MAKALAH MATA KULIAH HUKUM PERJANJIAN
Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Bernama: Batasan dan Penerapan Waiver atas Ketentuan Pasal 1266 KUHPerdata
Yuan Surya Adi Prabowo Hukum Perjanjian (H)
11000123120010
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2025
A. Pendahuluan
Perjanjian merupakan instrumen fundamental dalam menciptakan hubungan hukum perdata antara subjek hukum. Dalam sistem hukum perdata Indonesia yang mengadopsi asas- asas dari Burgerlijk Wetboek (BW), asas kebebasan berkontrak merupakan prinsip utama yang mengatur hubungan perjanjian, sebagaimana termuat dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Asas ini memberikan kewenangan kepada para pihak untuk secara bebas menentukan isi, bentuk, dan syarat-syarat perjanjian selama tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Namun demikian, kebebasan ini tidak bersifat mutlak. Salah satu permasalahan penting yang kerap muncul dalam praktik kontraktual, khususnya dalam perjanjian bernama, adalah sejauh mana para pihak dapat menyimpangi atau bahkan mengesampingkan ketentuan hukum yang bersifat mengatur (aanvullend recht), seperti yang terdapat dalam Pasal 1266 KUH Perdata. Pasal ini mengatur bahwa syarat batalnya suatu perjanjian karena wanprestasi harus ditetapkan terlebih dahulu melalui putusan hakim, kecuali apabila telah diperjanjikan secara tegas bahwa pembatalan dapat dilakukan tanpa perantaraan pengadilan.
Dalam praktik bisnis modern, sering ditemukan adanya klausul waiver yang secara eksplisit meniadakan penerapan Pasal 1266 KUH Perdata dengan menyatakan bahwa pembatalan dapat dilakukan secara sepihak oleh salah satu pihak tanpa perlu menempuh jalur peradilan. Klausul seperti ini menimbulkan dilema yuridis: di satu sisi merupakan pengejawantahan asas kebebasan berkontrak, namun di sisi lain dapat berpotensi melanggar prinsip keseimbangan, keadilan, dan perlindungan terhadap pihak yang lebih lemah.
Atas dasar tersebut, penting untuk mengkaji bagaimana batasan penerapan asas kebebasan berkontrak terhadap ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata, khususnya dalam konteks perjanjian bernama, serta menelaah keabsahan dan dampak yuridis dari klausul waiver yang mengesampingkan kewajiban untuk menempuh pembatalan melalui pengadilan. Makalah ini akan menelaah secara sistematis kerangka normatif, yurisprudensi, serta pandangan akademik terhadap praktik pengesampingan ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata dalam rangka menjamin keseimbangan dan keadilan dalam hubungan kontraktual.
B. Latar Belakang Masalah
Dalam sistem hukum perdata Indonesia, perjanjian memiliki kedudukan yang sangat penting sebagai dasar timbulnya hubungan hukum antara para pihak. Salah satu prinsip
fundamental yang menjadi asas utama dalam hukum perjanjian adalah asas kebebasan berkontrak, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Asas ini memberikan kewenangan bagi para pihak untuk secara bebas menentukan isi, bentuk, syarat, dan mekanisme pelaksanaan perjanjian, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Namun, kebebasan tersebut tidak bersifat mutlak. Dalam praktiknya, perjanjian—terutama perjanjian bernama seperti jual beli, sewa menyewa, atau pinjam pakai—kerap kali melibatkan penggunaan berbagai klausul baku yang dapat menimbulkan ketidakseimbangan posisi tawar. Salah satu isu yang sering muncul adalah adanya klausul waiver terhadap ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata, yang mengatur bahwa syarat batalnya suatu perjanjian akibat wanprestasi hanya dapat diberlakukan melalui putusan pengadilan, kecuali jika diperjanjikan sebaliknya oleh para pihak.
