GENERALISASI
Pengertian
Kita telah mengetahui induksi sekadarnya pada pembicaran yang lalu, yaitu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena menuju kesimpulan umum di mana fenomena sejenis tunduk.1 Fenomena individual sebagai landasan penalaran induktif dalam pembicaraan kita di sini adalah fenomena dalam bentuk pernyataan (proposisi). Proses penalaran induktif dapat kita laksanakan melalui teknik-teknik: generalisasi, analogi, hubungan kausal, hipotesis dan teori. Adapun penalaran yang kita bahasa kali ini adalah penalaran induktif melalui teknik generalisasi.
Generalisasi adalah penalaran induktif dengan cara menarik kesimpulan secara umum berdasarkan sejumlah data.2 Dengan kata lain generalisasi yaitu membuat kesimpulan dengan menggunakan metode induksi. Generalisasi sebagai teknik yang mula-mula kita bicarakan adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mangikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki. Dengan begitu hukum yang disimpulkan dari fenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki.
Oleh karena itu, hukum yang dihasilkan oleh penalaran ini, juga semua bentuk penalaran induktif tidak pernah sampai kepada kebenaran pasti, tetapi kebenaran kemungkinan besar (probability). Pada penalaran deduksi, kesimpulan yang kita dapatkan bila premisnya kita yakini kebenarannya, dengan prosedur yang valid akan dihasilkan kesimpulan yang pasti. Jika kita mengakui bahwa setiap orang Islam masuk surga dan Hasan adalah orang Islam, maka kesimpulan yang dihasilkan yatiu: “Hasan masuk surga” adalah benar pasti.
Sedangkan pada penalaran serupa:
1 Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi; Komposisi Lanjutan III, (Jakarta: Gramedia, 1982), h. 43.
2 http://imam-aguero.blogspot.com/2010/05/contoh-paragraf-dengan-pola.html
A. Al-Qur’an itu ….. makhluk B. Al-Qur’an itu ….. makhluk C. Al-Qur’an itu ….. makhluk D. Al-Qur’an itu ….. makhluk E. Al-Qur’an itu ….. makhluk F. Al-Qur’an itu ….. makhluk
Semua Al-Qur’an itu makhluk, mempuyai kebenaran probabilitas
Macam-macam Generalisasi
Berdaasrkan kuantitas fenomena yang menjadi dasar penyimpulan, generalisasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu generalisasi sempurna dan generalisasi sebagian atau generalisasi tidak sempurna. 3
(1) Generalisasi sempurna adalah generaliasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki. Misalnya setelah kita memperhatikan jumlah hari pada setiap bulan tahun Masehi kemudian disimpulkan bahwa: Semua bulan Masehi mempunyai hari tidak lebih dari 31 hari. Dalam penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yang itu jumlah hari pada setiap bulan kita selidiki tanpa da yang kita tinggalkan.
Generalisasi macam ini memberikan kesimpulan amat kuat dan tidak dapat diserang. Tetapi tentu saja tidak praktis dan tidak ekoknomis.
(2). Generalisasi tidak sempurna yaitu generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki. Misalnya setelah kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia bahwa mereka adalah manusai yang suka bergotong-royong, kemudian kita simpulkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang suka bergotong-royong, maka penyimpulan ini adalah generalisasi tidak sempurna.
3 Coba cek dan bandingkan dengan Keraf, Argumentasi dan Narasi, h. 44-45, dapat juga Anda lihat pada istilah yang sama dengan ini dalam Taib Thahir A. Mun’in, Ilmu Mantiq, (Jakarta: Widjaya, 1966), h. 159.
