1 MAKALAH SILOGISME
Disusun sebagai tugas matakuliah Filsafat Ilmu
Oleh:
Lisna Apriani NPM: 1984202002
Dosen Pengampu : Khilmi Zuhroni, M. Pd
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) MUHAMMADIYAH SAMPIT
TAHUN 2020
2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Sejak manusia dilahirkan pada dasarnya sudah sepantasnya dilatih berpikir dengan jelas, tajam dan terumusannya, hal itu juga supaya lebih tangkas dan kreatif. Dengan demikian kita sebagai generasi penerus bangsa perlu belajar befikir tertib, jelas, serta tajam. Hal yang sangat penting juga adalah belajar membuat dedukasi yang berani dengan salah satu cara untuk melahirkannya adalah silogisme. Hal yang diperlukan karena mengerjarkan kita dapat melihat konsekwensi dari suatu pendirian atau pertanyaan yang apabila di telaah lebih lanjut, sebenarnya pendirian atau pertanyaan itu tadi self-destructive.
Dalam berpikir, manusia dihadapkan dengan banyak persoalan- persoalan yang memungkinkan terjadi kesalahan-kesalahan. Dengan berbedanya manusia yang memikirkan, maka beda pula hasil dari pemikirannya tersebut. Dengan adanya kesalahan tersebut, maka dampak yang diakibatkan semakin besar, misalnya jika hasil pemikirannya yang salah dijadikan dasar dalam kehidupan sehari-hari, maka manusia akan melakukan apapun sesuai dengan pemikirannya sendiri dan saling sesat dan menyesatkan. Oleh karena itu, untuk meminimalisir kesalahan dalam berfikir atau menarik kesimpulan, maka para ilmuwan menciptakan kaidah berfikir yang disebut dengan ilmu logika.
Logika adalah ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah. Dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam mempelajari ilmiah yang menunjukan kearah kebenaran, logika sangat penting dan berpengaruh. Sedangkan dalam menemukan suatu kebenaran, banyak cara- cara maupun langkah-langkah dalam ilmu logika, seperti penyataan, penarik kesimpulan, silogisme dan lain-lain.
Mungkin hal itu bisa terjadi karena tidak mau menghargai kebenaran dari sesuatu tradisi atau tidak dapat dinilai kegunanya yang
3
besar dari sesuatu yang berasal dari masa lampau, ada juga sebagian orang yang mengatakan atau menganggap percuma mempelajari seluk beluk silogisme. Tetapi mungkin juga anggapan itu didasarkan pada kenyataan bahwa biasanya dalam proses penulis atau pemikirannya hanya sedikit orang saja yang dapat mengungkapkan pikirannya dalam bentuk silogisme.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian silogisme?
2. Apa saja macam-macam silogisme?
3. Bagaimana hukum dan aturan silogisme?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian silogisme 2. Untuk mengetahui macam-macam silogisme 3. Untuk mengetahui hukum dan aturan silogisme
4 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Silogisme
Silogisme adalah bagian yang paling akhit dari pembahasan logika formal dan dianggap sebagai paling penting dalam ilmu logika. Dilihat dari bentuknya silogisme adalah contoh yang paling tegas dalam cara bepikir deduktif yakni mengambil kesimpulan khusus dari kesimpulan umum. Hanya saja dalam teori silogisme kesimpulam terdahulu hanya terdiri dua keputusan saja sedang salah satu keputusannya harus universal dan dalam dua keputusan tersebut harus ada unsur-unsur yang sama-sama dipunyai oleh kedu keputusannya.
Jadi yang dinamakan silogisme disini adalah suatu pengambilan kesimpulan dari dua macam keputusan (yang mengandung unsur yang sama dan salah satunya universal) suatu keputusan yang ketiga yang kebenarannya sama dengan dua keputusan yang mendahuluinya. Dengan kata lain silogisme adalah merupakan pola berpikir yang disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.
Contoh:
Semua makhluk mempunyai mata (Permis Mayor) Si kacong adalah seorang makhluk (Permis Minor) Jadi, si kacong mempunyai mata (Kesimpulan)
Pada contoh diatas kita melihat adanya antara keputusan pertama dengan keputusan kedua yakni sama-sama makhluk dan salah satunya dari kedua universal (keputusan pertama) oleh karena itu nilai kebenaran dari keputusan ketiga sama dengan nilai kebenaran dua keputusan sebelumnya. Kesimpulan yang diambil bahwa si kacong mempunyai mata adalah sat menurut penaralan deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua primis yang mendukungnya, pertanyaannya, apakah kesimpulan itu benar? Maka hal ini harus di kembalikan kepada kebenaran primis yang mendahuluinya. Sekirannya kedua primis yang mendukung adalah benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar.
5
Dengan demikian Silogisme dapat disebut sebagai bentuk penarikan kesimpulan secara deduktif dan secara tidak langsung kesimpulan ditarik dari dua premis sekaligus. Dua premis yang dimaksud adalah premis mayor dan premis minor. Pengertian yang menjadi subjek (S) disebut team minor. Pengertian yang menjadi predikat disebut term mayor. Pengertian yang tidak terdapat dalam kesimpulan, tapi terdapat dalam kedua premis tersebut disebut term antara/ pembanding (M)
Menurut Aristoteles membatasi silogisme sebagai: Argument yang konklusinya diambil secara pasti dari premis-premis yang menyatakan permasalahan yang berlainan. Proposisi sebagai dasar kita mengembalikan kesimpulan bukanlah proposisi yang dapat kita nyatakan dalam bentuk oposisi, melainkan proposisi yang mempunyai hubungan independen.
B. Macam-Macam Silogisme 1. Silogisme Kategorik
Silogisme kategorik adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan proposisi kategorik. Proposisi yang menjadi pangkal umum dan pangkal khusus disebut premis (mukaddimah), sedangkan proposisi yang dihasilkan dari sintetis kedua premisnya disebut term penengah (middle term/terminus medius). Premis yang termnya menjadi predikat konklusi disebut premis mayor.
Contoh:
Semua manusia adalah mahluk berakal budi (premis mayor) Irfan adalah manusia (premis minor)
Jadi, irfan adalah makhluk berakal budi (kesimpulan) 2. Silogisme Hipotetis
Silogisme hipotesis adalah suatu silogisme yang premisnya berupa pernyataan bersyarat. Predikat diakui atau dimungkiri tentang subjek tidak secara mutlak, akan tetapi tergantung kepada suatu syarat.
Silogisme hipotetis adalah argument yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik sedangkan premis minor adalah proposisi kategorik yang menetapkan atau mengikari term antecindent atau term
6
konsecwen premis mayornya. Sebenarnya silogisme hipotetik tidak memiliki premis mayor maupun premis minor, karena kita ketahui premis mayor mengandung term predikat pada konklusi, sedangkan premis minor itu mengandung term subjek pada konklusi:
Macam-macam tipe silogisme hipotetis:
a. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent
Contoh:
Jika hari ini tidak hujan, saya akan ke rumah paman (premis mayor)
Hari ini tidak hujan (premis minor)
Maka, saya akan kerumah paman (kesimpulan)
b. Silogisme hipotetik yang premis minornya bagian konsekwensinya
Contoh:
Jika hari ini tidak hujan, saya akan ke rumah paman (premis mayor)
Hari ini tidak hujan (premis minor)
Maka, saya akan kerumah paman (konklusi)
c. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari antecendent
Contoh:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Politik pemeritahan tidak dilaksanakan dengan paksa, jadi kegelisahan tidak akan timbul.
d. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekwensinya.
