Silogisme
(Istidlal)
SILOGISME (ISTIDLAL)
Ayat di atas (QS. Ali Imrân [3]: 7) menggambarkan tentang petunjuk bagaimana cara mengambil sebuah kesimpulan yang benar dalam menilai suatu persoalan yang memerlukan penalaran dengan hasil yang dapat dijadikan pertanggaung jawaban; baik secara naqli maupun ‘aqli (nalar).
Dalam sebuah ayat tersebut, ada ayat-ayat yang mutasyabihat dan ayat-ayat muhkamat. Karena itu dalam mengambil kesimpulan itu hendaknya kita perlu hati-hati dalam merumuskannya dengan menggunakan penalaran yang logis agar tidak terjadi kekeliruan yang dapat mengakibatkan fatalnya suatu pemikiran yang tidak logis. Pengambilan kesimpulan dengan menggunakan penalaran yang logis inilah dalam ilmu logika dinamakan silgosme (istidlal).
uθδ “$# tΑt“Ρr& y7‹n=tã |=≈tG39$# ΖΒ M≈tƒ#u M≈yϑs3tΧ δ Π& =≈tG39$# yz&uρ M≈yγ7≈t±tFΒ $Βr'sù t$# ’û Ογ/θ=% ƒy— tβθè6KuŠsù $tΒ tt7≈t±s? ΖΒ u!$tóG/$# πuΖG9$# u!$tóG/$#uρ ƒρ's? $tΒuρ Νn=ètƒ …sƒρ's? āω) ª!$# tβθ‚™≡9$#uρ ’û Ο=è9$# tβθ9θ)tƒ $ΖtΒ#u / @≅. Β ‰Ζã $uΖ/u‘ $tΒuρ .‹tƒ Hω) (#θ9'ρ& =≈t69F{$# ∩∠∪
“Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara
(isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti
sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada
yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imrân [3]: 7).
Pengertian Silogisme
Secara bahasa, silogisme atau istidlal berarti mencari informasi (to
see information), meminta petunjuk, member petunjuk, memberi
keterangan, meminta alasan dan member alasan. Adapun secara istilah, pengertian silogisme adalah sebagai berikut:
Menurut Abi Hilal al-Askari, silogisme atau istidlal adalah:
ﻩﺮﻴﻏ ﺔﻬﺟ ﻦﻣ ﺊﺸﻟا ﺔﻓﺮﻌﻣ ﺐﻟﺎﻃ لﻻﺪﺘﺳﻻا
“Istidlal adalah mencari pengertian sesuatu dari segi lainnya.”
Menurut Muhammad Nur al-Ibrahim:
ماﺪﺨﺘﺳﺎﺑ لﻮﻬﺠﻣ ﺮﻣا ﻰﻟا مﻮﻠﻌﻣ ﺮﻣا ﻦﻣ ﻦﻫﺬﻟا لﺎﻘﺘﻧا لﻻﺪﺘﺳﻻا
ﺔﻠﻴﺳو مﻮﻠﻌﻤﻟا
لﻮﻬﺠﻤﻟا ﻰﻟا
“istidlal adalah proses memahami sesuatu yang konkret untuk
menemukan sesuatu yang abstrak, dengan menggunakan sesuatu yang konkret itu sebagai media untuk menemukan sesuatu yang abstrak.”
Jika dielaborasi, silogisme ini adalah bentuk penalaran deduktif tak langsung yang terdiri dari dua proposisi dan satu kesimpulan, serta mengandung tiga term. Disebut penyimpulan langsung karena untuk menghasilkan kesimpulan silogisme menggunakan perantara proposisi kedua dan term penghubung. Contoh:
Semua makhluk hidup bergerak Manusia adalah makhluk hidup __________________________ Semua manusia bergerak
Adapun tiga proposisi yang dimaksud adalah:
1. “Semua makhluk hidup bergerak” disebut Premis mayor (pangkal pikir besar). Dalam bahasa Arab disebut “Muqaddimah Kubra.”
Dinamakan demikian karena predikatnya, “bergerak” menjadi predikat pada kesimpulan.
