MANAJEMEN RESIKO ( Ida Ayu Made Sasmita Dewi 2019)
DISUSUN OLEH KELOMPOK 8
Ahmad hafiz nasution (7203210019) Devi Lusiana Silitonga (7203210028) Fadillah Hanum (7203510033) Loranita Br Bangun (9203210035)
Resti Wandari (7182210021)
Rendy fachridan (7201210012) Tarisa Putri Artha (7203510035)
PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN OKTOBER 2021
SKOR NILAI:
CRITICAL BOOK REVIEW MK: MANAJEMEN
RESIKO
PRODI S1 MANAJEMEN
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunia –Nya yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Critical Book Review .
Tujuan dibuatnya critical book review ini yaitu untuk melengkapi tugas mata kuliah Manajemen Resiko serta memberikan Informasi dan berpikir kritis baik bagi penulis dan pembaca.
Penulis menyampaikan terimakasih karena telah membantu menjalankan kegiatan ini serta membantu penulis untuk menyelesaikan tugas crical journal review ini ,penulis berterimakasih kepada dosen pengampu di mata kuliah Manajemen Resiko.
Dengan demikian penulis benar benar menantikan kritik dan saran untuk perbaikan laporannya .Hendak penulis dimasa selanjutnya,menyadari tidak ada sesuatu hal sempurna tanpa adanya kritik dan saran yang konstruktif.Semoga laporan sederhana ini dapat dimengerti dan berguna bagi para pembaca.
Penulis mohon maaf yang sebesar besarnya atas kesalahan pengetikan ataupun perkataan yang tidak berkenan dihati.
Padangsidimpuan,13 Oktober 2021
Kelompok 8
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... ii
DAFTAR ISI... iii
BAB I...1
PENDAHULUAN... 1
A. RASIONALISASI PENTINGNYA CBR...1
B. TUJUAN CBR...1
C. MANFAAT CBR...1
D. IDENTITAS BUKU... 2
I. Buku Riview...2
BAB II... 4
PEMBAHASAN... 4
A. Ringkasan Isi Buku...4
I. Buku Riview...4
B. Kritik Buku...26
BAB III...27
PENUTUP...27
A. KESIMPULAN...27
B. SARAN... 27
DAFTAR PUSTAKA... 29
BAB I
PENDAHULUAN
A. RASIONALISASI PENTINGNYA CBR
Mata kuliah Manajemen Resiko merupakan salah satu mata kuliah yang sangat penting .Dalam proses penguasaan mata kuliah ini ,sebagai mahasiswa selain mendengar panduan arahan dari dosen yang bersangkutan ,kita harus juga menggali informasi yang seluasnya luasnya.
Buku adalah salah satu kebutuhan yang terbilang mutlak menjadi pegangan mahasiswa dalam memperoleh ilmu pengetahuan . Dalam Critical Book Review ini berisi hasil review dan berupa kelebihan serta kelemahan dari dua referensi buku yang berbeda. Buku yang pertama berjudul “ Manajemen Resiko 2“ karya dari Ikatan Bankir Indonesia”, buku yang kedua berjudul “ Manajemen Resiko ” karya dari Ida Ayu Made Sasmita Dewi”.
B. TUJUAN CBR
Mengulas isi buku dan memahami informasi di dalamnya
Membandingkan kelebihan dan kelemahan antara dua buku
Melatih diri untuk berpikir kritis
C. MANFAAT CBR
Memenuhi salah satu tugas mata kuliah dan tugas KKNI
Menambah Pengetahuan dan Informasi bagi para pembaca
Memudahkan Para pembaca dalam mengidentifikasi buku
Menambah wawasan si penulis
Melatih penulis untuk berpikir kritisD. IDENTITAS BUKU I. Buku Utama
Judul Buku : Manajemen Resiko 2
Penulis : Ikatan Bankir Indonesia (IBI) Tahun Terbit : 2015
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 978-602-03-1722-9
II. Buku Pembanding
Judul Buku : Manajemen Resiko
Penulis : Ida Ayu Made Sasmita Dewi Tahun Terbit : 2019
Penerbit : UNHI Press
ISBN : 978-623-91211-8-1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Ringkasan Isi Buku I. Buku UtamaA. LATAR BELAKANG MANAJEMEN RESIKO
Latar belakang manajemen risiko memberikan informasi yang mendasar mengenai konsep manajemen risiko serta perlunya penerapan ma najemen risiko dalam bisnis perbankan.
1. Perekonomian dan perkembangan industri perbankan
Perkembangan perekonomian suatu negara dipengaruhi kondisi industri pendukung. Industri perbankan merupakan salah satu industri yang sangat berperan dalam mendukung perkembangan ekonomi, yaitu menghimpun dan menya lur kan dana.Perkembangan industri perbankan Indonesia sudah mengalami pasang surut, baik yang mendorong pertumbuhan ekonomi, maupun yang menghambat. Krisis keuangan yang terjadi di Asia pada 1998, dan imbas dari krisis di Amerika tahun 2008 serta krisis di kawasan Eropa di tahun 2011, merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga yang dapat digunakan sebagai masukan untuk memperbaiki kualitas industri perbankan.
2. Peranan Manajemen Resiko
Lingkungan internal dan eksternal perbankan yang berkembang pesat disertai dengan risiko kegiatan usaha bank yang semakin kompleks, menuntut bank untuk menerapkan manajemen risiko yang memadai dan dilaksanakan secara disiplin.
Penerapan manajemen risiko pada perbankan sangat penting dalam menciptakan industri perbankan yang sehat dan terintegrasi, agar bisnis bank dijalankan dalam koridor risiko yang tetap terkendali.
Penerapan manajemen risiko bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku otoritas pengawas bank, akan membantu dan mempermudah penilaian terhadap kemungkinan kerugian yang dihadapi bank yang dapat memengaruhi permodalan bank.
3. Proses Manajemen Resiko
Proses manajemen risiko dimulai dari identifikasi risiko untuk mengetahui jenis risiko yang berpotensi terjadi pada aktivitas bank, dilanjutkan dengan pengukuran risiko untuk mengetahui besar risiko yang dihadapi. Kemudian, bank melakukan
melakukan peningkatan kualitas kontrol dalam bentuk proses mitigasi risiko.
Selanjutnya bank melakukan monitoring dan pelaporan atas upaya pengendalian risiko.
1) Identifikasi Resiko
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan identifikasi risiko antara lain:
Bersifat proaktif (anticipative) dan bukan reaktif;
Mencakup seluruh aktivitas fungsional (kegiatan operasional);
Menggabungkan dan menganalisis informasi risiko dari seluruh sumber informasi yang tersedia;
Menganalisis probabilitas timbulnya risiko serta konsekuensi yang timbul a. Risiko Kredit
Risiko kredit terjadi pada saat bank memberikan fasilitas kredit pada debitur yang terdapat risiko debitur tidak melaksanakan kewajibannya melunasi kewajiban.Risiko kredit juga dapat terjadi pada saat bank membeli surat berharga seperti obligasi, yaitu penerbit obligasi tidakmelaksanakan kewajibannya melunasi kewajiban membayar kupon dan atau pokok obligasi.
b. Risiko Pasar
Risiko pasar trading book terjadi apabila bank memiliki posisi trading, dan harga pasar dari posisi tersebut dapat mengalami penurunan karena perubahan faktor pasar seperti tingkat suku bunga pasar dan nilai tukar antara dua valuta tempat bank mempunyai posisi terbuka.
c. Risiko Operasional
Dalam upaya mencapai tujuan dan target, bank melakukan berbagai aktivitas yang menyebabkan bank selalu menghadapi risiko operasional, yaitu apabila terjadi kesalahan dalam proses dalam upaya mencapai target tersebut akibat kesalahan faktor manusia, kegagalan sistem, kesalahan atau tidak berfungsinya prosedur kerja, atau akibat faktor eksternal.
2) Pengukuran Resiko
Pengukuran risiko dilakukan untuk mengukur profil risiko bank, dan selanjutnya digunakan untuk memeroleh gambaran efektivitas penerapan manajemen risiko.Prosedur pengukuran risiko secara umum adalah sebagai berikut.
