• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagian Kelima

Dalam dokumen Logika Islam (Halaman 99-117)

PROPOSISI

Karena Allah adalah Dzat Yang Mahatahu, maka segala keputusan yang ditetapkan oleh-Nya adalah pasti benar. Pilihan lain yang menyimpang dari-Nya adalah salah. Karena itu tak layak bagi manusia yang merasa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya memilih keputusan yang lain. Karena setiap putusan yang bertentangan dengan keputusan yang benar adalah salah dan sesat.

Dalam kehidupan sehari-hari keahlian dalam membuat keputusan termasuk keterampilan yang sangat penting. Tak berlebihan rasanya kalau disebut bahwa keberhasilan seseorang sebenarnya tergantung pada kepandaiannya membuat keputusan yang benar dan tepat, sehingga terhindar dari salah tindak dan sesat pikir. Karena itu perlu mempelajari bagaimana cara membuat keputusan yang benar, yang tidak mengandung pilihan lain atau keraguan.

Dalam bahasa Arab, istilah keputusan disebut dengan qadhiyah berasal dari kata qadha. Dalam Logika disebut pernyataan,

proposisi, atau kalimat deklaratif. Ada pula yang menerjemahkan

qadhiyah dengan keterangan.1

1 Syarqawi Dhofir, Pengantar Logika; Dengan Spektrum Islam, (tk: Al-Amien, 1977) , 32-33. $Βρ β%. 9ÏΒ÷σßϑÏ9 ωρ >πΖÏΒ÷σãΒ #ŒÎ) Ó% !# ÿ…ãèθß™‘ρ #—øΒ& β& βθä3ƒ ãΝßγ9 äοŽÏƒø:# ôÏΒ öΝÏδ̍øΒ& 3 Βρ ÄÈ÷èƒ !# …ãθß™‘ρ ô‰)ù ¨≅Ê Wξ≈=Ê $YƏÎ7•Β ∩⊂∉∪

”Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi

perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah

memutuskan suatu perkara mereka, akan ada bagi mereka pilihan (yang

lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” QS.

Pengertian

Proposisi, adalah pernyataan dalam bentuk kalimat yang dapat dinilai benar dan salahnya. Di samping itu ia merupakan unit terkecil dari pemikiran yang mengandung maksud sempurna.2 Sebagaimana sudah dijelaskan di mukadimah, oleh orang-orang Timur Tengah, istilah proposisi ini disebut dengan Qadhiyah, yang tertuang dalam ungkapan Arabnya adalah:

ﺪﻴﻔﻣ ﻝﻮﻗ

ﻜﻟﺍﻭ ﻕﺪﺼﻟﺍ ﻞﻤﺘﳛ

ﻪﺗﺍﺬﻟ ﺏﺬ

Pernyataan yang sempurna, yang isinya mengandung kemungkinan benar atau salah

Pernyataan akan menjadi benar jika cocok dengan realitas; atau antara pernyataan dengan kenyataan (bukti/fakta) terdapat kesesuaian. Sebaliknya, jika tidak sesuai dengan kenyataan, pernyataan itu salah.

Istilah qadhiyah dalam Ilmu Mantiq disebut dengan jumlah

(mufidah) dalam Ilmu Nahwu, dan kalimat dalam bahasa Indonesia. Jika

demikian dapat dikatakan bahwa qadhiyah adalah rangkaian kata-kata yang mengandung pengertian.3

Contohnya:

”Allah adalan Pencipta alam semesta.”

”Al-Qur’an jika dibaca dapat menggetarkan hati.” ”Muhammad Saw. adalah seorang Nabi.”

“Semua malaikat tidak maksiat kepada Allah.”

2 Lebih jelasnya dapat dilihat pada Raymond J. McCall, Basic Logic, (New York: Barnes & Noble, 1966), h. 42. Lihat juga Muhammad Nûr Ibraâhîm, Ilmu Mantiq, (Jakarta: Pustaka Azzam, 1969), h. 30.

