Sejarah
Manusia Purba Manusia Purba
Our Team
Clara (Ketua) Asyarana
Jennifer
Devon
Jenis - Jenis Manusia Purba
Meganthropus Paleojavanicus merupakan manusia purba tertua di Indonesia.
Diperkirakan Meganthropus Paleojavanicus sudah ada sejak 1,9 juta tahun yang lalu di wilayah Jawa. Fosil Meganthropus Paleojavanicus ditemukan di lembah sungai Bengawan Solo oleh G.H.R. von Koenigswald, seorang paleoantropologi dari Belanda pada tahun 1941. Fosil yang ditemukan adalah fragmen rahang bawah sebelah kanan, rahang atas sebelah kiri dan gigi lepas. Penamaan “Meganthropsu Paleojavanicus” berasal dari mega yang berarti besar, anthropus yang berarti manusia, paleo berarti tua, dan javanicus yang berarti dari Jawa.
Meganthropus Paleojavanicus
1.
Penemunya Meganthropus Paleojavanicus ditemukan di lembah sungai Bengawan Solo
oleh G.H.R. von Koenigswald, seorang paleoantropologi dari
Belanda pada tahun 1941-an. Memiliki badan tegap.
Terdapat tonjolan tajam di belakang kepala.
Pada bagian wajah, terdapat tulang pipi yang tebal.
Terlihat tonjolan pada kening yang mencolok.
Tidak berdagu.
Otot kunyah, gigi, dan rahang berukuran besar dan kuat.
Dalam mempertahankan hidupnya Meganthropus Paleojavanicus menggunakan cara berburu dan meramu. Selain berburu binatang mereka juga memakan jenis umbi – umbian. Meganthropus Paleojavanicus menggunakan peralatan dari batu yang masih kasar dan dengan pola hidup yang sangat sederhana. sederhana
Penemu :
Jenis-Jenis Meganthropus Paleojavanicus:
Ciri-Ciri Meganthropus Paleojavanicus:
Pithecanthropus Mojokertensis dapat diartikan sebagai manusia kera dari Mojokerto.
Pithecanthropus Mojokertensis ditemukan oleh von Koenigswald pada tahun 1936 di Perning, Mojokerto, Jawa Timur. Temuan fosil berupa fosil tengkorak anak – anak, atap tengkorak, rahang atas, rahang bawah dan gigi lepas. Diperkirakan Pithecanthropus Mojokertensis hidup pada 30.000 hingga 2 juta tahun yang lalu.
Penemu Pithecanthropus Mojokertensis ditemukan oleh von Koenigswald pada tahun 1936 di Perning, Mojokerto, Jawa Timur.
Tulang pipi dan alat pengunyah kuat.
Tulang kening tebal, menonjol, dan melebar sampai ke pelipis.
Muka menonjol ke depan.
Tulang kepala belakang terlihat menonjol.
Berbadan tegap.
Tinggi badan antara 165-180 cm.
Otot-otot tengkuk kukuh.
Volume otak antara 650-1.000 cc.
2. Pithecanthropus Mojokertensis
Penemu : Ciri-Ciri Pithecanthropus Mojokertensis:
Jenis-Jenis Pithecanthropus Mojokertensis:
Manusia Purba jenis Pithecanthropus Mojokertensis diketahui biasanya hidup dengan cara nomaden atau yang biasa diartikan hidup dengan
cara berpindah-pindah tempat tinggalnya.
Manusia purba Pithecanthropus Erectus ditemukan di desa Trinil, Ngawi, Jawa Timur pada tahun 1891 oleh Eugene Dubois. Fragmen yang ditemukan adalah rahang pendek dan sebagian geraham manusia. Diperkirakan
manusia purba ini hidup antara 700.000 hingga satu juta tahun yang lalu. Pithecanthropus Erectus memiliki volume otak sebesar 900 cc. Eugene Dubois menyatakan bahwa Pithecanthropus Erectus adalah missing link
mata rantai perkembangan kera dan manusia. Hal ini kemudian memunculkan beragam kontroversi.