2. “Manusia adalah makhluk hidup” disebut premis minor (pangkal pikir kecil). Dalam bahasa Arab disebut “Muqaddimah shugra.” Dinamakan demikian karen subyeknya, “Manusia” menjadi subyek dalam kesimpulan.
3. “Semua manusia bergerak” disebut kesimpulan (Natijah).
Sedangkan tiga termnya adalah sebagai berikut:
1. Term tengah (term pembanding/terminus medius), yaitu term yang berfungsi membandingkan premis mayor dan minor sehingga bisa diambil kesimpulan. Dalam contoh di atas yang termasuk term tengah adalah “Makhluk hidup” dilambangkan dengan M.
2. Term mayor (term pangkal banding), yaitu term predikat pada premis mayor yang nantinya menjadi predikat pula pada kesimpulan. Dalam contoh di atas yang dimaksud dengan term mayor adalah “bergerak,” dilambangkan dengan P.
3. Term minor (term yang dibandingkan), yaitu term subyek pada premis minor yang nantinya menjadi subyek pula pada kesimpulan. Dalam contoh di atas yang dimaksud term minor adalah “Manusia,” dilambangkan dengan S.1
Silogisme Kategorik
Penyimpulan deduksi yang telah kita ketahui sekedarnya dapa kita laksanakan melalui teknik-teknik; silogisme kategorik baik melalui bentuk standarnya maupun bukan (entimen dan sorite), silogisme hipotetik, silogisme disyungtif maupun melalui dilema.
Kalau permasalahan Eduksi oleh sebagian ahli logika disebut penyimpulan langsung (immediate inference), maka silogisme merupakan bentuk penyimpulan tidak langsung (imediate inference). Dikatakan demikian karena dalam silogisme kita menyimpulkan pengetahuan baru yang kebenarannya diambil secara sintetis dari dua
1 Syarqawi Dhofir, Pengantar Logika; Dengan Spektrum Islam, (Madura: Al-Amien, 1997), h. 96-97.
permasalahan yang dihubungkan dengan cara tertentu, yang tidak terjadi dalam penyimpulan melalui Edukse.
Aristoteles membatasi silogisme sebagai: Argumen yang konklusinya diambil secara pasti dari premis-premis yang menyatakan permasalahan yang berlainan.2 Proposisi sebagai dasar kita mengambil kesimpulan bukanlah proposisi yang dapat kita nyatakan dalam bentuk oposisi, melainkan proposisi yang mempunyai hubungan independen. Bukan sembarang hubungan independen, melainkan mempunyai term persamaan. Dua permasalahan dapat kita tarik daripadanya konklusi manakala mempunyai term yang menghubungakan keduanya. Term ini adalah mata rantai yang memungkinkan kita mengambil sintesis dari permasalahan yang ada. Tanpa term persamaan itu maka konklusi tidak dapat kita tarik.
Di samping itu untuk dapat melahirkan konklusi harus ada pangkalan umum tempat kita berpijak. Pangkalan umum ini kita hubungkan dengan permasalahan yang lebih khusus melalui term yang ada pada keduanya, maka lahirlah konklusi. Ketentuan ini berlaku tidak saja bagi silogisme kategorik, tetapi juga bentuk silogisme yang baik.
Silogisme kategorik adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan proposisi kategorik. Demi lahirnya konklusi maka pangkal umum tempat kita berpijak harus merupakan proposisi universal. Sedangkan pangkalan khusus tidak berarti bahwa proposisinya harus partikular atau singular, tetapi bisa juga proposisi univeral. Pangkalan khusus bisa menyatakan permasalahan yang berbeda dari pangkalan umumnya, tetapi bisa juga merupakan kenyataan yang lebih khusus dari permasalahan umumnya. Dengan demikian satu pangkalan umum dan satu pangkalan khusus dapat dihubungkan dengan berbagai cara, tetapi hubungan itu harus diperhatikan kualitas dan kuantitasnya agar kita dapat mengambil konklusi yang valid.3
Sekarang kita praktekkan bagaimana dua permasalahan dapat menghasilkan kesimpulan yang absah:
Semua makhluk akan merasakan mati Semua manusia adalah makhluk.
