• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistematika Berpikir

Dalam dokumen Logika Islam (Halaman 53-61)

Setelah kita mengetahui bahwa pekataan adalah produk dari pikiran, dan kita juga sudah mengetahui bagaimana porses intensitas berpikir ada dua yaitu berpikir sensitivo-rasional dan metarasional, maka penjelasan berikutnya adalah tentang sistematika berpikir.

Dalam Al-Qura’an dijelaskan bahwa manusia diciptakan oleh Allah Swt. dalam jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan mereka berbangsa-berbangsa dan bersuku-suku yang tujuannya tiada lain adalah agar mereka saling mengenal. Dengan manuisa yang beraneka ragam itu tentunya bukan hanya warna kulit dan bahasa saja yang berbeda, cara berpikir pun tentu berbeda-beda pula. Karena itu di bawah ini kita akan membahas mengenai berbagai macam cara berpikirnya manusia.

a). Berpikir deduktif (deductive thinking)

Reasoning yang deduktif berasal dari suatu pandangan umum (general conclusion).

Sumber dari filsafat berpikir (philosophy of thinking) seperti ini berasal dari Plato dan Aristoteles.

Ada sebuah kisah yang menyatakan, bahwa ketika Galileo mengemukakan pendapatnya bahwa dia dapat melihat adanya tempat yang gelap pada permukaan matahari, pengetahuannya dianggap sebagai suatu noda terhadap konklusi umum (general conclusion) waktu itu,bahwa matahari adalah suatu ”heavenly body” yang tidak mungkin ada cirinya.

Meskipun cara ini kurang sempurna, tetap bermanfaat kalau deduksi ini didasarkan pada suatu rumusan yang betul. Dasar pelajaran ilmu pasti alam adalah demikian pula halnya. Dari satu rumus umum

dapat ditarik berbagai kesimpulan. Metodik berpikir ini dapat disebut analytic thinking (berpikir analitik).

b). Berpikir induktif (inductive thinking)

Kebalikan dari berpikir deduktif adalah berpikir induktif (inductive

thinking), yakni menarik suatu kesimpulan umum dari berbagai kejadian (data) yang ada di sekitarnya. Dasarnya adalah observasi, proses berpikirnya adalah synthesis, tingkatan berpikirnya adalah induktif. Jelas,

bahwa pemikiran semacam ini mendekatkan manusia pada ilmu

pengetahuan.

Pada hakikatnya semua pengetahuan yang dimiliki manusia berasal dan proses pengamatan (observasi) terhadap data. Rangkaian pengamatan data tersebut kemudian memberikan suatu pengertian terhadap kejadian berdasarkan suatu reasoning yang bersifat synthesis.

Dalam ilmu pasti dan alam metode synthesis adalah kelanjutan dari metode analisis. Sumber dari tingkatan berpikir ini berasal dari ”the philosophy of thinking” para ilmuwan pada waktu itu seperti Galileo, Newton, Descartes, dan lain-lain.

Dalam ilmu statistik conclusion dari data yang didapatkan dari suatu sample, yang berlaku untuk seluruh populasidari mana sample itu berasal, adalah suatu contoh dan inductive thinking. Istilah lain yang sama maknanya ialah generaling atau integral.65

c). Berpikir memecahkan masalah (problem solving thinking)

Manusia mulai berpikir pada waktu ia mencoba mengenal untuk kemudian menguasai suatu situasi (to control the situation). Tingkatan

ini merupakan suatu kelanjutan yang logis dari kedua tingkatan terdahulu. Dengan pengetahuan mengenai gejala umum yang dikenalnya dari pengalaman yang lampau (deduksi) ditambah dengan observasi terhadap situasi yang dihadapinya, yang memberikan suatu kesimpulan (induksi), maka dia kemudian akan menyelesaikan persoalannya dalam situasi tersebut.

Prosesnya secara kronologis adalah seabagai berikut:

- Analysis

- Synthesis problem definition (atau kadang-kadang disebut problem recognition)

- Evaluation

- Selection (alternatif)

Dalam buku-buku pelajaran, metodik ini lebih dikenal dengan istilah ”analysis-evaluate-select” approach, untuk menggambarakan suatu cara pendekatan (approach) dalam hal menyelesaikan suatu problem secara ilmiah.

Di sini sudah ditemukan ”science” dan ”art.” Ilmu dan seni. Science mengatakan kepada manusia apa yang harus diketahuinya, art mengajarkan padanya apa yang harus dilakukannya.

d). Berpikir kausatif (Causative thinking)

Manusia tidak menunggu sampai dihadapkan pada suatu situasi, kalau dia dapat menggambarkan situasi tersebut sebelumnya. Lebh dari itu dia dapat mengatur langkahnya sedemikian rupa, sehingga situasi tadi tidak dihadapkan kepadanya. Atau jalan lain dapat ditempuh: mengatur langkahnya sedemikian rupa, sehingga ia akan dihadapkan kelak pada suatu situasi yang diinginkan (favorable).