Penemu Pithecanthropus Erectus ditemukan di
desa Trinil, Ngawi, Jawa Timur pada tahun 1891 oleh Eugene
Dubois.
Tinggi badan sekitar 165-180 cm.
Volume otak berkisar antara 750-1350 cc.
Bentuk tubuh dan anggota badan tetap.
Alat pengunyah sangat kuat.
Bentuk geraham kuat dengan rahang yang kuat.
Tonjolan kening tebal.
Hidung tebal.
Bagian belakang kepala menonjol.
3. Pithecanthropus Erectus
Penemu : Ciri-Ciri Pithecanthropus Erectus:
Jenis-Jenis Pithecanthropus Erectus:
Pithecanthropus Erectus hidup dengan cara berburu dan
meramu serta bergantung penuh dengan alam. Mereka
sudah bisa membuat alat – alat untuk mempermudah
menjalankan aktivitas sehari – hari. Peralatan berburu yang
digunakan berasal dari batu dan tulang.
Homo Wajakensis ditemukan pertama kali oleh B.D. van Rietschoten pada tahun 1889 di Desa Wajak, Tulungagung, Jawa Timur pada 1889. Fosil yang ditemukan yaitu tengkorak, fragmen rahang bawah, dan beberapa ruas tulang leher. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Eugene Dubois dilokasi yang sama pada tahun berikutnya. Fragmen fosil yang ditemukan yaitu tengkorak, rahang atas dan bawah, tulang paha, dan tulang kering. Homo Wajakensis diperkirakan hidup sekitar 40.000 tahun yang lalu.
Penemu Homo Wajakensis ditemukan pertama kali oleh
B.D. van Rietschoten pada tahun 1889 di Desa Wajak, Tulungagung, Jawa Timur pada
1889.
Ukuran tengkoraknya sedang dan agak lonjong.
Muka datar dan lebar.
Akar hidungnya lebar dan bagian mulutnya menonjol sedikit.
Dahinya sediki miring dan di atas matanya ada busur kening nyata.
Volume otak sekitar 1.630 cc.
Tingginya sekitar 173 cm.
Homo Wajakensis hidup pada masa Mesolithikum
ditandai dengan penggunaan alat-alat dari batu yang sederhana dan kasar.
Homo Wajakensis sudah mulai bercocok tanam dan mulai hidup agak menetap. Namun pola hidupnya terkadang masih bergantung dengan alam.
4. Homo Wajakensis
Penemu : Ciri-Ciri Homo Wajakensis:
Jenis-Jenis Homo Wajakensis:
Homo Soloensis merupakan manusia purba yang paling maju dibandingkan dengan manusia purba yang lain. Homo Soloensis ditemukan oleh Oppenorth, von
Koenigswald dan ter Haar pada tahun 1931 hingga 1933 di Ngandong, Bengawan Solo dan Sambungmacan, Sragen. Fragmen yang ditemukan adalah 14 tengkorak, 2
tulang kering dan tulang panggul. Diperkirakan manusia purba ini hidup pada 117 hingga 108 ribu tahun yang lalu.
Penemu Homo Soloensis ditemukan oleh Oppenorth,
von Koenigswald dan ter Haar pada tahun 1931 hingga
1933
di Ngandong, Bengawan Solo dan Sambungmacan, Sragen.
Volume otak cukup besar mulai dari 1.013-1.251 cc.
Tinggi badan berkisar antara 130-210 cm.
Berat badan antara 30-150 kg.
Bagian belakang tengkorak telah membulat dan tinggi.
Otot-otot pada bagian tengkuk mulai mengalami reduksi.
Dari berbagai peralatan tersebut, para ahli berkesimpulan bahwa cara hidup masyarakat Homo erectus soloensis saat itu
adalah berburu binatang, menangkap ikan, memanen keladi, ubi, buah-buahan, dan mengumpulkan makanan lainnya.
5. Homo Soloensis
Penemu : Ciri-Ciri Homo Soloensis:
Jenis-Jenis Homo Soloensis: