PENGETAHUAN, FILSAFAT, DAN HUKUM FILSAFAT MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah Studi Filsafat Hukum Islam
Oleh :
PUTRI HANDAYANI NIM. 10124032
Dosen Pengampu : Dr. ARSAL, M.Ag
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
(UIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI TAHUN 2025 M/1446 H
KATA PENGANTAR
Tiada kata terindah yang terucap selain kata syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat karunia-Nya yang tiada terkira yang memberikan nikmat sehat, waktu luang serta nikmat-nikmat yang lain yang tidak sanggup apabila kita menghitungnya. Shalawat serta Salam semoga tetap terlimpahkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kita kepada jalan yang terang benderang penuh dengan Nur Iman dan Dinnul Islam.
Bukanlah hal yang mudah bagi kami untuk menyelesaikan makalah ini ,yang berjudul : Pengetahuan, Filsafat dan Filsafat Hukum Islam Namun berkat rahmat Allah SWT dan batuan serta dorongan dari berbagai pihak akhirnya karya ilmiah ini dapat dsusun. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Selanjutnya kami juga mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada dosen pembimbing serta teman-teman sekalian yang telah membantu memberi masukan dan arahan dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Bukittinggi, 11 Maret 2025 Penulis
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...1 B. Rumusan Masalah...2 C. Tujuan Penulisan...2 BAB II PEMBAHASAN
A. Perbandingan Filsafat dengan Pengetahuan yang Mencakup
Antologis,...4 B. Perbandingan Filsafat dengan Pengetahuan yang Mencakup
Epistimologis...6 C. Perbandingan Filsafat dengan Pengetahuan yang Mencakup
Aksiologis...8 D. Metode dalam Filsafat Spekulatif, Kontemplatif, Deduktif, Dialog,
Induktif, Integral, Universal dan Heuristic...9 BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...14 B. Saran...15 DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk hidup yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Pengetahuan di peroleh dari seluruh bentuk upaya kemanusiaan, pikiran, pengalaman, panca indra, dan intuisi, untuk mengetahui suatu tanpa memperhatikan objek, cara, dan kegunaanya.1
Dalam konteks filsafat membahas masalah-masalah ontologi (tentang eksistensi), epistemologi (tentang pengetahuan), dan aksiologi (tentang nilai), yang menjadi pilar utama dalam pemahaman filsafat. Perbandingan antara filsafat dengan pengetahuan ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai bagaimana kedua bidang tersebut saling melengkapi dalam usaha manusia memahami dunia.
Filsafat, ilmu pengetahuan merupakan pilar utama dalam sejarah perkembangan pemikiran manusia yang telah berlangsung sejak zaman kuno hingga era modern. Ketiganya menawarkan cara yang berbeda dalam memahami realitas, eksistensi manusia, dan alam semesta. Filsafat memberikan landasan pemikiran kritis yang mempelajari kebenaran, pengetahuan, dan eksistensi melalui logika dan analisis rasional.2
Secara keseluruhan, filsafat berperan penting dalam memperluas cakrawala pengetahuan manusia, baik dalam aspek teoritis maupun praktis. Melalui pemahaman yang lebih dalam tentang antologi, epistimologi, dan aksiologi, serta penerapan berbagai metode filsafat, kita dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan reflektif. Ini memungkinkan kita untuk menghadapi
1 Eko Ariwidodo, Dasar-Dasar Filsafat Ilmu, (Pamekasan: Duta Media Publishing, 2018), 48
2 Peter Godfrey-Smith, Theory and Reality: An Introduction to the Philosophy of Science (Chicago: University of Chicago Press, 2020), 4–7.
tantangan kehidupan dengan pemahaman yang lebih baik dan solusi yang lebih matang, baik dalam ranah pribadi maupun sosial.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam pembahasan ini adalah 1. Bagaimanakah Perbandingan Filsafat dengan Pengetahuan yang
Mencakup Antologis ?
2. Bagaimanakah Perbandingan Filsafat dengan Pengetahuan yang Mencakup Epistimologis ?
3. Bagaimanakah Perbandingan Filsafat dengan Pengetahuan yang Mencakup Aksiologis ?
4. Bagaimanakah Metode dalam Filsafat Spekulatif, Kontemplatif, Deduktif, Dialog, Induktif, Integral, Universal dan Heuristic ?