2 Richard B. Angel, Reasoning and Logic, (New York: Appleton Century Craft, 1964), h. 42.
3 Untuk lebih jelasnya mengenai Logika ini dapati dilihat pada Robert L. Shurter & John Pirerce, Critical Thinkin, (New York: McGraw Hill, 1996), h. 103-109.
Pangkalan umum di sini adalah proposisi pertama sebagai pernyataan universal yang ditandai dengan kuantifier ’semua’ untuk menegasikan adanya sifat yang berlaku bagi makhluk secara menyeluruh. Pangkalan khususnya adalah proposisi kedua, meskipun ia juga merupakan pernyataan universal ia berada di bawah aturan pernyataan pertama sehingga dapat kita simpulkan:
Semua makhluk akan merasakan mati
Bila pangkalan khususnya berupa proposisi singular, prosedur penyimpulannya juga sama sehingga dari pernyataan:
Semua mahasiswa adalah terdidik. Hasan adalah mahasiswa.
Maka kesimpulannya adalah: Hasan adalah terdidik.
Proposisi yang menjadi pangkalan umum dan pangkalan khusus disebut premis (mukaddimah), sedangkan proposisi yang dihasilkan dari sintesis kedua premisnya disebut kesimpulan (konklusi) dan term yang menghubungkan kedua premis disebut term penengah (middle term). Premis yang termnya menjadi predikat pada konklusi disebut premis mayor. Dikatakan demikian, karena predikat hampir selalu lebih luas daripada subyeknya.
Semua manusia akan mati. Plato adalah manusia Plato akan mati.
’Semua manusia akan mati’ adalah premis mayor, ’Plato adalah manusia’ adalah premis minor dan ’Plato akan mati’ adalah konklusi, sedangkan ’manusia’ adalah term penengah. Dalam contoh berikut unsur silogisme akan lebih jelas:
Semua tanaman membutuhkan air (permis mayor)
M P
Akasia adalah tanaman (permis minor) S P
Akasia membutuhkan air (konklusi)
Keterangan:
S = subyek; P = predikat; M = middle term.
Hukum-hukum Silogisme Kategorik
Agar mendapat kesimpulan yang benar, kita harus memperhatikan patokan-patokan silogisme. Patokan-patokan itu adalah:4
a. Apabila dalam satu premis partikular, kesimpulan harus partikular juga, seperti:
Semua yang halal dimakan menyehatkan Sebagian makanan tidak menyehatkan Jadi: Sebagian makanan tidak halal dimakan
(Kesimpulan tidak boleh: Semua makanan tidak halal dimakan). Semua cerita cabul tidak boleh untuk mendidik.
Sebagian cerita Jaka Tarub adalah cabul
Jadi: Sebagian cerita Jaka Tarub tidak boleh untuk mendidik.
b. Apabila salah satu premis negatif, kesimpulan harus negtif juga, seperti:
Semua korupsi tidak disenangi. Sebagian pejabat adalah korupsi Jadi: Sebagian pejabat tidak disenangi.
(Kesimpulan tidak boleh: Sebagian pejabat disenangi) Semua mahasiswa terdidik.
Sebagian manusia tidak terdidik
Jadi: Sebagian manusia bukan mahasiswa.
c. Dari dua premis yang sama-sama partikular tidak sah diambil kesimpulan.
4 Pembahasan tentang peraturan yang umum silogisme coba lihat di Raymond J. McCall, Basic Logics, (New York: Barners & Noble, 1952), h. 137-146.
Beberapa politikus tidak jujur.
Banyak cendekiawan adalah politikus Jadi: Banyak cendekiawan tidak jujur.
Beberapa orang kaya kikir. Beberapa pedagang adalah kaya Jadi: Beberapa pedagang adalah kikir.
Kesimpulan yang diturunkan dari premis partikular tidak pernah menghasilkan kebenaran yang pasti, oleh karena itu kesimpulan seperti:
Sebagian besar pelaut dapat menganyam tali secara baik. Hasan adalah pelaut
Jadi: Kemungkinan besar Hasan dapat menganyam tali secara baik; adalah tidak sah.