Menetapkan eksposur risiko secara keseluruhan (aggregate);
Menetapkan faktor risiko (risk factors) untuk setiap posisi yang ada pada portofolio bank;
Sensitivitas nilai pasar produk/posisi terhadap perubahan satu satuan faktor pasar yang memengaruhinya, baik dalam kondisi normal maupun kondisi stress;
Kecenderungan perubahan faktorfaktor dimaksud berdasarkan volatilitas perubahan yang terjadi di masa lalu dengan memperhitungkan faktor korelasi;
3) Pemantauan dan Limit Resiko
Sebagai bagian dari penerapan pemantauan risiko, bank menggunakan limit risiko baik secara individual dan keseluruhan/konsolidasi. Selain itu, limit risiko juga harus:
Memerhatikan kemampuan modal bank untuk dapat menyerap eksposur risiko atau kerugian yang timbul, dan memerhatikan besar eksposur bank;
Memertimbangkan pengalaman kerugian di masa lalu dan kemampuan sumber daya manusia;
Memastikan bahwa posisi yang melampaui limit yang telah ditetapkan mendapat perhatian Satuan Kerja Manajemen Risiko, komite manajemen risiko dan Direksi.
Penetapan jenis limit risiko meliputi:
Limit Transaksi (transaction/product limit);
Limit Mata Uang (currency limit);
Limit Volume Transaksi (turnover limit);
Limit Posisi Terbuka (open position limit);
Limit Kerugian (cut loss limit dan stop loss limit);
Limit Intra Hari (intraday limit);
Limit Nasabah dan Counterparty (individual borrower dancounterparty limit);
Limit pemberian kredit pada pihak terkait (affiliated parties limit);
Limit Industri/Sektor Ekonomi dan Wilayah (industry/economic sector dangeographic limit).
4) Pengendalian Resiko
Pengendalian risiko dapat dilakukan oleh bank, antara lain dengan cara lindung nilai atau hedging, dan metode mitigasi risiko lainnya seperti penutupan asuransi, pembelian garansi, melakukan sekuritisasi aset dan menggunakan instrumen credit derivatives, serta penambahan modal bank untuk menyerap potensi kerugian.
4. Sistem Informasi Manajemen Resiko
Sistem informasi manajemen risiko merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang harus dimiliki dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan bank, dalam rangka penerapan manajemen risiko yang efektif. Sebagai bagian dari proses manajemen risiko, bank harus memiliki sistem informasi manajemen risiko yang dapat memastikan:
Data yang diperlukan tersedia secara akurat dan tepat waktu.
Eksposur risiko terukur secara akurat, informatif, dan tepat waktu, baik eksposur risiko secara keseluruhan/komposit maupun eksposur per jenis risiko yang melekat pada kegiatan usaha bank, maupun eksposur risiko per jenis aktivitas fungsional bank.
Mematuhi penerapan manajemen risiko terhadap kebijakan, prosedur dan penetapan limit risiko.
Hasil (realisasi) penerapan manajemen risiko dibandingkan dengan target yang ditetapkan oleh bank sesuai dengan kebijakan dan strategi penera pan manajemen risiko.
B. REGULASI PERBANKAN TERKAIT MANAJEMEN RESIKO 1. Basel Accord
Basel Committee menetapkan modal minimum yang harus dipelihara bank untuk menjaga kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya di bank.
Pertama kali ketentuan mengenai kecukupan modal minimum ditetapkan pada 1988 yang disebut dengan Basel I. Kemudian sejalan dengan terjadinya berbagai krisis dalam skala besar, Basel Committee mela ku kan perbaikan berturutturut disebut sebagai Basel 1.5 tahun 1996, Basel II tahun 2004, Basel 2.5 tahun 2010 dan Basel III tahun 2011.
a) Basel i (Basel Capital Accord) tahun 1988
Dua tujuan fundamental dari the Basel Committee for Banking Supervision (BCBS) adalah untuk memperkuat kerangka dasar budaya (soundness) dan stabilitas atas sistem perbankan interna sional.Selain itu, BCBS juga ingin menciptakan kerangka dasar yang konsisten dan tidak memi hak (fair) bagi bankbank di berbagai negara dengan sumber daya berbeda, yang aktif menjalankan kegiatan operasional perbankan secara internasional.
a. Aktiva tertimbang Menurut risiko (AtMr)
Aktiva tertimbang menurut risiko adalah aktiva di dalam dan di luar neraca bank (on balance sheet dan off-balance sheet) yang diberi bobot tertentu untuk menetapkan besarnya risiko dari asset tersebut.Asset berisiko tersebut merupakan dasar yang digunakan untuk menghitung kebutuhan modal bank untuk menutup risiko kredit.
b. Perhitungan kewajiban Penyediaan Modal Minimum (kPMM)
Basel I menetapkan kebutuhan modal bank didasarkan pada risiko kredit.Setelah bank mengidentifikasi dan menghitung aset yang berisiko, selanjutnya dikalikan dengan bobot masingmasing kelompok aset.
b) Basel 1.5 dan Market Risk Amendment tahun 1996
Sebelumnya, Basel I hanya mengenal modal Tier 1 dan Tier 2 sebagai modal yang dianggap eligible.Pada 1996, Basel Committee for Banking Supervision (BCBS) menetapkan perubahan atau amandemen terhadap Basel I dengan menambahkan komponen modal bank, yaitu modal pelengkap tambahan (Tier3).Selain itu, BCBS memperhitungkan eksposur risiko pasar trading book dalam menentukan kebutuhan modal minimum, yang disebut dengan Basel 1.5 tahun 1996.
c) Basel II
Basel II dibentuk dengan tujuan agar pengukuran kebutuhan modal untuk menutup risiko kredit lebih sensitif terhadap risiko dibandingkan dengan metode yang digunakan pada Basel I. Pada Basel II, modal untuk menutup risiko kredit dapat ditentukan dengan menggunakan metode standar (SA), metode Internal Rating Based Foundation (IRBF) dan Advanced (IRBA).
d) Basel III
Dengan belajar dari keterpurukan industri perbankan pada krisis global yang melanda Amerika Serikat pada sekitar tahun 2008, disimpulkan bahwa ketentuan Basel II tidak cukup memperhitungkan risiko pada waktu terjadi krisis. Proses stress testing yang dilakukan sesuai pedoman pada Basel II, tidak cukup untuk menutup kondisi stress yang terjadi pada tahun tersebut. Oleh karena itu, BCBS memandang perlu untuk menyempurnakan ketentuan Basel II dengan ketentuan baru yang lebih pruden yang disebut dengan Basel III.
2. Regulasi Bank Indonesia
a) Peraturan Bank indonesia – Manajemen risiko Bank umum
Industri perbankan merupakan industri yang terkait dengan kepentingan publik.
Kepercayaan publik untuk menyimpan dana di bank merupakan faktor yang menentukan pertumbuhan industri perbankan.
b) Peraturan Bank indonesia – kPMM
Peraturan Bank Indonesia No.11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 perihal perubahan atas PBI No.5/8/PBI/2003 tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum.
Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/21/DPNP tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum disempurnakan dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/23/DPNP tanggal 25 Oktober 2011.
Peraturan Bank Indonesia No.15/ 12 /PBI/2013 tentang kewajiban penyediaan modal minimum bank umum tanggal 12 Desember 2013.
C. RISIKO KREDIT
Tujuan dari manajemen risiko kredit adalah untuk memaksimalkan risk-adjusted return dan menjaga agar eksposur risiko kredit berada dalam batas parameter yang dapat diterima. Bank perlu mengelola risiko kredit baik pada level individual atau transaksi dan pada level portofolio.
1. Pemahaman
Risiko kredit adalah risiko kerugian akibat kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas fungsional bank seperti perkreditan (pembiayaan), aktivitas treasury (penempatan dana antarbank, membeli obligasi korporasi), aktivitas terkait investasi dan pembiayaan perdagangan (trade finance).
a. Segmentasi Kredit
Bank melakukan segmentasi kredit dengan pertimbangan karakteristik masingmasing segmen bisnis bersifat unik. Segmentasi kredit akan memengaruhi perlakuan dan kebijakan bank dalam menetapkan kecukupan agunan, struktur kredit, kewenangan memutus kredit dan lainlain.
b. Organisasi Perkreditan
Sistem ‘the three-lines of defense’ yang dikenal pada dunia perbankan menjelaskan bahwa operasional bank secara bank-wide dibagi atas tiga fungsi, yaitu (1) unit bisnis sebagai bagian yang mengembangkan bisnis; (2) unit risk management yang menetapkan kebijakan bank dalam mengembangkan bisnis;
dan (3) unit kepatuhan dan audit yang melakukan pengawasan untuk menjaga kepatuhan pada kebijakan dan ketentuan yang berlaku.