3 Kata-kata bila disusun untuk menyatakan suatu arti menjadi kalimat. Cara menyusun kata yang demmikian itu disebut sintaksis. Jadi sintaksis adalah cara menyusun kata-kata dalam bentuk kalimat untuk menyatakan arti yang bermakna. Berdasarkan pengertian sintaksis, maksudnya bila kata-kata telah tersusun dalam bentuk kalimat, maka terdapat dua kalimat: 1). Kalimat Bermakna, contoh: Penggaris itu panjang. Kalimat bermakna ini dibedakan antar dua jenis, yaitu: Kalima Berita dan kalimat permintaan, yang teridiri dari: kalimat peritnah (‘Amr), kalimat peromohonan (doa), kalimat harapan (iltimas), dan klimat seru; 2). Kalimat Tak Bermakna, contoh: Di sana kopi terlentang bola. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Dhofir, Pengantar Logika, 33-34

” Syetan bukan teman terbaik bagi manusia.”

”Al-Qur’an bukan makhluiq,” menurut aliran Asy’ariah

Sebaliknya, jika pernyataan pikiran yang mengungkapkan keinginan dan kehendak tidak dapat dinilai benar dan salahnya, maka pernyataan pikiran tersebut bukan proposisi, seperti:

”Semoga Allah selalu menjagamu.” ”Ambilkan aku sebuah kitab.”

”Betapa indahnya bacaan Al-Qur’an gadis shalehah itu.” ”Saudaraku yang tercinta.”

” H2O.”

” Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cintamu.”

Selanjutnya, dalam logika dikenal adanya dua macam proposisi, menurut sumbernya, yaitu propsisi analitik dan proposisi sintetik.4

Proposisi analitik adalah proposisi yang predikatnya mempunyai pengertian yang sudah terkandung pada subyeknya, seperti:

”Al-Qur’an adalah firman Allah.”

“Al-Fâtihah adalah surat dalam Al-Qur’an.” “Muhammad Saw. adalah utusan Allah.”

Kata ‘firman Allah’ pada contoh ‘Al-Qur’an adalah firman Allah’ pengertiannya sudah terkandung pada subyek Al-Qur’an. Jadi, predikat pada proposisi analitik tidak mendatangkan pengetahuan baru. Untuk menilai benar tidaknya proposisi serupa kita lihat ada tidaknya pertentangan dalam diri pernyataan itu. Proposisi analitik disebut juga propsisi a priori.

Sedangkan proposisi sintetik adalah proposisi yang predikatnya mempunyai pengertian yang bukan menjadi keharusan bagi subyeknya, seperti:

”Surat Ar-Ramân itu indah.”

4 Proposisi sintetik dan analitik adalah konsep yang dikemukakan oleh Emanuel Kant. Tentang proposisi ini dapt Anda lihat misalnya pada Morton White, The Age of Analysis, (New York: New American Library, 1960), h. 297.

”Gadis itu anggun.”

“Bill Gates adalah orang kaya.”

Kata ‘indah’ pada proposisi ‘Surat Ar-Rahmân itu indah’ pengertiannya belum terkandung pada subyeknya, yaitu ‘surat Ar-Rahmân.’ Jadi kata ‘indah’ merupakan pengetahuan baru yang didapat melalui pengalaman. Proposisi sintetik adalah lukisan dari kenyatan empirik maka untuk menguji benar salahnya diukur berdasarkan sesuai tidaknya dengan kenyataan empiriknya. Proposisi ini disebut juga proposisi a posteriori.

Proposisi menurut bentuknya ada tiga macam, yaitu: Proposisi kategorik, Proposisi hipotetik dan Proposisi Disyungtif.

Unsur-unsur Proposisi

Proposisi Kategoris (Qadhiyah Hamliyah) adalah kebalikan dari Proposisi Kondisional (Qadhiyah Syarthiyah). Yang pertama dapat dinilai salah dan benar. Sedangkan yang kedua tidak. Karena kebenaran dan kesalahannya sangat tergantung pada terjadinya syarat yang dikandung. Dengan demikian, maka hanya proposisi kategoris yang dapat diolah dan dinalar dan disimpulkan. Untuk mempermudah pengolahan atau penyimpulan atasnya, perlu diketahui unsur-unsurnya, yaitu:5 1. Subyek (S) adalah pokok sebutan atau hal yang diterangkan dalam

proposisi. Dilihat dari segi luasnya ada dua macam:

a) Subyek Universal adalah term yang mencakup semua yang dimaksud oleh subyek. Contoh: ”Semua guru.” Term ini berlambang: Ax.Sx. ”Ax” singkatan dari ”for All x it hold true

that.” Jadi lambang tersebut dibaca, ”Semua x di mana S berlaku untuk x.”