Sembilan puluh persen pedagang pasar Johar jujur Kumar adalah pedagang pasar Johar
Jadi: Sembilan puluh persen Kumar adalah jujur.5
d. Dari dua premis yang sama-sama negatif, tidak menghasilkan kesimpulan apapun, karena tidak ada mata rantai yang menghubungkan kedua proposisi premisnya positif. Kesimpulan yang ditarik dari dua premis negatif adalah tidak sah.
Kerbau bukan bunga mawar. Kucing bukan bunga mawar. (....Tidak ada kesimpulan).
Tidak satu pun drama yang baik mudah dipertunjukkan. Tidak satu pun drama Shakespeare mudah dipertunjukkan Jadi: Semua drama Shakespeare adalah baik.
(Kesimpulan tidak sah).
5 Untuk mengecek tingkat kebenaran dari konklusi itu ergantung dri tingkat kebenaran premisnya. Lihat A. E. Mander, Clearer Thinking, (London: Watts & Co, 1949), h. 122.
e. Paling tidak salah satu dari term penengah harus tertebar (mencakup)
Dari dua premis yang term penengahnya tidak tertebar akan menghasilkan kesimpulan yang salah, seperti:
Semua ikan berdarah dingin. Binatang ini berdarah dingin. Jadi: Binatang ini adalah ikan. (Padahal bisa juga binatang melata) Semua tanaman membutuhkan air. Manusia membutuhkan air
Jadi: Manusia adalah tanaman
f. Term-predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada premisnya. Bila tidak, kesimpulan menjadi salah, seperti:
Kerbau adalah binatang. Kambing bukan kerbau.
Jadi: Kambing bukan binatang.
(’Binatang’ pada konklusi merupakan term negatif sedangkan pada premis adalah)
Hasan adalah manusia. Budi bukan Hasan
Jadi: Budi bukan manusia.
g. Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda kesimpulan menjadi lain, seperti:
Bulan itu bersinar di langit. Januari adalah bulan
(Bulan pada premis minor adalah nama dari ukuran waktu yang panjangnya 31 hari, sedangkan pada premis mayor berarti planet yang mengelilingi bumi).
Orang yang berpenyakit menular harus diasingkan Orang yang berpanu adalah berpenyakit menular. Jadi: Orang yang berpanu harus diasingkan.
h. Silogisme harus terdiri dari tiga term, yaitu term subyek, term predikat dan term middle. Apabila terdiri dari sebuah term tidak bisa diturunkan konklusi, begitu pula bila terdiri dari dua atau lebih dari tiga term.
Absah dan Benar
Dalam membicarakan silogisme kita harus mengenal dua istilah, yatiu absah dan benar.
Absah (valid) berkaitan dengan prosedur penyimpulannya, apakah
pengambilan konklusi sesuai dengan patokan atau tidak. Dikatakan valid apabila sesuai dengan patokan di atas dan dikatakan tidak valid bila sebaliknya.
Benar berkaitan dengan proposisi dalam silogisme itu, apakah ia didukung atau sesuai denagn fakta atau tidak. Bila sesuai dengan fakta, proposisi itu benar, bila tidak ia salah.
Keabsahan dan kebenaran dalam silogisme merupakan suatu satuan yang tidak bisa dipisahkan, untuk mendapatkan konklusi yang sah dan benar. Hanya konklusi dari premis yang benar dari prosedur yang sah konklusi itu dapat diakui mengapa demikian? Karena bisa terjadi: dari premis salah dan prosedur valid menghasilkan konklusi yang benar, demikian juga dari premis salah dan prosedur invalid dihasilkan konklusi benar.
Variasi-variasinya adalah sebagai berikut: a. Prosedur valid, premis salah dan konklusi benar.