Organisasi perkreditan mengatur kewenangan memutus kredit, pembentukan komite perkreditan, dan proses pengambilan keputusan. Proses perkreditan dapat dibagi dalam 3 aktivitas, yaitu front end, middle end, dan back end.
a) Unit Bisnis, Relationship Manager
Unit bisnis di garda depan bertugas mencari nasabah sesuai target dan memasarkan produk kredit bank.Unit bisnis melakukan monitoring untuk kredit yang sudah dalam portofolio bank, agar kondisi dan kinerja debitur dapat terpantau apakah tetap dalam kondisi baik sehingga mampu membayar kewajibannya.
b) Unit Manajemen Risiko Kredit
Unit Manajemen Risiko Kredit bertanggung jawab membantu unit bisnis dalam menyediakan infrastruktur perkreditan seperti kebijak an dan prosedur, sistem kewenangan memutus kredit, kebijakan pemutusan kredit secara bersama antara unit bisnis dan risk management, prosedur dan tata cara penarikan kredit dan sistem administrasi kredit, dan menentukan alat analisis seperti sistem ratingdan scoring, prosedur baku analisis kredit dan prosedur analisis Early Warning Signal (EWS), metode melakukan proses stress testing dan tata cara penyelesaian kredit bermasalah.
c) Unit Administrasi kredit (Credit Operation)
Unit Credit Operation melaksanakan pemantauan atas pemenuhan persyaratan dalam perjanjian kredit oleh debitur, khususnya dalam proses penarikan kredit, dan melakukan proses administrasi kredit.
d) Unit Credit Recovery
Unit Credit Recovery bertugas menentukan langkah penyelamatan atau restrukturisasi dengan cara penjadwalan kembali angsuran utang, memberikan bunga khusus atau cara lainnya, dan dipilih sedemikian sehingga kerugian bank paling minimal.
c. Kewenangan Perkreditan
Dalam kebijakan kredit harus dicantumkan secara jelas dan tegas fungsi, tugas, wewenang, dan tanggung jawab Dewan Komisaris, Direksi, satuan kerja per kreditan, dan berbagai komite perkreditan
a) Pendelegasian kewenangan Memutus kredit
Direksi mendelegasikan kewenangan pemberian kredit melalui kebijakan kredit.Pendelegasian kewenangan memutus kredit dapat efektif dilakukan apabila kewenangan didelegasikan kepada manajer dan staf yang telah memeroleh pelatihan yang cukup, dan yang sudah berpenga laman.
1) Pendelegasian kewenangan memutus kredit kepada individu
Sistem keputusan kredit pada umumnya mengatur pendelegasian kewenangan memutus kredit untuk sejumlah tertentu kepada senior loan officer, yang kemudian mendelegasikan kewe nangan tersebut kepada level manajer dan staf di bawahnya.
2) Pendelegasian kewenangan memutus kredit kepada kombinasi individu Pada beberapa bank, limit kewenangan memutus kredit ditingkatkan dengan adanya penun jukan kombinasi individu. Misalnya, dua orang staf dengan kewenangan memutus kredit sampai Rp2 miliar,apabila digabungkan akan memiliki kewenangan memutus kredit sam pai Rp4 miliar.
3) Komite Kredit (KK)
Komite kredit melakukan review dan menyetujui kredit dengan limit tertentu yang ada di atas limit staf kredit secara individu. Komite kredit
yang efektif merupakan forum untuk melakukan review kredit, menerbitkan kebijakan, dan komunikasi.
d. Peran Budaya kredit dalam Perkreditan
Budaya kredit merupakan sistem nilai yang mendasari perilaku seluruh jajaran organisasi (staf dan manajemen) yang terlibat dalam proses perkreditan.
Budaya kredit harus tercermin di dalam kebijakan perkreditan, mekanisme pengambilan keputusan, mekanisme kontrol dan perilaku pada kegiatan rutin dalam pengelolaan kredit.
2. Kebijakan Dan Prosedur Perkreditan
BCBS menerbitkan beberapa prinsip terkait dengan pengelolaan risiko kredit.
Prinsip ke2 dalam dokumen Principles for the management of credit risk (September 2000), menjelaskan bahwa direksi wajib mengimplementasikan strategi risiko kredit yang sudah disetujui Dewan Komisaris, dan mengembangkan kebijakan serta prosedur untuk melakukan proses identifikasi, mengukur, memonitor, dan mengendalikan risiko kredit. Kebijakan dan prosedur dimaksud disusun untuk meminimalkan risiko kredit dalam seluruh kegiatan bank, baik pada level individual maupun portofolio.
Kebijakan kredit sangat berperan penting sebagai panduan dalam pe lak sanaan semua kegiatan yang terkait dengan perkreditan yang se hat dan menguntungkan bank. Dengan kebijakan, bank diharapkan da pat menerapkan asasasas perkreditan yang sehat secara lebih konsisten dan bersinambungan.
a. kebijakan Pokok dalam Perkreditan
Menjelaskan mengenai tata cara pemberian kredit yang sehat, meliputi antara lain prosedur pemberian kredit yang sehat, termasuk prosedur persetujuan kredit, prosedur dokumentasi dan administrasi kredit, dan prosedur pengawasan kredit.
b. kebijakan Persetujuan kredit
Dalam hal persetujuan kredit, kebijakan perkreditan minimal mengatur mempertimbangkan halhal sebagai beri kut.
Proses persetujuan kredit.
Tanggung jawab pejabat pemutus kredit.
Batas wewenang persetujuan kredit.
Konsep hubungan total pemohon kredit.
Persetujuan permohonan kredit dilakukan atas dasar penilaian seluruh kredit dari pemohon kredit yang telah diberikan, dan atau akan diberikan secara bersamaan oleh bank.
Perjanjian kredit.
Persetujuan pencairan kredit.
c. Dokumentasi dan Administrasi kredit
Dokumentasi kredit merupakan salah satu aspek penting yang dapat menjamin pengembalian kredit.Bank wajib melaksanakan dokumentasi kredit yang baik dan tertib.
d. Pengawasan kredit
Bank wajib menerapkan pengawasa
Objek pengawasan kredit
Cakupan fungsi pengawasan
Pengawasan melekat
Audit internal
Audit internal melaksanakan upaya lanjutan dalam pengawasan kredit, dilakukan melalui sampel populasi, untuk lebih memastikan bahwa pemberian kredit telah dilakukan sesuai dengan kebijakan kredit dan telah memenuhi prinsip perkreditan yang sehat serta meme nuhi ketentuan yang berlaku dalam perkreditan.
e. Penyelesaian kredit Bermasalah
Salah satu upaya untuk meningkatkan pemantauan secara dini terhadap kredit yang akan atau diduga akan menjadi bermasalah, setiap bulan bank dapat menyusun daftar kredit dengan kolektibilitas tergolong bermasalah, dan juga yang tergolong lancar namun cenderung berpotensi memburuk.
3. Proses Perkreditan– Kredit Komersial
Proses manajemen risiko kredit yang diimplementasikan oleh bankbank dapat berbeda, yang masingmasing bank seringkali menyusun proses kredit yang mencerminkan karakter dan pemahaman dari bank itu sendiri. Proses kredit melibatkan beberapa unit kerja yang saling independen dan saling mendukung sehingga proses kredit ini dapat dilak sanakan secara efektif, dan konsisten dengan tujuan perusahaan.
Pengelolaan risiko kredit dilakukan baik pada tingkat transaksional maupun tingkat portofolio dengan tujuan untuk meminimalkan tingkat risiko sampai level yang direncanakan. Selanjutnya bank menyediakan modal untuk menutup risiko residual.Atas dasar hal tersebut, bank dapat menetapkan suku bunga kredit untuk mendapatkan imbal hasil sesuai risiko yang diambil.
a. Inisiasi
Pada tahap ini, bank menerima permohonan aplikasi kredit nasabah atau memberikan penawaran kredit kepada nasabah.Permohonan kredit dari nasabah harus diajukan secara tertulis.
b. Analisis kredit
Analisis kredit harus menggambarkan konsep hubungan total pemohon kredit, khususnya apabila pemohon sebelumnya telah mendapat fasilitas kredit dari
bank atau dalam waktu bersamaan mengajukan permohonan kredit lainnya kepada bank.
Analisis kredit merupakan faktor signifikan yang memengaruhi pengambilan keputusan kredit kepada nasabah. Tujuan dari analisis kredit adalah:
Membantu bank membuat keputusan pemberian kredit yang tepat.
Membantu bank menghindari pemberian kredit yang tidak tepat.
c. keputusan dan Perjanjian kredit
Tanggung jawab pejabat pemutus kredit antara lain:
Memastikan bahwa setiap kredit yang diberikan telah memenuhi keten tuan perbankan dan sesuai dengan azas perkreditan yang sehat.
Memastikan bahwa pelaksanaan pemberian kredit telah sesuai dengan kebijakan dan pedoman pelaksanaan kredit.
Memastikan bahwa pemberian kredit telah didasarkan pada penilaian yang jujur, objektif, cermat dan seksama, serta terlepas dari penga ruh pihakpihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit.