C. Tujuan
Adapun tujuan pembahasan dalam makalah ini yaitu :
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Perbandingan Filsafat dengan Pengetahuan yang Mencakup Antologis
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Perbandingan Filsafat dengan Pengetahuan yang Mencakup Epistimologis
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Perbandingan Filsafat dengan Pengetahuan yang Mencakup Aksiologis
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Metode dalam Filsafat Spekulatif, Kontemplatif, Deduktif, Dialog, Induktif, Integral, Universal dan Heuristic
BAB II PEMBAHASAN
A. Perbandingan Filsafat dengan Pengetahuan yang Mencakup Antologi, Epistimologis, Aksiologis
Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari kebenaran secara metodis, sistematis, rasional, dan radikal melampaui kebenaran dan pertanggung jawaban yang semata-mata empiris.3 Ahmad Azhar Basyir mendefinisikan bahwa Filsafat Hukum Islam adalah pemikiran secara ilmiah, sistematis, dapat dipertanggung jawabkan, dan radikal tentang hukum Islam.4
Zainuddin Ali menjelaskan bahwa ruang lingkup kajian filsafat hukum adalah; hubungan hukum dengan kekuasaan, hubungan hukum dengan nilai nilai sosial-budaya, apa sebabnya negara berhak menghukum seseorang, kenapa orang mentaati hukum, bagaimana pertanggung jawaban hukum, hak milik, kontrak, peran hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat, hukum sebagai alat kontrol sosial, dan sejarah hukum5.
Menurut Andre, ada 2 (dua) masalah pokok yang menjadi obyek kajian filsafat hukum, yaitu; (1) berusaha menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan dimensi normatif hukum dan (2) berkaitan dengan pertanyaan yang mencoba mencari kejelasan tentang konsep dasar dalam hukum. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup filsafat hukum Islam adalah:
1. Antologi
Secara bahasa ontologi berasal dari bahasa Yunani yang asal katanya adalah “Ontos” dan “Logis”. Ontos adalah “yang ada” sedangkan Logos adalah “ilmu. Sederhananya, ontologi merupakan ilmu yang berbicara tentang yang ada. Secara istilah, ontologi adalah cabang dari ilmu filsafat yang
3 Andre Ata Ujan, Filsafat Hukum, Cet. V, (Yogyakarta: Kanisius, 2012), 19.
4 Ahmad Azhar Basyir, Filsafat Hukum Islam, Cet. III, (Yogyakarta: UII Press, 2006), 4
5 Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, Cet. I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), 24
berhubungan dengan hakikat hidup tentang suatu keberadaan yang meliputi keberadaan segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.6
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno berasal dari Yunani. Kajian tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis adalah Thales, Plato, dan Aristeles. Thales, misalnya, melalui perenungannya terhadap air yang terdapat di mana-mana, ia sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan “substansi terdalam” yang merupakan asal mula dari segala sesuatu. Yang penting itu sesungguhnya bukanlah ajarannya yang mengatakan bahwa air itulah asal mula segala sesuatu melainkan pendiriannya bahwa
“mungkin sekali segala sesuatu berasal dari satu substansi belaka.7
Menurut A.R. Lacey, ontologi diartikan sebagai bagian sentral dari metafisika. Adapun metafisika diartikan sebagai sesuatu hal yang hadir setelah fisika, atau kajian umum mengenai alam. Dalam metafisika, pada dasarnya dipersoalkan mengenai substansi atau hakikat alam semesta. Apakah alam semesta ini berhakikat monistik atau pluralistic, bersifat tetap atau berubah- ubah, dan apakah alam semesta ini merupakan kesungguhan (actual) atau berupa kemungkinan (potency).
Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan, namun tidak semua kumpulan pengetahuan dapat disebut ilmu. Untuk disebut ilmu, pengetahuan harus memenuhi dua unsur, yaitu: unsur material dan unsur formal. Unsur material berkaitan dengan objek yang dipelajari, baik yang konkret seperti: bangku, meja, dan batu maupun yang abstrak seperti: ide, gagasan, dan nilai nilai.
Unsur formal berkaitan dengan cara pandang terhadap objek material.