Semua yang baik itu haram (salah) Semua yang memabukkan itu haram (salah) Jadi: semua yang memabukkan itu haram (benar)
Semua bunga berbau harum (salah) Semuab minyak wangi adalah bunga (salah) Jadi: Semua minyak wangi berbau harum (benar) b. Prosedur invalid (tak sah) premis benar konklusi salah
Plato adalah filosof (benar)
Aristoteles bukan Plato (benar)
Jadi; Aristoteles bukan filosof (salah) Semua ikan berdarah dingin (benar)
Reptile bukan ikan (benar)
Jadi: Reptil tidak berdarah dingin (salah) c. Prosedur invalid, premis salah konklusi benar
Sebagian politikus adalah tetumbuhan (salah) Sebagian manusia adalah tetumbuhan (salah) Jadi: Sebaian manusia adalah politikus (benar)
Sebagian besi bernyawa (salah)
Sebagian logam bernyawa (salah)
Jadi: Sebagian logam adalah besi (benar) d. Prosedur valid premis salah dan konklusi salah
Semua yang kera tidak berguna (salah)
Adonan roti adalah keras (salah)
Jadi: Adonan roti tidak brguna. (salah) Semua yang ada tidak adpat dilihat (salah)
Jiwa dapat dilihat (salah)
Jadi: Jiwa tidak ada (salah)
Konklusi silogisme hanya bernilai manakala diturunkan dari premis yagn benar dan prosedur yang valid. Konklusi yang meskipun benar tetapi diturunkan melalui prosedur yang invalid dan premis yang salah tidak bernilai karena dalam silogisme kita tidak menghadirkan kebenaran baru, tetapi kebenaran yang sudah terkandung pada premis-premisnya. Suatu silogisme akan menurunkan konklusi yang dijamin
kebenarannya, manakala premis-premisnya benar dan prosedur penyimpulannya valid.
Bentuk-bentuk Silogisme
Sekarang marilah kita bicarakan bentuk-bentuk silogisme. Bentuk silogisme dibedakan atas letak medium (term penengah = middle term) dalam premis. Ada empat macam bentuk silogisme, yaitu:
Figur I:
Medium menjadi subyek pada premis mayor dan menjadi predikat premis pada premis minor.
Semua yang dilarang Tuhan mengandung bahaya.
Mencuri adalah dilarang Tuhan.
Jadi: Mencuri adalah mengandung bahaya.
Figur II:
Medium menjadi predikat baik pada premis mayor maupun premis minor.
Semua tetumbuhan membutuhkan air. Tidak satupu benda mati membutuhkan air.
Jadi: Tidak satu pun benda mati adalah tumbuhan.
Figur III:
Medium menjadi subyek pada premis mayor maupun premis minor
Semua politikus adalah pandai berbicara. Beberapa politikus adalah sarjana
Jadi: Sebagian sarjana adalah pandai berbicara.
Figur IV:
Medium menjadi predikat pada premis mayor dan menjadi subyek pada premis minor.
Semua manusia akan mati
Jadi: Sebagian yang akan mati adalah pendidik.
Silogisme Bukan Bentuk Baku
Semua contoh silogisme kategorik yang telah kita biacarkan adalah silogisme dalam bentuk standar, yakni silogisme yang terdiri dari tiga proposisi, tiga term, dan konklusinya selalu disebut sesudah premis-premisnya. Akan tetapi, bentuk standar ini dalam pembicaraan sehari-hari jarang digunakan. Kelainan dari bentuk standar dapat terjadi karena:
1. Tidak menentuk letak konklusinya.
2. Atau di sana seolah-olah terdiri lebh dari tiga term.
3. Atau hanya terdapat dua premis tanpa konklusi atau hanya terdapat satu premis dan satu konklusi.
4. Atau karena proposisinya lebih dari tiga.
(1) Tidak Menentunya Letak Konklusi
Dalam bentuk baku, konklusi selalu disebut paling akhir tapi kita sering mendengar ungkapan serupa:
- Handoko pasti rajin karena ia adalah teknisi Jepang dan semua teknisi Jepang adalah rajin.
- Semua profesor adalah cerdas, maka Hasan tentu cerdas karena ia adalah seorang profesor.
