TUGAS RESUME
CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK (CPOB)
Tugas ini dibuat untuk memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah Teknologi Sediaan Farmasi
DOSEN PENGAMPU : apt. AGUNG NUR CAHYANTA, M. Farm.
DI SUSUN OLEH :
NAMA : NADIA OKTAFIA NIM/KELAS : E0023134/2C
PROGRAM STUDI FARMASI S1 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS BHAMADA SLAWI
SEMESTER 3 2024/2025
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadiran Allah SWT atas limpahan rahmatnya kepada kita semua. Rasa syukur itu dapat kita wujudkan dengan cara memelihara lingkungan dan mengasah akal budi pekerti kita untuk memanfaatkan karunia Allah SWT itu dengan sebaik-baiknya. Jadi, rasa syukur itu harus senantiasa kita wujudkan dengan rajin belajar dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan cara itu, anda akan menjadi generasi bangsa yang tangguh dan berbobot serta pintar. Makalah ini yaitu materi “Teknologi Sediaan Farmasi” tentang “Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)”.
Segala usaha telah kami lakukan untuk menyelesaikan makalah ini. Namun, dalam usaha yang maksimal itu kami menyadari tentu masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bisa kami jadikan sebagai motivasi.
Slawi, 30 Desember 2024
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI... iii
BAB I... 1
PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah...2
C. Tujuan... 2
D. Manfaat...2
BAB II... 3
PEMBAHASAN... 3
A. Sejarah CPOB...3
B. Pengertian CPOB... 4
C. Persyaratan Dasar Dari CPOB...4
D. Perkembangan CPOB...5
E. Pengawasan Mutu CPOB...7
F. Pengkajian Mutu Produk...8
G. Inpeksi Diri... 9
BAB III... 11
PENUTUPAN... 11
A. Kesimpulan... 11
DAFTAR PUSTAKA... 12
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat adalah suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit. Salah satu Upaya yang dilakukan pemerintahan untuk menjamin tersediannya obat yang bermutu, aman dan berkhasiat yaitu dengan mengharuskan setiap industry untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB).
Obat merupakan bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia (Depkes RI, 2009). Pemerintah harus menjamin kualitas dan ketersediaan obat dalam rangka menyelenggarakan Sistem Kesehatan Nasional (SKN).
Pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertugas menjamin persyaratan kualitas mutu produk sediaan farmasi sehingga memenuhi keamanan penggunaan (safety), persyaratan mutu khasiat (efficacy), dan kualitas mutu produk (quality). Jaminan mutu produk obat tidak cukup jika sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi mutu harus dibentuk ke dalam produk itu sendiri, mulai bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat.). Salah satu langkah pemerintah adalah dengan membuat pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.43/Menkes/SK/11/1988 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Industri farmasi saat ini sudah berkembang pesat dalam rangka memenuhi obat-obatan secara nasional. Perusahan farmasi sebagai perusahan pada umumnya melakukan kegiatan usaha yang meliputi proses menghasilkan barang yaitu obat-obatan. CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industry farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan “Good Manufacturing Practies”
dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
Ruang lingkup CPOB edisi 2006 meliputi Manajemen Mutu, Personalia, Bangunan dan Fasilitas, Peralatan, Sanitasi dan Hygiene, Produksi, Pengawasan Mutu, Inspeksi Diri dan Audit Mutu, Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian, Dokumentasi, Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak, serta Kualifikasi dan Validasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)?