b) Subyek Partikular, yaitu term yang hanya mencakup sebagian dari keseluruhan yang ditunjuk oleh subyek. Contoh, ”Sebagian

guru.” Berlambang Ex.Sx. Dan ”Ex” adalah singkatan dari ”There Exist an x such that.” Jadi lambang tersebut dibaca, ”Sebagian x di mana S berlaku untuk x.” Subyek singular masuk ke dalam

subyek partikular.

2. Predikat (P) adalah hal yang menerangkan dalam proposisi. Dilihat dari kualitasnya, predikat dibagi menjadi:

a. Predikat Afirmatif/Positif, yaitu sifat mengiyakan hubungan dengan Subyek. Contoh: ”Adalah rajin.” Berlambang Px dan dibaca, ”Sifat P berlaku untuk x.”

b. Predikat negatif, yaitu sifat yang menolak hubungan predikat dengan predikat dengan subyek. Contoh, ”Adalah tidak rajin.” Berlambang –Px dan dibaca, ”Sifat non P berlaku untuk x.”

3. Kopula adalah hal yang menerangkan hubungan subyek dan predikat yang bersifat mengiyakan atau mengingkari. Dalam hal menngiyakan seringkali tidak dinyatakan. Dalam hal mengingkari seringkali disebut dengan ”bukan,” ”tidak,” dan ”tiada.”

4. Kuantor, yaitu pembilang yang menunjukkan luas subyek. Biasanya dinyatakan dengan kata, ”seluruh” atau, ”sebagian.” Tetap kadang tidak dinyatakan. Seperti: ”ikan hidup di air.” Walaupun tidak dinyatakan semua tapi yang dimaksud adalah semua ikan.

Proposisi Kategorik (Qadhiyah Hamliyah)

Proposisi kategorik adalah proposisi yang mengandung pernyataan tanpa adanya syarat. Proposisi ini dapat pula dijelaskan dengan ungkapan:

ﺮﺧﺍ ﺩﺮﻔﻣ ﱄﺍ ﺩﺮﻔﻣ ﺔﺒﺴﻨﺑ ﺎﻬﻴﻓ ﻢﻜﺣﺎﻣ

”Suatu keputusan berpikir dengan cara menghubungkan satu variabel

dengan variabel lainnya.

Seperti: ”Alam itu baru.” ”Shalat itu wajib.” ”Ali sedang mangaji.”

”Malaikat yang menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad Saw. itu adalah Jibril.”

”Siapa pun yang bertaubat kepada Allah, akan diterima oleh Allah, karena Allah mencintai orang-orang yang bertaubat.”

Proposisi kategorik yang paling sederhana terdiri dari satu term subyek, satu term predikat, satu kopula dan satu quntifier.

Subyek, sebagaimana kita ketahui, adalah term yang menjadi

pokok pembicaraan. Predikat adalah term yang menerangkan subyek.

Kopula adalah kata yang menyatakan hubungan antara term

subyek dan term predikat. Quntifier adalah kata yang menunjukkan banyaknya satuan yang diikat oleh term subyek. Dalam contoh berikut unsur sebuah proposisi kategorik dapat kita ketahui dengan jelas:

Contoh:

Segala sesuatu yang ada selain Allah keberadaannya tersusun dari substansi dan accidents adalah alam.6

”Segala” = quantifier

“Sesuatu yang ada selain Allah keberadaannya tersusun dari substansi dan accidents” = subyek

“adalah” = kopula “Alam” = predikat.

Contoh lagi, tentang pendapat alam menurut kaum Asy’ariah: Segala sesuatu yang diciptakan Allah dan wujudnya tersusun dari substansi dan accidents yang bersifat baharu adalah alam.7

”Segala” = quantifier

“sesuatu yang diciptakan Allah dan wujudnya tersusun dari substansi dan accidents yang bersifat baharu” = subyek

“adalah” = kopula “Alam” = predikat.

Contoh lagi:

6 Ali Mustafa al-Ghurabi, Târikh al-Firaq al-Islâmiyah wa Nasy’ah ’Ilm al-Kalam ’inda al-Muslmin, (Mesir: Matba’ah Muhammad Ali Subeih wa Aulâdihi, tth.), h. 145

7 Jalal Muhammad Musa, Nasy’atu Asy’ariah wa Tatawwuruha, (Beirut: Dar Kitab Lubnâni, 1975), h. 211, 212. Lihat pula Hamudah Gurabah, Abu Hasan al-Asy’ari, (Kairo: al-Mathâbi’ al-Amîrah, 1973), h. 86, 87.

Sebagian Nabi adalah Rasul 1 2 3 4

1 = quantifier 2 = term subyek 3 = kopula 4 = term predikat

Quantifier ada kalanya menunjuk kepada permasalahan universal,

seperti kata: seluruh, semua, segenap, setiap, tidak satu pun; ada kalanya menunjuk kepada permasalahan particular, seperti: sebagian, kebanyakan, beberapa, tidak semua, sebagian besar, hampir seluruh, rata-rata, [salah] seorang di antara…; [salah] sebuah di antara…’ ada kalanya menujuk kepada permasalahan singular, tetapi untuk permasalahan singular biaasnya quantifier tidak dinyatakan.

Apabila quantifier suatu proposisi menunjuk kepada permasalahan universal maka proposisi itu disebut proposisi universal; apabila menunjuk kepada permasalahan partikular disebut proposisi particular, dan apabila menunjuk kepada permasalahan singular disebut proposisi singular.

Meskipun dalam suatu proposisi tidak dinyatakan quantifier-nya tidak berarti subyek dari proposisi tersebut tidak mengandung pengertian banyaknya satuan yang diikatnya. Dalam keadaan apapun subyek selau mengandung jumlah satuan yang diikat. Adapun cara menentukan kuantitas dari proposisi yang tidak dinyatakan quantifier-nya adalah dengan cara mengetahui lewat hubungan pengertian antara subyek dan predikatnya. Sekarang, perhatikan dahulu proposisi yang

quantifier-nya dinyatakan:

- Proposisi universal : Semua surat dalam Al-Qur’an adalah kalamullah

- Proposisi partikular : Sebagian manusia adalah wali Allah.

- Proposisi singular : Seorang Abu Bakar ra. adalah sahabat Rasulullah Saw.

Proposisi tersebut dapat dinyatakan tanpa disebut quantifier-nya tanpa mengubah kuantitas proposisinya:

- Surat dalam Al-Qur’an adalah kalamullah - Manusia adalah wali Allah.

Dalam propsisi ‘Surat dalam Al-Qur’an adalah kalamullah’, meskipun quantifier-nya tidak dinyatakan, yang dimaksud adalah semua surat, karena tidak satu surat pun bukan kalamullah. Pada proposisi ‘Manusia adalah wali Allah’, yang dimaksud adalah sebagian manusia karena tidak semua manusia adalah wali Allah. Sedangkan pada proposisi ‘Abu Bakar ra. adalah sahabat Rasulullah Saw.’ yang dimaksud tentulah seseorang, bukan beberapa orang.

Kopula, sebagamana telah disebut, adalah kata yang menegaskan hubungan term subyek dan term predikat baik hubungan mengiakan maupun hubungan mengingkari. Bila ia berupa ‘adalah’ berarti mengiakan dan bila berupa ‘tidak, bukan atau tak’ berarti mengingkari.

Kopula menentukan kualitas proposisinya. Bila ia mengiakan, proposisinya disebut proposisi positif dan bila mengingkari disebut proposisi negatif.

Proposisi positif: Abu Bakar ra. adalah sahabat Rasulullah Saw. Proposisi negatif: Hasan al-Bashri rah. bukan sahabat Rasulullah Saw.

Kopula dalam proposisi positif kadang-kadang dinyatakan dan kadang-kadang tidak (tersembunyi). Kita sering mendengar ungkapan ‘Muhammad Saw. adalah Nabi terakhir’ (kopula dinyatakan); tetapi sering juga mendengar hanya: ‘Muhammad Saw. Nabi terakhir’.