- Setiap orang yang curang dalam ujian adalah orang yang tidak percaya pada diri sendiri, Budi tentu tidak percaya pada diri sendiri karen ia curang dalam ujian.
Pada contoh pertama konklusi disebut paling awal sedangkan pada contoh kedua dan ketiga pada pertengahan. Contoh tersebut bila kita kembalikan pada bentuk standar adalah sebagai berikut:
Semua teknisi Jepang adalah rajin. Handoko adalah teknisi Jepang. Jadi: Handoko adalah rajin
Hasan adalah profesor Jadi: Hasan adalah cerdas
Setiap orang yang curang dalam ujian adalah orang yang tidak percaya pada diri sendiri
Budi adalah curang dalam ujian.
Jadi: Budi adalah tidak peracaya pada diri sendiri.
Sekarang marilah kita analisis bentuk silogisme serupa dari argumen berikut:
Oleh karena setiap mahasiswa UIN mengerjakan shalat ia tentu mahasiswa UIN karena ia mengerjakan shalat.
Langkah pertama dalam menganalissi argumen serupa adalah menentukan konklusinya. Proposisi yang berfungsi sebagai konklusi biasanya ditandai kata: maka, jadi, tentu, karena itu, oleh karena itu maka, dan sebagainya. Bila indikator-indikator itu tidak ada maka penentunya berdasarkan kecerdasan kita. Setelah kita temukan konklusinya maka proposisi yang tersisa pasti adalah premis-premisnya. Premis biasanya ditandai dengan ’karena’, atau ’oleh karena’ tetapi tidak pernah dengan ’itu’, sebab ’oleh karena itu’ adalah indikator konklusi. Sekarang kita tinggal menentukan mana premis mayor dan mana premis minor. Ini tidak sukar karena premis yang termnya menjadi subyek pada konklusi tentulah premis minor sedangkan premis yang termnya menjadi predikat konklusi tentulah premis mayor. Dengan langkah serupa maka silogisme di atas dapat kita kembalikan pada bentuk standar menjadi:
Setiap mahasiswa UIN mengerjakan shalat Ia mengerjakan shalat
Jadi: Ia adalah mahasiswa UIN.
Bila kita perhatikan, argumen tersebut tidak benar, karena kedua mediumnya tidak terterbar, jadi melanggar patokan. Dalam kenyataan argumen tersebut segera kita ketahui kesalahannya karena ternyata banyak orang mengerjakan shalat toh ia bukan mahasiswa UIN.
(2) Seolah-olah Terdiri Lebih dari Tiga Term
Pada silogisme bentuk standar kita ketahui bahwa ia hanya terdiri tiga term, yaitu term mayor, term minor dan term penengah. Apabila terdiri lebih dari tiga term maka akan melahirkan kesimpulan yang salah. Tetapi dalam kenyataan kita sering menjumpai bentuk silogisme yang memiliki lebih dari tiga term. Bentuk ini akan melahirkan konklusi yang sah dengan syarat:
a. Apabila dua term di antaranya mempunyai pengertian yang sama, seperti:
Semua mahasiswa adalah tidak kekal. Sokrates adalah manusia.
Jadi Sokrates adalah fana.
Di sini antara ’tidak kekal’ dan ’fana’; mempunyai pengertian yang sama, maka argumen tersebut sah. Argumen itu dapat pula dinyatakan:
Semua manusia adalah tidak kekal. Sokrates adalah manusia.
Jadi: Sokrates pada suatu hari akan mati.
Argumen berikut meskipun tampaknya terdiri lebih dari tiga term, tetapi absah:
Semua logam dapat menghantarkan panas. Seng adalah logam
Jadi: Seng mampu menghantakan panas. Semua jiwa adalah kekal.
Jiwa manusia adalah jiwa.
Jadi: Jiwa manusia tidak akan rusak.
b. Apabila term tambahan hanya merupakan pembuktian atau penegasan dari proposisinya, seperti:
Semua pahlawan adalah agung karena ia mau berkorban untuk kepentingan umum.
Diponegoro adalah pahlawan. Jadi: Diponegoro adalah agung.