4. Perhitungan Kecukupan Modal
Kebutuhan modal minimum untuk menutup risiko kredit dapat ditentukan berdasarkan ketentuan regulator yang disebut dengan Regulatory Capital.Selain itu, modal juga dapat ditentukan oleh model yang dibuat sendiri oleh bank, yang disebut dengan modal ekonomis atau Economic Capital.Regulatory capital adalah perhitungan kebutuhan modal untuk menutup risiko sesuai formula yang ditetapkan oleh regulator.
D. RISIKO PASAR
Risiko pasar merupakan risiko kerugian akibat penurunan harga pasar, yang terjadi karena adanya perubahan faktor pasar, dan berpotensi merugikan posisi portofolio bank.Risiko pasar dapat terjadi pada banking book maupun trading book.Pada trading book, dampak risiko pasar langsung memengaruhi rugi laba.Sementara, pada banking book dampak risiko pasar secara tidak langsung memengaruhi perolehan NII (net interest income) dan EVE (Economic Value of Equity).
1. Pendahuluan
a. Posisi Terkait Risiko Pasar
Yang diperhitungkan sebagai posisi bank adalah posisi neto, termasuk posisi on balance sheet dan posisi off balance sheet, dapat berupa posisi long atau short. Posisi long artinya total aktiva lebih besar dari total pasiva, dan memperoleh laba apabila harga atau nilai pasar naik. Posisi short adalah sebaliknya, memeroleh laba apabila harga atau nilai pasar turun.
b. jenis Faktor risiko Pasar
Faktor risiko pasar yang dapat memengaruhi nilai pasar dari posisi portofolio bank ada empat kategori, yaitu:
1) suku bunga pasar 2) nilai tukar
3) harga pasar saham 4) harga pasar komoditas
c. Pengendalian risiko Pasar Trading
Untuk mengelola risiko aktivitas trading, bank memerlukan tata ke lola aktivitas trading melalui kebijakan dan standar operasional.
2. Trading Book
Trading book adalah seluruh posisi akun perdagangan bank (proprietary position) pada instrumen keuangan dalam neraca (on balance sheet) dan atau rekening administratif (off balance sheet) termasuk transaksi derivatif. Trading book terdiri dari trading account (eksposur perdagangan).Atas posisi trading harus dilakukan perhitungan harga pasar setiap hari (marked to market) di mana laba atau rugi yang timbul langsung memengaruhi rugi laba bank.
a. Penentuan nilai Pasar Posisi Trading Book
Bank wajib melakukan valuasi secara harian terhadap posisi trading book dengan akurat. Dalam melakukan valuasi, bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur valuasi, termasuk memiliki sistem informasi manajemen dan pengendalian proses valuasi yang memadai dan terintegrasi dengan sistem manajemen risiko.
b. identiikasi risiko Pasar – Trading Book
Strategi manajemen risiko pasar adalah strategi manajemen risiko proaktif yang dimulai dengan proses identifikasi sumbersumber risiko. Sebagai con toh, apabila bank memiliki posisi obligasi Indosat dalam mata uang USD sejumlah USD 1 juta, jangka waktu 5 tahun, kupon dibayar setiap 3 bulan dengan bunga Libor 3 bulan + 3%, maka risiko pasar yang melekat pada instrumen tersebut adalah (1) risiko suku bunga USD jangka waktu 3 bulan (2) risiko nilai tukar USDIDR.
c. Pengukuran risiko Pasar – Trading Book
Setelah dilakukan identifikasi risiko, proses berikutnya adalah melakukan kuantifikasi atau pengukuran terhadap risiko sesuai dengan faktor pasar yang sudah diidentifikasi tersebut
d. Perhitungan Beban Modal risiko Pasar (Trading) dan regulasi
Bank wajib menyediakan modal dalam jumlah tertentu untuk menutup risiko pasar atas portofolio yang dimiliki.Risiko pasar yang wajib diperhitungkan oleh bank secara individual dan/atau secara konsolidasi dengan perusahaan anak adalah risiko suku bunga dan/atau risiko nilai tukar.
3. Risiko Pasar – Banking Book
Bank dalam melaksanakan aktivitas akan terekspos risiko suku bunga, risiko
banking book yang memadai dan sesuai dengan kompleksitas usaha bank sehingga terhindar dari kerugian yang disebabkan oleh pergerakan suku bunga di pasar.
a. identii kasi risiko Pasar – Suku Bunga
Risiko suku bunga merupakan risiko terpenting pada banking book.Risiko suku bunga pada banking book dapat disebabkan oleh perbedaan saat repricing dari sisi aktiva dan pasiva yang disebut dengan repricing risk.
b. Pengukuran dan Pengendalian risiko Pasar – Banking Book
Risiko suku bunga dapat dilihat dengan dua perspektif, yaitu perspektif jangka pendek dan perspektif jangka panjang.Perspektif jangka pendek menjaga agar pendapatan bunga bersih atau Net Interest Income (NII) tidak mengalami penurunan.Perspektif jangka panjang menjaga agar nilai ekonomis dari modal atau Economic Valve Equity (EVE) tidak menurun akibat perubahan suku bunga pasar.
E. RISIKO LIKUIDITAS
Pengelolaan risiko likuiditas sangat penting karena dampak dari risiko ini sangat besar, bahkan dalam beberapa kasus terdapat bank yang gagal sebagai akibat tidak dapat memenuhi kebutuhan likuiditas.
1. Pendahuluan
Risiko likuiditas dapat disebabkan bank tidak mampu menghasilkan arus kas dari aset produktif, atau yang berasal dari hasil penjualan aset termasuk aset likuid, atau dari penghimpunan dana masyarakat, transaksi antar bank atau pinjaman yang diterima.
Tujuan utama dari manajemen risiko likuiditas adalah memastikan kecukupan dana secara harian, baik pada kondisi normal maupun pada kondisi krisis agar dapat memenuhi kewajiban secara tepat waktu dari berbagai sumber dana yang tersedia. Untuk menjaga tingkat kecukupan likuiditas yang efisien, bank memperkirakan kebutuhan likuiditas yang terjadual ataupun tidak terjadwal.
2. Kebijakan, Prosedur, Dan Penetapan Limit
Dalam menetapkan kebijakan mengenai manajemen risiko untuk risiko likuiditas, termasuk penetapan strategi dan limit manajemen risiko likui ditas, bank wajib menyesuaikan kebijakan tersebut dengan visi, misi, strategi bisnis, tingkat risiko yang akan diambil (risk appetite), kecukupan permodalan, kemampuan sumber daya manusia dan kapasitas pendanaan bank secara keseluruhan.
Kewenangan dan tanggungjawab manajemen likuiditas, antara lain menjelaskan suatu alur yang jelas mengenai kewenangan, tanggung jawab, dan pelaporan terkait dengan manajemen risiko untuk risiko likuiditas, termasuk menugaskan dan memberikan kewenangan kepada satuan kerja tertentu untuk
menentukan pasar, instrumen, serta transaksi dengan pihak lawan yang memenuhi kriteria (eligible counter party).
3. Proses Manajemen Resiko Likuiditas
Proses manajemen risiko likuiditas simulasi dengan proses identifikasi risiko likuiditas untuk memahami proses aktivitas bank dan mengidentifikasi titik simpul yang rawan terjadi masalah risiko likuiditas. Selanjutnya dilakukan pengukuran risiko likuiditas untuk mengetahui besaran risiko likuiditas dan membandingkan dengan limit sehingga dapat diputuskan apakah perlu strategi khusus untuk mengatasi permasalahan terkait risiko likuiditas. Langkah selanjutnya adalah melakukan pengendalian risiko likuiditas, berupa tindak aksi yang diperlukan untuk mengatasi persoalan terkait risiko likuiditas.
a. identifikasi risiko Likuiditas
Proses identifikasi risiko likuiditas dilakukan baik untuk eksposur risiko likuiditas saat ini maupun yang akan timbul di masa datang. Proses identifikasi risiko likuiditas merupakan proses yang berkelanjutan dan harus dilakukan secara berkala. Dalam rangka melakukan identifikasi risiko likuiditas, bank harus melakukan analisis terhadap seluruh sum ber risiko likuiditas.
b. Pengukuran risiko Likuiditas
Metode pengukuran risiko likuiditas yang digunakan bank perlu disesuaikan dengan komplek sitas aktivitas bisnis dan profil risiko bank.Dalam hal bank melakukan kegiatan usaha yang lebih kompleks maka bank harus menggunakan pendekatan pengukuran yang bersifat simulasi dan lebih dinamis yang didasarkan pada berbagai asumsi. Bank dapat dikatakan melakukan kegiatan usaha yang kompleks jika bankantara lain melakukan transaksi treasury secara aktif termasuk transaksi derivatif, memiliki atau menawarkan produk terstruktur (structured product).
c. Pengendalian risiko Likuiditas
Dalam pengelolaan likuiditas, bank harus memastikan memiliki kecukupan likuiditas untuk memenuhi penarikan yang terjadwal maupun tidak terjadwal dalam kondisi normal dan tidak normal. Untuk mengelola likuiditas, bank melakukan proses identifikasi, pengukuran, monitoring dan kontrol.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan risiko likuiditas:
Menerapkan corporate governance secara efektif melalui pengawasan aktif Direksi dalam melakukan kontrol terhadap risiko likuiditas.