Contoh:
Bila mahasiswa turun kejalan, pihak penguasa akan gelisah Pihak penguasa tidak gelisah
7
Jadi, mahasiswa tidak turun kejalan 3. Silogisme Disjungtif
Silogisme disjungtif adalah yang premis mayornya terdiri dari keputusan disjungtif. Keputusan disjungktif adalah yang didalammnya terkandung suatu pilihan antara dua kemungkinan atau lebih. Premis minor mengiyakan atau memungkiri salah satu kemungkinan- kemungkinan yang disebut dalam mayor. Sedangkan kesimpulannya mengandung kemungkinan yang lain.
Keputusan disjungtif ialah keputusan yang didalamnya terkandung suatu pilihan antara dua atau lebih kemungkinan menunjukan
Disjungtif dibedakan menjadi 2 bagian yaitu:
a. Disjungtif dalam arti sempit
Hanya mengandung dua kemungkinan, tidak lebih dan tidak kurang, tidak dapat bersama-sama benar. Dan tidak ada kemungkinan ketiga.
Jadi, dari dua kemungkinan yang disebut hanya satu dapat benar, jika kedua kemungkinan itu bersama-sama benar atau ada kemungkinan ketiga, maka silogisme tidak sah. Misalnya:
1) Kesebelah kita menang atau kalah. Nah, tidak kalah, jadi menang (salah, sebab ada kemungkinan ketiga, yaitu sama kuat) 2) Bunga itu merah atau berwarna (yang satu mengandung yang
lain)
3) Tuknas masuk atau tinggal diluar (=tidak masuk). Nah, ia masuk, jadi tidak tinggal diluar (ini sah, sebab antara masuk dan tidak masuk tak ada kemungkinan lain)
b. Disjungtif dalam arti luas
Dia yang pergi atau saya (dapat juga bersama-sama)
Silogisme disjungtif dalam arti sempit atau dalam arti luas mempunyai dua tipe:
1) Premis minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusiny adalah mengakui alternatif yang lain, seperti:
Ia berada diluar atau didalam
8
Ternyata tidak berada diluar Jadi ia berada didalam
Ia berada diluar atau didalam Ternyata tidak berada didalam Jadi ia berada diluar
2) Premis minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulan adalah mengingkari alternatif yang lain seperti:
Budi di masjid atau di sekolah Ia berada di masjid
Jadi ia tidak berada di sekolah Budi di masjid atau di sekolah
` Ia berada di sekolah
` Jadi ia tidak berada di masjid 4. Dilema
Dilema, menurut Mundari dalam bukunya yang berjudul logika ia mengartikan delima adalah argumentasi bentuknya berupa campuran antara silogisme hipotetik dan silogisme disjungtif. Hal ini terjadi karena premis mayornya terdiri dari dua proposisi hipotetik dan premis minornya satu proposisi disjungtif. Konsklusinya, berupa proposisi disjungtif, tetapi bisa proposisi kategorik. Dalam dilema, terkandung konsekuensi yang kedua kemungkinan sama berat. Adapun konklusi yang diambil selalu tidak menyenangkan. Dalam debat, dilema dipergunakan sebagai alat pemojok, sehingga alternatifnya apapun yang dipilih, lawan bicara selalu dalam situasi tidak menyenangkan.
Suatu contoh lkasik tentang dilema, terkandung adalah ucapan seorang ibu yang membujuk anaknya agar tidak terjun dalam dunia politik, sebagai berikut:
1) Jika engkau berbuat adil manusia akan membencimu, jika engkau berbuat tidak adil tuhan akan membencimu. Sedangkan engakau harus bersikap adil atau tidak adil. Berbuat adil ataupun tidak engkau akan dibenci
9
2) Apabila para mahasiswa suka belajar, maka motivasi menggiatkan berguna. Sedangkan bila mahasiswa malas belajar motivasi itu tidak membawa hasil. Karena itu motivasi menggiatkan belajar itu tidak bermanfaat atau tidak membawa hasil.
Pada kedua contoh tersebut, konklusi berupa proposisi disjungtif, contoh pertama adalah dilema bentuk baku, kedua betuk non baku. Sekarang kita ambil contoh dilema yang konklusinya merupakan keputusan kategorika.