”Titik berat causative thinking” ialah membentuk peristiwa mendatang dan prestasi daripada menunggu nasib yang akan menimpa (causative thinking emphasies the shaping of future events anda

achievements, instead of waiting for destiny to decide them).

Dalam ilmu kedokteran dasar demikiran ini dipakai dalam apa yang disebut ”preventive medicine” ialah ilmu pencegahan penyakit; tujuannya ialah mencegah untuk menghadapi suatu situasi sakit. Selain

ini dikenal istilah ”curative medicine”, suatu penyelesaian dalam situasi sakit. Di sini tingkatannya adalah problem solving.66

e). Berpikir kreatif (Creative thinking)

Creative thinking adalah suatu tingkatan berpikir yang tinggi: kesanggupan seseorang untuk menciptakan ide baru yang berfaedah. Ide ini tidak dilengkapi dengan semua data; orangnya tidak menguasai seluruh situasi yang dihadapinya, tetapi dengan kemampuannya untuk dapat mengeliminir yang tidak esensial, maka ia tetap dapat mengatur langkahnya sedemikian rupa, sehingga mendapatkan faedah yang tinggi.

Assumption (estimate) adalah salah satu pedomannya; yang lain adalah imagination. Tingkatan ini disebut juga scientific imagination.

Scientific imagination ini adalah suatu perpaduan antara science dan imagination; dengan sendirinya cara berpikir ini dapat membahayakan. Seorang manager yang terlalu banyak mengendalikan perusahaannya kepada imagination tanpa mengimbanginya dengan ratio, akan dapat menghancurkan usahanya keseimbangan antara science

dan imagination yang tepat, adalah kunci dan tingkatan berpikir ini.

Creative thinking berbeda dengan original thinking ialah dalam hal bahwa yang pertama selalu berguna bagi usaha penciptanya, sedangkan original thinking tidak perlu. Seseorang yang mengemukakan sesuatu yang orisinil, tidak selalu mendapatkan keuntungan daripadanya.67 f). Berpikir filsafati (Philosophical thinking)

Louis O. Kattsoff dalam bukunya ”Elements of Philosophy” menyatakan bahwa kegiatan filsafati merupakan perenungan, yaitu suatu jensi pemikiran yang meliputi kegiatan meragukan segala sesuatu, mengajukan pertanyaan, menghubungkan gagasan yang satu dengan yang lainnya, menanyakan ”mengapa,” mencari jawaban yang lebih baik ketimbang jawaban pada pandangan pertama. Filsafat sebagai perenungan mengusahakan kejelasan, keruntutan, dan keadaan memadainya pengetahuan agar dapat diperoleh pemahaman.

66 Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, h. 370-371

Tujuan filsafat adalah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan menilai pengetahuan ini, menemukan hakikatnya, dan menerbitkan serta mengatur semuanya itu dalam bentuk yang sistematik. Filsafat membawa kita kepada

pemahaman, dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang

lebih layak.

Dalam hubungan ini Kattsoff menyajikna contoh klasik yang terkenal, yaitu peristiwa hukum matinya Socrates pada tahun 399 SM. atas tuduhan merusak jiwa pemuda di Anthena. Hukumannya adalah minum racun sampai mati. Tetapi Socrates mempunyai banyak teman yang bersedia membantunya untuk melarikan diri dengan jalan menyuap penjaga penjara.

Bagi manusia praktis bantuan untuk melarikan diri seperti itu pasti disambut segera, tetapi tidak demikian Socrates. Kepada kawan-kawannya itu ia berkata bahwa sebelum menerima tawaran tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu apakah perbuatan melarikan diri itu layak baginya. Demikianlah ucapan seorang filosof. Lalu ia bersama temannya membahas masalah itu. Secara hati-hati teman-temannya mengajukan alasan-alasan mengapa Socrates perlu melarikan diri. Dengan saksama ia meneliti alasan-alasan tersebut yang diikuti oleh alasan-alasan lain yang menujukkan penolakan untuk melarikan diri.

Akhirnya, teman-temannya sepakat bahwa tidaklah tepat bagi Socrates untuk melarikan diri. Pada saat itulah pembahasan filsafati berakhir; Socrates bertindak. Tindakannya itu didasarkan pada pemikirannya, tetapi tindakan itu tidak merupakan bagian pemikiran tersebut. Socrates tetap tinggal di penjara, dan ia pun...minum racun.68

Filsafat adalah suatu analisis secara hati-hati terhadap penalaran mengenai suatu masalah, serta penyusunan secara sengaja dan sistematis suatu pandangan yang menjadi dasar suatu tindakan.69

Mengikat Makna Benar

Hukum-hukum, asas-asas, patokan-patokan Logika membimbing akal menempuh jalan yang paling efisien untuk menjaga kemungkinan salah dalam berpikir. Lantas apakah makna benar itu?