Menurut Harmaini, pemikiran ontologis memiliki arti penting dalam bidang pengetahuan karena menggali sifat dasar keberadaan dan realitas. Ini melibatkan penyelidikan terhadap esensi kebenaran dan keberadaan berbagai subjek pengetahuan. Ontologi memberikan kerangka untuk memahami hakikat realitas, prinsip-prinsip keberadaan, dan kebenaran mendasar yang mendasari
6 Mahfud, Mengenal Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dalam Pendidikan Islam, vol. 4, No. 1 (Cendekia: Jurnal Studi Keislaman, 2018), 84.
7 Nunu Burhanuddin, Filsafat Ilmu (Jakarta: Prenadamedia Group, 2020), 49.
berbagai bidang pengetahuan. Dengan mengeksplorasi hakikat keberadaan dan realitas, pemikiran ontologis berkontribusi pada pemahaman yang lebih mendalam tentang dunia dan subjek studi, sehingga memperkaya pencarian pengetahuan diberbagai domain.8
Cara berpikir ontologis dalam ilmu pengetahuan melibatkan pertimbangan dan refleksi mendalam mengenai hakikat dan eksistensi entitas atau objek yang dikaji oleh suatu bidang ilmu. Berpikir ontologis memungkinkan seseorang untuk menjelajahi aspek-aspek mendasar yang berkaitan dengan apa yang dapat diketahui, bagaimana pengetahuan tersebut dikonseptualisasikan, dan bagaimana hubungan antar entitas atau konsep dibentuk.
Menurut buku “Filsafat Ilmu” karya Moon Hidayati Otoluwa dan Adriansyah A. Katili, cara berpikir ontologis dalam ilmu pengetahuan berakar pada pemahaman mendasar tentang hakikat keberadaan. Ontologi menggali hakikat keberadaan dan berbagai perspektif filosofis yang muncul darinya.
Perspektif tersebut antara lain idealisme, dualisme, materialisme, skeptisisme, dan agnostisisme. Idealisme berpendapat bahwa keberadaan berasal dari gagasan, sedangkan dualisme menyatakan bahwa keberadaan terdiri dari unsur- unsur fisik dan spiritual. Materialisme, sebaliknya menekankan aspek material dan keberadaan, sedangkan skeptisisme berfokus pada keraguan dan relativitas.
Agnostisisme mengakui keterbatasan pengetahuan manusia dalam memahami hakikat keberadaan.
Pengetahuan dalam konteks antologi merujuk pada hal-hal yang dianggap ada dalam dunia ini dan bagaimana pengetahuan tersebut diorganisasikan dalam pikiran manusia. Misalnya, dalam ilmu pengetahuan alam, pengetahuan tentang benda-benda fisik dan hukum-hukum alam dipahami sebagai bagian dari realitas yang dapat dibuktikan melalui pengamatan dan eksperimen. Sebaliknya, dalam filsafat, pengetahuan juga bisa
8 Nova Liza, Zurhidayati, dan Ardimen, “Aspek Ontologis dalam Ilmu Pengetahuan,”
Jurnal On Education 6, no. No. 1 (2024), 4.
melibatkan hal-hal yang lebih abstrak dan spekulatif, seperti konsep-konsep moral atau eksistensial.
Hubungan ontologi dengan ilmu pengetahuan Landasan ontologis dalam pengembangan ilmu merupakan titik tolak penelaahan ilmu pengetahuan yang didasarkan pada sikap dan pendirian filosofis yang dimiliki oleh ilmuwan.
Pendirian tersebut dibagi menjadi dua aliran besar, yaitu: a. Materialisme adalah suatu pandangan metafisik yang menganggap bahwa tidak ada hal yang nyata selain materi. Materi adalah sesuatu hal yang dapat dilihat, diraba, berbentuk menempati ruang dan bersifat positifistik. b. Spiritualisme adalah suatu pandangan metafisika yang menganggap bahwa kenyataan yang erdalam adalah roh yang mengisi dan mendasari seluruh alam dan bersifat kerohanian.9 2. Epistimologis
Secara etimologi, epistemologi berasal dari kata Yunani episteme dan logo. Episteme berarti pengetahuan, sedangkan logo maksudnya teori, uraian atau alasan. Jadi epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan. Dengan demikian, epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode, dan validitas pengetahuan. Epistemologi pada hakikatnya membahas tentang filsafat ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan asal-usul (sumber) pengetahuan, bagaimana memperoleh pengetahuan tersebut (metodologi) dan kesahihan (validitas) pengetahuan tersebut.10
Menurut Harold Titus, dkk., epistemologi adalah cabang filsafat yang mencoba menjawab 3 (tiga) pertanyaan utama. (1) apakah sumber pengetahuan itu; (2) bagaimana cara kita mendapatkannya; dan (3) apakah pengetahuan kita itu benar? Bagaimana kita membedakan pengetahuan yang benar dengan yang salah?.11
Epistemologi juga disebut logika, yaitu ilmu tentang pikiran, akan tetapi logika dibedakan menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor. Logika minor mempelajari struktur berpikir dan dalil-dalilnya, seperti silogisme.