3) Jika budi kalah dalam perkara ini, ia harus membayarkan berdasarkan keputusan pengendalian. Bila ia menang ia juga harus membayarkan berdasarkan perjanjian. Ia mungkin kalah dan mungkin pula menang. Karena itu ia harus tetap harus membayar kepadaku.
4) Setiap orang yang saleh membutuhkan rahmat supaya tekun dalam kebaikan. Setiap pendusta membutuhkan rahmat supaya dapat ditobakan. Dan setiap manusia itu saleh atau pendusta. Maka setiap manusia membutuhkan rahmat.
Dilema dalam arti lebih luas adalah situasi (bukan argumentasi) dimana kita harus memilih dua alternative yang kedua-duanya mempunyai konsekwensi yang tidak diingin, sehingga sulit menentukan pilihan.
C. Hukum-hukum Silogisme
1. Hukum-hukum Silogisme Kategorik
Agar dapat mendapat kesimpulan yang benar, kita harus
memperhatikan patokan-patokan silogisme. Patokan-patokan itu adalah:
a. Apabila salah satu premis bersifat partikular, maka kesimpulan harus partikular juga, contoh:
Semua halal dimakan menyehatkan (Mayor) Sebagian makanan tidak menyehatkan (Minor) Sebagian penjabat korupsi (Minor)
10
Jadi, sebagian makanan tidak halal dimakan (Konklusi)
b. Apabila salah satu premis bersifat negatif, maka kesimpulannya harus negatif, juga. Contoh:
Semua korupsi tidak disenangi (Mayor) Sebagian penjabat korupsi (Minor)
Jadi, sebagian penjabat tidak disenangi (Konklusi)
c. Apabila kedua premis bersifat partikular, maka tidak sah diambil kesimpulan, contoh:
Beberapa politikus tidak jujur (Premis 1) Bambang adalah politikus (Premis 2)
Kedua premis tersebut harus disimpulkan. Jika dibuat kesimpulan, maka kesimpulan hanya bersifat kemungkinan (bukan kepastian.
Bambang mungkin tidak jujur (Konklusi).
d. Apabila kedua premis bersifat negatif, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Hal ini dikarenakan tidak ada mata rantai yang
menghubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambi jika salah satu premisnya positif. Contoh:
Kerbau bukan bunga mawar (Premis 1) Kucing bukan bunga mawar (Premis 2)
Kedua premis tersebut tidak mempunyai kesimpulan
e. Apabila term penengah dari suatu premis tidak tertentu, maka tidak akan sah diambil kesimpulan contoh:
Semua ikan berdarah dingin
Maka, binatang ini adalah ikan? Mungkin saja binatang melata.
f. Term predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang pada premisnya. Apabila tidak konsisten, maka kesimpulannya akan salah contoh:
Kerbau adalah binatang (Premis 1) Kambing bukan kerbau (Premis 2) Jadi, kambing bukan binatang?
11
Binatang pada konklusi merupakan tern negatif sedangkan pada premis 1 bersifat positif
g. Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda kesimpulan menjadi lain. Contoh:
Bulan itu bersinar dilangit (Mayor) Januari adalah bulan (Minor) Jadi, januari bersinar dilangit?
h. Silogisme haru terdiri tiga term yaitu term subjek, predikat, dan term tidak diturunkan konklusinya. Contoh:
Kucing adalah binatang (Premis 1) Domba adalah binatang (Premis 2) Beringin adalah tumbuhan (Premis 3) Sawo adalah tumbuhan (Premis 4)
Dari premis tersebut tidak dapat diturunkan kesimpulanya, Absah dan benar. Dalam membicarakan silogisme kita harus mengenal dua istilah yaitu absah dan benar.
Absah (Valid) berkaitan dengan prosedur penyimpulannya, apakah pengembalian konklusi sesuai dengan patokan atau tidak.
Dikatakannya valid apabila sesuai dengan patokan di atas dan dikatakan tidak valid bila sebaliknya. Keabsahan dan kebenaran dalam silogisme merupakan suatu satuan yang tidak bisa dipisahkan, untuk mendapatkan konklusi yang sad dan benar.
Hanya konklusi dari premis yan benar dari prosedur yang sah konklusi itu dapat diakui. Hal itu karena bisa terjadi dari premis salah dan prosedur valid menghasilkan konklusi yang benar, demikian juga dari premis salah dan prosedur invalid dihasilkan konklusi benar.
2. Hukum-hukum silogisme hipotetik
Hukum-hukum silogisme hipotetik mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme
12
kategorik. Tetapi yang penting menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar. Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B maka hukum silogisme hipotetik adalah:
Bila antecedent kita lambangkan A dan kosekuen kita lambangkan B, jadwal hukum silogisme hipotetik adalah:
a. Bila A terlaksana makan B terlaksana, seperti:
Bila terjadi peperangan harga-harga bahan makanan melambung tinggi. Nah, peperangan terjadi
Jadi harga bahan makanan melambung tinggi. (tidak salah=salah)
b. Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana (tidak sah=salah), seperti:
Bila terjadi peperangan harga bahan makanan membubung tinggi.
Nah, peperangan tidak terjadi
Jadi, harga bahan makanan tidak membubung tinggi.
(tidaksah=salah)
c. Bila B terlaksana, maka A terlaksana (tidak sah = salah),seperti:
Bila terjadi dipeperangan harga makanan memebubung tinggi.
Nah, sekarang harga makanan membubung tinggi.
Jadi, peperangan terjadi. (tidak sah=salah) d. Bila B terlaksana maka A terlaksana, seperti:
Bila peperangan terjadi harga bahan makanan membubung tinggi. Nah, harga makanan tidak membubung tinggi
Jadi peperangan tidak terjadi 3. Hukum Silogisme Disjungtif
a. Silogisme disjungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid.
13
b. Silogisme disjungtif dalam arti luas, kebenaran konklusinya sebagai berikut:
Pertama, bila prems minor mengakui salah satu alternatif, maka konklusinya sah (benar)
Kedua, bila premis minor mengingkari salah satu alternatif, konklusinya tidak sah (salah).
D. Aturan-aturan dalam Silogisme
Dalam silogisme, aturan umum dibagi menjadi dua bagian. Aturan yang berdasarkan pada term dan aturan yang berdasarkan pada premis. Aturan- aturan yang berdasarkan pada term
1. Aturan I : Jumlah term tidak boleh lebih atau kurang dari tiga, atau jumlah term harus tiga buah.
Silogisme katergoris adalah pola penyimpulan tidak langsung, dimana dua buah term dibandingkan dengan term ketiga. Term minor sebagai subjek dari kesimpulan dan term mayor sebagai predikatnya.
Sedangkan term antara sebagai pembanding antara term minor dengan term mayor. Sehingga ketiga term saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Misalnya jika hanya ada dua term, maka tidak dapat dilakukan penyimpulan, melainkan yang ada hanya sebuah putusan atau proposisi. Contoh: Mahasiswa (M) adalah warga akademisi (P).
Jika ada empat term, maka tidak ada term khusus yang membandingkan antara term mayor dengan term minor, sehingga tidak ada yang digunakan untuk membandingkan apakah term minor (S) cocok atau tidak cocok dengan term mayor (P).
Contoh:
Premis Mayor : Keadaan sosial politik saat ini (S) sangat genting (M1) Premis Minor : Gentingnya (M2) banyak yang bocor (P)
Kesimpulan : Jadi, Keadaan sosial politik saat ini (S) sudah banyak yang bocor (P)
Menggunakan metode silogisme, kesimpulannya kelihatan benar, namun tidak memiliki hubungan logis dengan premis-
14
premisnya. Kesalahan silogisme dapat terjadi karena adanya term yang memiliki makna ganda atau term ekuivok.
2. Aturan II: Term subjek (S) atau term predikat (P) di dalam kesimpulan tidak boleh luas dari pada term subjek (S) atau term predikat (P) yang terdapat dalam premis-premisnya. Artinya adalah term mayor (P) di dalam kesimpulan tidak boleh universal jika di dalam premisnya term tersebut bersifat partikular. Atau term minor (S) di dalam kesimpulan tidak boleh universal jika di dalam premisnya term tersebut bersifat partikular. Karena jika term mayor (P) dan term minor (S) adalah partikular di dalam premis-premisnya dan universalnya di dalam kesimpulannya, maka yang cocok dengan term hanya sebagaian objek saja.
Contoh:
Premis mayor : mahasiswa (M) adalah kaum intelektual (P) Premis Minor : karyawan (S) bukan mahasiswa (M)
Kesimpulan : Karyawan (S) bukan kaum intelektual (P)
Term P kaum intelektual dalam preposisi afirmatif adalah partikular, dan term ini menjadi universal ketika berada dalam kesimpulan setelah menjadi predikat dari proposisi negatif. Dari contoh dapat difahami bahwa beberapa referent dari term Mayor (P) kaum intelektual cocok dengan term minor (S) mahasiswa.
Kesimpulannya tidak ada satupun term antara (M) yang cocok dengan term minor (S). Artinya tidak ada karyawan yang kaum intelektual, padahal hanya ada kemungkinan karyawan adalah mahasiswa, dan mahasiswa adalah kaum intelektual. Sehingga sebagian karyawan adalah kaum intelektual. Maka silogisme diatas dinilai salah.
3. Aturan III : Term antara (M) tidak boleh masuk dalam kesimpulan.
Term antara (M) adalah pembanding antara term mayor (P) dan term minor (S). Antara term mayor (P) dan term minor (S) adalah kesesuaian atau tidak. Sehingga term antara (M) harus terdapat pada
15
kedua premis dan tidak terdapat pada kesimpulan. Jika term antara (M) muncul lagi dalam kesimpulan, maka artinya dalam proses penalaran tidak terjadi penyimpulan.
Contoh :
Premis mayor : setiap orang dapat menangis Premis minor : setiap orang dapat tertawa
Kesimpulan : setiap orang dapat menangis dan tertawa
Proses penalaran yang terjadi seperti contoh tersebut adalah logis, namun tidak menciptakan kesimpulan dan kebenaran baru dari premis-premisnya, sehingga tidak dinamakan silogisme.
4. Aturan IV: Term antara harus sekurang-kurangnya satu kali universal.
Referent (Objek) dari term antara (M) sekurang-kurangny identik atau tidak identitk dengan referent (Objek) dari term mayor atau term minor. Jka term antara digunakan dua kali secara pertikular di dalam premis-premisnya, maka term minor hanya sesuai dengan bagian tertentu dari term mayor.
Contoh :
Premis mayor : tikus (P) mempunyai ekor (M) Premis minor : Ikan (S) mempunyai ekor (M) Kesimpulan : ikan (S) sama dengan tikus (P)
Fakta membuktikan bahwa antara tikus dan ikan sama-sama memiliki ekor, namun keduanya tidak bisa disamakan secara keseluruhan seperti yang ada pada kesimpulan yang bersifat universal. Sehingga kesimpulan tidak cocok dengan premis-premisnya, dan silogisme dinyatakan salah.
E. Aturan berdasarkan pada premis
1. Aturan I : jika premis-premisnya afirmatif, maka kesimpulannya harus alfirmatif.
16
Artinya kedua premis mayor dan minor adalah afirmatif. Sehingga kedua term mayor (P) dan term minor (S) menunjukan kesesuaian kedua term dengan term ketiga.
Contoh:
Premis mayor : Hewan (M) adalah makhluk yang memiliki insting (P)
Premis minor : Anjing (S) adalah hewan (M)
Kesimpulan : Jadi, anjing (S) adalah makhluk yang mempunyai insting (P).
Jika premis-premisnya alfimatif dan kesimpulannya negatif, maka silogisme dinyatakan salah. Misalnya kesimpulannya dirubah menjadi anjing bukan makhluk yang mempunyai insting. Maka kesimpulannya menjadi salah dan tidak logis.
2. Aturan II : Kedua premis tidak boleh negatif
Jika kedua premis negatif, artinya term mayor (P) dan term minor (S) tidak cocok dengan term antara (M), sehingga term antara tidak mampu menghubungkan antara term minor S dan term mayor P. Dan jika kesimpulan terpaksa dillakukan, maka kesimpulan dianggap tidak sah.
Contoh :
Premis Mayor : Nuril (M) tidak merasa bahagia (P)
Premis Minor : Beberapa orang itu (S) adalah orang jiwa (M) Kesimpulan : Beberapa orang itu (S) adalah warga negara Indonesia (P)
3. Aturan III : Kedua premis tidak boleh partikular, salah satu premis harus universal.
Jika kedua premis sama-sama partikular, ada tiga kemungkinan yaitu:
a) keduanya afirmatif, b) keduanya negatif dan c) yang satu afirmatif dan yang satu negatif.
Contoh a : Beberapa mahasiswa (M) rajin belajar (S)
Ada mahasiswa (M) mencontek di dalam ujian (P)
17
Jadi, ada orang yang rajin belajar (S) mencontek dalam ujian (P)
Contoh b : Tim bola voli kita (P) tidak berhasil menjadi juara (M) Tim sepak bola kita (S) juga tidak berhasil menjadi juara(M)
Jadi, tim sepak bola (S) bukan tim bola voli (P)
Contoh c : Ada temanku (M) yang tidak pernah hadir kuliah (P) Beberapa anggota tim SAR (S) adalah teman-temanku (M) Jadi, beberapa anggota tim SAR (S) tidak pernah hadi kuliah (P)
Dari contoh diatas dapat dipahami bahwa jika kedua premisnya adalah alfimatif partikular, maka semua term yang ada adalah partikular. Jika kedua term adalah negatif partikular, maka tidak dapat ditarik kesimpulannya. Dan jika salah satu dari kedua term pertikular tersebut negatif, dan salah satu yang lain alfimatif, maka akan terjadi pelanggaran pada term P di kesimpulan.
18
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Silogisme adalah bagian yang paling akhir dari pembahasan logika formal dan dianggap sebagai paling penting dalam ilmu logika. Ini diperlukan karena mengajarkan kita untuk dapat melihat akibat dari sesuatu pendirian atu pernyataan yang telah dilontarkan. Banyak orang merumuskan pendirian atau pernyataan yang apabila ditelaah lebih lanjut, sebenarnya pendirian atau pernyataan tadi kurang tepat atau kurang benar. Mungkin saja hal itu karena tidak mau menghargai kebenaran dari suatu tradisi atau tidak dapat menilai kegunaan yang besar dari sesuatu yang berasal dari masa lampau.
Akan tetapi kita generasi penerus, proses pemikiran kita menurut kenyataan mengikuti pola silogisme jauh lebih sering dari pada yang kita duga dari proses tersebut pemikiran kita lebih terbuka tertib dan jelas.
B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kata kesempurnaan.
Penulis akan memperbaiki makalah ini dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.
19
DAFTAR PUSTAKA
Fuat. (2020). Geometri Datar: Individual Texbook. Pasuruan: Lembaga Academic
& Research Institute.
Yunita, A. & Hamdunah. (2017). Modul Geometri Analitik. Padang: Erka CV.
Rumahkayu Pustaka Utama.
H. Burhanuddin Salam, Logika Formal; FilsafatBerfikir, PT BinaAksara : Jakarta, 1988
H. Mundiri, Logika, PT. Raja GrafindoPersada: Jakarta, 2012
Jujun, suria sumantri filsafat ilmu sebuah pengantar popular, pustaka sinar harapan, Jakarta, 2003
Khalima. Logika Teori dan Aplikasi. Gaung Persada Press, Jakarta: 2011.
R.G. Soekadijo, Logika Dasar, tradisional, simbolik dan induktif. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1983
20