Semua profesor adalah pandai karena ia mengetahui secara luas bidang pengetahuan yang menjadi spesialisasinya.
Hasan adalah profesor karena telah dilantik kemarin. Jadi: Hasan adalah pandai.
Argumen serupa ini disebut: Epicherema.6
(3) Proposisinya Kurang dari Tiga
Dalam ungkapan sehari-hari, dalam radio, surat kabar, buku-buku dan pidato-pidato jarang sekali digunakan silogisme yang disebut keseluruhan proposisinya. Orang sering benar tidak menyatakan salah proposisinya, ada kalanya premis mayor, ada kalanya premis minor dan ada kalanya konklusi. Silogisme kategorik yang tidak dinyatakan salah satu proposisinya disebut: Entimen.7 Ada tiga macam bentuk entimen, yaitu:
a. Entimen premis mayor tidak dinyatakan, seperti: Ini salah, jadi harus diperbaiki.
Semua yang salah harus diperbaiki. Ini salah, jadi:
Ini harus diperbaiki.
b. Entimen premis minor tidak dinyatakan, seperti:
Ia berhak bersuara, karena semua anggota MPR berhak bersuara. Bila kita kembalikan dalam bentuk standar menjadi:
Semua anggota MPR berhak bersuara. Ia anggota MPR, jadi:
6 Epicherema adalah sillogisme yang salah satu premisnya atau juga kedua-duanya disambung dengan pembuktiannya. Sillogisme ini juga disebut sillogisme dengan suatu premis kausal.
Misalnya:
Setiap pahlawan itu agung, karena pahlawan adalah orang yang berani mengerjakan hal-hal yang mengatasi tuntutan kewajibannya.
Jenderal Sudirman adalah seorang pahlawan.
Jadi, Jenderal Sudirman adalah agung. Lihat Alex Lanur Ofm, Logika Selayang Pandang, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), h. 50.
7 Pembahasan tentang entimen dapat dilihat pada Irving M. Copi, Introduction to Logic, (New York: McMillan Publishing, 1997), h. 241-245.
Ia berhak bersuara.
c. Entimen karena konklusi tidak dinyatakan, seperti:
Semua profesor luas pengetahuannya dan ia seorang profesor. Bila kita kembalikan dalam bentuk standar, menjadi:
Semua profesor luas pengetahuannya. Ia adalah seorang profesor, jadi: Ia luas pengetahuannya.
(4) Proposisinya Lebih dari Tiga.
Sering terjadi suatu persoalan tidak dapat diselesaikan dengan pertolongan satu silogisme. Premis-premisnya adalah kemungkinan membutuhkan beberapa argumen untuk mendukungnya. Hal ini menyebabkan terjadinya serangkaian silogisme yang bertalian erat satu sama lain. Argumen yang terdiri dari serangkaian silogisme kategorik disebut Sorite.8 Pada sorite, konklusi silogisme pertama menjadi premis pada silogisme selanjutnya, contoh:
Semua perempuan berambut pirang adalah wanita cantik. Sebagian guru adalah perempuan berambut pirang. Jadi: Sebagian guru adalah wanita cantik.
Semua guru adalah manusia terdidik.9
Jadi sebagian manusia terdidik adalah wanita cantik.
Semua diplomat adalah manusia yang pandai bertaktik Sebagian pejabat pemerintah adalah diplomat.
Jadi: Sebagian pejabat pemerintah adalah manusia yang pandai bertaktik.
Semua pejabat pemerintah adalah mengurusi kepentingan umum.
8 Sorite adalah suatu macam polysillogisme, suatu deretan sillogisme. Sillogisme itu terdiri aas lebh dari tiga keputusan. Keputusan-keputusan itu dihubungkan satu sama lain sedemikian rupa, sehingga predikat dari keputusan yang satu selalu menjadi subyek keputusan yang berikutnya. Dalam kesimpulan subyek dari keputusan yang pertama dihubungkan dengan predikat keputusan yang terakhir. Lihat Ofm, Logika Selayang Pandang, h. 51.
9 Robert Sharvy, Logic; an Outline, (New York: Little field Adam & Co, 1962), h.