2. Apa saja persyaratan dasar yang harus dipenuhi oleh CPOB?
3. Bagaimana perkembangan pada CPOB?
4. Bagaimana proses pengkajian mutu produk obat?
5. Apa yang dimaksud dengan inspeksi diri?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian CPOB
2. Mengetahui persyaratan Dasar CPOB 3. Mengetahui perkembangan CPOB 4. Mengetahui pengkajian mutu produk 5. Mengetahui inspeksi diri
D. Manfaat
1. Menjamin mutu produk
2. Meningkatakan kepercayaan pasien 3. Meningkatkan keamanan pasien 4. Mematuhi regulasi
5. Mendukung inovasi
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah CPOB
Pada tahun 1984, Menteri kesehatan RI mengeluarkan KEPMENKES RI No 1195/A/SK/IV/1984 tentang Pembentukan Panitia Penyusunan Pedoman CPOB, serta tahun 1986 mengluarkan KEPMENKES RI No 2787/SK/IX/86 tentang Pembentukan Panitia Penyusunan Panduan Operasional CPOB. Pada tahun 1988, untuk pertama kalinya CPOB diterbitkan, KEPMENKES RI No 43/MENKES/SK/II/1988. Pada tahun 1987 dikeluarkan KEPUTUSAN DIRJEN POM No 05411/A/SK/XII/89 tentang Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik Pada Industri Farmasi, agar pedoman tersebut dapat diterapkan secara efekif di industry farmasi. CPOB merupakan dokumen yang bersifat dinamis dan akan berubah mengikuti perkembangan teknologi dalam bidang farmasi. Dalam perkembangannya, CPOB 1988 direvisi pada 2001. Karena kedinamisan itu CPOB tahun 2001 pun Kembali direvisi di tahun 2006. CPOB yang sekarang merupakan adaptasi dari CPOB versi WHO dan versi PIC/S juga “International Codeess of GMP” lain (BPOM,2009)
Berikut undang-undang yang sedikit banyak berkaitan dengan cara pembuatan obat:
1) Undang-undang No 11 tahun 1962, tentang Higiena untuk usaha-usaha bagi umum 2) Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No 950/Ph/65/b tahun 1965 Peraturan Tentang
Pemeriksaan dan Pengawasan Produksi dan Distribusi Obat-Obat Pasal (2): Pabrik farmasi yang membuat obat berkewajiban :
i. Membuat meracik obat berasaldari bahan obat yang murni dan bermutu tinggi dan atau memenuhi syarat Farmakope Indonesia dan atau farmakope lain apabila monografinya tidak terdapat di Farmakope Indonesia.
ii. Mengadakan pemeriksaan mutu dan kemurnian bahan obat terlebih dahulu sebelum mengerjakan pembuatan/peracikan.
iii. Membuat meracik obat menurut syarat-syarat kwantitatip dan kwualitatip. menurut ketentuan-ketentuan Direktorat Urusan Farmasi Departemen Kesehatan.
B. Pengertian CPOB
Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu suatu obat tidak dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan produk akhir saja, melainkan harus dibentuk kedalam produk selama keseluruhan proses pembuatan. CPOB mencakup seluruh aspek produksi mulai dari personalia, dokumentasi, bangunan, peralatan, manajemen mutu, produksi, sanitasi dan higiene, pengawasan mutu, penanganan keluhan, penarikan obat dan obat kembalian, analisis kontrak serta validasi dan kualifikasi. (BPOM RI, 2012)
Salah satu aspek CPOB adalah personalia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di industri farmasi. Apoteker sebagai personalia profesional harus memahami aspek-aspek teknik dan non teknik penerapan CPOB disamping adanya pengetahuan dan keterampilan baik yang berhubungan dengan kefarmasian ataupun kepemimpinan. Kedudukan apoteker diatur oleh peraturan pemerintah yang dituangkan dalam Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), yaitu apoteker berperan sebagai penanggung jawab produksi dan pengendali mutu. Untuk menghasilkan sediaan obat jadi yang tetap memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaanya, maka setiap industri farmasi wajib menerapkan CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi.
Pada cara pembuatan, pengendalian menyeluruh adalah sangat penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan obat secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan.
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan system pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personal yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan tugas. Tiap personal hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awa dan berkesinabungan termasuk instruksi mengenai hygiene yang berkaitan dengan pekerjaan.
C. Persyaratan Dasar Dari CPOB
Adapun persyaratan CPOB yaitu sebagai berikut:
1. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas dikaji secara sistematis berdasarkan pengalam terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan.
2. Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan di validasi.