9 Nyai Sumiten, Filsafat & Pemikiran Kaum Milenial, (Jakarta, 2020), 11
10 Bakhtiyar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2008), 20.
11 Harold Titus, dkk., Persoalan-persoalan Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), 188.
Logika mayor mempelajari hal pengetahuan, kebenaran, dan kepastian yang sama dengan lingkup epistemologi. Epistemologi juga dikaitkan bahkan disamakan dengan suatu disiplin yang disebut Critica yaitu pengetahuan sistematik mengenai kriteria dan patokan untuk menentukan pengetahuan yang benar dan yang tidak benar. Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”, yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.12
Jika kata epistemologi dipadukan dengan kata hukum Islam, maka yang dimaksud dengan epistemologi hukum Islam adalah teori pengetahuan yang berbicara tentang sumber, metode, apa aktivitas yang dilakukan untuk menemukan hokum dan siapa yang memenuhi kualifikasi untuk melakukan aktivitas tersebut, serta apa ukuran kebenaran/ validitas hukum Islam.
Berdasarkan definisi ini, maka epistemologi hukum Islam akan mengkaji tentang :
a. dimana hukum itu ditemukan, dengan demikian akan menjelaskan tentang sumber hukum Islam
b. bagaimana metode atau cara menemukan hukum, akan mengupas tentang metode istinbat hukum
c. apa aktivitas yang dilakukan dan siapa yang memenuhi kualifikasi untuk melakukan aktivitas penemuan hukum tersebut. Hal ini membimbing kita untuk membicarakan soal ijtihad dan mujtahid d. apa ukuran kebenaran dari temuan hukum yang dilakukan oleh
mujtahid melalui metode dan aktivitas ijtihad yang dilakukannya.
Pengetahuan dalam pengertian epistemologi, berhubungan dengan bagaimana kita memperoleh informasi atau kesadaran tentang dunia di sekitar kita. Epistemologi menjelaskan proses-proses dan metode yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan, seperti indra, logika, rasio, dan pengalaman.
12 Surajiyo, Ilmu Filsafat suatu Pengantar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), 25.
Pengetahuan dalam hal ini tidak hanya tentang fakta yang benar, tetapi juga melibatkan validitas dan akurasi informasi yang diterima.
3. Aksiologis
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu: axios yang berarti nilai. Sedangkan logos berarti teori/ ilmu. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.suriasumantri mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilali merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. Sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga yang diidamkan oleh setiap insan.13 Teori ini berkembang sejak zaman plato dalam pembicaraan ide. Permasalahan aksiologi ini meliputi sifat nilau, tipe nilai, kriteria nilai dan metafisika nilai.
Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value and voluation, yang bentuknya terdiri dari: (1) nilai yang digunakan sebagai kata benda abstrak yang secara sempit berarti baik, bagus, atau menarik. Sedangkan secara luas berarti segala bentuk kewajiban, kebenaran, dan kesucian serta merupakan bagian dari etika; (2) nilai sebagai kata benda konret dan sering dipakai untuk menunjukkan kepada sesuatu yang bernilai; (3) nilai sebagai kata kerja yang bermakna memberi nilai, ekspresi menilai, dan mengevaluasi
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu.
Aksiologi membahas tentang mengapa dan untuk apa ilmu pengetahuan itu.
Apakah ilmu pengetahuan itu mempunyai nilai yang berguna bagi manusia.