Perlu kita ketahu bahwa jika kita berbicara tentang generalisasi, yang dimaksud adalah generalisasi tidak sempurna. Ilmu pengetahuan a posteriori disusun atas generalisasi tidak sempurna. Karena populernya generalisasi ini oleh para ahli logika disebut sebagai induksi tidak sempurna untuk menyebut bahwa teknik ini paling banyak digunakan dalam menyusun pengetahuan. 4
Kemajuan ilmu pengetahuan akan sangat lambat jika pengetahuan yang kita miliki berdasarkan generalisasi sempurna. Ilmu pengetahuan disusun berdasar generalisasi tidak sempurna karena populernya generalisasi macam ini, para ahli logika menyebutnya sebagai induksi tidak sempurna. Hal ini bertujuan untuk menyebut bahwa teknik ini paling banyak digunakan dalam penyusunan ilmu pengetahuan. Dalam ilmu biologi misalnya, Darwin menyatakan bahwa ’Semua kucing putih ynag bermata biru adalah tuli’. Kesimpulan ini didasarkan atas generalisasi tidak sempurna, demikian pula pernyataan Cuvier bahwa ’Tidak ada hewan yang bertanduk dan berkuku telapak adalah pemakan daging’. Isaac Newton juga mendasarkan kesimpulannya pada generalisasi tidak sempurna atas teorinya yang masyhur tentang hukum gravitasi. Ilmu-ilmu kealaman semuanya disusun berdasarkan generalisasi tidak sempurna, demikian pula ilmu-ilmu sosial.
Generalisasi tidak sempurna tidak saja terdapat pada teori ilmiah, tetapi juga terlaksana pada pikiran anak kecil, bahkan pada hewan sekalipun. Anak kecil yang pernah terluka jari-jarinya karena bermain-main dengan pisau akan berhati-hati jika pada saat lain ia menggunakannya, karena dia mengetahui bahwa pisau (semua pisau) adalah barang berbahaya. Seekor anak anjing yang telah sekali dua mencocorkan moncongnya pada radiator listrik tidak akan mengulangi lagi untuk selanjutnya karena ia mengetahui bahwa yang demikian itu (mencocorkan moncong ke radiator listrik) adalah menyakitkan. Meskipun tindakan si bocah maupun anak anjing tersebut bukan didasarkan kesadaran penalaran, namun tindakan serupa adalah corak penyimpulan generalisasi.
4 Perlu diketahui sekali lagi bahwa ketika kita berbicara generalisasi maka generalisasi yang dimaskud adalah generalisasi tidak sempurna, karena inilah yang sesuai dengan prinsip penyimpulan ilmu pengetahuan dalam pembelajaran logika.
Meskipun generalisasi ini hanya mendasarkan pada sejumlah fenomena namun kesimpulan yang dihasilkannya akan shahih dan kuat apabila didasarkan atas prosedur yang benar.
Generalisasi Empirik dan Generalisasi dengan Penjelasan
Perlu diketahui di sini bahwa generaliasi (sudah barang tentu generalisasi yang dimaksud adalah generalisasi tidak sempurna) tidak pernah mencapai tingkat keterpercayaan mutlak, namun kesimpulan yang dihasilkannya menjadi terpercaya manakala memenuhi empat syarat, yaitu: 5
1. Apakah sampel yang digunakan secara kuantitatif cukup mewakili. 2. Apakah sampel yang digunakan cukup bervariasi.
3. Apakah dalam generalisasi itu diperhitungkan hal-hal yang menyimpang dengan fenomena umum atau tidak.
4. Apakah kesimpulan yang dirumuskan dengan fenomena individual.
Apabila generalisasi ini kemudian disertai dengan penjelasan ’mengapanya’ maka kebenaran yang dihasilkannya akan lebih kuat lagi.
Generalisasi yang tidak disertai dengan penjelasan mengapanya atau generalisasi berdasarkan fenomenanya semata-mata disebut
generalisasi empiric.
Tarulah kita mempercayai generalisasi QS. At-Tîn [95]: 4:
‘Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik.’
Pernyataan ini didasarkan atas generalisasi yang benar dan terpercaya, sehingga kita semua mengakui kebenaran pernyataan ini. Tetapi sejauh itu pernyataan serupa ini hanya mendasarkan kepada fenomenanya, maka merupakan generalisasi empirik. Apabila kemudian kita dapat menjelaskan mengapa hanya manusia yang diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang terbaik, bukan malaikat, jin atau binatang? Yakni manusia dikatakan makhluk yang terbaik bukan karena rupanya atau asal kejadiannya diciptakan. Manusia dikatakan sebagai mahluk terbaik karena ia memiliki tiga kelebihan sekaligus yang tidak dimiliki
5 Untuk melakukan pengujian atas generalisasi ini dapa dilihat misalnya pada Keraf, Argumentasi dan Narasi, h. 46-47.
oleh malaikat,6 jin7 dan binatang,8 berupa: hati nurai, akal dan hawa nafsu, maka generalisasi ini disebut generalisasi dengan penjelasan (explained generalization). Generalisasi ini mempunyai taraf keterpercayaaan hampir setingkat dengan generalisasi sempurna.
Kebanyakan generalisasi pada kehidupan kita adalah generalisasi empirik, yang berjalan bertahun-tahun dan bahkan berabad-abad sampai akhrinya dapat diterangkan. Telah diketahui bahwa Rasulullah Muhammad Saw. melakukan Isra’ Mi’raj hingga sidratul Muntahâ yang hanya ditempuh dalam semalam. Saat itu orang-orang Quraisy tidak ada yang percaya jika dikaji secara akal. Karena berdasarkan data empirik mereka (orang-orang Quraisy) sudah terbiasa melakukan perjalanan menuju Palestina –tempat di mana Masjid Al-Aqshâ (sebagai kiblat petama Nabi dalam beribadah kepada Allah) berada– untuk berdagang memerlukan waktu berhari-hari. Apalagi Nabi Muhammad ini meneruskannya Mi’raj ke langit hingga sidratul Muntahâ untuk bertemu Allah. Tentu sama sekali tidak masuk akal. Karena itu yang percaya dengan Isra Mi’rajnya Nabi Muhammad Saw. ini hanya Abu Bakar dengan menggunakan iman, bukan dengan akal. Namun menjelang abad ke-13-14 M ketika teknologi sudah maju yang dibuktikan dengan suksesnya Nail Armstrong dengan astronotnya menuju dan mendarat di bulan dengan kecepatan yang sangat luar biasa, dimana kecepatannya melebihi pesawat terbang, kini orang-orang modern yang rasionalis mulai mengakui kebenaran peristiwa Isrâ Mi’rajnya Nabi Muhammad Saw. tersebut.9 Peristiwa Isra Mi’rajnya
6 Malaikat dianugerah oleh Allah hanya berupa hati nurani yang selalu taat kepada Allah, tidak pernah membantah. Karena itu orang yang hatinya lembut dan bercahaya, dapat menerima kebenaran sejati, derjatnya bisa seperti malaikat bahkan bisa mengalahkan malaikat.
7 Jin adala hmakhluk yang dianugerahi kelebihan oleh Allah berupa akal saja. Karena itu dengan sombongnya merasa pintar hingga disuruh sujud oleh Allah kepada Adam, ia membangkangnya. Karena itu ia dilaknat oleh Allah. Orang yang mengagungkan akalnya seperti ini dapat dicontohkan dengan fir’aun yang mengaku sebagia Tuhan.
8 Binatang, adalah makhluk Allah yang diberi kelebihan hawa nafsu. Jika ada orang yang menuruti hawa nafsunya saja ia tak ubahnya ibinatang, bahkan lebih rendah daripada binatang. Prototipe orang seperti ini adalah Qarun dan ahli maksiat.
9 Meskipun peristiwa Isra Mi’arajnya Nabi Muhammad Saw. ini dalam menafsirkannya masih debateble. Ada yang mengatakan bahwa memang Nabi Muhammad itu Isra’ Mi’raj bersamaan dengan badan dan ruh sekaligus. Tapi bagi orang-orang filosuf (dan mungkin juga para sufi) menafsirkan Isra’ Mi’rajnya Nabi
Nabi Muhammad Saw.ini kemudian diabadikan dalam Al-Qur’an surat Al-Isrâ [17]: 110 sebagai kebenaran mutlak.
Generalisasi yang salah
Kita telah mengetahui bahwa tingkat kepercayaan suatu generalisasi tergantung bagaimana tingkat terpenuhinya jawaban atas evaluasi sebagaimana tersebut di atas. Semakin terpenuhinya syarat-syarat tersebut semakin tinggi tingkat kepercayaan generalisasi dan begitu pula sebaliknya.