Kopula pada proposisi negatif tidak mungkin disembunyikan, karena bila demikian berarti mengiakan hubungan antara term subyek dan predikatnya. Dalam proposisi seperti ’Manusia berpikir’ kita tidak boleh beranggapan bahwa kopulanya tidak ada. Di sini kopulanya terkandung dalam term ’berpikir’. Proposisi itu pada hakikatnya berbunyi: ’Manusia adalah makhluk [yang] berpikir.’8 Keadaan serupa juga terjadi pada proposisi ’Semua anjing berkutu’ (Semua anjing adalah binatang yang berkutu); ’Hasan tidur’ (Hasan adalah orang yang tidur); ’Joni suka mengganggu gadis’ (Joni adalah manusia yang suka mengganggu gadis).

Kopula dalam proposisi merupakan keharusan, meskipun bisa dinyatakan dan bisa pula tidak. Jika proposisi itu kita umpamakan sebagai makhluk hidup, maka term subyek, predikat serta quantifier adalah jasmaninya, sedangkan kopula adalah rohaninya karena ialah

yang menegaskan hubungan antara subyek dan predikatnya, baik dalam arti mengiakan atau pun mengingkari, sebagai hakikat dari suatu pernyataan yang dapat menilai benar dan salahnya. 9

Dengan quantifier dapat kita ketahui kuantitas proposisi tertentu, apakah unversal, partikular ataukah singular, dan dengan kopula bisa kita ketahui kualitas proposisi itu apakah positif ataukah negatif.

Dari kombinasi antara kuantitas dan kualitas proposisi maka kita kenal enam macam proposisi, yaitu:

a. Universal positif (Kulliyah). Pengertiannya:

ﻢﻜﳊﺍ ﻥﺍ ﲔﺒﻳ ﺎﻣ ﻲﻠﻋ ﺖﻠﻤﺘﺷﺍﻭ ﺎﻴﻠﻛ ﺎﻬﻋﻮﺿﻮﻣ ﺎﻛﺎﻣ

ﻭﺍ

ﻓﻊ

ﻠﻰ

ﻮﺿﻮﳌﺍﺩﺍﺮﻓﺍ ﻞ

“Proposisi yang subyeknya berupa lafadz universal yang mengandung

penjelasan secara langsung berlakunya keputusan kepada setiap individu subyek.”

Seperti : Semua manusia adalah makhluk. Setiap mukmin mendirikan shalat

b. Partikular positif (Juz’iyyah). Pengertiannya:

ﺎﻬﻋﻮﺿﻮﻣ ﻥﺎﻛ ﺎﻣ

ﺎﻴﺋﺰ

ﻊﻗﺍﻭ ﻢﻜﳊﺍ ﻥﺍ ﲔﺒﻳ ﺎﻣ ﻲﻠﻋ ﺖﻠﻤﺘﺷﺍﻭ

ﳌﺍ ﺩﺍﺮﻓﺍ ﻞﻛ ﻲﻠﻋ

ﻉﻮﺿﻮ

“Proposisi yang subyeknya berupa lafadz sebagian dan menggunakan

kata kuantitas yang menjelaskan berlakunya keputusan bagi sebgian individu subyek.”

Seperti : Sebagian manusia adalah Nabi. Sebagian alam itu ada yang hidup

c. Singular positif (Mujabah). Pengertiannya:

ﻉﻮﺿﻮﻤﻠﻟ ﻝﻮﻤﶈﺍ ﺕﻮﺒﺜﺑ ﺎﻬﻴﻓ ﻢﻜﺣﺎﻣ

Suatu keputusan berpikir dengan cara mentapkan berlakunya mahmul [predikat] kepada maudhu [subjek]

Seperti : Rudiyanto SW Al-Kedokany adalah penulis. Nabi Muhammad Utusan Allah.

d. Universal negatif (kulliah mahmulah salibah).

ﻥﺍ ﲔﺒﻳ ﺎﻣ ﻲﻠﻋ ﺖﻠﻤﺘﺷﺍﻭ ﻝﻮﻤﶈﺍ ﻲﻔﻨﺑ ﺎﻴﻠﻛ ﺎﻬﻋﻮﺿﻮﻣ ﺎﻛﺎﻣ

ﻢﻜﳊﺍ

“Proposisi yang subyeknya berupa lafadz universal dengan cara

menidakan tetapnya predikat yang mengandung penjelasan secara langsung berlakunya keputusan kepada setiap individu subyek.”

Seperti : Semua firman Allah bukan buatan manusia. Semua manusia bukan batu

e. Partikular negatif (juz’iyyah salibah)

ﺎﻴﻠﻛ ﺎﻬﻋﻮﺿﻮﻣ ﻥﺎﻛ ﺎﻣ

ﻝﻮﻤﶈﺍ ﻲﻔﻨﺑ

ﻥﺍ ﲔﺒﻳ ﺎﻣ ﻲﻠﻋ ﺖﻠﻤﺘﺷﺍﻭ

ﻉﻮﺿﻮﳌﺍ ﺩﺍﺮﻓﺍ ﻞﻛ ﻲﻠﻋ ﻊﻗﺍﻭ ﻢﻜﳊﺍ

“Proposisi yang subyeknya berupa lafadz sebagian dengan cara

menidakan tetapnya predikat dan menggunakan kata kuantitas yang menjelaskan berlakunya keputusan bagi sebgian individu subyek.”

Seperti : Beberapa manusia tidak masuk neraka.

Sebagian Nabi ada yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an

f. Singular negatif (Salibah). Pengertiannya:

“Suatu keputusan berpikir dengan cara meniadakan tetapnya predikat

dari subyek.”

Seperti : Kong Hu chu seorang filsuf besar cina.

Putra raja Kapilawastu pangeran Sidharta Gautama pendiri agama Budha.

Proposisi universal positif, kopulanya mengakui hubungan subyek dan predikat secara keseluruhan, dalam logika dilambangkan dengan huruf A. Proposisi partikular positif kopula mengakui hubungan subyek dan predikat sebagian saja dilambangkan dengan huruf I. Proposisi singular positif karena kopulanya mengakui hubungan subyek dan predikat secara keseluruhan maka juga dilambangkan dengan huruf A. Huruf A dan I masing-masing sebagai lambang proposisi universal positif dan partikular positif diambil dari dua huruf hidup pertama kata Latin Affirmo yang berarti mengakui. 10

Proposisi universal negatif kopulanya mengingkari hubungan subyek dan predikatnya secara keseluruhan, dalam logika dilambangkan dengan huruf E. Proposisi partikular negatif kopulanya mengingkari hubungan subyek dan predikat sebagian saja, dilambangkan dengan huruf O. Proposisi singular negatif karena kopulanya mengingkari hubungan subyek dan predikat secara keseluruhan, juga dilambangkan dengan huruf E. Huruf E dan O yang dipakai sebagai lambang tersebut diambil dari huruf hidup dalam kata nEgO, bahasa Latin yang berarti menolak atau mengingkari.11

Perlu kita sadari meskipun huruf A dipergunakan juga sebagai lambang proposisi singular positif dan E juga dipakai sebagai lambang proposisi singular negatif, tetapi bila kita jumpai permasalahan A atau E yang dimaksud adalah permasalahan universal.

Dengan pembahasan di atas maka kita mengenal lambang permasalahan dan rumus proposisi sebagai berikut:

Lambang Permasalahan Rumus

A Universal positif Semua S adalah P

10 Raymond J. McCall, Basic Logic, h. 52.

I Partikular positif Sebagian S adalah P

E Universal negatif Semua S bukan P

O Partikular negatif Sebagian S bukan P

Dalam menentukan apakah suatu proposisi itu positif atau negatif, kita tidak boleh semata-mata berdasarkan ada tidaknya indikator negatifnya, yaitu: tak, tidak atau bukan. Indikator itu menentukan negatifnya suatu propisisi apabila ia berkedudukan sebagai kopula. Bila indikator tidak berkedudukan sebagai kopula proposisi itu adalah positif. Perhatikan proposisi-proposisi berikut:

- Semua yang tidak rajin bekerja mendapat sedikit (A)

- Tidak semua orang pandai berpidato (I)

- Semua yang malas mendapat hasil yang tidak banyak (A)

- Sebagian orang mempunyai harta yang melimpah bukan karena jerih

payahnya (I).