Aksiologi menitikberatkan pada cara sain menyelesaikan masalah yang dihadapi manusia. Dalam perkembangan berikutnya kajian filsafat yang membahasa tentang aksiologi ini melahirkan dua cabang filsafat yang kelak akan menjadi
13 Agus Hermawan, Pengantar Filsafat Ilmu, (An-Nur Kudus: Jawa Tengah, 2012), 39
Salah satu cabang induk suatu pengetahuan; etika dan estetika. Karena bagaimanapun juga manusia tidak hanya dituntut untuk bertindak dan berperilaku saja, tetapi nilai perilakunya seorang manusia itu memiliki nilai daya guna atau sebailinya merugikan orang lain. Kemudian dikembangkan kajian ini menjadi kajian etika dan estetika dalam ilmu pengetahuan manusia hingga kini. Nilai etika dan estika sangat fundamental di dalam penyebaran ilmu karena kedua nilai tersebut yang akan menentukan suatu ilmu dapat diterima oleh orang lain atau tidak. Oleh sebab itu, ilmu dalam proses penyebarannya harus selalu menyesuaian terhadap kedua nilai tersebut.
Pengetahuan dalam kaitannya dengan aksiologi, mencakup pengetahuan tentang nilai-nilai tersebut. Pengetahuan moral dan etika adalah contoh dari pengetahuan yang bersifat aksiologis, di mana individu mengembangkan pemahaman tentang apa yang dianggap benar atau salah, baik atau buruk, dan bagaimana nilai-nilai tersebut mempengaruhi kehidupan sosial dan pribadi.
Aksiologi berperan penting dalam pembentukan pandangan hidup, sistem etika, dan hukum yang berlaku dalam masyarakat.
B. Metode dalam Filsafat Spekulatif, Kontemplatif, Deduktif, Dialog, Induktif, Integral, Universal dan Heuristic
1. Metode dalam Filsafat Spekulatif
Metode spekulatif adalah pendekatan yang menekankan pada pemikiran abstrak dan refleksi mendalam. Dalam metode ini, filsafat berusaha untuk memahami realitas melalui pemikiran yang tidak terikat pada pengalaman empiris. Metode ini sering digunakan dalam tradisi filsafat idealisme, di mana pemikiran dan ide dianggap sebagai dasar dari kenyataan. Contoh tokoh yang menggunakan metode ini adalah Hegel, yang mengembangkan sistem pemikiran yang kompleks melalui dialektika.
Filsafat spekulatif tergolong filsafat tradisional. Dalam hal ini filsafat dianggap sebagai sesuatu bangunan pengetahuan (body of knowledge). Filsafat Yunani kuno, seperti filsafat Socrates, Plato, Aristoteles, dan filsafat lainnya, dapat dijadikan paradigma bagi seluruh filsafat spekulatif. Filsafat spekulaitf
merenungkan secara rasional spekulatif seluruh persoalan manusia dalam hubungannya dengan segala yang ada pada jagat raya ini. Filsafat berusaha untuk menjawab suluruh pertanyaan yang berkaitan dengan manusia : eksisitensinya, fitrahnya di alam semesta ini, dan hubungannya dengan kekuatan-kekuatan supernatural.
Filsafat spekulatif memiliki rasa kebebasan untuk membicarakan apa saja yang ia sukai. Mereka berasumsi bahwa manusia memiliki kekuatan intelektual yang sangat tinggi, sehingga Aritoteles sendiri mengemukakan bahwa manusia merupakan : animal rationale. Dengan penalaran intelektualnya, mereka berusha membangun pemikiran tentang manusia dan masyarakat.14
2. Metode Kontemplatif
Metode kontemplatif fokus pada pengamatan dan refleksi mendalam terhadap pengalaman subyektif. Dalam metode ini, individu berusaha untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang diri mereka dan dunia di sekitar mereka melalui meditasi dan introspeksi. Metode ini sering ditemukan dalam tradisi filsafat Timur, seperti dalam ajaran Zen dan Taoisme, di mana pencarian kebijaksanaan dilakukan melalui pengalaman langsung dan kesadaran.