3. Tersedia semua sarana yang di perlukan dalam CPOB termasuk;
a. Personil yang terkualifikasi dan terlatih.
b. Bangunan dan sarana dengan luas yang memadahi.
c. Peralatan dan sarana penunjang yang sesuai.
d. Bahan, wadah label yang benar.
e. Prosedur dan instruksi yang disetujui.
f. Tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.
4. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk intruksi dengan bahasa yang jelas, tidak bermakana ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia
5. Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar.
6. Pencatatan dilakukan secara manual dengan alat pencatat selama pembuatan menunjukkan bahwa langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan di catat secara lengkap dan di investigasi.
7. Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran riwayat bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang mudah di akses.
8. Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil resiko terhadap mutu obat.
9. Tersedia sistem penarikan kmbali bets obat maupun dari peredaran.
10. Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu di investigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan penangulangan yang tepat dan pencegahan pengulangan kembali keluhan.
D. Perkembangan CPOB
Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi dewasa ini mengakibatkan perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB.
Konsep CPOB yang bersifat dinamis memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan atau teknologi dalam bidang farmasi. Demikian pula
perkembangan penerapan CPOB di Indonesia. Terkait dengan telah ditanda-tanganinya Harmonisasi pasar ASEAN 2008 oleh ke-11 pemimpin negara ASEAN, di mana kesehatan/produk farmasi, merupakan salah satu komoditi yang ikut serta dalam harmonisasi pasar ASEAN. Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan industri farmasi nasional, Badan POM Republik Indonesia selaku regulator industri farmasi nasional, telah mencanangkan penerapan CPOB edisi tahun 2006 (CPOB Terkini) bagi industri farmasi di Indonesia mulai 1 Januari 2007 dengan surat keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.053.0027 tahun 2006. (WHO,2015)
Dalam Pedoman CPOB edisi tahun 2006, acuan yang digunakan antara lain WHOTechnical Report Series yaitu TRS 902/2002 Aneks 6, TRS 908/2003 Aneks 4, TRS 929/2005 Aneks 2,3,4, TRS 937/2006 Aneks 2,4 GMP for Medical Products PIC/S 2006, dan lain-lain. Berikut adalah aspek-aspek yang diatur dalam CPОВ 2006:
1. Sistem Mutu 2. Personalia
3. Bangunan dan Sarana Penunjang 4. Peralatan
5. Sanitasi dan Higiene 6. Produksi
7. Pengawasan Mutu
8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu
9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian
10. Dokumentasi
11. Peembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak 12. Kualifikasi dan Validasi
Di samping itu, terdapat 7 (tujuh) annex (supplement), yaitu:
1. Pembuatan Produk Steril 2. Pembuatan Produk Biologi 3. Pembuatan Gas Medisinal
4. Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekanan (Aerosol) 5. Pembuatan Produk Darah
6. Pembuatan Obat Investigasi Untuk Uji Klinik, dan 7. Sistem Komputerisasi
E. Pengawasan Mutu CPOB
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) agar tiap obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu sesuai. Pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisis yang dilakukan di laboratorium termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi. (Anonim,2008)
Mutu bahan baku, bahan pengemas, dan produk jadi dikendalikan melalui metode analisis yang dibuat oleh Product Development dengan mengacu pada literatur USP, BP, JP, EP. Setiap ada perubahan atau modifikasi pada metode tersebut maka dilakukan validasi kembali. Alat-alat analisa pun dikalibrasisecara berkala sesuai dengan prosedur yang telah baku.
Pengawasan mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi dan menyimpan baku pembandingan, memastikan kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan ba
wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan obat jadi dipantau, mengambil bagian investigasi keluhan yang berkaitan dengan produk dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan jika perlu dicatat.
Pengambilan sampel yang dilakukan QC yaitu zat aktif dilakukan identifikasi 100%, sedangkan untuk eksipien dengan menggunakan pola +1 (dengan n = jumlah wadah bahan baku) agar sampel yang diambil representatif. Petugas pengambil sampel selalu memberi label pada wadah sampel mencakup nama bahan sampel, nomor bets, tandatangan petugas sampling dan tanggal sampling. Sampel pertinggal diambil untuk tiap bets tiap produk dan disimpan sampai ED produk +1 tahun. Jumlah sampel pertinggal yang diambil yaitu dua kali jumlah sampel yang dibutuhkan untuk pengujian lengkap.