Menetapkan strategi, kebijakan, prosedur, dan limit untuk mengelola serta melakukan mitigasi risiko likuiditas.
Memiliki pengukuran risiko likuiditas yang komprehensif dan sistem monitoring (termasuk penilaian atas arus kas saat ini dan di masa depan,
termasuk analisis sumber dan penggunaan dana, sesuai dengan kompleksitas usaha bank.
Pengelolaan likuiditas intra-day secara aktif.
Mengupayakan diversifikasi sumber pendanaan.
Memelihara sejumlah marketable securities yang likuid
Memiliki contingency Funding Plans (CFP) yang diperlukan pada saat kondisi krisis.
Memiliki internal control dan internal audit yang memadai untuk menentukan kecukupan proses pengelolaan risiko likuiditas.
F. RISIKO OPERASIONAL
Risiko operasional dipengaruhi oleh faktor manusia, proses/prosedur, sistem dan kejadian eksternal.Jadi tidak hanya dipengaruhi oleh hanya orang tertentu, seperti pegawai yang bertugas dibidang kredit atau pegawai yang bertugas dibidang treasury.
1. Pemahaman Risiko Operasional
Dibanding dengan jenis risiko yang lain, risiko operasional tergolongunik.
Risiko kredit sangat tergantung pada kebijakan perkreditan suatu bank, dan ketrampilan serta perilaku dari individual credit officer.Risiko pasar dipengaruhi oleh kekuatankekuatan pasar dan kondisi ekonomi yang berfluktuasi serta kompetensi individual trader, termasuk kebijakan treasury.
Manajemen risiko operasional adalah tentang kesadaran atas risiko (awareness) dan tanggung jawab (accountability).Semakin tinggi tingkat kesadaran tentang manusia (people), proses dan teknologi yang dapat mendukung aktivitas harian, termasuk juga semakin tinggi rasa tanggung jawab untuk menilai dan mengendalikan risiko, semakin kuat suatu bank terhadap goncangan karena risiko operasional.
Beberapa manfaat utama bagi bank yang menerapkan manajemen risiko operasional dengan efektif, antara lain:
Meningkatkan budaya sadar risiko.
Meningkatkan transparansi.
Meningkatkan efisiensi operasional dan proses pengambilan putusan.
Meningkatkan profitabilitas dan penggunaan modal yang lebih optimal.
Mengurangi beban modal untuk menutup risiko (regulatory capital).
a. deinisi risiko operasional
Sesuai dengan definisi oleh BCBS dan Bank Indonesia, risiko operasional diartikan sebagai risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, akibat kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau akibat kejadiankejadian eksternal yang memengaruhi kinerja operasional bank.
b. turunan dari risiko operasional
Bank Indonesia dalam PBI mengenai manajemen risiko memang membagi risiko menjadi 8 kategori, yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko strategik, risiko legal, risiko kepatuhan dan risiko reputasi.
2. Risiko Operasional Di Bank – Cause, Event, Effect
Risiko operasional melekat pada semua produk, jasa dan aktivitas bank.Untuk itu perlu ada pemahaman risiko operasional yang seragam agar dapat menerapkan manajemen risiko opera sional secara efektif. Setiap kejadian terkait risiko operasional (event) dipicu oleh beberapa jenis penyebab (causes), dan menimbulkan beberapa kategori dampak kerugian (impact).
Kategorisasi risiko dan penyebab digunakan untuk menentukan langkahlangkah mitigasi.Bank harus menentukan perbedaan antara sebab – kejadian – dan akibat secara tepat, karena dalam tiap kategori dapat digunakan sebagai titik awal untuk menganalisis faktorfaktor risiko operasional. Peni laian risiko yang efektif akan membuat bank lebih memahami profil risiko dan lebih efektif dalam pengelolaan risiko.
a. Penyebab (Cause)
Sesuai definisi risiko operasional, penyebab utama kejadian risiko operasional adalah karena faktor manusia, kegagalan proses internal, kegagalan sistem teknologi, dan kejadian eksternal.Namun sebelum dikategorikan sesuai definisi tersebut, perlu didentifikasi akar penyebab dari kejadian (event).Dengan mengetahui penyebab kejadian terkait risiko operasional, bank dapat lebih mudah melakukan mitigasi dalam upaya mengurangi potensi kerugian akibat risiko operasional.
b. kejadian (Event)
Kejadian adalah sesuatu hal yang terjadi dalam periode waktu tertentu.Dalam menetapkan suatu kejadian risiko ke dalam kategori tipe kejadian, harus didasarkan pada akar permasalahan (the root of causes) atau kategori kejadian yang paling dominan.
3. Perangkat Manajemen Risiko Operasiona
Untuk mendukung penerapan manajemen risiko operasional pada unit kerja, Unit SKMR menggunakan perangkat agar setiap unit kerja dapat melakukan identifikasi, pengukuran, monitoring dan pengendalian/ mitigasi terhadap setiap faktor risiko yang melekat pada setiap produk dan jasa, baik yang disebabkan oleh faktor internal, maupun yang disebabkan oleh faktor eks ternal.
Pengendalian risiko operasional bertujuan menekan potensi kerugian akibat risiko operasional sampai level yang direncanakan bank. Proses pengelolaan dilakukan dengan meli hat penyebab terjadinya potensi kerugian akibat risiko operasional. Identifikasi potensi keru gian dapat dilakukan dengan berbagai
risiko operasional di masa depan, KRI (Key Risk Indicator), mengendalikan risiko operasional yang terjadi saat ini,LED (Loss Event Database) mencatat data kerugian yang sudah terjadi.
a. Risk and Control Self-Assessment (rCSA)
Setiap aktivitas bisnis dan operasional yang dijalankan bank selalu melekat risiko kerugian finansial maupun non finansial yang disebabkan faktor manusia, kegagalan prosedur, kegagalan sistem, dan akibat kejadian eks ternal.
Pengendalian risiko dimulai dari identifikasi risiko, jenisjenis risiko dan sumber penyebab risiko, termasuk di dalamnya mendefinisikan dengan bahasa yang seragam antarpengelola risiko, memahami karakteristik/sifat dari risiko tersebut, serta faktorfaktor eksternal yang memengaruhi.
RCSA adalah proses manajemen risiko operasional untuk mengidentifikasi dan mengukur risiko operasional yang bersifat kualitatif, dengan menggunakan dimensi dampak (impact) dan kemungkinan kejadian (likelihood).
b. Loss Event Database (Led)
Salah satu persoalan penting dalam rangka pengelolaan risiko operasional adalah tersedianya database kerugian risiko operasional. Tanpa database kerugian, bank nantinya akan mengalami kesulitan dalam pro ses penyusunan model pengukuran kerugian risiko operasional. Di samping itu, database kerugian dapat sebagai alat untuk melakukan validasi setiap proses penilaian risiko atau prediksi risiko. Selain itu, LED juga digunakan untuk memastikan bahwa proses pengendalian internal apakah sudah cukup memadai.
c. Key Risk Indicator (KRI)
Key Risk Indicator (KRI) dapat digunakan untuk mengidentifikasi kecenderungan tingkat risiko operasional yang meningkat. Dengan KRI, bank mengidentifikasi dan menganalisis risiko sejak dini atas naikturunnya indika torindikator tingkat risiko dalam rangka pengendalian setiap risiko opera sio nal yang melekat pada setiap aktivitas bisnis dan operasional bank.
d. Analisis risiko pada Produk atau Aktivitas Baru
Pemahaman terhadap risiko yang terdapat dalam produk atau aktivitas bank memiliki peran penting untuk meminimalkan kejadiankejadian yang dapat merugikan. Pengelolaan risiko pada produk atau aktivitas baru merupakan bagian penting dari salah satu tahap dalam pengembangan produk atau aktivitas baru
e. Mengelola risiko teknologi informasi
Dalam rangka meningkatkan efisiensi kegiatan operasional dan mutu pelayanan bank kepada nasabahnya, bank dituntut untuk mengembangkan strategi bisnis bank antara lain dengan memanfaatkan kemajuan Teknologi Informasi (TI). Pengembangan strategi tersebut selanjutnya mendorong investasi baru dalam TI yang digunakan dalam pemrosesan transaksi dan
informasi.Kehandalan bank mengelola TI me nentukan keberhasilan bank dalam menghasilkan informasi yanglengkap, akurat, terkini, utuh, aman, konsisten, tepat waktu dan relevan. Dengan demikian informasi yang dihasil kan dapat mendukung proses pengambilan keputusan dan operasional bisnis bank.
4. Perhitungan Kecukupan Modal
a. BIA (Basic Indicator Approach) atau Pid (Pendekatan indikator dasar)
Pendekatan Indikator Dasar atau PID merupakan pendekatan yang paling sederhana dan tidak sensitif terhadap risiko sehingga akan menghasilkan beban modal yang cenderung besar. Kebutuhan modal minimum dihitung berdasarkan suatu persentase tetap dari gross income bank.Regulator menentukan persentase tersebut sebagai alpha (α).PID cocok digunakan oleh bankbank yang berukuran relatif kecil dengan aktivitas bisnis yang sederhana.Adapun untuk bankbank yang aktif secara internasional, dan bankbank yang memiliki risiko operasional tinggi didorong untuk menggunakan pendekatan yang lebih mendekati risiko sebenarnya.
b. TSA (Standardized Approach) atau PSA (Pendekatan Standar)
Pendekatan PSA memberikan hasil yang lebih detail daripada PID.
Dalam pendekatan ini, gross income bank dikelompokkan berdasarkan delapan lini bisnis.Kebutuhan modal minimum dihitung berdasarkan suatu persentase tetap dari gross income setiap lini bisnis.Persentase tersebut ditentukan berbeda bagi lini bisnis tergantung dari eksposur risiko operasional suatu lini bisnis.Basel Committee menetapkan persentase setiap lini bisnis sebagai faktor beta (β).
c. kategori Lini Bisnis
Identifikasi risiko operasional merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko operasional. Proses identifikasi yang efektif harus memerhatikan semua faktor, baik internal maupun eksternal bank.
d. The Alternative Standardized Approach (ASA)
Ketentuan dan syarat perhitungan dengan menggunakan ASA yang terkait dengan perlakuan hasil kali antara faktor b dan gross income per lini bisnis sama dengan perhitungan dengan menggunakan Standardized Approach, kecuali untuk perlakuan faktor pengali gross income lini bisnis Ritel Banking dan Commercial Banking.
e. Advanced Measurement Approach (AMA)
Dalam metode Advance Measurement Approach (AMA), bankbank diberi kesempatan untuk menggunakan hasil dari sistem pengukuran risiko operasional yang mereka miliki, namun harus dapat memenuhi persyaratan umum, persyaratankualitatif dan persyaratan kuantitatif yang ditetapkan oleh
f. Rencana Perubahan Perhitungan modal risiko operasional
Komite Basel pada bulan Oktober 2014 mengeluarkan consultative document untuk risiko operasional, khususnya cara menghitung kecukupan modal untuk menutup risiko operasional dengan metode Basic Indicator Approach (BIA) dan Standardized Approach (TSA) termasuk ASA (Alternative Standardized Approach
II. Buku Kedua
BAB I
RESIKO OPERASIONAL DAN PENGENDALIAN RESIKO
Pengertian Risiko Operasional Dalam buku Manajemen Risiko karya Irham Fahmi hal,60 disebutkan Risiko Operasional merupakan risiko yang umumnya bersumber dari masalah internal perusahaan, dimana risiko ini terjadi disebabkan oleh lemahnya sistem kontrol manajemen (management control system) yang dilakukan oleh pihak internal perusahaan.
Contoh risiko operasional adalah risiko pada komputer (computer risk) karena telah terserang virus, kerusakan maintenance pabrik, kecelakaan kerja, kesalahan dalam pencatatan pembukuan secara manual (manual risk), kesalahan pembelian barang dan tidak ada kesepakatan bahwa barang yang dibeli dapat ditukar kembali, dan sebagainya.
Untuk mengimplementasikan keputusan penghindaran risiko maka harus diadakan penetapan semua harta, personil atau kegiatan yang menghadapi risiko yang ingin dihindarkan tersebut. dengan dukungan pihak manajemen puncak maka manajer risiko seharusnya menganjurkan policy dan prosedur tertentu yang harus diikuti oleh semua bagian perusahaan dan pegawai. Misalnya, jika objektif untuk menghindarkan risiko sehubungan dengan angkutan kapal maka semua departemen diinstruksikan untuk menggunakan angkutan lain, seperti angkutan kereta api atau truk.
Era globalisasi telah memberi perubahaan besar bagi konsep konsep bisnis pada seluruh sektor bisnis, baik finansial dan non finansial, sehingga penciptaan konsep produk dibuat untuk bisa menampung keinginan globalisasi tersebut, jika tidak maka artinya produk tersebut tidak akan laku di perusahaan secara baik. Masyarakat pada era sekarang ini adalah
sebuah bentuk dari struktur masyarakat global yang menggunakan produk global dan menerapkan cara berfikir global. Karena faktor itu perusahaan dituntut untuk menerapkan manajemen yang berbasis konsep global yang secara tidak langsung mekanisme operasional perusahaan juga harus bersifat global. Untuk mewujudkan ini perlu perlu dilakukan pelatihan dan pendidikan bagi para karyawan agar mengetahui konsep dan cara berfikir secara global yang nantinya akan tertuang dalam bentuk hasil produk. Untuk menerapkan konsep global tersebut perusahaan harus dengan cepat melakukan adaptasi dalam menyesuaikan setiap perubahaan sekarang ini dengan kondisi realita di perusahaan. Seperti penggunaan teknologi modern yang memiliki spesifikasi tinggi sehingga cepat terkoneksi dengan berbagi permasalahan, baik pengaduan masalah yang datang dari internal perusahaan maupun yang berasal yang dari pihak eksternal. Sehingga tidak terjadi penumpukan dalam penanganan masalah, namun masalah akan lebih cepat terselesaikan.
BAB II
RISIKO VALUTA ASING DAN RISIKO FINANCING
Pengertian Risiko Valuta Asing Risiko dapat ditafsirkan sebagai bentuk keadaan ketidakpastiaan tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya. Sedangkan pengertian valuta asing ialah mata uang yang diakui, digunakan, dipakai, dan diterima sebagai alat pembayaran oleh banyak negara dalam perdagangan internasional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian Risiko Valuta Asing adalah ketidakpastian nilai mata uang suatu negara yang digunakan sebagai alat pembayaran dalam perdagangan internasional.
Menurut (Irham Fahmi, 2016, 85) Risiko valuta asing (valas) merupakan risiko yang disebabkan oleh perubahan kurs valuta asing dipasaran yang tidak sesuai lagi dengan yang diharapkan, terutama pada saat dikonversikan dengan mata uang domestic. Hal ini, disebabkan oleh perubahan kurs valuta asing di pasaran yang tidak sesuai lagi dengan yang diharapkan,terutama pada saat dikonversikan dengan mata uang domestik.
Dari segi konsep capitalstructure (struktur modal) menekankan bahwa jika utang itu sangat tidak boleh melewati batas shareholder’sequity (kekayaan yang dimiliki). Namun jika ternyata utang tersebut telah melewati batas shareholder’sequity dan tidak mampu dibayar lagi
asing selama ini mungkin dianggap bunganya jauh lebih rendah dibandingkan dengan mencari pinjaman dana dari lembaga pemberi pinjaman dalam negeri seperti perbankan. Tetapi harus dimengerti bahwa mata uang asing (foreign currency) sering mengalami pergerakan ketidakstabilan karena banyak faktor seperti salah satunya penerapan floating exchange rate (sistem mata uang mengambang) yang diterapkan oleh Bank Indonesia dalam kebijakan moneternya. Situasi pinjaman dalam mata uang asing menjadi bertambah parah jika seandainya pinjaman tersebut lebih banyak dipakai untuk bisnis di dalam negeri dan pangsa pasarnya pun berada di dalam negeri. sehingga pada saat nilai tukar mata uang asing mengalami fluktuasi yaitu seperti rendahya mata uang domestic rupiah dibandingkan dengan mata uang asing yaitu dolar Amerika, dan para pengusaha harus mengembalikan pinjaman itu dengan situasi yang rugi, sehingga jika ini terjadi secara terus-menerus akan menyebabkan organsasi tersebut bangkrut.