Metode kontemplatif menjelaskan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan sehingga objek yang dihasilkanpun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan satu kemampuan akal yang disebut intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi dapat diperoleh dengan cara berkontemplasi.15
14 Samsul, “Metode Filsafat”, : http://marskrip.blogspot.co.id/2009/12/pengertian- filsafat.html, 28 okt 2015, 33.
15 A. Susanto, Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis Epistimologi dan Aksiologis, (Jakarta: Bumi Aksara, tth) Cetakan kedua , 105
3. Metode dalam Filsafat Deduktif
Metode deduktif adalah pendekatan logistik yang dimulai dari premis umum untuk mencapai kesimpulan yang spesifik. Dalam metode ini, jika premis-premis yang disampaikan benar, maka kesimpulan yang dihasilkan juga harus benar. Metode ini sering digunakan dalam filsafat analitik, di mana argumen-argumen dibangun secara sistematis. Contoh penggunaan metode deduktif dapat ditemukan dalam karya Aristoteles, yang mengembangkan silogisme sebagai alat untuk menarik kesimpulan.
Metode deduktif berarti penalaran dari suatu kebenaran umum kesuatu ha yang khusus. Metode ini digunakan dalam filsafat, karena pada dasarnya filsafat itu bersifat rasional-logis dan lebih banyak berangkat dari kebenaran- kebenaran yang bersifat umum.16
Metode deksutif yaitu suatu metode yang menyimpulkan bahwa data- data empiris diolah lebih lanjut dalam suatu system pernyataan yang runtut.
Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah ada perbandingan dengan teori-teori lain da nada pengujian teori dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari kesimpulan tersebut.
4. Metode dalam Filsafat Dialog
Metode dialog adalah pendekatan yang menekankan pada interaksi dan diskusi antar individu. Dalam metode ini, pemikiran dan argumen diuji melalui percakapan, di mana setiap pihak dapat mengemukakan pandangan mereka.
Metode ini sangat terkenal dalam tradisi Socratic, di mana Socrates menggunakan dialog untuk menggali pemahaman dan mendorong pemikiran kritis. Metode dialog memungkinkan adanya pertukaran ide yang konstruktif dan dapat menghasilkan pemahaman yang lebih dalam.
16 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 2000), 149.
5. Metode dalam Filsafat Induktif
Metode induktif adalah suatu metode yang menyampaikan pertanyaan- pertanyaan hasil observasi dan disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Bertolak dari pernyataan pernyataan tunggal sampai pernyataan universal. Metode induktif juga dapat disebut pendekatan yang dimulai dari pengamatan spesifik untuk mencapai generalisasi atau kesimpulan umum.
Dalam metode ini, filsafat mengumpulkan data dan pengalaman untuk membangun teori atau prinsip yang lebih luas. Metode ini sering digunakan dalam filsafat empiris, dalam mana pengalaman dan observasi dianggap sebagai sumber pengetahuan. Tokoh seperti David Hume menggunakan metode induktif untuk mengembangkan pandangan tentang sebab-akibat.
6. Metode dalam Filsafat Integral
Metode integral berusaha menggabungkan berbagai pendekatan dan perspektif dalam memahami realitas. Metode ini mengakui kompleksitas kehidupan dan berusaha menciptakan sintesis antara berbagai disiplin ilmu dan tradisi pemikiran. Dalam konteks filsafat, metode integral dapat dilihat dalam karya-karya seperti yang dilakukan oleh Ken Wilber, yang mengintegrasikan psikologi, spiritualitas, dan ilmu pengetahuan.
7. Metode dalam Filsafat Universal
Metode universal berfokus pada pencarian prinsip-prinsip yang berlaku secara umum di seluruh konteks dan budaya. Metode ini berusaha untuk menemukan kebenaran yang bersifat universal, yang dapat diterima oleh semua orang tanpa melihat latar belakang. Dalam filsafat moral, misalnya, Immanuel Kant menggunakan pendekatan ini untuk mengembangkan prinsip moral yang dapat diterima secara universal.
8. Metode dalam Filsafat Heuristic
Metode heuristik adalah pendekatan untuk memecahkan masalah atau menemukan pengetahuan baru melalui pendekatan yang lebih fleksibel dan eksperimental. Dalam filsafat, heuristik sering digunakan untuk mendorong pencarian wawasan atau solusi melalui pemikiran kreatif, pengalaman, dan pembelajaran melalui proses trial and error.