Petugas pengawasan mutu melakukan penempelan label approve, seperti pada kemasan tempel 1 per palet, pada bahan aktif per wadah, pada eksipien diatas 25 wadah diberi seal 3 label. Personil Pengawasaan Mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila di perlakukan.
F. Pengkajian Mutu Produk
Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar termasuk produk ekspor,dengan tujuan untuk membuktikan konsentrasi proses kesesuaian dari spesifikasi bahan awal. Bahan pengemas dan obat jadi, untuk melihat trend an mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan utuk produk dan proses.
Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya dan hendaklah meliputi paling sedikit:
1. Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemasan yang dibutuhkan digunakan untuk produk, terutama yang dipasok dari sumber baru
2. Kajian terhadap pengawasaan selama proses yang kritis dan hasil pengujian obat jadi 3. Kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan dan
investigasi yang dilakukan
4. Kajian terhadap semua penyimpangan atau ketidak sesuaian yang signifikan, dan efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahaan
5. Kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau metode Analisa
6. Kajian terhadap variasi yang diajukan disetujui, ditolak dari dokumen registrasi yang telah disetujui termasuk dokumen registerasi untu
7. Kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang tidak diinginkan
8. Kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat yang terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah dilakukan
9. Kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk atau peralatan yang sebelumnya.
10. Kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang baru mendapatkan persetujuan pendaftaran dan obat dengan persetujuan pendaftaran variasi 11. Status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan missal sistem tata udara (HVAC),
air, gas bertekanan, dan lain lain
12. Kajian terhadap kesepakatan teknis untuk memastikan selalu up to date
Industri farmasi dan pemegang izin edar bila berbeda, hendaklah melakukan evaluasi terhadap hasil kajian, dan melakukan suatu penilaian hendaklah dibuat untuk menentukan apakah tindakan perbaikan atau pencegahan ataupun validasi ulang harus dilakukan.
Alasan tindakan perbaikan hendaklah di dokumentasikan. Tindakan pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui hendaklah diselesaikan secara efektif dan tepat waktu.
Hendaklah tersedia prosedur menejemen yang sedang berlangsung dan pengkajian aktivitas serta efektif prosedur tersebut yang diverifikasi pada saat inspeksi diri. Bila Dapat dibenarkan secara ilmiah, pengkajian mutu.
G. Inpeksi Diri
Inpeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua aspek, mulai dari pengadaan bahan sampai dengan produk jadi dan penetapan tindakan perbaikan yang akan dilakukan sehingga seluruh aspek pembuatan Obat Tradisional dalam Industri Obat tersebut selalu memenuhi CPОВ. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu.Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima k ontrak. (Gausepohl C.2013)
Tujuan inspeksi diri untuk mengetahui apakah seluruh aspek pembuatan produk dan pengawasan mutu telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan (CPOTB), mengidentifikasi kekurangan-kekurangan yang bersifat kritis, baik yang memberikan dampak kecil atau besar (minor or major impacts), meninjau adanya kebutuhan bagi tindakan koreksi dan pencegahan terhadap hal-hal yang belum memenuhi ketentuan, dan memberikan usulan tindakan koreksi (perbaikan) atau pencegahan (bila perlu) secara berkesinambungan.
Dengan kata lain tujuan inspeksi diri ini untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi kriteria CPОВ.
