• Tidak ada hasil yang ditemukan

Logika Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Logika Islam"

Copied!
392
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Buku ini disusun untuk membantu para mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Dakwah dan Syaria, Ushuluddin UIN yang mengambil mata kuliah Ilmu Mantiq/Logika Islam.

Sejak berlakunya sistem SKS di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan sesuai dengan kurikulum terbaru mata kuliah Ilmu Logika Islam dalam kurikulum diberi nama baru “LOGIKA”. Perubahan ini membawa konsekuensi bahwa bahan yang harus di kuliahkan meliputi logika dalam arti luas, yaitu logika formal dan logika material, dan karena civitas akademika UIN sebagai seorang muslim maka conten yang di sajikan dalam buku ini menjelaskan tentang materi keimanan.

Buku ini mengintegrasikan antara logika formal, logika meterial dan keislaman, logika formal meliputi pokok bahasan: pengertian logika, pembahasan kata, definisi, klasifikasi, oposisi, eduksi, silogisme, dan delima. Sedangkan logika material meliputi pokok-pokok bahasan: generalisasi, analogi, hubungan kausalitas, hipotesis, teori, penjelasan, dan probabilitas dengan konten materi keislaman tentang, hakikat alam, hakikat tuhan, hakikat mu’min, takdir, hakikat alquran, keadilan, sifat-sifat tuhan.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya buku ini, terutama sekali kepada Bapak H. Drs Saeful Ibad M.A dari Badan Penerbitan Gaung Press, yang telah menyunting buku ini dan berkenan menerbitkan buku ini.

Terima kasih saya sampaikan kepada adik-adik kami Abu Khaer S.Fil.I dan Rudi H yang dengan sukarela mengedit buku ini.

LOGIKA (Teori dan Aplikasi) Penulis: Dr. Khalimi, MA.

Editor: Saiful Ibad, MA. Layout & Tataletak: Yusuf Soepriatna

Desain Cover: Kultur@ Cetakan: Pertama, Juli 2011 Ukuran: 16 X 24 Cm --- viii + 384 Halaman.

ISBN: 978-602-8807-50-0 Diterbitkan oleh: Gaung Persada (GP) Press

Ciputat Mega Mall Blok B No. 22 & 25 Ciputat Jl. Ir. H. Juanda No. 34 Ciputat - Jakarta Selatan Telp./Faks.: 021 - 742 32 96, Hp. 0815 1002 03 95

Email: [email protected] ANGGOTA IKAPI

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang (All Right Reserved)

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Buku ini disusun untuk membantu para mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Dakwah dan Syaria, Ushuluddin UIN yang mengambil mata kuliah Ilmu Mantiq/Logika Islam.

Sejak berlakunya sistem SKS di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan sesuai dengan kurikulum terbaru mata kuliah Ilmu Logika Islam dalam kurikulum diberi nama baru “LOGIKA”. Perubahan ini membawa konsekuensi bahwa bahan yang harus di kuliahkan meliputi logika dalam arti luas, yaitu logika formal dan logika material, dan karena civitas akademika UIN sebagai seorang muslim maka conten yang di sajikan dalam buku ini menjelaskan tentang materi keimanan.

Buku ini mengintegrasikan antara logika formal, logika meterial dan keislaman, logika formal meliputi pokok bahasan: pengertian logika, pembahasan kata, definisi, klasifikasi, oposisi, eduksi, silogisme, dan delima. Sedangkan logika material meliputi pokok-pokok bahasan: generalisasi, analogi, hubungan kausalitas, hipotesis, teori, penjelasan, dan probabilitas dengan konten materi keislaman tentang, hakikat alam, hakikat tuhan, hakikat mu’min, takdir, hakikat alquran, keadilan, sifat-sifat tuhan.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya buku ini, terutama sekali kepada Bapak H. Drs Saeful Ibad M.A dari Badan Penerbitan Gaung Press, yang telah menyunting buku ini dan berkenan menerbitkan buku ini.

Terima kasih saya sampaikan kepada adik-adik kami Abu Khaer S.Fil.I dan Rudi H yang dengan sukarela mengedit buku ini.

(4)

Mudah-mudahan buku ini dapat dipergunakan oleh mahasiswa perguruan tinggi lain yang mengambil mata kuliah logika, dan masyarakat muslim secara luas buku ini penting untuk dipelajari dan dibaca agar mengetahui batas-batas pencapaian logika tentang konsep dasar theology islam atau keimanan.

Tegur sapa bagi kesempurnaan buku ini sangat kami hargai dan semoga buku ini ada manfaatnya bagi semua insan.

Jakarta, 12 Mei 2011

(5)

Mudah-mudahan buku ini dapat dipergunakan oleh mahasiswa perguruan tinggi lain yang mengambil mata kuliah logika, dan masyarakat muslim secara luas buku ini penting untuk dipelajari dan dibaca agar mengetahui batas-batas pencapaian logika tentang konsep dasar theology islam atau keimanan.

Tegur sapa bagi kesempurnaan buku ini sangat kami hargai dan semoga buku ini ada manfaatnya bagi semua insan.

Jakarta, 12 Mei 2011

Dr. Khalimi, MA

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Bagian Pertama Pendahuluan ... 3

Mengikat Makna Logika ... 3

Sejarah Logika ... 6

Embrio Logika ... 15

Tujuan dan Faedah Mempelajari Logika ... 17

Hukum Mempelajari Ilmu Logika ... 20

Keutamaan Ilmu Logika ... 21

Hubungan Ilmu Logika dengan Ilmu-ilmu Lain ... 22

Sumber Pengambilan Ilmu Logika ... 22

Dasar-dasar Logika ... 23

Macam-macam logika ... 26

Pengertian Ilmu ... 29

Pembagian Ilmu ... 33

Tingkatan Ilmu ... 34

Mengikat Makna Pikiran ... 38

- Pemikir ... 38 - Pikiran ... 39 - Berpikir ... 41 Pentingnya Berpikir ... 41 Intensitas Berpikir ... 42 Proses Berpikir ... 44 Sistematika Berpikir ... 45

Mengikat Makna Benar ... 49

Bagian Kedua Kata dan Makna... 55

Pengertian Kata dan Pembagiannya ... 55

Kata Sebagai Predikat ... 60

Macam-macam Makna Kata ... 61

(6)

Bagian Ketiga

Definisi (Ta’rif) ... 67

Pengertian Definisi ... 67

Syarat-syarat Definisi ... 68

Patokan Membuat Definisi ... 69

Jenis-jenis Definisi ... 71 Bagian Keempat Klasifikasi ... 81 Pengertian ... 82 Pembagian ... 82 Penggolongan ... 88 Bagian Kelima Proposisi ... 93 Pengertian ... 94 Unsur-unsur Proposisi ... 96 Proposisi Kategorik ... 97 Proposisi Hipotetik ... 104 Proposisi Disyungtif ... 106 Bagian Keenam Oposisi (Tanaqud) ... 111 Pengertian ... 111

Macam-macam Hubungan Logika ... 112

Bagian Ketujuh Eduksi (Penyimpulan Langsung)/Pernyataan yang Sama ... 121

Pengertian ... 121 Konversi ... 122 Obversi... 124 Kontraposisi ... 127 Inversi ... 129 Bagian Kedelapan Silogisme (Istidlal) ... 135 Pengertian Silogisme ... 136 Silogisme Kategorik ... 137 Silogise Hipotetik ... 156

(7)

Silogisme Disyungtif ... 164

Bagian Kesembilan Generalisasi ... 169

Pengertian ... 169

Macam-macam Generalisasi ... 170

Generalisasi Empirik dan Generalisasi dengan Penjelasan ... 172

Generalisasi yang salah ... 174

Generalisasi Ilmiah ... 175

Bagian Kesepuluh Metode Penalaran (Reasoning/Istintaj) ... 179

Pengertian ... 180

Penalaran Induktif (Istiqraiyyah) ... 181

Penalaran Deduktif (Istidlaliyah) ... 182

Penalaran Kausal (Sababiyah) ... 184

Penalaran Analogi (Qiyas) ... 186

Macam-macam Analogi ... 188

Cara Menilai Analogi ... 190

Penalaran Komparatif ... 192

Bagian Kesebelas Hubungan Kausalitas ... 197

Pengertian Kausalitas ... 198

Macam-Macam Kausalitas ... 202

Metode Induksi Mill ... 211

Kekeliruan dalam Penalaran Kausalitas ... 224

Bagian Keduabelas Hipotesa ... 229

Hipotesa Ilmiah dan non-Ilmiah ... 229

Hipotesa sebagai Konklusi ... 234

Hipotesa sebagai Eksplanasi... 237

Bagian Ketigabelas Probabilitas ... 243

Pengertian ... 243

Macam-macam Probabilitas ... 245

(8)

Bagian Keempatbelas Penjelasan ... 249 Pengertian ... 249 Sifat-sifat Penjelasan... 250 Macam-macam Penjelasan ... 250 Bagian Kelimabelas Teori ... 255 Pengertian ... 255 Macam-macam Teori ... 255

Teori dan Metode Ilmiah ... 258

Bagian Keenambelas Kedudukan Logika dalam Ilmu Kalam ... 263

Alat Logika Islam dalam Ilmu Kalam ... 265

Logika Ilmu Kalam ... 267

Jejak-jejak Logika dalam Sejarah Ilmu Kalam ... 269

Asal Usul Mutakallimin dan Metodologinya ... 271

Bagian Ketujuhbelas Aplikasi Logika dalam Ilmu Kalam ... 283

Hakikat Pengetahuan ... 285

Hakikat Alam Semesta ... 297

Eksistensi Tuhan ... 307

Sifat-sifat Tuhan ... 318

Firman Allah ... 331

Dosa Besar ... 334

Qadâ dan Qadar ... 363

Daftar Pustaka ... 379

(9)

Bagian Pertama

(10)
(11)

PENDAHULUAN

Jalan” dalam ayat tersebut berarti metode, sistem pedoman, pola

laku, pola tindak dan pola piker yang menghantarkan manusia kepada kebenaran. Ayat tersebut menyerukan manusia untuk selalu berpegang teguh kepaa logika Qurani agar tidak sesat pikir dalam mencapai kebenaran. Untuk mencapai hal tersebut perlu menelusuri usaha-usaha yang telah dilakukan oleh manusia dalam meluruskan petunjuk-petunjuk operasional yang bermanfaat dalam menjalankan logika Qur’ani.

Mengikat Makna Logika

Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat.

Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica

scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari

kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.1 Istilah lain yang digunakan sebagai gantinya adalah Mantiq, kata Arab yang diambil dari kata kerja nataqa yang berarti berkata atau berucap.2

1 Jan Hendrik Rapar, Pengantar Logika; Asas-asas Penalaran Sistematis. (Jakarta:

Penerbit Kanisius, tt).

2 Ahmad Warson Munawir, al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta,

2000), h. 1. ¨βr&uρ #x‹≈yδ ‘ÏÛ≡uŽÅÀ $VϑŠÉ)tGó¡ãΒ çνθãèÎ7¨?$$sù ( Ÿωuρ (#θãèÎ7−Fs? Ÿ≅ç6¡9$# s−§xtGsù öΝä3Î/ tã ÏÎ‹Î7y™ 4 öΝä3Ï9≡sŒ Νä3¢¹uρ ÏÎ/ öΝà6‾=yès9 tβθà)−Gs? ∩⊇∈⊂∪

“Inilah Ku yang lurus, maka ikutilah dia. Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain). Karena jalan-jalan-jalan-jalan yang lain itu akan mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.”

(12)

Ilmu di sini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.

Sedangkan logika yang dikatakan sebagai pengertian yang masuk akal, biasanya di dalamnya terdapat dua penalaran yang saling berlawanan, yakni antara yang betul dan yang salah. Karena itu, Irving M. Copi mengatakan, “Logika adalah ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dan penalaran yang salah.”3

Menurut Syaikh Abu Abdullah Muhammad Ahmad Muhammad ‘Ulaisy, logika (mantiq) adalah:

ﻣ ﻢﺼﻌﺗ نﻮﻧﺎﻗ ﻮﻫ ﻖﻄﻨﻤﻟا

ﻦﻣ ﻦﻫﺬﻟا ﻲﻟﺎﻌﺗ ﷲا ﻖﻴﻓﻮﺘﺑ ﻪﺗﺎﻋا

ﻩﺮﻜﻓ ﻲﻓ ءﺎﻄﺨﻟا

Tatanan berpikir yang dapat memelihara otak dari kesalahan berpikir dengan pertolongan Allah Swt.4

Adapun menurut Syaikh Al-Jurjani merumuskan logika sebagai:

آ

ﻗ ﺔﻟ

ﻬﺛﺎﻋاﺮﻣ ﻢﺼﻌﺗ ﺔﻴﻧﻮﻨ

ﻢﻠﻋ ﻮﻬﻓ ﺮﻜﻔﻟا ﻲﻓ ءﺎﻄﺨﻟا ﻦﻋ ﻦﻫﺬﻟا ﺎ





ﻲﻠﻤﻋ

آ

ﻲﻟ

Suatu alat yang mengatur kerja otak dalam berpikir agar terhindar

dari kesalahan; selain merupakan ilmu kecermatan praktis.5

Sedangkan menurut Al-Quasini, ilmu logika adalah:

3 Irving M. Copi, Introduction to Logic, (New York: Macmillan Publishing, 1978),

h. 2.

4 Ali Muhammad al-Jurjani, Kitab Ta’rifat, h. 97.

(13)

رﻮﺼﺘﻟا تﺎﻣﻮﻠﻌﻤﻟا ﻦﻋ ﻪﻴﻓ ﺚﺤﺒﻳ ﻢﻠﻋ

ﺚﻴﺣ ﻦﻣ تﺎﻴﻘﻳﺪﺼﺘﻟاو تﺎ

ﺎﻬﻴﻠﻋ ﻒﻗﻮﺘﻳ وا ﻖﻳﺪﺼﺗ وا يرﻮﺼﺗ لﻮﻬﺠﻣ ﻲﻟا ﻞﺻﻮﺗ ﺎﻬﻧأ

ﻚﻟاذ ﻲﻟا ﻞﺻﻮﺘﻟا

Ilmu yang membahas objek-objek pengetahuan tashawur dan tashdiq untuk mencapai interaksi dari keduanya, atau suatu pemahaman yang

dapat mendeskripsikan tashawur dan tashdiq.6

Di bawah ini akan dikemukakan beberapa definisi logika antara lain:

1. Ilmu yang memberikan aturan-aturan berfikir valid.

2. Ilmu mengenai ketentuan-ketentuan yang dijadikan petunjuk oleh manusia dalam berfikir.

3. Ilmu tentang undang-undang berfikir7

4. Ilmu tentang cara mencari dalil

5. Ilmu tentang menggerakan fikiran kepada jalan yang lurus, dalam

memperoleh suatu kebenaran8

6. Ilmu yang membahas tentang undang-undang yang umum untuk fikiran.

7. Ilmu sebagai alat yang merupakan undang dan bila undang-undang itu dipelihara dan diperhatikan, maka hati nurani manusia dapat terhindar dari fikiran yang salah.

6Al-Jurjani, Kitab Ta’rifat, h. 232.

7 ”Melamun” tidaklah sama dengan berpkiri, demikian pula merasakan,

pekerjaan panca indera (melihat, mendengar, dan sebagainya), dan kegiatan ingatan dan khayalan, meskipun ini semua penting sekali untuk dapat berpikir (dan menghasilkan buah pikiran yang berarti). Tetapi berpkir juga dapat berarti kegiatan kenyataan yang menggerakkan pikiran. Kenyataan yang memegang inisiatif. Lihat W. Poespoprodjo, Logika Ilmu Menalar, (Bandung: Pustaka Grafika, 1999), h. 13.

8 Dengan kata lain ditunjuk sasaran atau bidang logika, yaitu kegiatan fikiran

atau akal budi manusia. Dengan berpikir dimaksudkan kegiatan akal untuk ”mengolah” pengetahuan yang telah kita terima melalui panca indra, dan ditunjukkan untuk mencapai suatu kebenaran. Jadi, dengan istilah ”berpikir” ditunjukkan suatu bentuk kegiatan akal yang khas dan terarah. Poespoprodjo, Logika Ilmu Menalar, h. 13

(14)

8. Ilmu tentang hukum berfikir guna memelihara jalan fikiran dari setiap kekeliruan

9. Ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berfikir lurus atau tepat 10. Filsafat berfikir

11. Teknik berfikir 9

Dari beberapa uraian di atas mengenai pengertian logika, kiranya dapat disimpulkan bahwa logika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang cara berpikir yang baik dan benar dengan menggunakan otak atau akal yang mendapatkan bimbingan dari Allah Swt. agar terhindar dari kesalahan.

Sejarah Logika

Perkembangan ilmu logika tidak terlepas dari perjalanan filsafat Yunani dan transformasinya ke dalam pemikiran dalam kegiatan ilmiah. Pada mulanya kegiatan berpikir muncul berbarengan dengan adanya manusia pertama. Manusia diberi potensi berpiikir untuk memikirkan dirinya dan segala sesuatu yang berada di luar dirinya. Namun, mengenai berpikir sistematis (dalam pengertian secara logika), para penulis Ilmu Logika meyatakan bahwa secara konsepsional dan sistematis, kegiatan berpikir yang kemudian melahirkan tata cara berpikir yang dituangkan dalam suatu disiplin ilmu yang disebut Logika, baru tejadi kira-kira 470 SM. yang dirintis oleh kelompok Sofisme (Sufsathaiyun). Kelompok inilah yang mencoba mengangkat persoalan kemasyarakatan, agama, dan akhlak dengan pendekatan akal; benar-salah dan baik-buruk sesuatu diukur dengan timbangan akal mereka. Sayangnya, kajian mereka kerapkali mengarah pada kesesatan berpikir, karena belum ada norma berpkir yang baku yang dapat menuntun mereka ke arah berpikir yang benar dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan.10

Pernyataan mereka kelihatannya benar, namun membuat penyesatan-penyesatan pemikiran, nilai dan moral. Di antara penyataan-pernyataan mereka adalah:

9 M Ali hasan, Ilmu Mantiq (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991), h. 1.

10 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada karya Aly Sami Nasyr, Manahij

(15)

Kebaikan adalah apa yang Anda pandang baik Keburukan adalah apa yang Anda pandang buruk

Apa yang diyakini benar oleh seseorang, itulah yang benar buat dia Apa yang diyakini salah oleh seseorang, itulah yang salah buat dia.11

Karena memperhatikan kenyataan kelompok Sofisme tersebut, muncullah Thales (624 SM-548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta. Dan dimulai dari Thales inilah rumusan ilmu logika akhirnya tercipta.

Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Karena itu ia juga mengatakan bahwa bumi ini terapung di atas air. Saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif.

Pernyataan ini tentu saja menolak kepercayaan mayoritas orang Yunani yang mengatakan bahwa asal segala sesuatu adalah dari dewa-dewa. Pun demikian, pendapat Thales ini mendapatkan reaksi keras dari Anaximander yang berkesimpulan bahwa hanya ada satu asal segala sesuatu yaitu Yang Tak Terbatas, yang ia sebut to operion. Menurut Aximander bahwa yang menyusun segala sesuatu bukanlah air karena, jika air adalah asas pertama yang menyusun semesta, maka air harus terdapat di mana-mana, harus meresapi segala sesuatu termasuk api dan benda-benda kering. Air begitu terbatas untuk berada di mana-mana. Air dibatasi oleh lawannya, yaitu api. Air dan apa pun yang terbatas tidak bisa dikatakan menjadi penyusun segala sesuatu.

Teori Aximander itu mengatakan bahwa terciptanya alam semesta berawal dari chaos (kekacauan), yaitu pada saat terjadi proses perpisahan dari “yang tak terbatas” dengan “yang terbatas.” Dari yang tak terbatas terlepaslah unsur-unsur yang selalu berlawanan, yaitu panas-dingin, kering-basah. Kemudian terciptalah hukum keseimbangan, yaitu suatu hukum yang membuat kedua tetap berpasangan dalam keberlawanan, yang panas melingkupi yang dingin; keduanya menggumpal menjadi sejenis bola. Karena panas melingkupi

11 Baihaqi A.K., Ilmu Mantik; Teknik Dasar Berpikir Logik, (Jakarta: Darul Ulum

(16)

dingin itu mengakibatkan air terlepas menjadi kabut udara. Udara menekan “bola” itu hingga meletus, letusannya menghasilkan lingkaran-lingkaran yang masing-masing memiliki satu pusat. Tiap lingkaran terdiri dari api yang dibalut udara, tiap lingkaran memiliki satu lubang yang menjadikan api di dalamnya tampak sebagai bumi, bulan, matahari dan planet-planet (bintang-bintang).

Diketahui bahwa jawaban air yang diberikan oleh Thales terhadap pertanyaan asal segala sesuatu adalah berdasarkan pengamatan dan logika geometri. Sedangkan Aximander, mengarahkan cara menjawabnnya dengan menggunakan pikiran. Kemudian pendapat keduanya diperbaharui oleh Heraklitos (504 SM).

Heraklitos adalah orang yang pertama secara tegas memperbincangkan Tuhan. Tuhan yang dimaksud Heraklitos adalah

Logos (akal). Logos adalah sesuatu yang mencakup seluruh dunia seperti

siang dan malam, musim salju dan musim panas, perang dan damai, kelaparan dan kemakmuran. Ia menyatakan bahwa kita hidup di antara keragaman dan perubahan-perubahan. Asal materi adalah sejenis api yang bersinar dan meredup, menyala-nyala dan padam yang tunduk pada hukum, bukanlah air. Tuhan atau logos universal ini menurutnya merupakan sesuatu yang ada dalam diri kita manusia dan sesuatu yang menjadi penuntun setiap orang.

Ada tiga gagasan Heraklitos yang akhirnya memengaruhi Plato: 1) Segala sesuatu terus berubah seperti aliran sungai. Ia bilang kita

tidak bisa masuk dua kali ke dalam air aliran sugai.

2) Hanya ada satu yang benar-benar nyata, yaitu logos. Logos digambarkan dengan “api” alamiah yang terus menerus menggerakkan perubahan. Logoslah yang menjadi sebab perubahan terus menerus, dan yang mengatus serta menyatukan perubahan (keanekaan) tersebut. Oleh karena itu, logos dianggap sebagai sumber pengetahuan. Melalui logos segala perubahan bisa diketahui maknanya.

3) Kesatuan dibentuk dari pluralitas dan pluralitas muncul dari kesatuan.

Jika Empidocles menggabungkan pemikiran Heraklitos dan Parmeneides dengan kesimpulan bahwa segala sesuatu tidak mungkin berubah menjadi sesuatu yang lain, “Air tidak akan berubah menjadi

(17)

tanah, tanah tidak berubah menjadi udara, udara tidak akan berubah menjadi api, dan seterusnya.” Plato dengan caranya sendiri berusaha untuk mensintesakan kedua tokoh di atas dengan cara yang lebih sistematis. Bagi Plato:

- Realita itu memiliki dua kenyataan ada yang berubah (seperti pemikiran Heraklitos) dan ada yang tetap (seperti pemikiran Parmeneides)

- Yang berubah tertangkap oleh indrawi, sedangkan yang tetap tertangkap oleh pikiran (Noetic, logos).

- Logos menjadi sebab, pengatus, dan pemersatu segala perubahan. Oleh karena itu logos menjadi asal yang harus dicari dari perubahan yang nampak.

Teori Tauhid Plato

Ada Penampakan

- Pure good (yang tetap, baik,

dan sempurna)

- Asal dari yang tampak

- Berada di balik dunia ini

- Dipahami oleh logos

- Alam yang berubah (baik buruk, sempurna dan tidak sempurna)

- Memiliki jejak menuju yang tetap

- Yang tampak di dunia ini

- Diserap oleh indra

Teori Akhlak Plato

Jiwa berasal dari dunia idea yang terbentuk dari perbuatan yang bersifat kekal tidak mati, jiwa memiliki tiga bagian:

1. Akal, yang mencita-citakan kebijaksanaan 2. Kehendak, yang mencita-citakan keberanian,dan

3. Keinginan atau hawa nafsu (keinginan rendah) yang mencita-citakan menguasai dan menikmati dunia materi yang membuat manusia bertindak seperti binatang bila tidak dikendalikan sehingga kesopanan dapat ditegakkan.

(18)

Plato percaya, jika ketiga bagian jiwa tersebut dapat dijalankan sesuai dengan kecenderungan akal, kita dapat menjadi individu yang berbudi luhur.

Diketahui bahwa sebenarnya sejak Thales, sang filsuf itu mengenalkan pernyataannya, maka pada saat itulah logika telah mulai dikembangkan.

Di susul kemudian oleh Socrates dan muridnya, Plato serta Artistoteles. Mereka mulai merintis tata aturan berpikir benar dalam bentuk kaidah-kaidah berpikir. Kaidah-kaidah inilah yang kemudian mewujud dalam suatu disiplin ilmu yang disebut Logika.12

Dengan demikian, hingga pada akhirnya para peneliti sejarah pemikiran manusia menjuluki Aristoteles-lah sebagai peletak dasar bangunan Ilmu Logika. Karena itu ia disebut sebaga guru utama logika.

Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica. Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu.

Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan dari:

- Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)

- Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia - Air jugalah uap

- Air jugalah es

Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah

arkhe alam semesta.

Aritstoteles (384-322) berusaha mengalahkan mereka (kaum Sofisme) secara ilmiah dengan pernyataan-pernyataan logis yang briliyan. Pernyataan-pernyataan itu ia peroleh melalui diskusi dengan

12 Ada juga yang mengatakan bahwa kata logika rupa-rupanya dipergunakan

pertama kali oleh Zeno dari Citium. Kaum Sopis, Socrates dan Plato harus dicatat sebagai perintis lahirnya logika. Logika lahir sebagai ilmu atas jasa Aristoteles, Theoprostus dan kaum Stoa. Bertrand Russel, History of Western Philosophy, (London: George Allen & Unwin, 1974), h. 206.

(19)

murid-muridnya. Keberhasilannya menyusun teknik berfikir sistematis yang benar sekaligus hukum-hukumnya, telah mengangkatnya menjadi Guru Pertama logika di dunia sampai ke masa kini. Julukan itu memang menyusun teknik berfikir benar dengan kesimpulan yang benar seperti yang dihasilkannya itu. Dengan kata lain, keberhasilannya itu murni dari upaya pemikirannya sendiri.13

Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica, yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme.

Karya tulis Aristoteles14 dalam bidang logika di antaranya Organon

Oa Laterpretation dan Prior Arsilyteis.

Adapun buku Aristoteles to Oraganon (alat) berjumlah enam, yaitu:

1 Categoriae menguraikan pengertian-pengertian 2. De interpretatione tentang keputusan-keputusan 3. Analytica Posteriora tentang pembuktian.

4. Analytica Priora tentang Silogisme.

5. Topica tentang argumentasi dan metode berdebat.

6. De sohisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir. Pada 370 SM-288 SM Theophrastus, murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangn logika.15

13 Baihaqi A.K., Ilmu Mantik, h. 3.

14 Aristoteles meninggalkan enam buah buku yang oleh muridnya diberi nama

Organon. Buku tersebut adalah Categoriae (mengenai pengertian-pengertian), De Interpretatiae (mengenai keputusan-keputusan), Analitica Priora (tentang silogisme), Analitica Posteriora (mengenai pembuktian), Topika (mengenai berdebat) dan De Sophisticis Elenchis (mengenai kesalahan-kesalahan berpikir). Theoptostus mengembangkan Logika Artistoteles ini, sedangkan kaum Stoa mengajukan bentuk-bentuk berpkir yang sistematis. Buku-buku inilah yang menjadi dasar Logika Tradisional. Lihat Richard B. Angel, Reasoning and Logic, (New York: Century Grafts, 1964), h. 41.

15 Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium 334

SM - 226 SM pelopor Kaum Stoa. Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M) dan Sextus Empiricus 200 M, dua orang dokter medis yang

(20)

Karya Aristoteles itu sangat dikagumi pada masanya dan masa sesudahnya sehingga logika dipelajari di setiap perguruan. Plato (427-347 SM), murid Aristoteles, hanya menambahnya sedikit. Immanuel Kant (1724-1804 SM), pemikir terbesar bangsa Jerman, menyatakan bahwa logika yang diciptakan Aristoteles itu tidak bisa ditambah lagi walau sedikit karena sudah cukup sempurna.16

Sayangnya, Konsili Nicae (325 M), dengan alasan yang menurut mereka masuk akal, menyatakan menutup pusat-pusat pelajaran filsafat Grik di Athena (Yunani), Antiokia dan Roma. Pelajaran logika juga dilarang kecuali bab-bab tertentu saja yang dipandang tidak merusak akidah Kristiani. Hal ini merupakan pukulan mematikan bagi Filsafat Yunani dan, sekaligus, logika. Sejak masa itu sampai hampir seribu tahun lamanya, alam pemikiran di Barat menjadi padam sehingga dikenal dengan Zaman The Dark Ages (zaman gelap).17

Berbeda dengan Kristen yang memasung filsafat dan logika, Islam justru menyambutnya dengan penuh gegap gempita. Dalam perkembangan selanjutnya, logika Aristo ditransfer ke dunia Islam melalui kegiatan penerjemahan ke dalam bahasa Arab pada zaman Daulah Abbasiyah (153-656 H./750-1258 M.). Upaya penerjemahan itu antara lain dilakukan oleh Abdullah bin Mughafa –sekretaris Abu Ja’far al-Manshur– dan Muhammad bin Abdullah Mughafa, sehingga ada satu masa dalam sejarah Islam yang dijuluki Abad Terjemahan. Logika, karya Aristoteles, juga diterjemahkan dan diberi nama ’Ilmu al-Mantiq.18

Setelah itu, disusul oleh ulama dan cendekiwam muslim yang terkenal mendalami, menerjemah dan mengarang di bidang ilmu logika seperti Ya’qub bin Ishaq Al-Kindi, Abu Nashr Al-Farabi, Ibnu Sina, Abu Hamid Al-Ghazali, Ibnu Rusyd, Al-Qurthubi, dan banyak lagi yang lain. Al-Farabi, pada zaman kebangkitan Eropa dari abad gelapnya, malah dijuluki dengan Guru Kedua Logika. Tokoh-tokoh ilmuwan lainnya yang sangat terkenal di bidang logika adalah Abu Ali Al-Haitsam, Abu Abdullh

mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri. Porohyus (232 - 305) membuat suatu pengantar (eisagoge) pada Categoriae, salah satu buku Aristoteles. Boethius (480-524) menerjemahkan Eisagoge Porphyrius ke dalam bahasa Latin dan menambahkan komentar- komentarnya. Johanes Damascenus (674 - 749) menerbitkan Fons Scienteae.

16 Baihaqi A.K., Ilmu Mantik, h. 3 17 Baihaqi A.K., Ilmu Mantik, h. 3 18 Baihaqi A.K., Ilmu Mantik, h. 3

(21)

Al-Khawarizmi, Al-Tibrizi, Ibn Bajah, Al-Asmawi, Al-Samarqandi yang tidak hanya terkenal di belahan timur tetapi juga di belahan barat.

Di Eropa, setelah hampir seribu tahun dalam abad gelap, setelah abad ke-13 dan ke-14 mulai menggali lagi pelajaran logika. Tetapi, mereka tidak dapat mempelajarinya sepenuhnya karena pengucilan gereja terhadap logika masih berlaku sangat ketat. Namun demkian, kegairahan akan perjuangan berat memisahkan gereja dan negara, menjadi sangat tinggi. Berbagai ilmu yang tadinya disalin dan diterjemahkan oleh ilmuwan-ilmuwan muslim ke dalam bahasa Arab diterjemahkan mereka kembali ke dalam bahasa Latin, kemudian ke dalam bahasa-bahasa Eropa. Di bidang logika, mereka menggelari Al-Farabi sebagai Guru Kedua dan Ibnu Sina sebagai Guru Ketiga.

Buku Logika Ibn Sina diterjemahkan mereka ke dalam bahasa Latin di penghujung abad ke-12. Terjemahan yang lebih lengkap adalah dari karya logika Ibn Rusyd di awal abad ke-14. Terjemahan inilah yang disebarkan di Paris (Perancis) dan Oxford (Inggris). Setelah itu, logika hidup kembali dengan subur di Eropa, Amerika dan negara-negara lainnya.

Setidaknya, penghidupan kembali logika ini pada abad 9 hingga abad 15, yang ditandai dengan buku-buku Aristoteles seperti De

Interpretatione, Eisagoge oleh Porphyus dan karya Boethius masih

digunakan

Thomas Aquinas 1224-1274 dan kawan-kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika.

Lahirlah logika modern dengan tokoh-tokoh seperti: 1. Petrus Hispanus (1210 - 1278)

2. Roger Bacon (1214-1292)

3. Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar pengertian.

4. William Ocham (1295 - 1349)

Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni diteruskan oleh Thomas Hobbes (1588 - 1679) dengan karyanya

Leviatan dan John Locke (1632-1704) dalam An Essay Concerning Human Understanding

(22)

Francis Bacon (1561 - 1626) mengembangkan logika induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum.

J.S. Mills (1806 - 1873) melanjutkan logika yang menekankan pada pemikiran induksi dalam bukunya System of Logic

Lalu logika diperkaya dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik seperti:

1) Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian.

2) George Boole (1815-1864) 3) John Venn (1834-1923) 4) Gottlob Frege (1848 - 1925)

Lalu Chares Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar di John Hopkins University, melengkapi logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil Peirce (Peirce's Law) yang menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of signs)

Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970).

Logika simbolik lalu diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Rudolf Carnap (1891-1970), Kurt Godel (1906-1978), dan lain-lain.

Kemudian menyusullah zaman kemunduran di bidang logika di dunia Islam karena dianggap terlalu memuja akal, sebagaimana yang pernah dialami sebelumnya di Yunani yang diharamkan oleh pihak gereja–Kristen. Di antara ulama-ulama besar Islam, seperti Muhhiddin Nawawi, Ibn Shalah, Taqiyuddin Ibn Taimiyah, Saduddin Al-Taftazani malah mengharamkan mempelajari Ilmu Logika dengan tuduhan akan menjadi zindiq, ilhad dan kufur. Pengaruh mereka ini telah menyebabkan banyak ulama tidak memperkenankan Ilmu Logika diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan yang mereka asuh.

(23)

Namun demikian, masih ada beberapa orang ulama besar yang masih tetap mempertahankan Ilmu Logika sebagai suatu ilmu yang harus dipelajari, tetapi terbatas pada maksud menggunakannya sebagai penunjang bagi Ilmu Tauhid (theologi) saja. Di antara mereka adalah Sayid Syarif Ali al-Jurjani, Muhammad Duwani, Abdurrahman Al-Akhdari, Muhibbullah Al-Bishri, Al-Hindi, Ahmad Al-Malawi, Muhammad Al-Subhan dan tentu saja masih ada yang lain.

Dan di awal kebangkitan Islam (mulai pada penghujang abad ke-19) yang ditandai dengan gerakan pembaharuan, ilmu-ilmu yang tadinya disingkirkan, termasuk Ilmu Logika, mulai dipelajari dan dikembangkan kembali. Gerakan pembaharuan ini dipelopori oleh Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain-lain. Pengaruh ini meluas ke seluruh dunia Islam, termasuk Indonesia.

Di Indonesia, Ilmu Logika pada mulanya dipelajari secara terbatas di perguruan-perguruan agama dan pesantren yang biasa disebut dengan nama Ilmu Mantiq. Ilmu ini, kemudian, semakin mendapat perhatian berkat semangat positif gerakan pembaharuan tadi. Tetapi, meskipun pakar logika mungkin banyak di Indonesia, ternyata buku-buku logika yang mereka susun dalam bahasa Indonesia masih amat sedikit. Sementara itu, mereka mengakui besarnya signifikansi dan peranan Ilmu Logika itu bagi pengembangan ilmu pada umumnya dan peningkatan daya pikir untuk memperoleh kesimpulan yang benar pada khususya.19

Embrio Logika

Dalam khazanah peradaban Islam persolan bahasa dan logika muncul ketika terjadi perdebatan tentang kata dan makna antara Abu Sa’id al-Syirafi (893-950 M) dengan Abu Bisyr Matta (870-940 M). Menurut al-Syirafi yang ahli bahasa, kata muncul lebih dahulu daripada makna, dan setiap bahasa lebih merupakan cerminan dari budaya masyarakat masing-masing.

Sebaliknya, menurut Abu Bisyr Matta, makna ada lebih dahulu dibanding kata, begitu pula logika muncul lebih dahulu daripada bahasa. Makna dan logika inilah yang menentukan kata dan bahasa, bukan sebaliknya.