Proposisi Hipotetik (Qadhiyah Syarthiyah-Muttashilah)

Secara etimologi, proposisi hipotetik berarti keputusan bersyarat atau ”keputusan hipotesisi.” Sedangkan secara istilah adalah sebagai berikut adalah:

ﱃﺍ ﺩﺮﻔﻣ ﺔﺒﺴﻨﺑ ﺎﻬﻴﻓ ﻢﻜﺣﺎﻣ

ﺮﺧﺍ ﺩﺮﻔﻣ

)

ﻯﺮﺧﺍ ﺔﻴﻀﻗ ﱃﺍ ﺔﻴﻀﻗ

(

ﻊﻣ

ﻯﺮﺧﻻﺎﺑ ﺎﻬﻄﺑﺮﺗﻭ ﺔﻠﻘﺘﺴﻣ ﺎﻮﻛ ﻦﻋ ﺎﻤﻬﻨﻣ ﺓﺪﺣﺍﻭ ﻞﻛ ﻥﺍﺮﺘﻗﺍ

ﺓﺪﺣﺍﻭ ﺔﻴﻀﻗ ﺎﻬﻠﻌﺠﺘﻓ

”Sesuatu keputusan berpikir dengan cara menghubungkan satu keputusan dengan keputusan yang lainnya disertai kata tertentu untuk menghubungkan keduanya yang semula berdiri sendiri, sehingga menjadi satu keputusan hipotesis.”

Atau juga proposisi hipotetik ini secara istilah dapat didefinisikan sebagai:

ﺮﺧﺍ ﺔﻴﻀﻗ ﱃﺍ ﺔﻴﻀﻗ ﺔﺒﺴﻨﺑ ﺎﻬﻴﻓ ﻢﻜﺣﺎﻣ

”Suatu keputusan dengan cara menghubungkan satu proposisi

(muqaddimah) dengan proposisi yang lain (taly), dalam hubungan saling bergantungan dan sebab akibat.”

Gautama Budha berkata:

Contoh : “Jika segala nafsu dan hasrat dapat ditiadakan (Nirvana) maka seseorang menjadi benar dalam menjalankan aktifitasnya”

”Jika kamu mencintai Allah, Allah akan mencintaimu.”

Jika proposisi kategorik menyatakan suatu kebenaran tanpa syarat, maka pada proposisi hipotetik kebenaran yang dinyatakan justru digantungkan ada syarat tertentu. Antara keduanya mempunyai perbedaan mendasar. Proposisi hipotetik ini dapat pula dijelaskan dengan ungkapan:

Pada proposisi kategorik kopulanya selalu ’adalah’ atau ’bukan’ atau ’tidak’; sedangkan pada proposisi hipotetik kopulanya adalah ’jika,’ apabila, atau manakala’ yang kemudian dialanjutkan dengan ’maka’, meskipun yang terakhir ini sering tidak dinyatakan. Pada proposisi kategorik kopula menghubungkan dua buah term sedang pada proposisi hipotetik kopula menghubungkan dua buah pernyataan. Sebuah proposisi hipotetik, misalnya: ”Jika Allah itu Khâliq maka manusia itu

makhluq,” pada dasarnya terdiri dari dua proposisi kategorik ’Allah itu Khâliq’ dan ’Manusia itu makhluq.’ ’Jika’ dan ’maka’ pada contoh di atas

adalah kopula, ’Allah itu Khâliq’ sebagai pernyataan pertama disebut sebab atau antecedent dan ’Manusia itu makhluq’ sebagai pernyataan kedua disebut akibat atau konsekuen.12

Contoh proposisi hipotetik lagi adalah tentang eksistensi Tuhan menurut kaum Jahmiah, Qadariah dan Mu’tazilah bahwa:

Jika sifat-sifat Tuhan berwujud di luar esensi, maka Tuhan tersusun dari elemen sifat.13

”Jika” dan ”maka” = kopula,

12Raymond J. McCall, Basic Logic, h. 61.

13 Al-Ghurabi, Târikh al-Firaq al-Islâmiyah, h. 26. . Lihat pula Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan , (Jakarta: UIP, 1986), h.. 102-104..