Ada beberapa yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan inspeksi diri diantaranya yaitu aspek untuk inspeksi diri dan tim inspeksi diri. Dalam aspek untuk inspeksi diri hendaklah dibuat daftar periksa inspeksi diri yang menyajikan standar persyaratan minimal dan seragam. Daftar ini hendaknya berisi pertanyaan mengenai CPOB yang mencakup antara lain :
1. Personalia
2. Bnagunan termasuk fasilitas untuk personal
3. Perawatan bangunan dan peralatan
4. Penyimpanan bahan awal, pengemasan dan obat jadi 5. Peralatan
6. Pengolahan dan pengawasan selasa proses 7. Pengawasan mutu
8. Dokumentasi
9. Sanitasi dan hygiene
10. Program validasi dan re-validasi 11. Kalibrasi alata tau system pengukuran 12. Prosedur penarikan Kembali pbat jadi 13. Penanganan keluhan
14. Pengawasan label
15. Hasil inspeksi diri sebelumnya dan perbaikan
Inspeksi diri dapat dilakukan per bagian sesuai dengan kebutuhan frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri. Sedangkan hal-hal yang diinspeksi hendaklah meliputi pertanyaan diantaranya mengenai personalia, bangunan termasuk fasilitas untuk personalia, penyimpanan bahan baku dan produk jadi, peralatan, pengolahan dan pengemasan, pengawasan mutu, dokumentasi, dan peralatan.
BAB III PENUTUPAN
A. Kesimpulan
1. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah pedoman yang wajib diterapkan oleh industri farmasi untuk memastikan mutu, keamanan, dan efikasi obat yang diproduksi.
Standar ini melibatkan penerapan prinsip-prinsip produksi yang sesuai dengan regulasi nasional maupun internasional, meliputi aspek manajemen mutu, personalia, fasilitas, sanitasi, hingga dokumentasi. CPOB bertujuan untuk menjaga agar obat yang dihasilkan memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan dan aman digunakan oleh masyarakat.
2. Persyaratan dasar CPOB mencakup berbagai elemen penting seperti personalia yang terlatih, fasilitas yang memadai, peralatan yang sesuai standar, prosedur operasional yang jelas, serta pencatatan yang sistematis. Semua proses, mulai dari produksi hingga distribusi, harus dilaksanakan sesuai dengan standar CPOB untuk menghindari risiko kegagalan mutu dan menjamin keamanan produk.
3. Perkembangan CPOB terus mengikuti kemajuan teknologi farmasi dan kebutuhan pasar global. Di Indonesia, CPOB telah disesuaikan dengan standar internasional seperti WHO-GMP dan harmonisasi ASEAN, memungkinkan produk farmasi lokal untuk bersaing di pasar internasional. Regulasi yang dinamis ini mencakup berbagai aspek modern, termasuk penggunaan teknologi canggih dan validasi sistem.
4. Pengkajian mutu produk obat merupakan proses penting yang dilakukan secara berkala untuk mengevaluasi kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan.
Proses ini melibatkan pengkajian bahan awal, proses produksi, hasil pengujian, serta pemantauan stabilitas produk. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi tren, menyelesaikan masalah kualitas, dan melakukan perbaikan berkelanjutan pada produk dan proses.
5. Inspeksi diri adalah kegiatan evaluasi internal yang dilakukan oleh industri farmasi untuk menilai sejauh mana penerapan CPOB telah berjalan sesuai standar. Inspeksi ini membantu mengidentifikasi potensi penyimpangan dan memastikan adanya tindakan korektif yang diperlukan untuk menjaga kepatuhan terhadap regulasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta : PT. Agromedia Pustaka.
BPOM RI (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia).2009. Petunjuk Operasional Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta : BPOM RI.
Badan POM. 2012. Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan Obat Dan Makanan Republik Indonesia.
Gausepohl C.(2013). Product Quality Review and Annual Product Review. LOGFILE No.9.
March.
Sangshetti JN, Deshpande M, Zaheer Z, Shinde DB, Arote R. 2017. Quality by design approach: Regulatory need. Arabian Journal of Chemistry, 10, pp.S3412-S3425.
Wahyu, Dhadhang Kurniawan. 2009. Teknologi Sediaan Farmasi. Graha Ilmu.
Purwokerto.
World Health Organization (WHO). (2015). Good Manufacturing Practices for
Pharmaceutical Products: Main Principles. Geneva: World Health Organization.