–486.

Tayibnapis, F. Y. (2000). Evaluasi Program Jakarta. PT. Rinika Cipta.

Usman, S. (1996). Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Wati, W. C. (2022). Analisis Standar Hasil Evaluasi Melalui Proses Belajar. SOKO GURU: Jurnal Ilmu Pendidikan, 2(2), 170–176.

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan oleh semua guru, khususnya PAI telah sesuai dengan evaluasi hasil belajar yang

Dalam usaha kita untuk menganalisa masalah pendidikan sesuai dengan Sadar operasional yang telah kita uraikan diatas maka Ruang lingkup Pendidikan Islam memiliki

JADWAL PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Ruang lingkup materi yang dibahas pada makalah ini adalah pengertian fungsi, konsep fungsi, jenis-jenis fungi, dan contoh penerapan fungsi di bidang peternakan.1.

Beberapa sub bahasan yang akan diuraikan dalam pembahasan ini adalah tinjauan Pendidikan Agama Islam, materi pokok Pendidikan Agama Islam, kurikulum PAI, serta PAI Penguatan

Dokumen ini membahas tentang implementasi nilai-nilai karakter pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah dan

Makalah ini membahas tentang zakat, salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang

Dokumen ini membahas pentingnya laboratorium Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar dan mengembangkan kompetensi peserta