BAB III
RISIKO PASAR DAN RISIKO FINANCING
Pengertian Risiko Pasar Menurut Ali (2006), risiko pasar adalah risiko kerugian yang diderita bank, sebagaimana antara lain dicerminkan dari posisi on dan off balance sheet (neraca dan rekening administratif). Kerugian itu muncul sebagai akibat dari terjadinya perubahan harga pasara asset dan liabilities bank tersebut. Perubahan harga tersebut merupakan akibat terdapatnya perubahan faktor pasar. Faktor pasar yaitu tingkat suku bunga bank, nilai tukar mata uang, harga pasar saham, dan sekuritas serta komoditas Menurut Irham Fahmi (2016) risiko pasar merupakan kondisi yang dialami oleh satu perusahaan yang disebabkan oleh prubahan kondisi dan situasi pasar diluar dari kendali perusahaan. Risiko pasar sering disebut juga sebagai risiko menyeluruh, karena sifat umumnya yang menyeluruh dan dialami oleh seluruh perusahaan.
Menurut Irham Fahmi (2016) risiko pasar ada 2(dua) bentuk yaitu:
a) General Market Risk ( Risiko Pasar Secara Umum) Risiko pasar secara umum ini dialami oleh seluruh perusahaan yang disebabkan oleh suatu kebijakan yang di lakukan oleh lembaga terkait yang mana kebijakan tersebut mampu memberi pengaruh bagi seluruh sektor bisnis. Contohnya pada saat bank sentral suatu negara melakukan kebijakan tight
money policy ( kebijakan uang ketat) dengan berbagai instrumennya seperti menaikan suku bunga BI rate.
b) Spesific Market Risk ( Resiko Pasar Secara Spesifik) Spesific market risk adalah suatu bentuk resiko yang hanya dialami secara khusus pada suatu sektor atau sebagian bisnis saja tanpa bersifat menyeluruh. Contohnya :
• Pengumuman yang dikeluarkan oleh suatu lembaga penilai dimana lembaga penilai tersebut memiliki reputasi yang baik dan diakui oleh publik.
• Salah satu perusahaan di mana pihak manajemen atau komisaris perusahaan terlibat tindak kriminal yang luar biasa dan diekspose oleh berbagai media
Risk Financing Menurut Herman Darmawi (2006), Risk financing merupakan pengadaan dana yang dilakukan oleh perusahaan untuk memulihkan kerugian perusahaan. Risk financing atau pembiayaan risiko biasanya berhubungan dengan cara – cara pengadaan dana untuk memulihkan kerugian. Cara ini terdiri dari:
1. Risk financing transfer (memindahkan risiko disertai dengan pembiayaan).
2. Risk retention (risiko ditangani sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan).
BAB IV
BENTUK RISIKO PADA BERBAGAI SEKTOR BISNIS
Pengertian Risiko Adapun pengertian risiko menurut para ahli, antara lain : Menurut Ricky W. Griffin dan Ronald J. Ebert, risiko adalah Uncertainty about future events ( ketidakpastian tentang kejadian masa depan ). Menurut Joel G. Siegel dan Jae K. Shim, mendefinisikan risiko pada tiga hal, yaitu :
Pertama adalah keadaan yang mengarah kepada sekumpulan hasil khusus, dimana hasilnya dapat diperoleh dengan kemungkinan yang telah diketahui oleh pengambilan keputusan.
Kedua adalah variasi dalam keuntungan, penjualan atau variabel keungan lainnya.
Ketiga adalah kemungkinan dari sebuah masalah keuangan yang mempengaruhi kinerja operasi perusahaan atau posisi keuangan, seperti risiko ekonomi, ketidakpastian politik, dan masalah industri. Jadi, definisi risiko secara umum adalah Bentuk keadaan
ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya ( future ) dengan keputusan yang diambil berdasarkan berbagai pertimbangan pada saat ini.
Hambatan – Hambatan Yang Terjadi Pada Sektor Bisnis Dan Solusinya Bagi mereka yang akan membuka bisnis perlu membuat peta risiko yang mungkin akan dialami pada berbagai sektor bisnis. Peta risiko tersebut mampu dibuat dengan menerapkan dua pondasi secara umum yaitu, memiliki reference dan experience yang maksimal.
a. Reference. Memiliki referensi (reference) yang maksimal artinya seorang pebisnis memiliki konsep secara teoritis dan pemahaman pemikiran yang baik yang terangkum dalam bentuk masterplan perusahaan. Misalnya : Sebuah perusahaan akan membuka cabang usahanya di suatu daerah, perusahaan tersebut sudah membuat perencanaan tentang konsep usahanya dari beberapa referensi perusahaan sebelumnya dan mengembangkannya sehingga konsepnya lebih kuat.
b. Experience. Pengalaman (experience) adalah kepemilikan yang diperoleh oleh seorang pebisnis hasil dari tempaan dirinya yang diperoleh secara jangka panjang sehingga akhirnya ia mampu menentukan dan memutuskan secara tegas apa bentuk pekerjaan atau usaha yang sangat layak untuk dikerjakan dan baginya itu sudah sangat sesuai dengan bakat (talent) yang dimilikinya serta ia mencintai pekerjaan / bisnis yang digeluti sekarang
Pertumbuhan dan perkembangan bisnis real estate dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti naik turunnya suku bunga kredit perbankan dan nilai tukar mata uang asing serta berbagai bentuk faktor lainnya. Kondisi saat ini bisnis ini sedang sangat berkembang di Indonesia, bukan hanya di kota – kota besar namun bahkan di seluruh provinsi di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan. Salah satu kebijakan pemerintah dalam mengatasi masalah ini adalah mewajibkan bagi para pengembang apartemen mewah agar ikut serta berkontribusi dalam membangun rusun ( rumah susun ) dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat kalangan menengah dan bawah, konsep ini sebagai bentuk rasa kepedulian perusahaan bagi lingkungan sosialnya
BAB V
IKLAN DAN DIMENSI ETISNYA
Dalam hal ini akan membahas salah satu topik lain lagi dari etika bisnis yang banyak mendapat perhatian sampai sekarang, yaitu mengenai iklan. Sudah umum diketahui bahwa abad kita ini adalah abad informasi. Dalam abad informasi ini, iklan memainkan peran yang sangat penting untuk menyampaikan informasi tentang suatu produk kepada masyarakat.
Dengan demikian, suka atau tidak suka, iklan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhaap kehidupan manusia baik secara positif maupun negative. Citra ini semakin mengental dalam sistem pasar bebas yang mengenal kompetisi yang ketat diantara banyak perusahaan dalam menjual barang dagangan sejenis. Lebih dari itu, dalam masyarakat modern iklan berperan besar dalam menciptakan budaya masyarakat modern. Kebudayaan masyarakat modern kebudayaaan masyarakat modern adalah kebudayaan massa, kebudayaan serba instan, kebudayaaan serba tiruan, akhirnya kebudayaan serba polesan kalau bukan palsu penuh tipuan sebagaimana iklan yang penuh dengan tipuan mata dan kata-kata. Iklan itu sendiri pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang bermaksud untuk mendekatkan barang yang hendak dijual kepada konsumen dengan produsen. Sasaran akhir seuruh kegiatan bisnis adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa dijual kepada konsumen.
Prinsip etika bisnis yang paling relevan disini adalah prinsip kejujuran,mengatakan hal yang benar dan tidak menipu.menurut kamus besar Bahasa Indonesia,kata tipu mengandung pengertian perbuatan ataau perkataan yang tidak jujur (Bohong,palsu,dan sebagainya) dengan meksud untuk menyesatkan,mengakali atau mencari untung.dengan kata lain menipu daalah menggunakan tipu muslihat,mengakali,memperdaya,atau juga perbuatan cuurang yang dijalnkan dengan niat yang telah direncanakan. Jadi,karena konsumen adalah pihak yang berhak mengetahui kebenaran sebuah produk,iklan yang membuat pernyataaan yang menyebaabkan mereka salah menarik kesimpulan tentang produk itu tetapi dianggap menipu dan dikutuk secara moral kendati tidak pada maksud apapun untuk memperdaya dengan kata lain,berdasarkan prinsip kejujuran ,iklan yang baik diterima secara moral adalah iklan yang memberi pernyataan atau informasi yang benar sebagaimana adanya.
BAB VI
PERAN ASURANSI SEBAGAI PENGELOLA RISIKO
Asuransi dalam Undang-Undang No. 2 Th 1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Menurut KUHD (Kitab Undang- undang Hukum Dagang) Pasal 246 adalah, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, yang mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberi penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu. Menurut Prof. Mehr dan Cammack asuransi merupakan alat sosial untuk mengurangi risiko, dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang terkena risiko, sehingga kerugian-kerugian individual mereka secara kolektif dapat diramalkan. Kemudian kerugian dapat ditanggung bersama (Irham Fahmi 2016:341).