Dalam konteks ini, para pihak seringkali menyisipkan klausul bahwa pembatalan perjanjian dapat dilakukan sepihak, tanpa perlu terlebih dahulu memperoleh putusan dari pengadilan. Klausul semacam ini, yang bertujuan untuk memberikan efisiensi dan kepastian dalam pelaksanaan kontrak, pada dasarnya merupakan pengejawantahan dari asas kebebasan berkontrak. Akan tetapi, pada sisi lain, pengesampingan Pasal 1266 melalui waiver clause juga menimbulkan pertanyaan serius terkait perlindungan hukum, asas keseimbangan kontraktual, dan jaminan terhadap hak-hak pihak yang lebih lemah dalam perjanjian.
Masalah menjadi lebih kompleks ketika waiver tersebut diberlakukan dalam kondisi yang tidak imbang secara ekonomis maupun yuridis antara para pihak, seperti pada perjanjian antara konsumen dan pelaku usaha, atau antara debitur dan kreditur dalam perjanjian kredit. Apakah pengesampingan Pasal 1266 KUH Perdata tersebut sah dan dapat diberlakukan secara mutlak, ataukah terdapat batasan yang harus dipatuhi berdasarkan prinsip-prinsip hukum kontrak Indonesia?Oleh karena itu, penting untuk dilakukan kajian mendalam mengenai sejauh mana asas kebebasan berkontrak dapat digunakan untuk mengesampingkan ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata, serta bagaimana batasan dan implikasi yuridis dari penerapan klausul waiver tersebut dalam perjanjian bernama. Penelitian ini menjadi penting dalam rangka menyeimbangkan antara prinsip efisiensi kontraktual dan perlindungan hukum yang adil bagi para pihak.
C. Rumusan Permasalahan
1. Bagaimana kedudukan asas kebebasan berkontrak dalam sistem hukum perjanjian Indonesia, khususnya dalam perjanjian bernama?
2. Apa makna dan fungsi hukum dari Pasal 1266 KUH Perdata terkait pembatalan perjanjian akibat wanprestasi?
3. Apakah klausul waiver terhadap penerapan Pasal 1266 KUH Perdata sah secara hukum dalam perjanjian bernama?
4. Apa saja batasan yuridis terhadap penerapan asas kebebasan berkontrak ketika dikaitkan dengan klausul pembatalan tanpa perantaraan pengadilan?
5. Bagaimana implikasi hukum dan perlindungan terhadap para pihak apabila Pasal 1266 KUH Perdata dikesampingkan melalui waiver clause dalam kontrak?
D. Pembahasan
1. Kedudukan Asas Kebebasan Berkontrak dalam Hukum Perjanjian, Khususnya dalam Perjanjian Bernama
Asas kebebasan berkontrak sebagaimana tertuang dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menegaskan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi para pihak yang membuatnya. Asas ini menempatkan posisi kehendak bebas para pihak sebagai pusat dalam membentuk perjanjian, termasuk dalam perjanjian bernama seperti jual beli, sewa menyewa, pinjam pakai, dan lainnya.
Walaupun perjanjian bernama telah memiliki bentuk dan substansi hukum yang ditetapkan dalam KUH Perdata, asas kebebasan berkontrak tetap mengizinkan para pihak untuk menambahkan atau memodifikasi ketentuan dalam perjanjian tersebut sesuai kebutuhan, selama tidak bertentangan dengan norma hukum yang bersifat imperatif. Namun demikian, menurut Khairandy, kebebasan berkontrak harus diiringi dengan itikad baik dan dimaknai secara positif dan negatif: positif dalam arti bebas menentukan isi kontrak, dan negatif dalam arti bebas dari pemaksaan selama kontrak tidak melarangnya.
Dalam konteks modern, sebagaimana dikemukakan oleh Pramestie dan Wiwoho (2017), kebebasan berkontrak dalam praktik sering diselewengkan menjadi alat dominasi oleh pihak yang lebih kuat, terutama dalam perjanjian baku (standard contract), yang minim negosiasi dan menimbulkan “take it or leave it” situation.
2. Makna dan Fungsi Pasal 1266 KUH Perdata
Pasal 1266 KUH Perdata mengatur bahwa suatu perjanjian tidak dapat dibatalkan sepihak apabila terjadi wanprestasi, kecuali jika sebelumnya telah diperjanjikan secara tegas bahwa pembatalan dapat dilakukan tanpa campur tangan pengadilan. Ketentuan ini bertujuan
memberikan perlindungan terhadap pemutusan hubungan hukum secara sepihak yang sewenang-wenang, dan menjamin proses yang adil.