(24)

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dapat berinteraksi secara aktif dan melakukan transformasi dengan sesamanya tak lain karena ia memiliki akal untuk berfikir. Al-Qur’an yang merupakan sumber autentik dan absolut, yang tak diragukan lagi kebenaranya sangat menghargai peranan akal ini. Bahkan, pertanyaan yang berupa seruan “untuk selalu berfikir” bagi seseorang sangat banyak sekali dijumpai dalam berbagai ayat, di antaranya : Baqarah: 44, 76, Ali Imran: 65, An’am: 32, A’raf: 169, Hud: 51, Yusuf: 109, Anbiya’: 67, Al-Mukminun: 80, Al-Qashash: 60, Shaffat: 138.20

Akal merupakan suatu sarana super canggih, dikaruniai Tuhan kepada manusia, tidak kepada makhluk lainnya. Dengan akal manusia dapat mengetahui sesuatu yang belum diketahuinya. Atau memahami lebih mendalam lagi sesuatu yang telah diketahuinya, baik tentang dirinya maupun hakikat alam dan rahasia yang terkandung di dalamnya. Manusia karena akalnya menjadi makhluk unik yang senantiasa terdorong untuk berfikir sepanjang hayatnya sesuai dengan kemampuan befikir yang dimilikinya.

Ketika manusia itu masih diberi kehidupan, dan hidup dalam keadaan normal, selama itu pula aktivitas berfikir tidak akan terlepas darinya. Manusia termasuk Anda selalu berambisi untuk mencari kebenaran dengan jalan berpikir. Pada saat itulah ilmu logika berperan penting dalam mencari suatu kebenaran.

Rene Descartes, seorang tokoh rasionalisme berkata: “Aku berfikir, karena itu aku ada”. Bahkan dalam teori pensyariatan hukun Islam, teori logika – yang jelas menggunakan nalar–, sama sekali tak dapat “melepaskan diri” dari apa yang kita sebut sebagai logika tadi.

Begitu pula ahlu al-ra’yu (logika/mantiq) dan ahlu al-qiyas (analogi) memandang syariat itu sebagai pengertian yang masuk akal dan dipandangnya sebagai asal yang universal yang diisyaratkan oleh Al-Qur’an al-Karim.21

Dalam teori ijtihad, Imam Syafi’ie, ketika memahami al-Qur’an maupun Sunnah ada istilah dilalah ghairu mandhum (penunjukan kalimat terhadap makna dengan menggunakan lafadh yang tidak sharih)

20 http://arkoun.multiply.com/ 21 http://insidewinme.blogspot.com

(25)

yang tentunya dibutuhkan analisis ‘berfikir tepat’ dalam memahaminya.22

Contoh di atas sengaja penulis paparkan, sekali lagi, tak lain hanyalah untuk menekankan bahwa signifikansi akal teramat krusial sebagai langkah untuk memperoleh kredibilitas dan akuntabilitas dalam memecahkan dan membuat kesimpulan pada setiap persoalan kehidupan.

Akan tetapi, hasil pemikiran manusia, meskipun dengan menggunakan akal tidak selalu benar. Hasil pemikirannya, kadang-kadang salah meskipun ia telah bersungguh-sungguh berupaya mencari yang benar. Kesalahan itu bisa saja terjadi tanpa unsur kesengajaan. Jika hal itu memang terjadi, maka ia telah mendapat pengetahuan yang salah meskipun ia yakin akan kebenarannya.

Oleh karena itu, supaya manusia aman dari kekeliruan berfikir dan selamat dari mendapat kesimpulan yang salah, maka disusunlah kaidah-kaidah berfikir atau metodologi berfikir ilmiah yang kita kenal ilmu logika atau manthiq. Bahkan, Syeh Abdurrahman al-Akhdari dalam

Al-Mandhumah Sullam al-Munawraq mengatakan bahwa peran ilmu

mantiq atau logika seperti halnya “nahwi li allisan” (grammar dalam pegucapan).

Maka setidaknya, itulah yang menjadi latar belakang penulisan buku ini, meskipun di dalamnya hanya menyinggung sebagaian kecil dari ilmu logika itu sendiri, seperti arti, obyek, bagian, dan manfaatnya.

Tujuan dan Faedah Mempelajari Logika

Mempelajari Ilmu logika atau Manthiq, seperti halnya mempelajari ilmu lainnya, tidak terlepas dari tujuan dan kegunaan. Tujuan dan kegunaan Ilmu Logika di antaranya sebagaimana dijelaskan oleh pakar Ilmu Logika (Manathiqah) berikut.

Tujuan Ilmu Logika menurut Muhammad Nur al-Ibrahimi:23

1) Melatih , mendidik, dan mengembangkan potensi akal dalam mengkaji objek pikir dengan menggunakan metodologi berpikir.

22 http://id.wikipedia.org/wiki/Logika

(26)

2) Menempatkan persoalan dan menunaikan tugas padasituasi dan kondisi yang tepat.

3) Membedakan proses dan kesimpulan berpikir yang berani (hak) dari yang salah.

Adapun mempelajari ilmu logika sungguh sangat berfaedah sekali untuk hal-hal sebagai berikut:

1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren. 2. Melatih jiwa manusia agar dapat memperhalus jiwa fikirannya 3. Mendidik kekuatan akal pikiran dan memperkembangkannya yang

sebaik baiknya dengan melatih dan membiasakan mengadakan penyelidikan-penyelidikan tentang cara berpikir. Dengan membiasakan latihan berpikir, manusia akan mudah dan cepat mengetahui dimana letak kesalahan yang menggelincirkannya dalam usaha menuju hukum-hukum yang diperoleh dengan fikiran itu.

4. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.

5. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.

6. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis

7. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir, kekeliruan serta kesesatan.

8. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian. 9. Terhindar dari klenik, gugon-tuhon (bahasa Jawa)

10. Apabila sudah mampu berpikir rasional, kritis, lurus, metodis dan analitis sebagaimana tersebut pada butir pertama maka akan meningkatkan citra diri seseorang.

Jadi, mempelajari ilmu logika itu sama dengan mempelajari ilmu pasti, dalam arti sama-sama tidak langsung memperoleh faedah dengan ilmu itu sendiri, tapi ilmu-ilmu itu sebagai perantara yang merupakan suatu jembatan untuk ilmu-ilmu yang lain juga untuk menimbang sampai dimana kebenaran ilmu-ilmu itu. Dengan demikian maka ilmu

(27)

logika juga boleh disebut ilmu pertimbangan atau ukuran, dalam bahasa Arab disebut ilmu mizan atau mi’jarul ulum.24

Manusia dituntut untuk berpikir dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, baik pengetahuan yang berhubungan dengan alam maupun pengetahuan yang berhubungan dengan manusia. Manusia berpikir tentang rumah tangga, pendidikan anak-anak, pemerintahan Negara dan berbagai masalah lainnya. Dalam hal ini logika merupakan lampu obor penerang jalan menuju arah yang dituju. Karena itu logika dinamakan ilmu dari segala ilmu, ilmu timbangan dan ukuran dari segala ilmu.

Sedangkan menurut Immam al-Ahdhari, tujuan dan kegunaan Ilmu Logika adalah sebagai berikut:

ءﺎﻄﺨﻟا ﻲﻏ ﻦﻋ رﺎﻜﻓﻻا ﻢﺼﻌﻴﻓ

*

ﻒﺸﻜﻳ ﻢﻬﻔﻟا ﻖﻴﻗد ﻦﻋ و

ءﺎﻄﻐﻟا

”Manthiq (Logika) dapat memelihara pikiran dari kesalahan berpikir,

memperdalam pemahaman, dan menyingkap selimut kebodohan.”25

Dengan demikian kita dapat memahami, bahwa betapa pentingnya logika itu dan setuju sekali dengan apa yang dikatakan Imam al-Ghazali:

ﻪﻤﻠﻌﺑ ﻖﺛﻮﻳ ﻻ ﻖﻄﻨﻤﻟﺎﺑ ﻪﻟ ﺔﻓﺮﻌﻣ ﻻ ﻦﻣ نا

“Sesungguhnya orang yang tidak memiliki pengetahuan dalam ilmu logika, tidak dapat dipercaya ilmunya.”26

Mempelajari ilmu logika sama halnya dengan ilmu pasti, yaitu tidak secara langsung memperoleh manfaat dari ilmu itu sendiri. Tetapi ilmu itu sebagai perantara, sebagai suatu jembatan untuk ilmu-ilmu lainnya. Disamping itu, untuk melihat dan menimbang sampai dimana kebenaran ilmu itu.

24 Taib Thahir, Ilmu Mantiq, (Jakarta: Wijaya, 1981), h. 15. 25 Imam al-Ahdhari, Matn al-Sulam fî al-Manthiq, bait ke-10 26 Al-Ibrahimi, Ilmu al-Manthiq, h. 7.

(28)

Di atas telah disebutkan, bahwa ilmu logika adalah ilmu dari segala ilmu. Hal ini berarti, bahwa ilmu logika pasti ada hubungannya dengan ilmu-ilmu lainnya. Sebagaimana diketahui, bahwa ilmu ialah untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui dengan keyakinan dan perkiraan yang kuat. Sedangkan ilmu logika adalah untuk mencari jalan dan dengan jalan itu akan mencapai yang dipandang benar.