Contoh: Heuristik dapat digunakan dalam eksperimen pemikiran (thought experiments) untuk mengeksplorasi konsep-konsep filosofis yang sulit dipahami, seperti dalam eksperimen pemikiran yang digunakan oleh René Descartes atau David Hume.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai perbandingan filsafat dengan pengetahuan yang mencakup antologi, epistimologi, dan aksiologi, dapat disimpulkan bahwa filsafat tidak hanya berperan sebagai landasan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga memberikan kerangka untuk pemahaman yang lebih mendalam tentang hakikat eksistensi, pengetahuan, dan nilai-nilai dalam kehidupan manusia. Ontologi membantu kita memahami realitas yang ada, epistemologi mengajarkan kita cara memperoleh pengetahuan yang valid, dan aksiologi memberikan dasar bagi penilaian dan pengambilan keputusan yang etis. Dengan demikian, filsafat dan pengetahuan saling terkait dan tidak dapat dipisahkan dalam pencarian makna dan kebenaran.
Metode-metode yang digunakan dalam filsafat, seperti metode spekulatif, kontemplatif, deduktif, induktif, dialog, integral, universal, dan heuristik, menunjukkan bahwa filsafat memiliki berbagai pendekatan untuk menggali pengetahuan. Setiap metode ini memiliki kekuatan dan kegunaan tertentu sesuai dengan tujuan dan konteks yang ingin dicapai. Metode spekulatif dan kontemplatif mengarah pada pemahaman melalui refleksi mendalam dan imajinasi, sementara metode deduktif dan induktif memberikan kerangka sistematis untuk menarik kesimpulan yang logis. Metode dialog memungkinkan terjadinya pertukaran ide yang produktif, sedangkan metode integral dan universal memperkenalkan pandangan yang holistik terhadap dunia.
Secara keseluruhan, filsafat berperan penting dalam memperluas cakrawala pengetahuan manusia, baik dalam aspek teoritis maupun praktis.
Melalui pemahaman yang lebih dalam tentang antologi, epistimologi, dan aksiologi, serta penerapan berbagai metode filsafat, kita dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan reflektif. Ini memungkinkan kita untuk menghadapi tantangan kehidupan dengan pemahaman yang lebih baik dan solusi yang lebih matang, baik dalam ranah pribadi maupun sosial.
B. Saran
Makalah ini memberikan gambaran umum mengenai perbandingan filsafat dengan pengetahuan, serta berbagai metode filsafat. Namun, penjelasan yang diberikan terasa masih terlalu luas dan kurang mendalam pada beberapa aspek penting. Misalnya, dalam menjelaskan perbedaan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi, sebaiknya disertakan penjelasan lebih terperinci tentang bagaimana masing-masing cabang tersebut berinteraksi dalam konteks pemikiran filsafat.
Pembahasan lebih mendalam mengenai tokoh atau aliran filsafat yang mengembangkan pemikiran-pemikiran tersebut juga akan memperkaya makalah.
DAFTAR PUSTKA
Ariwidodo, Eko. 2018. Dasar-Dasar Filsafat Ilmu. Pamekasan: Duta Media Publishing
A. Susanto Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis Epistimologi dan Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara
Ali, Zainuddin. 2006. Filsafat Hukum, Cet. I. Jakarta: Sinar Grafika Bagus, Lorens. 2000. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia
Basyir, Ahmad Azhar. 2006. Filsafat Hukum Islam, Cet. III. Yogyakarta: UII Press
Burhanuddin, Nunu. 2020. Filsafat Ilmu. Jakarta: Prenadamedia Group Bakhtiyar. 2008. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Hermawan, Agus. 2012. Pengantar Filsafat Ilmu. An-Nur Kudus: Jawa Tengah Liza, Nova. Zurhidayati, dan Ardimen. 2024. “Aspek Ontologis dalam Ilmu
Pengetahuan,
Mahfud.2018. Mengenal Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dalam Pendidikan Islam. Cendekia: Jurnal Studi Keislaman.
Nyai Sumiten .2020. Filsafat & Pemikiran Kaum Milenial. Jakarta Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara
Samsul. 2015 “ Metode Filsafat”, : http:// marskrip.blogspot.co.id/2009/
12/pengertian-filsafat.html
Smith, Peter Godfrey 2020. Theory and Reality: An Introduction to the Philosophy of Science. Chicago: University of Chicago Press
Titus, Harold dkk.1984. Persoalan-persoalan Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang Ujan, Andre Ata. 2012. Filsafat Hukum. Yogyakarta: Kanisius