Fungsi utama Pasal 1266 KUH Perdata adalah:
Menjaga keadilan dan keseimbangan dalam relasi kontraktual;
Memberikan mekanisme kontrol yudisial terhadap pembatalan perjanjian;
Mencegah pihak yang dominan untuk bertindak sepihak tanpa proses hukum.
Namun, dalam praktiknya banyak pihak mengesampingkan pasal ini melalui klausul waiver, dengan tujuan mempercepat pelaksanaan hak—khususnya dalam perjanjian pembiayaan, sewa guna usaha, dan kredit. Dalam jurnal Putri dan Badriyah (2022), ditegaskan bahwa meskipun klausul semacam itu lazim, pelaksanaannya tetap harus diuji berdasarkan prinsip wanprestasi dan tidak bisa dilakukan tanpa itikad baik serta kesepakatan bersama.
3. Keabsahan Klausul Waiver terhadap Pasal 1266 dalam Perjanjian Bernama
Klausul waiver terhadap Pasal 1266 pada dasarnya sah secara hukum karena Pasal tersebut merupakan hukum pelengkap (aanvullend recht) yang dapat dikesampingkan oleh para pihak.
Namun, keabsahan tersebut hanya dapat diterima jika:
Klausul dibuat secara tegas dan tertulis;
Disepakati secara sukarela oleh kedua belah pihak;
Tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan asas keadilan.
Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019, ditekankan bahwa eksekusi objek jaminan hanya sah jika terjadi kesepakatan wanprestasi dan pernyataan sukarela dari debitur. Jika tidak terpenuhi, tindakan eksekusi sepihak bisa dianggap sebagai perbuatan melawan hukum.
Pandangan ini senada dengan pendapat Agus Yudha Hernoko bahwa perjanjian tidak boleh hanya dinilai dari bentuk formalnya, melainkan dari substansi keadilan dan kesetaraan isi kontrak, terutama dalam kontrak yang mengandung waiver atau eksonerasi clause.
4. Batasan Yuridis terhadap Kebebasan Berkontrak dan Pembatalan Tanpa Perantaraan Pengadilan
Meskipun kebebasan berkontrak memberi keleluasaan, asas ini tetap dibatasi oleh:
Asas keseimbangan kontraktual;
Perlindungan terhadap pihak lemah;
Asas keadilan substantif;
Itikad baik (good faith) dalam perundingan dan pelaksanaan kontrak.
Dalam jurnal oleh Mulyati (2016), dijelaskan bahwa ketidakseimbangan posisi tawar dapat mengarah pada kontrak yang tidak adil, terutama dalam perjanjian kredit perbankan yang secara struktural merugikan nasabah. Oleh karena itu, klausul yang mengesampingkan perlindungan hukum atau mekanisme keadilan (seperti Pasal 1266) tidak dapat dibenarkan jika bertentangan dengan prinsip proporsionalitas dan keadilan.
Sutan Remy Sjahdeini (1993) juga mengingatkan bahwa kebebasan berkontrak dalam praktik harus selalu dikawal dengan perlindungan hukum yang seimbang agar tidak menimbulkan pemaksaan terselubung melalui kontrak baku.
5. Implikasi Hukum dan Perlindungan Jika Pasal 1266 Dikesampingkan Melalui Waiver Clause
Penerapan klausul waiver terhadap Pasal 1266 membawa implikasi hukum yang serius, terutama jika dilakukan tanpa kontrol hukum
Implikasi terhadap kepastian hukum: Ketentuan wanprestasi yang ditentukan sepihak cenderung menciptakan ketidakpastian dan membuka peluang penyalahgunaan.
Risiko PMH: Pemutusan perjanjian sepihak tanpa dasar yang jelas atau tanpa proses pengadilan dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum.
Penurunan perlindungan terhadap pihak lemah: Debitur, konsumen, atau pihak yang secara ekonomi lemah bisa kehilangan hak perlindungan hukum.
Potensi putusan pengadilan batal: Jika klausul pembatalan sepihak tidak memenuhi prinsip wanprestasi atau tidak sesuai dengan Pasal 1266, eksekusi kontrak dapat ditolak pengadilan.