Bagaimanapun juga ada kecenderungan umum untuk membuat generalisasi berdasarkan fenomena yang sangat sedikit sehingga tidak mencukupi syarat untuk dibuat generalisasi. Kekeliruan ini sering terjadi dalam keseharian seperti kita mendengar ungkapan:
- Ia orang Islam kenapa mencuri kalau begitu orang Islam itu jahat”.
- Dia mahasiswa kenapa masalah sekecil itu saja tidak bisa menyelesaikan berarti mahasiswa kalau begitu ia bodoh”.
Begitu juga terkadang tidak jarang kita mendengar pernyataan yang cerobobh seperti:
- Musim panas yang basah selau diikuti oleh musim panas yang kering; (berdasarkan dua atau satu pasang musim panas yang diketahuinya).
- Anak tertua selalu mempunyai kecerdasan yang lebih baik dari anak yang termuda, atau
- Anak termuda selalu lebih rendah inteligensinya daripada anak yang tertua.
Muhmmad ini hanya dengan ruh bukan dengan jasad. Bagi mereka –para filosuf– memahami bahwa jasad manusia itu materi sedangkan Tuhan itu immateri, maka tidak akan mungkin bersatu antara materi dan immateri. Jika dipaksakan maka yang materi ini akan hancur. Karena itu yang berjalan menuju Tuhan itu adalah ruh. Di mana ruh manusia itu merupakan bagian dari ruh Tuhan.
10 ”Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad Saw.) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqshâ yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.”
- Orang yang berambut merah mempunya temperamen tinggi dan sebagainya.11
Sering juga di kalangan orang-orang terdidik tidak jarang tercetus pernyataan yang bersifat generalisasi yang salah seperti:
- Peredaran uang, sekali mengalami inflasi tidak akan bisa dikendalikan;
- Setiap peradaban tumbuh melalui fase sirkuler; tumbuh, berkembang, matang, menurun dan akhirnya hancur.
- Sejarah selalu mengulangi dirinya.
- Pemerintahan demokrasi adalah jelek.
- Orang kaya bisa sukses karena ia kikir, dan sebagainya.12
Generalisasi Ilmiah
Generalisasi ilmiah tidak berbeda dengan generalisasi biasa, baik dalam bentuk maupun permasalahannya. Perbedaan utama terletak pada metodenya, kualitas data serta ketepatan dalam perumusannya. Generalisasi dikatakan sebagai penyimpulan karena apa yang ditemui dalam observasi sebagai sesuatu yang benar, maka akan benar pula sesuatu yang tidak diobservasi, pada masalah yang sejenis; atau apa yang terjadi pada sejumlah kesempatan akan terjadi pada kesempatan yang lain bila kondisinya yang sama terjadi.
Tanda-tanda penting dari generalisai ilmiah adalah:
1. Datanya dikumpulkan dengan observasi yang cermat, dilaksanakan oleh tenaga terdidik serta mengenal baik permasalahannya. Pencatatan hasil observasi dilakukan dengan tepat, menyeluruh dan teliti; pengamatan dan hasilnya dibuka kemungkinan adanya cek oleh peneliti terdidik lainnya.
2. Adanya penggunaan instumen untuk mengukur serta mendapatkan ketetapan serta menghindari kekeliruan sejauh mungkin
3. Adanya pengujian, perbandingan serta klasifikasi fakta.
11 Coba Anda bandingkan denan A. E. Mander, Clearer Thinking, (London: Watts & Co, 1949), h. 76
4. Pernyataan generalisasi jelas, sederhana, menyeluruh dinyatakan dengan term yang padat dan matematik.
5. Observasi atas fakta-fakta eksperimental hasilnya dirumuskan dengan memperhatikan kondisi yang bervariasi misalnya waktu tempat dan keadaan khusus lainnya.
6. Dipublikasikan untuk memungkinkan adanya pengujian kembali, kritik, dan pengetesan atas generalisasi yang dibuat.
Ciri tersebut di atas tidak saja berlaku bagi generalisasi ilmiah, tetapi juga bagi interpretasi ilmiah atas fakta-fakta. Biasanya kita tidak dapat melakukan pengetesan atas generalisasi ilmiah tersebut. Kita hanya mengikuti bagaimana penilaian para ahli yang mempunyai otoritas pada bidang permasalahannya.