Dengan demikian jelaslah bahwa hubungan ilmu logika dengan ilmu-ilmu yang lainnya itu, sukar dipisahkan. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, dikemukakan contoh berikut:

Panca indera kita sering terbentur pada sesuatu yang belum kita ketahui, sehingga akhirnya dapat mengetahui dan mengenal sifat-sifat sesuatu yang tadinya belum kita kenal. Seperti keadaan anak kecil ketika melihat buah jambu atau buah jeruk. Dia rasai dan dia cium baunya, dilihat bentuk dan warnanya, diraba dan dipegangnya, kemudian dicoba dimakannya. Pada suatu ketika anak mendengar nama buah jambu atau buah jeruk dan melihatnya sebagaimana yang pernah dilihat sebelumnya, maka mengertilah ia bahwa buah yang semacam itu adalah buah jambu atau jeruk.

Selanjutnya anak itu dapat membanding-bandingkan sifat jambu dan jeruk, pada suatu ketika nanti ia akan tahu yang mana jambu dan yang mana jeruk. Dengan demikian ia telah memiliki pengetahuan tentang jambu dan jeruk.

Hukum Mempelajari Ilmu Logika

Salah satu ciri ilmu keislaman adalah adanya penjelasan mengenai hukum mempelajari suatu disiplin ilmu. Para ulama sepakat bahwa hukum mempelajari Ilmu Logika Islam sama dengan mempelajari ilmu keislaman lainnya; sesuai dengan perintah Nabi Muhammad Saw. Adapun mengenai mempelajari ilmu logika yang termasuk kategori logika murni Yunani dan logika campuran antara Yunani dan Islam terdapat perbedaan pendapat (ikhtilaf) seperti berikut.27

a. Kelompok Ibnu Shalah dan Imam Abu Zakaria Yahya al-Nawawi berpendapat bahwa hukum mempelajarinya adalah haram.

27 Mas’ud Taftazani, Syarh al-Khabbisshy ‘alâ Matn Thanzib al-Mantiq, (tk: tt.), h.

(29)

b. Kelompok Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa mempelajarinya diperbolehkan, bahkan mendekati disunnahkan28 dengan catatan: (a). Orang yang mempelajarinya cerdas, (b). Dikaitkan dalam upaya memperdalam Al-Qur’an dan as-Sunnah serta mempertahankan keduanya dari serangan pemikiran yang mengingkari Al-Qur’an dan as-Sunnah, dan (c). Dalam upaya mencari kebenaran.

c. Sebagian kelompok Sunni dan Sufi, seperti Syuhrawardi, menganggapnya haram; bahkan menentang dan memeranginya.

d. Selain itu, ada juga yang beranggapan bahwa hukum mempelajari logika murni Yunani dan logika campuran antara Yunani dan Islam adalah wajib kifayah, yaitu suatu kewajiban yang dapat diwakili; tidak setiap orang mesti mempelajarinya.29

e. Mubah, boleh bagi orang yang akalnya telah sempurna dan mengerti benar ajaran Al-Qur’an dan hadits. Pendapat ketiga ini adalah pendapat yang masyhur.30

Keutamaan Ilmu Logika

Menurut Syaikh Khatab Umar ad-Darwis, Ilmu Logika (Ilmu

Mantiq) itu mempunyai keutamaannya. Adapun keutamaan keutamaan

Ilmu Logika adalah:31

ﻪﻧﻮﻜﺑ مﻮﻠﻌﻟا ﻦﻣ ﻩﺮﻴﻏ ﻲﻠﻋ ﺪﻳﺰﻳ و قﻮﻔﻳ ﻢﻠﻋ ﻮﻬﻓ ﻪﻠﻀﻓ ﺎﻣا و



ﺎﻬﻴﻓ ﺚﺤﺒﻳ ﻮﻫو ﻖﻳﺪﺼﺛ و ارﻮﺼﺛ ﻢﻠﻋ ﻞﻛ ذا ﺎﻬﻴﻓ ﻊﻔﻨﻟا مﺎﻋ

”Keutamaan Ilmu Mantiq (Ilmu Logika) di antaranya dapat

mengungguli dan memberi nilai tambah terhadap disiplin ilmu-ilmu lainnya, sebab kegunaan Ilmu Mantiq bersifat umum. Artinya, Ilmu Mantiq membahas tashawur dan tashdiq sesuai dengan objek kajiannya.”

28 Syarqawi Dhofier, Pengantar Logika; Dengan Perspektif Islam, (Madura:

Al-Amien, 1997), h. 5

29 Taftazani, Syarh al-Khabbisshy, h. 8 30 Dhofier, Pengantar Logika, h. 5

31 Syaikh Khatab Umar ad-Darwis, Taghrir Syarah matn al-Sulam al-Manthiq, h.

(30)

Pemahaman kita terhadap keutamaan Ilmu Mantiq, seperti halnya terhadap ilmu-ilmu lainnya, bertujuan menumbuhkan kesadaran betapa pentingnya nilai ilmu bagi kehidupan mempelajarinya seabgai bagian dari tugas kesehariannya.

Hubungan Ilmu Logika dengan Ilmu-ilmu Lain

Apakah Ilmu Logika itu ada kaitannya dengan ilmu-ilmu lainnya? Begini, untuk menjelaskan hubungan ilmu logika dengan ilmu-ilmu yang lain, kita mencoba meminjam pendapatnya Syaikh Umar ad-Darwis mengenai penjelasan ilmu logika. Menurutnya:32

ﻢﻠﻋ ﻞﻛ نﻻ ﺎﻬﻟ ﻞﻛ ﻪﻋﻮﺿﻮﻣ رﺎﺒﺘﻋﺎﺑ ﻮﻬﻓ مﻮﻠﻌﻟا ﻲﻟا ﻪﺘﺒﺴﻧ ﺎﻣاو

ﻖﻳﺪﺼﺗ وا رﻮﺼﺑ

”Hubungan Ilmu Logika dengan ilmu-ilmu lainnya dapat dilihat dari

segi objek bahasannya yang universal, yaitu tashawur dan tashdiq. Sebab, setiap disiplin ilmu berisikan tashawur dan tashdiq.

Tashawur dan tashdiq merupakan cara menerangkan dan menetapkan objek pikir secara esensial dan substansial, yang metodenya dijelaskan dalam Ilmu Logika. Adapun perwujudan dari

tashawur dan tashdiq adalah suatu disiplin ilmu –isi setiap disiplin ilmu

adalah keterangan mengenai segala sesuatu yang menjadi objek bahasannya yang disebut teori. Jadi, isi suatu disiplin ilmu adalah teori tentang sesuatu yang menjadi objek kajiannya; sedangkan teori berintikan tashawur dan tashdiq yang menjadi objek kajian Ilmu Logika. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa hubungan Ilmu Logika dengan ilmu-ilmu lainnya terletak pada fungsinya sebagai alat dan kaidah pembuatan teori yang menjadi isi setiap ilmu.

Sumber Pengambilan Ilmu Logika

Dalam Ilmu Manitq ada disebutkan ada kata istimdad. Jika dilihat dari segi bahasa, istimdad adalah sumber pengambilan sesuatu. Adapun

(31)

secara terminologi, istimdad mengandung pengetian suatu sebutan untuk menyatakan sesuatu yang menjadi sumber atau dasar pengambilan disiplin ilmu.

Sumber pengambilan Ilmu Logika adalah akal, yang merupakan ”hidayah” dari Allah Swt. Dengan potensi akal itu, manusia berbeda dari makhluk Allah lainnya. Bahkan, karena akal inilah manusia diberi beban untuk memikul ”hidayah agama Islam.” Hidayah yang diberikan Allah

kepada umat manusia, menurut Dr. Musthafa Al-Maraghi33 dalam

penafsirannya terhadap QS. Al-Fâtihah [1]: 6, ada lima macam:

1) Hidayah Gharizah (Instink). Hidayah jenis ini dibeirkan Allah kepada manusia dan kepad makhluk lainnya.

2) Hidayah Hawasi (penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan, dan perabaan). Hidayah ini diberikan kepada manusia dan makhluk lainnya.

3) Hidayah Akal (penalaran). Hidayah ini diberikan Allah kepada manusia, malaikat, dan jin.

4) Hidayah Din Al-Islam (Agama Islam). Hidayah ini diberikan Allah Swt. kepada manusiadan jin.

5) Hidayah Taufiqi (kemampuan untuk mencocokkan perilaku dengan hidayah yang keempat). Hidayah ini diberikan Allah kepada manusia dan jin berupa ”daya ikhtiari.”

Sebagai istimdad Logika, akal merupakan:34

ﺔﻳﺮﻈﻨﻟاو ﺔﻳروﺮﻀﻟا تﺎﻣﻮﻠﻌﻤﻟا ﺲﻔﻨﻟا كرﺪﺗ ﻪﺑ ﻲﻧ ﺎﺣور رﻮﻧ

Cahaya spiritual yang dengannya seseorang dapat memahami objek pengeahuan yagnmudah dan yang sulit.

Dasar-dasar Logika

Konsep bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu menyatakan bahwa kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan

33 Dr. Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz I, h. 35-36. 34 Ibrahim al-Bajuri, Matn al-Mantiq, bait ke-15-17.

(32)

oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan (premis). Logika silogistik tradisional Aristoteles (Mantiq al-Qadim) dan logika simbolik modern (Mantiq al-Hadits) adalah contoh-contoh dari logika formal.