Menurut Sinaga dan Zaluchu (2018), dalam perjanjian komersial modern, asas keseimbangan merupakan alat kontrol terhadap implementasi kebebasan berkontrak yang eksesif, termasuk dalam klausul pemutusan sepihak dan waiver.
E. Penutup
Pembahasan ini menegaskan bahwa klausul waiver terhadap Pasal 1266 KUH Perdata memang dimungkinkan secara hukum, tetapi tidak boleh mengesampingkan asas keadilan, keseimbangan, dan perlindungan terhadap pihak lemah. Penilaian atas sah tidaknya klausul tersebut harus dilakukan secara menyeluruh, mencakup isi kontrak, posisi tawar para pihak, dan konteks sosial ekonomi. Dengan demikian, asas kebebasan berkontrak yang dilaksanakan secara bertanggung jawab akan mendukung tegaknya kepastian hukum dan keadilan kontraktual.
F. Daftar Pustaka
Putri, Nabila Ananda & Badriyah, Siti Malikhatun. (2022). Kajian Yuridis atas Terjadinya Wanprestasi pada Perjanjian Kredit yang Dijaminkan dengan Fidusia (Berdasarkan Putusan Nomor 19/Pdt.G/2021/PN Jpa Pengadilan Negeri Jepara).
Semarang Law Review (SLR), Vol. 3 No. 2.
Kurniawan, Deni Hendri & Badriyah, Siti Malikhatun. (2024). Kesepakatan Wanprestasi dan Pernyataan Sukarela dalam Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019
terhadap Kekuatan Eksekusi Jaminan Fidusia. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, Vol. 24 No. 2, hlm. 1137–1144.
Prasnowo, Aryo Dwi & Badriyah, Siti Malikhatun. (2019). Implementasi Asas
Keseimbangan Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Baku. Jurnal Magister Hukum Udayana, Vol. 8 No. 1, hlm. 61–75.
Hernoko, Agus Yudha. (2010). Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Khairandy, Rahmat. (2013). Pembatasan Kebebasan Berkontrak dalam Hukum Perjanjian Indonesia. Yogyakarta: FH UII Press.
Pramestie, Karina & Wiwoho, Lukman. (2017). Perlindungan terhadap Konsumen dalam Kontrak Baku: Analisis Asas Keseimbangan dalam Kontrak Perdata. Jurnal Hukum Universitas Brawijaya, Vol. 32 No. 1.
Mulyati, Sri. (2016). Asas Keseimbangan dalam Kontrak Standard dan Perlindungan Konsumen. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 13 No. 4.
Sjahdeini, Sutan Remy. (1993). Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian. Jakarta: Institut Bankir Indonesia.
Sinaga, Martin & Zaluchu, Devina. (2018). Penerapan Asas Keseimbangan dalam Perjanjian Kredit Perbankan. Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 48 No. 1.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 tentang pengujian konstitusionalitas Pasal 15 ayat (2) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), khususnya Pasal 1266, 1267, 1320, 1338, dan 1238.
LAMPIRAN
BUKTI (SCREENSHOT) JUDUL DAN LINK VIDEO
Siti Malikhatun Badriyah. (2021, 9 Februari).
Kuliah Hukum Perjanjian Part 1 [Video]. Youtube.
https://youtu.be/MF7HNkDU9lI?
si=XcNyNbKGqjVMtQkK
Siti Malikhatun Badriyah. (2021, 12 Februari).
Kuliah Hukum Perjanjian Part 2: Jenis-jenis Perjanjian [Video]. Youtube.
https://youtu.be/Y9aneHT10fs?
si=vUSfDtpY1fCcIKt8
Siti Malikhatun Badriyah. (2021, 13 Februari).
Kuliah Hukum Perjanjian Part 3: Berlakunya Perjanjian [Video]. Youtube.
https://youtu.be/okjyR_iNF80?
si=kw8UHG1qzqJbcS3C
Siti Malikhatun Badriyah. (2021, 14 Februari).