68 Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1986), h. 4.

Benar pada dasarnya adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan.70 Kita akan berkata bahwa proposisi berikut adalah salah:

- Batu hitam tenggelam dalam air raksa

- Batu lebih ringan daripada kapuk

- Kepada Nabi Musa Allah menurunkan kitab al-Qur’an.

- Nabi Isa adalah Nabi yang terakhir

- Langit dan bumi ada dengan sendirinya

- Manusia diciptakan dari cahaya

- Malaikat adalah putri-putri Allah

- Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib bukan sahabat Nabi.

- Nabi Muhammad itu menggunakan sihir dalam mengajak manusia masuk Islam.

- Siti Aisyah anak Nabi Muhammad

- Fatimah al-Zahra adalah istri Nabi Muhammad.

- Ridwan adalah malaikat yang menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad.

Sebaliknya kita mengakui kebenaran dari proposisi berikut:

- Bumi bergerak mengelilingi matahari

- Napoleon adalah panglima perang yang ulung

- Besi lebih berat daripada air tawar.

- Ali bin Abi Thalib adalah Khalifah keempat dan menantu Nabi Muhammad Saw.

- Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.

- Setiap jiwa akan merasakan mati

- ’Aisyah adalah istri Nabi Muhammad Saw. sekaligus putri Abu Bakar ra.

70 Randall & Buchler, Introduction to Philosophy, (New York: Barnes & Noble, 1964), h. 133.

Apakah dasar kita menentukan demikian itu? Tidak lain dan tidak bukan adalah sesuai tidaknya proposisi itu dengan kenyataan sesungguhnya.

Ukuran kebenaran kedua adalah adanya persesuaian atau tidak adanya pertentangan dalam dirinya.71 Suatu pertanyaan dikatakan benar manakala ia tidak mengandung pertentangan dari awal hingga akhir. Peryataan yang mengandung pertentangan contoh:

- Muhammad adalah seorang yang jujur yang suka menipu

- Fatimah adalah seorang bisu yang pandai berdebat

- Di antara sahabat Nabi Muhammad adalah Rabi’ah Al-’Adawiyah yang tergolong tabi’in

- Menurut kaum Mu’tazilah Al-Qur’an adalah qadim yang bukan makhluk

- Al-Qur’an adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. sejak kecil

- Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa fitnah itu lebih ringan daripada pembunuhan

Ungkapan-ungkapan tersebut adalah pernyataan memperkosa prinsip yang disebut pertama kemudian.

Juga termasuk cara berfikir yang salah:

- Semua Rasul adalah amanah, Muhammad adalah Rasul, maka Muhammad adalah khianat

- Semua Nabi adalah filosof, dan semua filosof belum tentu Nabi, Ibnu Rusyd adalah filosof, maka ia Nabi

- Allah tidak akan mengampuni orang yang berbuat dosa besar, syirik adalah dosa besar, maka syirik adalah dosa yang bisa diampuni.

Pertentangan dalam pemikiran tidak saja terdapat dalam pernyataan yang pendek seperti terlihat dengan adanya dua kata yang bertentangan atau dalam pengambilan kesimpulan yang keliru tetapi juga dalam uraian yang panjang. Seorang hakim yang cerdas akan

melihat tidak adanya persesuaian isi pembelaan si tertuduh meskipun berpuluh-puluh halaman panjangnya.

Pertentangan dalam pemikiran juga terdapat dalam pernyataan yang tidak dapat ditangkap pengertiannya. Pernyataan yang dimaksud adalah seperti:

Tuhan dapat memasukkan benda volume Cm³ ke dalam benda bervolume 10 Cm³; Tuhan dapat mencipta makhluk yang tidak mempunyai sifat-sifat kemakhlukan; Tuhan dapat mencipta atom yagn lebih besar dari molekulnya; Tuhan dapat membuat tongkat berujung satu.

Pernyataan serupa ini yang sering menjadi permasalahan dalam Ilmu kalam, sesungguhnya tidak perlu dirisaukan seandainya kita menengok sejenak kepada Logika. Bagi Logika pernyataan tersebut adalah salah karena ia tidak menghadirkan maksud yang bulat. Pernyataan tersebut sama salahnya dengan pernyataan: ia adalah seorang buta huruf yang pandai membaca.

Dalam dokumen Logika Islam (Halaman 53-61)