Logika tradisional (Mantiq al-Qadim) adalah logika Aristoteles, dan logika daripada logikus yang lebih kemudian, tetapi masih mengikuti sistem logika Aristoteles. Para Logikus sesudah Aristoteles tidak membuat perubahan atau mencipta sistem baru dalam logika kecuali hanya membuat komentar yang menjadikan logika Aristoteles lebih

elegant dengan sekedar mengadakan perbaikan-perbaikan dan

membuang hal-hal yang tidak penting dari logika Aristoteles. Logika modern (Mantiq al-Hadits) tumbuh dan dimulai pada abad XIII. Mulai abad ini ditemukan sistem baru, metode baru yang berlainan dengan sistem logika Aristoteles. Saatnya dimulai sejak Raymundus Lullus menemukan metode baru logika yang disebut Ars magna.35

Dasar penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif dan induktif. Penalaran deduktif –kadang disebut logika deduktif– adalah penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau salah. Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Pemikiran induktif merupakan proses pemikiran di dalam akal kita dari pengetahuan tentang kejadian/peristiwa-peristiwa/hal-hal yang lebh konkret dan ‘khusus’ untuk menyimpulkan pengetahuan yang lebih ‘umum’36

Contoh argumen deduktif:

1) Setiap makhluk adalah ciptaan Tuhan

2) Semua makhluk tersusun dari unsur substansi dan accident

3) Semua perbuatan hamba adalah proses sintesa antara energi ciptaan Tuhan dan kehendak manusia

35 Sumartoyo Hardjosatoto & Endang Daruni Asdi, Pengantar Logika Modern,

(Yogyakarta: Karya Kencana, 1979), h. 16-23, 49-59.

(33)

Penalaran induktif –kadang disebut logika induktif– adalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum. Dengan kata lain merupakan proses pemikiran di dalamnya akal kita dari pengetahuan yang lebih ’umum’ untuk menyimpulkan pengetahuan yang lebih ’khusus’.37

Contoh argumen induktif:

1. Al-Qur’annya orang Islam Arab berjumlah 30 juz 2. Al-Qur’annya orang Islam Turki berjumlah 30 juz 3. Al-Qur’annya orang Islam Amerika berjumlah 30 juz 4. Al-Qur’annya orang Islam Indonesia berjumlah 30 juz 5. ...

6. Al-Qur’an umat Islam berjumlah 30 juz

Cara ini mempunyai dua keuntungan. Pertama, kita dapat berpikir secara ekonomis. Meskipun eksperimen kita terbatas pada beberapa kasus individual, kita bisa mendapatkan pengetahuan yang lebih umum tidak sekadar kasus yang menjadi dasar pemikiran kita. Kedua, pernyataan yang dihasilkan melalui cara berpikir induksi tadi memungkinkan proses penalaran selanjutnya, baik secara induktif maupun secara deduktif.38

Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa ciri utama yang membedakan penalaran induktif dan deduktif.

Deduktif Induktif

- Jika semua premis benar maka kesimpulan pasti benar.

- Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada, sekurangnya secara implisit, dalam premis.

- Jika premis benar, kesimpulan mungkin benar, tapi tak pasti benar.

- Kesimpulan memuat informasi yang belum diketahui sebelumnya, bahkan secara implisit, dalam premis.

37 Poesprodjo, Logika, h. 22 38 Copi, Introduction to Logic, h. 12

(34)

Macam-macam logika

Logika dapat dibagi: pertama berdasarkan kualitasnya, kedua berdasarkan perbedaan pendekatan yang dinyatakan dengan pelbagai perbedaan madzhab logika. Ketiga berdasarkan perbedaan jenis-jenis logika.

Dilihat dari segi kualitasnya, logika dapat dibedakan menjadi Logika Alamiah atau Naturalis (Mantiq al-Fitri) dan Logika Ilmiah (Mantiq al-Sûri)

1. Logika alamiah

Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia yang ada sejak lahir.

2. Logika ilmiah

Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.39

Berdasarkan perbedaan pendekatan, logika memiliki banyak madzhab (school of logic). Sekurang-kurangnya ada lima madzhab logika, yaitu:

1. Traditional Logic (Logika Tradisional), yaitu madzhab logika

yang menafsirkan logika sebagai sekelompok aturan berpikir yang berguna bagi perbincangan sehari-hari dan perbincangan ilmiah. Madzhab yang dipelopori oleh Aristoteles ini memberi tekanan pada deduksi dan induksi.

2. Empiricism (madzhab Tajribi). Yaitu, pemikrian yang didasarkan

pada penggunaan potensa indra lahir semata dalam memikirkan objek pikir. Pengetahuan yang dihsilkannya disebut epengetahuan indra.

(35)

3. Metaphysical Logic/Mysticism (Logika Metafisik/Madzhab Shufi),

yaitu madzhab logika yang menganggap logika sama dengan metafisika. Madzhab ini merupakan pemikiran yang didasarkan pada penggunaan potensi nurani dan intuisi. Pengetahuan yang diperolehnya diseut pengetahuan mistis.40 Menurutnya susunan pikiran dianggap sama dengan susunan kenyataan. Madzhab yang lebih menekankan pada upaya menafsir pikiran sebagai struktur kenyataan ini didukung oleh George Wilhelm Friedrich Hegel, seorang filsuf Jerman yang hidup antara 1770-1831.

4. Epistemological Logic (Logika Teori Ilmu Pengetahuan), yaitu

madzhab logika yang beranggapan bahwa pikiran logis harus digabung dengan perasaan dan seluruh ilmu pengetahuan untuk mencapai kebenaran. Kebenaran menurut madzhab ini tergantung pada kesesuaiannya dengan pendapat-pendapat lain dalam berbagai bidang dan disiplin ilmu pengetahuan. Sehingga dengan demikian logika dianggap menjadi sebuah sisstem yang bulat. Madzhab ini didukung oleh Herbert Bradley (1848-1923).

5. Pragmatic Logic /madzhab ’Aqli/Rationalism (Logika Kegunaan), yaitu madzhab logika yang menganggap logika sebagai alat untuk menghadapi pengalaman hidup dan memecahkan masalah. Pengetahuannya didasarkan pada penggunaan potnsi akal semata. Menurut aliran ini, akal mempunyai kemampuan memahami, mengkaji, menetapkan, memikirkan, dan menyadari objek pikir. Pengetahuan yang diperolehnya disebut pengetahuan rasional.41 Rangkaian pemikiran hanyalah berlangsung dalam rangka pemecahan masalah. Madzhab ini disebut juga

Instrumentalist Logic dan didukung oleh John Dewey (1859-1952).

6. Criticism (madzhab Naqdihi). Yaitu, pemikrian yang didasarkan

pada penggabungan antara madzhab Tajribi dan madzhab ’Aqli dalam memikirkan objek pikir.

7. Simbolic Logic (Logika Simbol), yaitu madzhab logika yang

menganggap bahasa sebagai lambang dari kerja pikir. Madzhab yang didukung oleh Gofried Wilhelm Leibnizt (1646-1716) dan

40 Sayid Abdul Majdi, Al-Malakah ‘Aqliyah fî Qur’an Karim dalam

al-Muhadharah al-‘Ammah, h. 88-89.

(36)

George Boole (1815-1864) memandang pentingnya penggunaan lambang-lambang matematik sebagai simbol dari kerja pikir.42

Sedangkan berdasarkan ragam dan jenisnya logika dibagi menjadi:

1. Philosophical Logic (Logika Filsafat), yaitu logika yang

pembahasannya sangat erat dengan pembahasan-pembahasan filsafat. Misalnya, Deontic Logic (Logika Kewajiban) erat hubungannya dengan Etika (Filsafat Kesusilaan). Atau

Intentional Logic (Logika Arti) erat hubungannya dengan metafisika

(filsafat yang membahas hakekat yang ada di belakang kenyataan). Lawan dari logika filsafat adalah logika yang bersifat sagat teknis dan ilmiah.

2. Pure Logic (Logika Murni) dan Applied Logic (Logika terapan).

Logika murni adalah logika yang berlaku umum tanpa mempersoalkan arti-arti khusus dari sebuah istilah atau pernyataan yang berlaku dalam suatu bidang ilmu tertentu. Lawannya logika terapan, yaitu logika yang diterapkan ke dalam cabang ilmu pengetahuan dan dalam pembicaraan sehari-hari. Seperti logika biologi, logika sosiologi dan lain-lain.

3. Traditional Logic (Logika Tradisional) dan Modern Logic (Logika

Modern). Logika tradisional adalah logika yang berintikan logika Aristoteles yang pembahasannya berkisar masalah penalaran secara deduktif yang mendasarkan pada bentuk-bentuknya saja dan pokok sebutan serta keterangan pokok sebutan. Logika ini mendapat penyempurnaan dari tokoh-tokoh muslim pada masa kejayaan Islam. Penyempurnaan dan pengembangannya berkisar sekitar: keterangan persyaratan yang benar (consequentia), qiyas awla, kaidah-kaidah pemikiran (laws of thought), penguraian induktif serta metode eksperimen (thariqah tajribiyah). Sedangkan Logika Modern adalah Logika Simbol yang menggunakan dasar-dasar matematik. Tokohnya yang menonjol adalah George Boole (1815-1864), seorang ahli logika berasal dari Inggeris.