”Sifat-sifat Tuhan terwujud di luar esensi” = sebab atau antecedent,

dan ”Tuhan tersusun dari elemen sifat” = akibat atau konsekuen.

Proposisi hipotetik mempunyai dua buah bentuk. Pertama, bila A adalah B maka A adalah C, seperti:

”Bila seseorang rajin berdzikir hatinya akan tenang.”

”Jika seeorang ridha akan kehendak-Nya, Allah akan ridha padanya.”

”Manakala seseorang dihina, maka ia akan marah.”

Kedua, bila A adalah B maka C adalah D seperti:

”Bila shalat, saya pakai baju koko.”

”Bila keadilan tidak dihiraukan maka rakyat akan menuntut.” ”Jika Allah itu Khâliq maka manusia itu makhluq.”

Antara sebab dan akibat dalam proposisi hipotetik ada kalanya merupakan hubungan kebiasaan dan ada kalanya merupakan hubungan keharusan.

Proposisi hipotetik yang mempunyai hubungan kebiasan, seperti: Bila terjadi kiamat, maka alam akan hancur.

Jika rajin berdzikir, hati saya jadi tenang.

Manakala ia lulus, ayahnya akan memberi dia hadiah yang menarik.

Adapun beberapa contoh proposisi hipotetik yang mempunyai hubungan keharusan adalah:

Bila matahari terbit maka waktu shalat subuh habis.

Bila nyawa meninggalkan badan maka berakhirlah kegiatan jasmani.

Proposisi Disyungtif (Qadhiyah Syarthiyah Munfashilah)

Tipe proposisi kondisional (yang kebenarannya digantungkan pada syarat tertentu) di samping bentuk hipotetik adalah bentuk disyungtif. Dapat dijelaskan bahwa proposisi disyungtif ini adalah:

ﻦﻳﺎﺒﺗ ﺔﺒﺴﻧ ﻯﺮﺧﺍ ﺔﻴﻀﻗ ﱃﺍ ﺔﻴﻀﻗ ﺔﺒﺴﻨﺑ ﺎﻬﻴﻓ ﻢﻜﺣﺎﻣ

”Suatu keputusan dengan cara menghubungkan satu proposisi

(muqaddimah) dengan proposisi yang lain (taly), dalam hubungan saling berbeda dan kontradiksi.”

Seperti juga proposisi hipotetik, proposisi disyungtif pada hakikatnya juga terdiri dari dua buah proposisi kategorik. Sebuah proposisi disyungtif seperti: Proposisi jika tidak benar maka salah; jika dianalisis menjadi: ’Proposisi itu benar’ dan ’Proposisi itu salah’. Kopula yang berupa ’jika’ dan ’maka’ mengubah dua proposisi kategorik menjadi permasalahan disyungtif. Kopula dari proposisi disyungtif bervariasi sekali seperti:

Hati kalau tidak bahagia adalah resah. Al-Qur’an itu qadîm atau makhuk

Jika bukan Allah yang bodoh maka manusia.

Dalam proposisi hipotetik kopula menghubungkan sebab dan akibat sedangkan dalam proposisi disyungtif kopula menghubungkan dua buah alternatif.

Ada dua bentuk proposisi disyungtif. Proposisi disyungtif sempurna dan proposisi disyungtif tidak sempurna. Proposisi disyungtif sempurnna mempunyai alternatif kontradiktif sedangkan proposisi disyungtif tidak sempurna alternatifnya tidak berbentuk kontradiktif. Rumus untuk bentuk pertama adalah: A mungkin B mungkin non B, seperti:

Al-Qur’an itu mungkin makhuk14 mungkin ghair-makhluk (non makhluk)15

Fathimah berbahasa Arab atau berbahasa non-Arab.

Adapun rumus untuk bentuk kedua adalah: A mungkin B mungkin C, seperti:

Tuhan bersemayam di ‘Arsy atau di Sidratul Muntahâ. Pelaku dosa besar itu masih mukmin atau kafir

Pelaku dosa kecil itu masuk neraka atau surga16

14 Pendapat bahwa Al-Qur’an itu makhluk ini dikemukakan oleh kaum Jahmiah

Dalam dokumen Logika Islam (Halaman 99-117)