Kuliah Hukum Perjanjian Part 4: Subjek Perjanjian [Video]. Youtube.
https://youtu.be/aPPQMt0azbQ?
si=WIxpEHQzXY8re9KJ
Siti Malikhatun Badriyah. (2021, 15 Februari).
Kuliah Hukum Perjanjian Part 5: Objek Perjanjian [Video]. Youtube. https://youtu.be/RjzuuSZ0zvk?
si=kFluTzAfbxEuUNs-
Siti Malikhatun Badriyah. (2021, 16 Februari).
Kuliah Hukum Perjanjian Part 6: Wanprestasi &
Overmacht [Video]. Youtube.
https://www.youtube.com/watch?
v=MN3EPnpUcy4
Siti Malikhatun Badriyah. (2021, 17 Februari).
Kuliah Hukum Perjanjian Part 7: Unsur-Unsur &
Syarat Sahnya Perjanjian [Video]. Youtube.
https://www.youtube.com/watch?v=kork-LngCCU
Siti Malikhatun Badriyah. (2021, 19 Februari).
Kuliah Hukum Perjanjian Part 8: Persesuaian Kehendak atau Kesepakatan [Video]. Youtube.
https://youtu.be/Tg0rUHcoc34?si=2u- eCllVSVS9nrYc
Siti Malikhatun Badriyah. (2021, 21 Februari).
Kuliah Hukum Perjanjian Part 9: Syarat Objektif Perjanjian [Video]. Youtube.
https://youtu.be/Uw9uUpZmnV8?
si=DewXgVGNDHEgazQ0
Siti Malikhatun Badriyah. (2021, 22 Februari).
Kuliah Hukum Perjanjian Part 10: Asas-Asas Hukum Perjanjian [Video]. Youtube.
https://www.youtube.com/watch?
v=K2vD6jRQFBA
Siti Malikhatun Badriyah. (2021, 23 Februari).
Kuliah Hukum Perjanjian Part 11: Akibat Perjanjian [Video]. Youtube.
https://youtu.be/GQ3NdKrMCG4?
si=394mHUPa_SevQ-oc
Siti Malikhatun Badriyah. (2021, 25 Februari).
Kuliah Hukum Perjanjian: Actio Pauliana [Video].
Youtube. https://youtu.be/_DmCd9OUVmM?
si=lBirwfyaEMELd5V6
Siti Malikhatun Badriyah. (2021, 4 Maret). Kuliah Hukum Perjanjian: Perjanjian Terulis [Video].
Youtube. https://youtu.be/hpRGWkynvoE?
si=UfyUHQamXdXhSWdl
Siti Malikhatun Badriyah. (2021, 7 Maret). Kuliah Hukum Perjanjian: Perjanjian Bernama VS Perjanjian Tidak Bernama [Video]. Youtube.
https://www.youtube.com/watch?
v=3qOFz65u_Hg
Siti Malikhatun Badriyah. (2021, 14 April).
Hukum Perjanjian: Perjanjian Leasing [Video].
Youtube. https://www.youtube.com/watch?
v=3qOFz65u_Hg
Siti Malikhatun Badriyah. (2021, 16 April).
Hukum Perjanjian: Perjanjian Leasing part 2 [Video]. Youtube. https://youtu.be/nsTiQzgHT6Y?
si=5JwkB3kU377d55S1
Siti Malikhatun Badriyah. (2021, 17 April).
Hukum Perjanjian: Perjanjian Baku [Video].
Youtube. https://youtu.be/aq_SNGvnlI0?
si=DGNDwkPHlvDLXzd1
Siti Malikhatun Badriyah. (2021, 9 Mei). Faktor yang Menentukan Pelaksanaan Kontrak [Video].
Youtube. https://youtu.be/oNHhAvHFoS0?
si=Eh3lVWC7JXMpggsv
Siti Malikhatun Badriyah. (2021, 10 Mei).
Penafsiran Perjanjian atau Interprestasi Perjanjian [Video]. Youtube. https://youtu.be/HHJgza3uV3k?
si=udIHrJg_yzw1-Q0i
Siti Malikhatun Badriyah. (2022, 6 Juni). Kuliah Hukum Perjanjian Bernama I: Pengantar [Video].
Youtube. https://www.youtube.com/watch?
v=jOdFc2eBApQ