4. Deductive Logic (Logika Deduktif) dan Inductive Logic (Logika

Induktif). Logika deduktif adalah logika yang mempelajari asas-asas berpikir berdasarkan bentuknya di mana kesimpulan sebagai

(37)

kemestian diturunkan dari pangkal pikir (premis). Karena logika ini lebh menakankan keteraturan kerja akal sesuai dengan bentuknya (aturan-aturan yang berlaku), maka logika ini disebut pula dengan Logika Formal (Formal Logic). Lawannya adalah Logika Induktif, yaitu logika yang mempelajari asas-asas penalaran (reasoning) yang betul dari sejumlah hal khusus sampai pada kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi (probable). Karena logika ini lebih menekankan pada usaha menemukan asas-asas berpikir yang keabsahannya tergantung pada bersesuaian dengan kenyataan maka disebut pula Logika Isi (Material Logic). Berbeda dengan kesimpulan logika deduktif yang bersifat materi, kesimpulan logika induktif bersifat mungkin.

5. Formal Logic (Logika Bentuk) dan Material Logic (Logika Isi).

Walaupun logika bentuk seringkali disamakan dengan logika deduktif, tetapi sebenarnya ia hanya merupakan bagian dari logika deduktif, yaitu bagian yang berhubungan dengan perbicangan (argument) yang sah menurut bentuknya. Sedangkan Logika Isi adalah logika yang menelaah pemikiran dan penalaran yang mengungkapkan dunia kenyataan. Logika isi seringkali disamakan dengan logika induktif, logika minor, atau logika ilmu pengetahuan.43

Pengertian Ilmu

Dr. Muhammad al-Bahi menulis bahwa ilmu –dilihat dari segi sumbernya –terdiri dari dua macam: (a) ilmu yang bersumber dari tuhan, dan (b) ilmu yang bersumber dari manusia. Ilmu yang pertama disebut Ma’rifat al-Ilahiah, sedangkan ilmu yang kedua disebut Ma’rifat

al-Insaniyah. Dalam pada itu. Iman merupakan asas dari keduanya.44 Dalam bahasa Indonesia "Ilmu" seimbang artinya dengan "Science" dan dibedakan pemakaiannya secara jelas dengan kata "pengetahuan".

Kata “Ilmu” dalam pemakaiannya dibedakan dengan “Pengetahuan”. Dalam ilmu logika atau mantiq, istilah “Pengetahuan” (knowledge) sinonim dengan “ilmu badihi” yaitu ilmu yang diterima tanpa membutuhkan penyelidikan seperti panas, dingin dsb. Cara

43 Dhofier, Pengantar Logika, h. 3-5

(38)

mendapatkannya pun berasal dari aktivitas mengetahui, yakni tersingkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa hingga tidak ada keraguan terhadapnya.45 Sedangkan istilah “Ilmu” (science) sinonim dengan “Ilmu Nazhari”, yaitu ilmu yang memerlukan pembuktian dan penelitian seperti memahami hakikat hujan, gerhana matahari dan sebagainya.46

Syaikh Abd ar-Rahmân al-Ahdhari dan al-Darwisi berpendapat bahwa ilmu berarti penjelasan tentan sesuatu dengan cara mengetahui sesuatu tersebut; atau, sampainya jiwa kepasda pemahaman makna sesuatu tersebut.47 Pengertian ilmu ini tentu saja dalam konteks ilmu sebagai “ilmu baru” (hadits). Sebab, ilmu itu –dilihat dari segi waktu– terbagi menjadi ‘Ilm al-Qadim (Ilmu Allah Swt.), dan ‘Ilm al-Hadits (Ilmu “baru”), yaitu ilmu yang dimiliki manusia.48

Kita harus berhati-hati dalam menggunakan kata “pengetahuan” dan “ilmu” dan apa yang kita tangkap dalam jiwa. Pengetahuan (knowledge) sudah puas dengan “menangkap tanpa ragu” kenyataan sesuatu, sedangkan Ilmu (science) menghendaki penjelasan lebih lanjut dari sekadar apa yang dituntut oleh pengetahuan (knowledge).

Sebagai seorang Muslim, Ali mengetahui bahwa Al-Qur’an adalah kitab Allah yang paling sempurna, oleh karena itu ia akan membantah jika Al-Qur’an itu dikatakan buatan Muhammad Saw. Yang demikian ini adalah “pengetahuan” baginya. Manakala ia kemudian mengetahui bahwa ternyata Al-Qur’an itu tatkala dibaca secara istiqamah akan menjadikan pembacanya menjadi tenteram, gaya bahasa Al-Qur’an itu sungguh sangat indah mempesona yang mana penyair terhebat sekalipun tidak bisa menandinginya. Dilihat dari ajarannya Al-Qur’an itu sangat masuk akal dan dapat menyentuh kalbu. Dari pembagaian ajarannya pun ternyata Al-Qur’an berisi berbagai disiplin ilmu: fiqih, tafsir, tajwid, tahsin, murattal, filsafat, ilmu kalam, tasawuf, ilmu

45 Tentang keadaan yaqîn sebagai syarat untuk menetahui lihat Al-Ghazali,

al-Munqidz min al-Dhalâl, (Beirut: Maktabah Saqafiyyah, tt.), h. 7-12.

46 Khalimi, Logika ( FITK : Jakarta), h. 11

47 Syaikh Hasan Darwis al-Quwaisiny, Syarah Mtan al-Sulam fi al-Manthiq,

(Surabaya: tt.), h. 10-11.

48 Menurut hemat penulis, mengenai pembagian ilmu yang datang dari Allah

dan dari manusia ini, hendaknya pembaca jangan sampai terjebak bahwa memang manusia itu bisa menciptakan ilmu. Sekali-kali tidak. Perlu dikatehuai bahwa sehebat apa pun ilmu yang dimilki manusia pada hekakatnya ilmu yang dimiliki oleh manusia itu adalah datangnya ujung-ujung nya dari Allah juga.

(39)

eksakta, ilmu sosial, ilmu sosiologi, ilmu perbintangan dan lain sebagainya. Bahkan Ali akhirnya memahami bahwa Al-Qur’an merupakan pelengkap dan penyempurna kitab-kitab Allah yang diturunkan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad Saw. Dari sinilah akhirnya Ali mengerti makna kesempurnaan Al-Qur’an yang sebenarnya. Nah, pengetahuan Ali yang kemudian tentang kesempurnaan Al-Qur’an seperti ini disebut “Ilmu”.

Dengan demikian, Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu. Sedangkan pengetahuan itu tidak membutuhkan penjelasan yang lebih lanjut. 49

Menurut Abu Hilal al-Askari, ilmu adalah:50

ﻩدﺎﻘﺜﻋاو ﻪﺑ ﻮﻫ ﺎﻣ ﻲﻠﻋ ﺊﺸﻟا ﺔﻗﺮﻌﻣ

“Mengetahui dan meyakini sesuatu menurut apa adanya (objektif).”

Sedangkan menurut Muhammad Nur al-Ibrahim, ilmu adalah:51

ﺎﻄﻳ ﺎﻛاردا ﻦﻈﻟا وا ﻦﻴﻘﻴﻟا ﺔﻬﺟ ﻲﻠﻋ لﻮﻬﺠﻤﻟا كاردا

ﻮﻟ ﻊﻗاﻮﻟا ﻖﺑ

ﻪﻔﻟﺎﺨﻳ

“Pencapaian objek tahu yang belum diketahu dengan cara meyakini atau menduga yagn keadannya bisa cocok dengan kenyataan atau sebaliknya.”

Menurut Maranon (1953),52 ilmu mencakup lapangan yang sangat

luas, menjangkau semua aspek tentang progress manusia secara

49 Baihaqi A.K, “Ilmu Mantiq Teknik Dasar Berpikir Logik”, (Jakarta: Darul Ulum

Press,1996), cet. 1, h. 9.

50 Abu Hilal Askary, Al-Luma’ah min Furuq, (Surabaya: Maktabah

al-Siqafiyah, tt.), h. 8.

51 Muhammad Nur al-Ibrahim, Ilmu Manthiq, h. 7.

52 J. Maranon, Science in Industrial Development, dalam, Anoymous (Ed.), The

Role of Science in the Philippines. (Manila: Science Foundation of the Philippines, 1954), h. 15-19.

Gambar

Tabel  di  bawah  ini  menunjukkan  beberapa  ciri  utama  yang  membedakan penalaran induktif dan deduktif
Gambar proses penalaran a priori
Gambar Porses Penalaran A Posteriori

Referensi

Dokumen terkait

Keraf (1996:48) mengatakan, Analogi kadang-kadang juga disebut analogi induktif adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua khusus yang mirip suatu sama lain,

Materi garis besar selanjutnya adalah Metode Keilmuan Matematika; yang di dalamnya terdapat penalaran induktif /deduktif; logika matematika; Himpunan; Fungsi; Persamaan dan

Bentuk penalaran induktif dimana kesimpulan mengenai suatu akibat dari suatu keadaan dibuat berdasarkan sebab yang diketahui (atau sebaliknya).. Bentuk penalaran induktif

Analogi kadang-kadang disebut juga analogi induktif yaitu proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang

Kompetensi Dasar Pembelajaran Materi Kegiatan Pembelajaran 3.1 Menjelaskan logika matematika dan pernyataan berkuantor, serta penalaran formal (penalaran induktif, penalaran

Selain analogi LOGIS, analogi kadang- kadang disebut juga analogi INDUKTIF, yaitu proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa

Silogisme merupakan bentuk logika deduktif yang terdiri dari dua premis dan satu

Dokumen ini membahas teori tentang hubungan antara penalaran induktif dan deduktif serta