Ada beberapa manfaat yang bisa diterima pada saat seseorang atau institusi masuk asuransi yaitu (Irham Fahmi 2016:341-34 ) :
1. Asuransi mampu berperan sebagai penetralisir risiko. Pengertian penetralisir risiko adalah pada saat risiko terjadi dan semakin lama cenderung semakin besar maka pihak asuransi dengan berbagai formatnya berusaha kuat agar risiko yang dialami oleh suatu perusahaan tidak semakin tinggi namun bahkan bisa diperkecil hingga bisa dihilangkan. Dengan adanya lembaga asuransi diharapkan risiko tersebut bisa berada pada titik terkecil.
2. Asuransi sebagai pihak pengganti kerugian. Seorang yang masuk dan derdaftar sebagai nasabah asuransi berkewajiban membayar setiap bulannya dengan rincian serta biaya klaim asuransi yang ditentukan dalam surat perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu penanggung dan tertanggung. Asuransi sebagi penanggung risiko memiliki fungsi tegas bahwa pada saat nasabah mengalami risiko seperti kebakaran dan sejenisnya sesuai dengan kebutuhan yang berlaku, maka kewajiban untuk mengganti kerugian sebesar yang diperjanjikan.
3. Mengurangi siksaan mental dan fisik bagi pihak tertanggung yang disebabkan rasa takut dan kekawatiran.
4. Menghasilkan tingkat produksi, tingkat harga, dan struktur harga yang optimum.
5. Memperbaiki posisi persaingan perusahaan kecil. Asuransi meningkatkan semangat bersaing, sebab tanpa asuransi, perusahaan kecil akan menghadapi suatu persaingan yang kurang efektif terhadap perusahaan besar.
Ruang lingkup penanganan risiko yang di lakukan oleh pihak asuransi swasta dan pemerintahan berbeda. Biasanya asuransi milik swasta menanggung risiko yang lebih besar.
Kondisi ini terjadi karena asuransi milik swasta memiliki kemampuan finasial yang lebih kecil dibandingkan pemerintah. Karena menurut Herman Darmawi (Irham Fahmi 2016:347) bahwa pemerintah melalui kekuatan masyarakat atau swasta, bahkan perusahaan asuransi pemerintah lebih suka melakukan operasi yang lebih stabil.
Perusahaan asuransi dan manajemen risiko memiliki keterkaitan kuat, namun di samping itu juga memiliki perbedaannya masing-masing, yang pasti perusahaan asuransi dalam menjalankan aktivitas bisnisnya menerapkan konsep manajemen risiko. Dalam artian perusahaan asuransi menjadikan ilmu manajemen risiko sebagai bentuk cara ia mendapatkan profit dalam menjalankan aktivitas perusahaan.
BAB VII
PERAN ASURANSI SEBAGAI PENGALIH RISIKO
Asuransi adalah sebuah lembaga yang dapat didirikan atas dasar untuk menstabilkan kondisi bisnis dari berbagai risiko yang mungkin terjadi, dengan harapan pada saat risiko diahlikan ke pihak asuransi maka perusahaan menjadi lebih fokus dalam menjalankan usaha.
Jaminan yang diberikan oleh pihak asuransi adalah pembayaran klaimkepada nasabah.
Adapun pengertian asuransi menurut KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) pasal 246 adalah, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, yang mana seseorang penanggung mengaitkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberi penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diaharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.
Menurut Herman Darmawi pada buku Manajemen Risiko Edisi Revisi karangan dari Irham Fahmi pada tahun 2016, menyatakan ada 6 resiko yang dapat diasuransikan dengan
1. Kerugian potensial cukup besar tetapi probabilitasnya tidak tinggi, sehingga membuat perusahaan asuransi dapat bekerja seekonomis mungkin (kelayakan ekonomis).
2. Probabilitas kerugian dapat diperhitungkan.
3. Terdapat sejumlah besar unit yang terbuka (expose) terhadap resiko yang sama (massal dan homegeny).
4. Kerugian yang terjadi bersifat kebetulan (fortuitous).
5. Kerugian tertentu (definiti).
6. Bukan risiko catastrophe (bencana besar dan serentak)
Ruang lingkup penanganan risiko yang dilakukan oleh pihak asuransi swasta dan pemerintah berbeda. Biasanya asuransi miliki swasta menanggung resiko yang lebih kecil dan asuransi milik pemerintah menanggung resiko yang lebih besar. Kondisi ini terjadi karena asuransi milik swasta memiliki kemampuan finansial yang lebih kecil dibandingkan pemerintah. Karena menurut Herman Darmawi pada buku Manajemen Risiko Edisi Revisi karangan dari Irham Fahmi ada tahun 2016, bahwa pemerintah melalui kekuatan pajaknya, mungkin juga menyubsidi program-program masyarakat atau swasta, bahkan perusahaan asuransi, bahkan perusahaan asuransi pemerintah lebih suka melakukan operasi yang lebih stabil yang dimungkinkan apabila penaksiran risiko merupakan aprosimasi risiko ideal yang bisa ditanggung. Salah satu program pemerintah dalam bidang LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) dan juga bantuan BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) adalah bentuk pengamanan agar stabilitas ekonomi dan sosial masyarakat terjaga. Karena jika stabilitas ekonomi dan sosial masyarakat tidak stabil akan memberi pengaruh lebih jauh pada kekacauan ekonomi dan instabilitas sosial serta politik, dan lebih jauh citra pemerintah di mata luar negeri tidak bagus terutama di mata para investor.
B. KRITIK BUKU
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU
1. Dilihat dari aspek tampilan buku ( face value ) , buku yang di riview adalah cukup menarik dan berwarna sehingga menarik minat pembacanya , dan juga tercantum jelas identitas buku di awal seperti nama penulis nya , sedangkan kekurangan buku di riview jika di bandingkan dengan buku pembanding adalah buku yang di riview tampilannya agak sedikit monoton dibandingkan dengan kedua buku pembanding tersebut.
2. Kelebihan dari aspek layout dan tata letak , serta tata tulis , termasuk penggunaan font buku yang di riview ini adalah cukup bagus dan rapi sehingga membuat pembaca jelas dan detail dalam membaca , dan penggunaan font nya juga pas tidak kebesaran dan kekecilan , serta tata tulisnya juga rapi dan baik.
3. Kelebihan dari aspek isi buku yang di riview adalah isi nya jelas , singkat dan padat , sehingga para pembaca tidak bosan ataupun monoton dalam membaca nya , isi nya juga lengkap dan bisa menambah banyak wawasan dari buku ini , akan tetapi ada kekurangan nya jika di bandingkan dengan buku pembanding yang 2 tadi yaitu masih kurang banyak isi nya sehingga para pembaca akan lebih memilih buku yang lebih lengkap penjelasannya.
4. Kekurangan dari aspek tata bahasanya yaitu kurang bisa di pahami dan kurang di mengerti , sehingga dapat menyulitkan para pembaca dan tidak jarang juga ditemukan kata-kata lain atau kata-kata asing yang bisa menyulitkan para pembaca dalam pengartiannya.
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah saya membaca dan meresensi buku ini, buku ini sangatlah menarik, terutama bagi yang ingin mempelajari tentang Manajemen Resiko, buku ini menuntun kita bagaimana cara mengelola Manajemen Resiko dengan baik dan benar tak hanya itu buku ini juga menjelaskan tentang bagaimana menjadi seorang pemimpin yang baik yang mampu mengendalikan resiko di suatu perusasahaan yang dimana suatu saat akan sangat di perlukan untuk kestabilan dan kemajuan perusahaaanya di masa yang akan datang. Materi yang diberikan pun sangat runtut dan bahasa yang digunakan pun sangat mudah dipahami sehingga memudahkan para pembaca untuk memahami isi buku ini, serta dengan ukuran buku yang mudah dibawa kemanapun akan memudahkan pembaca untuk membawanya kemana pun.
B. SARAN
Menurut saya jika sudah mengetahui kelebihan dan kekurangan buku tadi ada baiknya kita harus lebih bisa memilah dan memilih buku mana yang pas dan sesuai untuk kita gunakan sebagai panduan, dan juga saran saya carilah buku yang kelebihan nya lebih banyak di banding kekurangannya, di buku ini masih banyak ditemukan kekurangan jadi ada baiknya pembaca bisa memilih buku “ Manajemen Resiko 2 ” atau yang lainnya , seperti yang sudah saya cantumkan diatas dua buku pembanding lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Manajemen Resiko 2 ,Ikatan Bankir Indonesia (IBI), 2015 , PT Gramedia Pustaka Utama ,ISBN : 978-602-03-1722-9.
Buku Manajemen Resiko, Ida Ayu Made Sasmita Dewi,2019,UNHI Press, ISBN: 978-623- 91211-8-1.