Tugas Mandiri Ringkasan Jati Diriku Sebagai Cendekia SubBab 3.7 – 3.8
Oleh Jonathan Denandra Gunadi – 2206029084 – Fakultas MIPA
Materi : Jati Diriku Sebagai Cendekia
Subpokok : 3.7 Penalaran Tidak Langsung (Silogisme) dan 3.8 Kekeliruan Berpikir Nama Pemateri : Penulis BUKU AJAR MPKT A (2016)
Nama Penerbit : PPKT Universitas Indonesia
Penalaran tidak langsung atau silogisme memiliki ciri bahwa kesimpulan yang dihasilkan berasal dari dua proposisi yang dihubungkan dengan cara tertentu. Kata silogisme berasal dari kata Yunani syllogismos yang berarti kesimpulan atau konklusi. Silogisme dibagi menjadi silogisme kategoris, silogisme hipotesis, dan silogisme disjungtif.
Silogisme kategoris adalah suatu bentuk logika deduktif yang terdiri atas dua premis dan satu kesimpulan. Silogisme kategoris memiliki tiga term yaitu subjek (S), predikat (P), dan medius (M). Term tersebut hanya boleh muncul dua kali dalam satu premis. Kesimpulan dalam silogisme kategoris mengandung term subjek / term minor (S) dan term predikat / term mayor(P).
Terdapat dua prinsip dasar utama yang harus diperhatikan dalam silogisme kategoris, yaitu 1) Principium dicti de omni (prinsip pengakuan tentang semua)
Hal yang berlaku bagi semua anggota secara universal, juga berlaku oleh anggotanya Principium dicti de nullo (prinsip pengingkaran tentang semua)
Apa yang tidak berlaku bagi semua anggota secara universal, hal yang sama juga tidak berlaku oleh anggotanya secara partikular.
Selain dua prinsip dasar utama, terdapat juga delapan dalil dari silogisme kategoris, yaitu
1) Silogisme harus terdiri dari tiga term, yaitu term subjek, term predikat, dan term penghubung
2) Term subjek dan/atau term predikat tidak boleh menjadi universal dalam kesimpulan jika di dalam premis hanya berluas particular.
3) Term penghubung (term M) tidak boleh muncul dalam kesimpulan
4) Salah term penghubung (term M) setidaknya harus terdistribusi (berluas universal) di dalam premis mayor dan/atau premis minor
5) Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan harus berkualitas afirmatif 6) Kedua premis tidak boleh berkualitas negatif
7) Kedua premis tidak boleh berkuantitas particular 8) Dalil ke delapan dibagi menjadi dua bagian, yaitu
a. Salah satu premis negatif di dalam silogisme kategoris, maka kesimpulan harus negatif b. Salah satu premis particular di dalam silogisme kategoris, kesimpulan harus particular Silogisme hipotesis adalah silogisme yang premis mayornya berjenis proposisi hipotesis (anteseden Jika …, dan konsekuen maka …). Ada dua dalil yang perlu diperhatikan untuk menghasilkan kesimpulan yang sahih (valid), yaitu modus ponens dan modus tollens.
1) Modus Ponens
Proses penyimpulan yang bergerak dari pembenaran terhadap anteseden kepada pembenaran terhadap konsekuen.
2) Modus Tollens
Proses penyimpulan yang bergerak dari pengingkaran konsekuen kepada pengingkaran anteseden.
Silogisme disjungtif adalah silogisme yang premis mayornya berupa proposisi disjungtif (… atau …). Sedangkan premis minornya bersifat menegaskan salah satu kemungkinan yang ada sehingga kesimpulan mengandung kemungkinan yang lain.
Tetapi, bentuk tiga dan empat tidak sahih karena jika premis minornya tidak kontradiktif, maka ada kemungkinan lain dari kesimpulan yaitu keduanya terjadi bersamaan (kemungkinan kesimpulan lain bentuk 3 adalah, Jadi, Q).
Logika tidak hanya berkaitan dengan penalaran yang sahih, tetapi juga bentuk kekeliruan dalam berpikir. Kekeliruan berpikir dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu kekeliruan formal dan kekeliruan nonformal. Kekeliruan formal terjadi karena adanya pelanggaran terhadap dalil- dalil logika. Sedangkan kekeliruan nonformal disebabkan karena kesimpulannya tidak tepat karena faktor bahasa ataupun karena relevasi antara premis dan kesimpulannya. Salah satu contoh kekeliruan dalam berpikir adalah ketika kita menggunakan modus ponens dan premis minornya adalah q kemudian kita menarik kesimpulan p. Tentu hal ini tidak benar karena di dalam modus ponens, p menyebabkan q, tetapi q belum tentu disebabkan oleh p saja.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kekeliruan berpikir formal adalah kekeliruan karena ada pelanggaran terhadap dalil logika. Secara umum, jenis kekeliruan berpikir formal adalah sebagai berikut.
1) Empat Term (Four Terms)
2) Term Penghubung Tidak Terdistribusi (Undistributed Middle Term) 3) Proses Ilisit (Illicit Process)
4) Premis-Premis Afirmatif, Kesimpulan Negatif 5) Salah Satu Premis Negatif, Kesimpulan Afirmatif 6) Dua Premis Negatif
7) Afirmasi Konsekuen
8) Negasi Anteseden 9) Kekeliruan Disjungsi
Selanjutnya ada kekeliruan berpikir nonformal yang disebabkan relevansi dan faktor bahasa. Kekeliruan berpikir nonformal relevansi terjadi apabila kesimpulan yang ditarik tidak memiliki relevansi dengan premis-premisnya atau sebaliknya. Jenis dari kekeliruan ini adalah
1) Argumentum ad misericordiam, premisnya digunakan untuk memperoleh belas kasihan.
2) Argumentum ad populum, pengambilan kesimpulan berdasarkan populasi.
3) Argumentum ad hominem, yang dinilai orangnya, bukan argumentasinya.
4) Argumentum ad auctoritatis, hanya karena dikutip dari ahli sehingga jadi sahih.
5) Argumentum ad baculum, argumentasi yang didasarkan ancaman.
6) Argumentum ad ignorantiam, menyimpulkan benar hanya karena negatifnya tidak bisa dibuktikan atau sebaliknya.
7) Ignoratio elenchi, kesimpulan yang tidak ada kaitannya dengan premis.
8) Petition principii, menjadikan kesimpulan sebagai premis dan sebaliknya.
9) Kekeliruan Komposisi (Fallacy of Composition), partikular berlaku untuk keseluruhan.
Sedangkan untuk kekeliruan berpikir nonformal bahasa adalah sebagai berikut 1) Kekeliruan Ekuivokasi, suatu term bermakna ganda
2) Kekeliruan Amfiboli, terjadi apabila makna tidak jelas karena letak suatu kata dalam konteks kalimat.
3) Kekeliruan Aksentuasi, terjadi karena aksen atau pengucapan menimbulkan makna yang berbeda.
4) Kekeliruan Metaforis, disebabkan argumentasi menggunakan makna kiasan yang disamakan dengan arti sebenarnya.
Kesimpulan dari materi Jati Diriku Sebagai Cendekia adalah materi ini ingin memberikan kita wawasan mengenai sikap apa yang harus dimiliki oleh seorang cendekia saat kita menjadi mahasiswa. Mahasiswa harus memiliki karakter dalam kehidupan, UI sendiri sudah menyiapkan sembilan nilai UI dalam memperkuat karakter mahasiswanya. Kemudian cendekia harus memiliki logika agar bisa memiliki penalaran yang benar dalam berpikir dan bertanya seperti para filsuf.
Terakhir, cendekia harus memiliki etika sehingga tindakan kita didasari oleh moral yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Revisi Universitas Indonesia. (2016). Jati Diriku Sebagai Cendekia: Logika. Buku Ajar MPKT A, 66-85.
Wireless Philosophy. (2016). Crictical Thinking - Fallacies: Formal and Informal Fallacies [Video]. Diakses pada February 21, 2023, dari https://youtu.be/VDGp04CfM4M